728x90 AdSpace

Latest News

Rabu, 06 Juli 2011

PENGENALAN LINGKUP KECERDASAN

BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini, masih banyak orang yang meyakini bahwa yang dimaksud kecerdasan manusia itu adalah kecerdasan intelektualnya. Bahkan sering kita mendapati orang tua yang memuji anaknya yang bisa menjawab pertanyaan tertentu , seperti diiklan produk tertentu, terlihat seorang ibu yang bertanya pada anaknya yang masih kecil , ketika anaknya menjawab dengan tepat, kemudian ibu mengatakan , ” anak pintar, “.
Ditahun 1990an, disekolah- sekolah sering diselenggarakan lomba cerdas cermat tingkat kecamatan , sampai tingkat kabupaten. Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat kecerdasan siswa dan untuk kompetisi belajar disekolah-sekolah. Dan saya masih ingat , dulu ketika ada seorang siswa yang menjadi pemenang cerdas cermat , maka anak tersebut langsung terkenal dan disegani disekolah atau daerahnya. Kemenangannya adalah ukuran kehebatanya.
Lambat laun, ada banyak perubahan. Saat ini paradikma ukuran kecerdasan manusia menjadi berubah. Dengan ditemukannya kalkulator dan hidup serba digital, seakan kecerdasan manusia tergantikan. Dulu orang dianggap cerdas ketika tahu lebih banyak kosa kata dalam bahasa asing, namun sekarang siapapun cukup membeli alat transleter atau melalui google terjemahan, semua bahasa bisa dikuasainya.
Seakan keyakinan orang dulu sudah tidak dipakai lagi, Era saat ini seakan berpesan, ”Kecerdasan intelektual manusia telah digantikan oleh mesin dan komputer, manusia yang mengetahui segala hal bukan lagi sebagai yang terhebat dan bukan lagi yang terpandai, itu adalah keyakinan kuno yang salah kaprah“.
Tony Buzan, seorang pakar psikologi dan memori mengatakan “otak anda memiliki sekitar 100 milyar neuron atau sel saraf aktif. Masing-masing bercabang seperti sebuah pohon untuk menyimpan informasi hingga 20.000 dendrit pada setiap sel. Setiap neuron mirip dengan computer yang canggih dan masing-masing terhubung dengan sel-sel lain dengan mengirimkan pesan-pesan elektris-kimiawi sepanjang akson.
Robert Ornstein, seorang guru besar di Universitas Stanfort, mengatakan dalam The Amazing Brain bahwa jumlah koneksi –yang- mungkin kemungkinan lebih banyak dari pada jumlah atom di jagat raya ini.
Lalu bagaimana kita dapat memanfaatkan kemampuan yang luar biasa itu? Buzan menawarkan, “Anda dapat menggunakan pikiran anda secara maksimal dengan mempelajarinya terlebih dahulu. Mula-mula ketahuilah dari apa ia dibuat. Bagaimana cara kerjanya. Bagaimana cara kerja memori? Bagaimana cara konsentrasi bekerja? Bagaimana cara kerja proses berfikir kreatif? Dengan demikian, anda telah mulai memeriksa dan menjelajahi diri anda sendiri.” Mulailah eksplorasi itu dan anda akan mendapatkan kejutan.
Dalam buku Revolusi Cara Belajar telah dijelaskan bahwa keempat bagian otak kita adalah satu kesatuan. Pertama, otak kita memiliki empat bagian – pada tiga tingkatan yang berbeda, dari atas batang-otak, dan yang keempat terselip di bagian belakang. Lalu otak kita memiliki dua sisi. Kedua sisi ini dihubungkan oleh system relai elektronis dan kimiawi mengagumkan yang masing-masing memiliki 300 juta sel saraf. System ini mempertukarkan informasi secara bolak-balik dengan cepat seperti pertukaran telepon multinasional otomatis.
Kita sekarang percaya bahwa setiap orang memiliki berbagai “pusat kecerdasan di dalam otak. Otak kita juga bekerja dengan sedikitnya empat jenis panjang gelombang listrik. Kita juga memiliki otak sadar dan otak bawah sadar yang aktif. Kebanyakan pengetahuan yang kita dapatkan dipelajari oleh otak bawah sadar. Otak bawah kita atau batang otak mengendalikan sebagian besar naluri kita, seperti bernafas dan detak jantung. Pusat otak mengendalikan emosi kita. Otak bagian atas memungkinkan untuk berfikir, berbicara, bernalar, dan mencipta. Dan terselip di bagian belakang adalah serebelum, yang memainkan peranan vital dalam penyimpanan memori gerak.
Dari penjelasan diatas kami bermaksud ingin menegaskan bahwa pada dasarnya setiap manusia adalah cerdas karena kita memiliki komputer terhebat di dunia yang ukurannya jauh lebih kecil daripada sebuah kol, yang tidak lain adalah otak kita sendiri. Pada kesempatan kali ini kami akan bahas pusat-pusat kecerdasan menurut Gardner, lingkup ranah pemikiran, serta apa itu IQ, EQ, dan SQ.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  PENGLASIFIKASIAN RANAH PEMIKIRAN DALAM PANDANGAN PSIKOLOG
Menurut Profesor Howard Gardner, pakar psikologi dari Universitas Harvard yang telah menghabiskan bertahun-tahun untuk menganalisis otak manusia dan pengaruhnya terhadap pendidikan. Dan kesimpulannya sederhana, namun sangat penting.
Gardner mengatakan bahwa setiap orang memiliki beberapa tipe kecerdasan. Manusia memiliki kecerdasan yang dapat dibedakan menjadi 8. Dalam istilah yang lebih populer, kedelapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia itu adalah :
1.    Kecerdasan Linguistik : Word Smart
Kemampuan dalam hal membaca, menulis, dan be
rkomunikasi dengan kata-kata, adalah kecerdasan menggunakan kata-kata secara efektif. Kecerdasan ini sangat berguna bagi para penulis, aktor, pelawak, selebriti, radio dan para pembicara hebat. Kecerdasan juga membantu kesuksesan kariernya di bidang pemasaran dan politik.
Coba anda periksa kepribadian di bawah ini, mana yang merupakan kepribadian anda:
- Suka menulis kreatif di rumah.
- Senang menulis kisah khayal, lelucon dan cerpen.
- Menikmati membaca buku di waktu senggang.
- Menyukai pantun, puisi dan permainan kata.
- Suka mengisi teka-teki silang atau bermain scrable.
Yang manakah kemampuan linguistik anda ?? Jika kamu di sekolah, kampus banyak bicara dan kurang memperhatikan pelajaran atau menikmati menulis puisi di rumah tapi tidak mengerjakan PR, senang bercerita. Kamu mepunyai kecerdasan linguistik. Kembangkanlah potensimu terus. Suatu saat kamu akan menjadi seseorang yang hebat.

2.    Kecerdasan Logis- Matematis : Number Smart
Kecerdasan yang satu ini adalah ketrampilan mengolah angka dan k
emahiran menggunakan logika dan akal sehat. Ini adalah kecerdasan yang digunakan ilmuwan untuk membuat hipotesa dan dengan tekun mengujinya dengan eksperimen. Ini juga kecerdasan yang digunakan oleh Akuntan pajak, pemrogaman komputer dan ahli matematika.
Coba periksa ketrampilan yang ada pada anda saat ini:
- Menghitung problem aritmatika dengan cepat di luar kepala.
- Menikmati menggunakan bahasa komputer atau progam software logika
- Ahli bermain catur, dan permainan strategi lainnya
- Menjelaskan masalah secara logis
-Merancang Eksperimen
-Suka bermain teka-teki logika
- Mudah memahami sebab-akibat
- Menikmati pelajaran matematika dan IPA serta mendapatkan prestasi yang bagus
Kemampuan logis yang manakah yang saya miliki ?? Inilah kecerdasan yang dikaitkan dengan kecerdasan dalam bersekolah. Jika kamu memiliki kecenderungan kutu buku, mendapat nilai tinggi IPA, menikmati dan berinteraksi dengan komputer, mencoba mencari jawaban yang sulit, maka Kamu berbakat besar dalam kecerdasan ini. Kembangkan terus, suatu saat kamu akan menjadi seorang ilmuwan, akuntan, insinyur, ahli pemrogaman komputer atau mungkin filosofi.


3.    Kecerdasan Spasial : Picture Smart
Ini adalah kecerdasan gambar dan bervisualisasi. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk menvisualisasikan gambar di dalam kepala seseorang atau menciptakannya dalam bentuk 2 atau 3 dimensi. Seniman atau pemahat serta pelukis memiliki kecerdasan ini dalam tingkat tinggi.
Coba periksa ketrampilan yang menurut kamu ada pada diri kamu:
- Menonjol dalam kelas seni kelas.
- Mudah membaca peta, grafik dan diagram.
- Menggambar sosok orang atau benda persis aslinya
- Mencoret-coret diatas kertas
- Lebih mudah memahami lewat gambar daripada lewat kata-kata ketika sedang membaca.
Jadi yang manakah kemampuan spasial yang anda miliki ?? Seandaianya kamu menonjol dalam kecerdasan ini, kembangkanlah. Karena suatu saat kamu bisa jadi pelukis, pemahat, designer, dan perancang bangun.
4.    Kecerdasan Kinestetik- Jasmani : Body Smart
Kecerdasan jasmani adalah kecerdasan seluruh tubuh (atlet, penari, seniman, pantomim aktor) dan juga kecerdasan tangan (montir, penjahit, tukang kayu, ahli bedah)
Coba anda piilih ketrampilan yang ada pada diri anda:
- Bergerak-gerak ketika sedang duduk
- Terlibat dalam kegiatan fisik seperti renang, bersepeda, hiking atau bermain skate board.
- Perlu menyentuh sesuatu yang ingin dipelajari.
- Menikmati melompat, gulat dan lari.
- Memperlihatkan kerampilan dalam kerajinan tangan seperti kayu, menjahit, mengukir.
- Menikmati bekerja dengan tanah liat, melukis dengan jari, atau kegiatan “kotor” lainnya.
- Suka membongkar sebuah benda kemudian menyusunnya lagi
Lalu kemampuan kinestetik jasmani apa yang anda miliki sekarang ?? Jika anda tidak betah duduk lama-lama dan lebih suka bergerak, menyukai studi lapangan, maka kamu menonjol dalam kecerdasan ini. Maka kembangkanlah terus.
5.    Kecerdasan Musikal: Music Smart
Kecerdasan musical melibatkan kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan irama atau sekedar menikmati musik. Dalam bentuknya yang lebih canggih, kecerdasan ini mencakup para diva dan virtuoso piano di dunia seni dan budaya.
Bakat musik adalah sesuatu bakat yang selama ini dibiarkan atau ditelantarkan di sekolah. Jikalau kamu memiliki bakat ini maka ada baiknya mengembangkan di luar lingkungan sekolah.
Ciri-ciri :
- Peka nada dan menyanyi lagu dengan tepat
- Dapat mengikuti irama
- Mendengar music dengan tingkat ketajaman lebih
6.    Kecerdasan Antar Pribadi: People Smart
Kecedasan ini melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja untuk orang lain. Kecerdasan ini melibatkan banyak hal, mulai dari kemampuan berempati, kemampuan memimpin, dan kemampuan mengorganisir orang lain.
Nah jika kalian sangat populer di kalangan teman-temanmu dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cepat. M0.aka kamu berbakat dalam kecerdasan ini. Kembangkanlah, suatu saat kamu akan menjadi seorang pemimpin, konselor, pengusaha atau organiser komunitas.
Ciri-ciri :
- Menghadapi orang lain dengan penuh perhatian, terbuka
- Menjalin kontak mata dengan baik
- Menunjukan empati pada orang lain
- Mendorong orang lain menyampaikan kisahnya
7.    Kecerdasan Intra Pribadi: Self Smart
Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk memahami diri sendiri, kecerdasan untuk mengetahui siapa sebenarnya diri kita sendiri. Kecerdasan ini sangat penting bagi para wira usahawan dan individu lain yang harus memiliki persyaratan disiplin diri, keyakinan, dan pengetahuan diri untuk mengetahui bidang atau bisnis baru.
Jika kamu mampu mengetahui siapa diri kamu sebenarnya, pandai menargetkan dan menentukan target untuk diri sendiri. Kamu percaya diri dan tidak pemalu, maka kamu berbakat dalam kecerdasan ini. Kembangkanlah terus kecerdasan ini karena sangat dibutuhkan dalam kehidupan untuk meraih kesuksesan.
Ciri-ciri :
- Membedakan berbagai macam emosi
- Mudah mengakses perasaan sendiri
- Menggunakan pemahamannya untuk memperkaya dan membimbing hidupnya
- Mawas diri dan suka meditasi
- Lebih suka kerja sendiri

8.    Kecerdasan Naturalis: Nature Smart
Kecerdasan memahami dan menikmati alam dan menggunakanya secara produktif dan mengembangkam pengetahuan akan alam. Kecerdasan naturalis melibatkan kemampuan untuk mengenal bentuk-bentuk alam di sekitar kita: Bunga, burung, pohon, hewan serta flora dan fauna lainny. Kecerdasan ini dibutuhkan di banyak profesi seperti petani, nelayan, pendaki, pemburu, ahli biologi, penjaga hutan, dokter, hewan dan holtikulturalis.
Ciri-ciri :
- Mencintai lingkungan
- Mampu mengenali sifat dan tingkah laku binatang
- Senang kegiatan di luar (alam)
Kita harus ingat bahwa setiap orang memiliki 8 kecerdasan diatas dan setiap harinya digunakan dan dikombinasikannya. Contohnya saja bila pemain sepak bola menggiring bola maka mereka menggunakan kecerdasan kinestetik-jasmani untuk menggiring bola, kecerdasan spasial untuk memvisualisasikan posisi bola setelah lawan menendangnya, dan kecerdasan antar pribadi untuk kerja sama dengan anggota tim lainnya. Akan tetapi mereka memiliki salah satu kecerdasan yang paling dominan yaitu kinestik-jasmani.
Nah sekali lagi untuk menjadi orang yang sukses anda harus bisa mencari dan menemukan kecerdasan yang paling dominan pada diri kamu dan terus mengasahnya agar menjadi talenta dan orang yang sukses dan hebat.





B.  LINGKUP RANAH PEMIKIRAN (KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTORIK)
Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a)    Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b)    Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c)    Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
Klasifikasi tujuan yang lebih sistematis telah dikemukakan Bloom (1956) dan Krathwohl, Bloom dan Masia (1964) seperti tertera dalam Zais (1976: 304-310) Tanner dan Tanner (1975:121-131). Tujuan pendidikan diklasifikasikan pada tiga ranah besar yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
1. Ranah Penilaian Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.  Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
  • hafalan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.
  • Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.  Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
  • Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
  • Analisis (analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
  • Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.

  • Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
Keenam jenjang berpikir yang terdapat pada ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom itu, jika diurutkan secara hirarki piramidal adalah sebagai tertulis pada  gambar 1.
Keenam jenjang berpikir ranah kognitif bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih), dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya.
Penilaian           (Evaluation)
Sintesis                       (Syntesis)
Analisis                                         (Analysis)
Penerapan                                                          (Aplikation)
Pemahaman                                                                   (Comprehensi)
Pengetahuan                                                                              (Knowledge)
GAMBAR 1. Enam jenjang berpikir pada ranah kognitif
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
2. Ranah Penilaian Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex
Receiving atau attending (= menerima atau memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena,  yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai  lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995.
Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan  suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon,  Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif  seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap   selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
3. Ranah Penilaian Psikomotorik
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Hasi belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi kedisiplinan menurut agama Islam sebagaimana telah dikemukakan pada pembiraan terdahulu, maka wujud nyata dari hasil psikomotor yang  merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif afektif itu adalah; (1) peserta didik bertanya kepada guru pendidikan agama Islam tentang contoh-contoh kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rosulullah SAW, para sahabat, para ulama dan lain-lain; (2) peseta didik mencari dan membaca buku-buku, majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang membahas tentang kedisiplinan; (3) peserta didik dapat memberikan penejelasan kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan diterapkan, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat; (4) peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau adik-adiknya, agar berlaku disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat; (5) peserta didik dapat memberikan contoh-contoh kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke sekolah sebelum pelajaran di mulai, tertib dalam mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenag dalam mengikuti pelajaran, di siplin dalam mengikuti tata tertib yang telah ditentukan oleh sekolah, dan lain-lain; (6) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah, seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam mennjalannkan ibadah shalat, ibadah puasa, di siplin dalam menjaga kebersihan rumah, pekarangan, saluran air, dan lain-lain; (7) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak kebut-kebutan, dengan suka rela mau antri waktu membeli karcis, dan lain-lain, dan (8) peserta didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan dalam belajar, kedisiplinan dalam beribadah, kedisiplinan dalam menaati peraturan lalu lintas, dan sebagainya.




C.  PENGERTIAN IQ, EQ, DAN SQ
1. Kecerdasan Intelektual (IQ)
Orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %.
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.
IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.
Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah :
Usia Mental Anak
x 100 = IQ
Usia Sesungguhnya
Contoh : Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak yang rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun. Inilah yang disebut dengan Usia Mental. Berarti IQ si anak adalah 4/3 x 100 = 133.
Interpretasi atau penafsiran dari IQ adalah sebagai berikut :
TINGKAT KECERDASAN
IQ
Genius
Di atas 140
Sangat Super
120 - 140
Super
110 - 120
Normal
90 -110
Bodoh
80 - 90
Perbatasan
70 - 80
Moron / Dungu
50 - 70
Imbecile
25-50
Idiot
0 - 25
2. Kecerdasan Emosional (EQ)
EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi.
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.
Beberapa pengertian EQ yang lain, yaitu :
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain (Golleman, 1999). Emosi adalah perasaan yang dialami individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994).
Kemampuan mengenal emosi diri adalah kemampuan menyadari perasaan sendiri pada saat perasaan itu muncul dari saat-kesaat sehingga mampu memahami dirinya, dan mengendalikan dirinya, dan mampu membuat keputusan yang bijaksana sehingga tidak ‘diperbudak’ oleh emosinya.
Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan menyelaraskan perasaan (emosi) dengan lingkungannnya sehingga dapat memelihara harmoni kehidupan individunya dengan lingkungannya/orang lain.
Kemampuan mengenal emosi orang lain yaitu kemampuan memahami emosi orang lain (empaty) serta mampu mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain yang dimaksud.
Kemampuan memotivasi diri merupakan kemampuan mendorong dan mengarahkan segala daya upaya dirinya bagi pencapaian tujuan, keinginan dan cita-citanya. Peran memotivasi diri yang terdiri atas antusiasme dan keyakinan pada diri seseorang akan sangat produktif dan efektif dalam segala aktifitasnya
Kemampuan mengembangkan hubungan adalah kemampuan mengelola emosi orang lain atau emosi diri yang timbul akibat rangsang dari luar dirinya. Kemampuan ini akan membantu individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain secara memuaskan dan mampu berfikir secara rasional (IQ) serta mampu keluar dari tekanan (stress).
Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi, mampu membuat keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen. Makanya, orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih baik.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang disebut terakhir akan menyaring dan memilah informasi yang didapat dari panca indra.
Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat .
Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik .
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengendalikan emosinya saat menghadapi situasi yang menyenangkan maupun menyakitkan. Mantan Presiden Soeharto dan Akbar Tandjung adalah contoh orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, mampu mengendalikan emosinya dalam berkomunikasi.
Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin "hablun min al-naas". Pusat dari EQ adalah "qalbu" . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.
3. Kecerdasan Spiritual (SQ)
Selain IQ, dan EQ, di beberapa tahun terakhir juga berkembang kecerdasan spiritual (SQ = Spritual Quotiens). Tepatnya di tahun 2000, dalam bukunya berjudul ”Spiritual Intelligence : the Ultimate Intellegence, Danah Zohar dan Ian Marshall mengklaim bahwa SQ adalah inti dari segala intelejensia. Kecerdasan ini digunakan untuk menyelesaikan masalah kaidah dan nilai-nilai spiritual. Dengan adanya kecerdasan ini, akan membawa seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakikinya. Karena adanya kepercayaan di dalam dirinya, dan juga bisa melihat apa potensi dalam dirinya. Karena setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan juga ada kekurangannya. Intinya, bagaimana kita bisa melihat hal itu. Intelejensia spiritual membawa seseorang untuk dapat menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga, dan tentu saja dengan Sang Maha Pencipta.
Denah Zohar dan Ian Marshall juga mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya. Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual).
Selain itu menurut Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001, IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’
Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Mengenalkan SQ Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun dirinya secara utuh. SQ tidak bergantung pada budaya atau nilai. Tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri.




















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari beberapa uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa setiap manusia memiliki potency kecerdasan, tinggal bagaimana kita dapat memanfaatkannya. Sebelumnya kita juga harus memahami bahwa cerdas itu bukan semata-mata kpintar matematika saja, tapi ada 8 pusat kecerdasan yang bisa dipastikan setiap orang memiliki satu yang lebih dominan. Selanjutnya dalam proses belajar mengajar membutuhkan pengukuran ranah afektif, kognitif dan psikomorik. Sehingga dapat melihat skor yang didapat oleh anak didik tersebut.
Untuk itulah kemampuan (skil) dapat terkontrol sejak awal masuk sekolah hingga akan mendapatkan peningkatan yang diinginkan sesuai dengan kemampuan anak didik itu sendiri.
Ketiga ranah tersebut sangat penting untuk diketahui dalam proses belajar mengajar, fungsinya adalah untuk mengetahui sejauh mana siswa atau anak didik mampu mengaplikasikan apa yang telah didapat.
Selain itu kita juga perlu memahami apa itu IQ, EQ, dan SQ. Beberapa pakar kecerdasan telah menemukan tiga tingkatan alam dalam otak manusia, yaitu alam sadar (IQ), alam pra sadar (EQ), dan sebuah unsur terdalam otak manusia yang disebut God Spot, sebuah titik terang yang berada di alam bawah sadar manusia. Hal itulah yang ternyata dapat meningkatkan potensi kecerdasan spiritual atau SQ (Spiritual Quotient) kita. Sehingga  apabila kita dapat memahami serta memadukan ketiga hal tersebut kita akan menjadi orang yang terkendali, tenang, serta pandai bersikap.






DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ary Gunanjar, ESQ Emotional Spiritual Qoutien, Jakarta: Arga, 2005.
Dryden, Gordon dan Dr. Jeannette Vos, Revolusi Cara Belajar The Learning Revolution, Bandung: Kaifa, 2003
http://www.bayumukti.com/8-kecerdasan-manusia/








  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: PENGENALAN LINGKUP KECERDASAN Description: Rating: 5 Reviewed By: Unknown
Scroll to Top