BAB 1 HINDU
Dari seluruh agama yang masih hidup mungkin agama Hindu yang tertua. Agama ini adalah sinkretisme yang dibentuk dari kompromi antara berbagai jenis agama dan kebudayaan di anak benua India. Dua aliran agama yang bercampur dalam agama Hindu, yakni Dravida dan Indo-AriaAGAMA BANGSA DRAVIDA Bangsa Dravida telah mencapai tingkat kebudayaan yang sangat tinggi jauh sebelum munculnya bangsa Aria di anak benua Indo-Pakistan. Ada bukti sejarah bahwa pada tahun 2500 sM peradaban di lembah sungai Indus telah dibangun bangsa Dravida dan sudah cukup maju di negeri yang sekarang disebut Pakistan. Mereka berbudaya petani serta mahir baca tulis, menggunakan tembaga, dan perunggu, tetapi belum memakai besi dalam persenjataan, serta mempunyai hubungan dagang pada waktu-waktu tertentu dengan Sumeria dan Akkad. Reruntuhan dari dua ibukota kembarnya, yakni Harappa di Utara dan Mohenjo Daro di Selatan dilandasi dengan rancangan bangunan yang sama dan ini menyajikan bukti tentang masyarakat yang sangat terorganisir dan berkembang dibawah suatu sistem pemerintahan yang kuat dan terpusat. Mereka menghasilkan juga beberapa karya seni dan kerajinan yang menakjubkan. Kita tidak mengetahui sebanyak yang kita inginkan mengenai agama Dravida. Peninggalan tulisan mereka berbentuk semacam tulisan bergambar yang sampai sekarang belum terpecahkan. Namun beberapa gambar timbul yang didapati di Harappa serta Mohenjo Daro memberi kita beberapa kunci sifat agama mereka. Berbagai gambar wanita di berbagai tembikar membuat kita berfikir bahwa ada beberapa bentuk penyembahan terhadap tuhan ibu di kalangan mereka. Juga ada suatu candi yang menunjukkan bentuk wanita yang dari perutnya keluar suatu tanaman, dan ini menunjukkan ide dari dewi bumi yang berhubungan dengan tanaman. Dewi-dewi semacam itu adalah biasa dalam agama Hindu sekarang. Juga ada beberapa sajian pada candi-candi yang ditemukan di lembah Indus dari tuhan wanita, bertanduk dan bermuka tiga yang duduk dalam posisi yoga, kakinya bersila dikelilingi oleh satu candi berbentuk empat ekor binatang buas, gajah, macan, badak, dan banteng. Ini adalah prototipe dari dewi Hindu yang sebagai tuhan utama Shiva tuhan dari binatang-binatang buas dan pangeran yogi. Juga ada bukti di kalangan bangsa dari Lembah Indus ini, orang-orangnya menyembah phallic dengan penyajian kelamin laki-laki dan kelamin wanita; penyembahan pohon suci; khususnya pohon pipal sebagai apa yang dimakan binatang binatang suci, seperti banteng yang membungkuk, sapi, dan ular naga. Semua gambaran ini menunjukkan binatang suci dalam agama Hindu. Semua gambaran lain yang ada di agama Hindu juga ditemui, seperti penyembahan patung, bertapa dengan cara-cara yoga, bermeditasi, berkumpul dan mandi bersama-sama di sungai. Ajaran inkarnasi (avtar) dan penitisan pun adalah sumbangan bangsa Dravida ke dalam agama Hindu. Peradaban lembah Indus ini berakhir secara mendadak antara tahun 2000 sampai dengan 1500 tahun sebelum masehi. Taraf terakhir dari peradaban ini adalah saat-saat kekacauan dan kesukaran. Ada bukti-bukti yang tak terelakkan tentang adanya kekerasan, perampokkan, dan kebinasaan yang dilakukan oleh penyerang-penyerang asing. Peradaban kaum yang baru ini adalah perusak peradaban lembah Indus yang datang berkelompok besar dan bergelombang-gelombang, dan mereka jauh lebih primitif dibanding dengan bangsa Dravida baik cara hidup kepercayaan, maupun praktik keagamaan mereka secara menyeluruh.
AGAMA WEDA
Para ahli sejarah menyatakan tentang pendatang baru ini termasuk ras Indo-Eropah yang menyebut diri mereka sebagai bangsa Arya. Untuk keterangan mengenai peradaban dari agama bangsa Aria ini kami berpegang penuh kepada Kitab Weda yang merupakan kumpulan puji-pujian yang termasyhur, terdiri dari empat yang termasyhur, yakni Rig Weda, Yajur Weda, Sama Weda, dan Atharwa Weda. Dari kesemuanya ini, Rig Weda adalah yang paling awal dan yang paling penting serta berisikan 1028 puji-pujian Agama Indo-Aria sebagaimana ditemukan dalam Rig Weda digambarkan sebagai penjelmaan alam. Dewa-dewi agama Weda ini adalah penjelmaan lebih kurang sebagai pengejawantahan dari daya-daya kekuatan alam. Agni adalah dewa api, Bayu adalah dewa angin, Surya adalah dewa matahari, dan seterusnya. Mereka dipandang sebagai makhluk yang lebih tinggi dari manusia, dan kewajiban manusia untuk menyembah, mematuhi, dan memberi sesaji kepada mereka. Jadi terdapat banyak tuhan dalam agama bangsa Aria. K. M. Sen menulis: "Agama bangsa Aria sekarang ini seperti tampak pada kitabnya adalah poleteisme, dan mempunyai persamaan metologi dengan pasangannya di Eropah". 1 Walaupun demikian ada kira-kira seperempat dari puji-pujian dalam Rig Weda ditujukan kepada Indra. Dia adalah dewa langit biru, pengumpul awan, pencurah hujan, dan yang menurunkan petir. Dia membantu para pemujanya, bangsa Aria dalam membinasakan musuh-musuhnya di waktu peperangan. Agaknya kurang biasa bahwa ditemukan minuman yang memabukkan yang berasal dari sari tumbuhan yang merambat dan dikenal sebagai somma. Yang secara moral lebih tinggi dari atau para dewa lainnya adalah dewa yang memaksa dengan menakutkan , yakni Baruna sebagai wakil dari langit tinggi. "Dewa ini". Tulis Max Muller, "adalah satu dari ciptaan yang paling menarik pemikiran Hindu, karena walaupun kita dapat menangkap latar belakang fisik dari munculnya dia, tetapi ia merupakan gambaran adanya dewa yang lebih di atas dari semuanya. Ia adalah satu-satunya dewa yang mengawasi seluruh dunia yang menghukum pembuat kejahatan dan mengampuni yang bermohon ampunan kepadanya". 2 Ada satu aspek dari ide ketuhanan yang cukup menarik, yakni kedekatan hubungan dengan apa yang digambarkan sebagai rta. Rta berarti "cosmic order", pemelihara dari segala tuhan-tuhan yang ada dan akhirnya dikenal sebagai "kebenaran". Bentuk penyembahan yang utama dalam Kitab Weda adalah Yajma, yakni upacara pengorbanan kepada dewa-dewa. Para hadirin melingkari seputar api pengorbanan dan sesaji dikumpulkan didalamnya. Sesaji itu terdiri dari mentega, susu, minuman yang memabukkan, dan barang-barang lain semacam itu. Binatang utama yang dikorbankan adalah kambing, domba, sapi, dan seringkali juga kuda. Kurban itu terutama dimaksudkan sebagai cara menyenangkan hati para dewa untuk memperoleh keberuntungan dari mereka.Dalam puji-pujian yang belakangan disebut dalam Rig Weda kita melihat suatu perkembangan ke arah monoteisme. Hal itu tumbuh dari tuhan Prajapati Sang Pencipta. "Tetapi," tulis Dr. Radkhakrishna, "monoteisme ini belum sedemikian tajam dan langsung seperti halnya di dunia modern". 3 Di samping beberapa puji-pujian yang mengakui Prajapati sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa dan Tuhan dari segala ciptaan, tetapi pada kenyataannya ada dewa-dewi lain tidaklah disangkal. Sebagaimana dikatakan Max Muller, "Dengan konsepsi yang menyatakan Prajapati sebagai Tuhan dari semua yang diciptakan dan penguasa dari dewa-dewa, pencarian terhadap monoteisme sudah terpuaskan walaupun tidak diingkari adanya dewa-dewa". Walaupun dalam ayat-ayat Rig Veda kita tidak dapati benih agama monoteisme yang sejati tetapi terselubung konsep monoteisme. Dialah yang SATU dengan bermacam macam nama seperti Agni, Yama, Matarisvan (Rig Veda I, 164:46) Tidak adanya penyebutan dalam kitab Weda merupakan ciri khas dalam praktik dan doktrin mereka. Tidak ada berhala, tidak ada upacara mandi di sungai suci, tidak ada pertapaan yang tinggal di hutan, tidak ada kerahiban atau pun tidak ada latihan-latihan yoga. Juga tidak ada kewenangan dalam ajaran Hindu tentang Avtar (penjelmaan kembali) dan metapsikososis (perpindahan jiwa). Masyarakat Indo Arya dibagi menjadi tiga kelas, yakni ksatria, pertukangan, dan ulama. Tetapi sebagaimana dikatakan Max Muller tidak ada sistem kasta. Kaum wanita memperoleh hak kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat agama Hindu masa lalu. Bila kita selesai menelaah Rig Weda dan masuk ke Atharwa Weda, maka kita melihat kemerosotan yang besar dalam agama yang kini menjadi nama lain dari takhayul dan praktik guna-guna. Dr. Radhakrishnan menulis: "Agama menurut Atharwa Weda adalah agama untuk orang-orang primitif, di mana isi dunia ini penuh dengan arwah orang mati yang tanpa bentuk. Ketika dia menyadari ketidakmampuan terhadap kekuatan alam, dan kodratnya yang dengan pasti menuju ke kematian, maka mereka membuat kematian dan penyakit, kegagalan dan gempa bumi sebagai permainan dari fikirannya. Dunia ini menjadi penuh sesak dengan roh-roh dan dewa-dewa yang dapat ditelusuri pada roh-roh yang tidak puas. Bila seseorang jatuh sakit, dukun yang dikirim bukan dokter, dan dia melakukan permainan-permainan untuk mengusir roh dari pasien itu. Daya kekuatan yang menggentarkan hanya dapat ditangkal dengan pengorbanan darah manusia atau binatang. Ketakutan akan kematian memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada takhayul". 4
AGAMA BRAHMA
Dengan berlalunya waktu, kaum Indo Arya maju melewati Punjab dan memasuki Lembah Gangga dan Jamuna. Mereka berhasil menindas penduduk asli dan diturunkan derajatnya menjadi budak (Sudra). Selama periode ini juga berlangsung pertempuran di dalam masyarakat Indo Arya sendiri, di antara para perwira (kesatria) dan ulama (Brahmana). Tadinya para kesatria di atas tetapi kini kaum Brahmana meningkat sebagai golongan paling tinggi dan paling berkuasa. Mereka mendapat kesenangan dengan berlalunya waktu, dan hampir-hampir mendekati tingkat ketuhanan serta diberikan kepada mereka kehormatan sebagai kasta yang paling tinggi. Sistem kasta yang tidak adil, tepat bersamaan dengan adanya agama baru di kalangan mereka dan ini ditunjukkan sebagaimana adanya agama Brahmana Kitab-kitab yang disucikan oleh Brahmana disusun oleh pendeta agama Brahmana sekitar abad kedelapan sebelum masehi untuk menjelaskan asal usul mukjizat dan daya kekuatan pengorbanan. Kitab tersebut juga memberi rincian secara monoton dan tidak masuk akal bagaimana upacara suci itu dilangsungkan. Kitab itu juga dipenuhi dengan dongeng-dongeng yang aneh-aneh, baik dari manusia maupun dewa-dewa dalam menggambarkan upacara pengorbanan. Pengorbanan, seperti dikutip Professor Hopkins, "menjadi seperti mesin giling yang bekerja untuk meramalkan pahala di masa datang dan juga berkah saat ini". Hal itu akhirnya dianggap suatu upacara magis dan pengaruhnya tergantung kepada penyajian yang tepat. "Yang lebih penting dicatat dari pekerjaan yang ruwet ini", tulis Professor Hiriyana, "adalah perubahan yang terjadi pada jiwa pemberian korban kepada para dewa pada kurun waktu tertentu. Upacara itu lebih cenderung untuk memaksa atau mendesak dewa-dewa agama agar memberikan apa yang diinginkan oleh orang yang memberikan korban. Perubahan yang terjadi pada jiwa pengorbanan ini dicatat oleh banyak kalangan cendekiawan masa kini sebagai tahap masuknya bagian-bagian magis dalam Agama Weda dan diambil sebagai tandingan perpindahan kekuatan dari dewa-dewa kepada para pendeta". 5 Dalam agama Brahmana ini, pertama kali kita dapati peningkatan kitab Weda sebagai kitab suci. Kitab Weda sendiri tidak pernah mengeluarkan pernyataan demikian.
AGAMA UPANISHAD
Tingkat selanjutnya dalam perkembangan fikiran keagamaan di India membawa kita kepada revolusi pertama terhadap kaum Brahmana. Buah fikiran dari para Rishi atau kisah-kisah kepahlawanan dari orang-orang yang mendapat ilham Ilahi telah mengakibatkan perkembangan yang menakjubkan dan ini dikandung dalam Kitab Upanishad. Professor Hiriyanna menulis:"Berbicara lebih luas lagi, ajaran Upanishad menandakan suatu reaksi terhadap kaum Brahmana yang sebagaimana ditunjukkan telah menanamkan suatu sistem upacara agama yang pelik. Lebih dari satu tempat, kitab Upanishad mengutuk nilai-nilai upacara pengorbanan". 6 Kisah-kisah kepahlawanan yang terdapat dalam Upanishad mengutuk para pendeta Brahmana dan upacara-upacara mereka yang mengandung istilah tidak menentu. "Terbatas dan sementaralah hasil dari upacara-upacara agama orang-orang yang sesat dan menganggap itu sebagai tujuan tertinggi, mereka hanya berada dalam ritual lahir dan mati saja. Kehidupan mereka dalam jurang kebodohan namun merasa bangga dan terus berputar-putar, ibarat orang buta menuntun orang buta lagi. Hidup dalam jurang kebodohan itu dikiranya mendapat berkah. Mereka terikat kepada upacara korban dan tidak mengenal Tuhan" (Mundaka Upanishad, I.2 : 7 - 8). 7 Dogma yang penting dalam kepercayaan Brahmana adalah keyakinan tentang keabadian dan asal-usul ketuhanan dari Kitab Weda. Kisah kepahlawanan Angiras tidak diragukan lagi telah menolak dogma ini: "Mereka yang mengenal Brahmana (Tuhan)," jawab Angiras, "mengatakan bahwa ada dua macam ilmu yang satu lebih tinggi dan yang satu lagi lebih rendah, yakni pengetahuan tentang kitab Weda - Rig, Sama. Yajur dan Atharwa - dan juga tentang phonetik, upacara, tata bahasa, etmologi, ukuran, dan astronomi. Ilmu yang lebih tinggi adalah pengetahuan mengenal yang tidak pernah berubah". (Mudaka Upanishad, I. 1 : 3,4) Kandungan utama Upanishad adalah Keesaan Ilahi. Upanishad menyebutkan Tuhan Satu-Satunya Kebenaran adalah Brahman. Di sana ditulis: "Dia yang abadi di antara semua yang fana, yang menjadi kesadaran suci umat manusia, SATU-SATU zat yang menjawab doa dari semua orang ... Dia tidak diciptakan tetapi Maha Pencipta: Mengetahui semuanya. Dia lah menjadi sumber kesadaran suci, pencipta waktu, Maha Kuasa atas segala hal. Dia tuhan dari jiwa dan alam ini ... sumber cahaya dan abadi dalam kemuliannya. Hadir di mana-mana dan mencintai makhlukNya Dia penguasa terakhir alam dunia ini dan tidak satu pun dapat terjadi tanpa izin Nya... Saya pergi ke haribaan Tuhan yang SATU dalam keabadian, memancarkan cahaya yang indah dan sempurna, di dalam Nya kita akan mendapat kedamaian" (Svetasvatara Upanishad VI : 13: 19) "Dia tidak terbentuk dari kesadaran dan di luar jangkauan seluruh fikiran, tidak terbatas dan Dia adalah Tuhan. Dia membalas semua perbuatan baik: Abadi, Esa, tidak berawal, menengah, dan berakhir. Ia transenden dan imanen, tidak hanya di dalam alam semesta dan jiwa manusia, tetapi juga di luar alam semesta ini. "Zat yang memancar dan tidak berbentuk. Ia di dalam semua dan tanpa semua. Ia tidak dilahir, suci, lebih agung dari yang teragung, tanpa nafas, tanpa jiwa" (Mundaka Upanishat, II, I:2)Terminologi lainnya yang sering digunakan Upanishads adalah Atman. Yakni "pribadi individual", sebagai pembeda dari Brahman yang berarti "pribadi alam semesta". Atman walau demikian bukan berarti badan, dan bukan juga fikiran, hidup, dan jiwa. Ia adalah ruh yang intinya diri sendiri. Upanishads di berbagai tempat membuat pernyataan yang mengejutkan bahwa "Atman adalah Brahman" (atau dengan perkataan lain di Chandogya Upanishad, "That art Thou"), tetapi itu tidak terlalu mengejutkan dibanding dengan pernyataan Jesus, "Aku dan Bapak adalah satu", atau dengan ahli sufi Masur al-Hallaj, "Ana'l Haqq" (Aku adalah Kebenaran). Pernyataan ini berarti bahwa Tuhan memanifestasikan tiap pribadi jiwa, atau seperti yang dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa Tuhan meniupkan RuhNya ke dalam setiap manusia. Secara tidak langsung dimungkinkan bahwa bersatunya jiwa dengan Tuhan, dan dalam kenyataannya ekspresi tersebut dinyatakan ketiadaan pribadi (oneness), Tuhan sendiri yang akan berbicara melalui mulutnya merupakan pernyataan sufi, sebagai ungkapan kegembiraan bersatunya kesadaran Tuhan dan melupakan dirinya, sehingga terucapkan "Aku adalah Kebenaran". Upanishads mengatakan kepada kita bahwa tujuan dari kesadaran spiritual dari manusia adalah mencari Tuhan, untuk mengetahuiNya dengan bersatu seseorang denganNya."Brahman adalah akhir dari suatu perjalanan. Brahman adalah tujuan tertinggi. Brahman ini, Pribadi, tersembunyi secara mendalam dalam semua ciptaan, dan tidak juga diwahyukan ke semua, tetapi berada di hati yang suci, terkonsentrasi dalam jiwa ... kepadanyalah Dia diwahyukan". (Katha Upanishad 3: 11-12) Dan apa yang dikatakan Katha Upanishad tentang cara-cara untuk membimbing manusia ke arah tujuan bersatu dengan Tuhan: "Dengan belajar seseorang tidak dapat mengenal Dia bilamana dia tidak berhenti dari berbuat jahat, bilamana tidak mengendalikan pancainderanya, bila tidak menenangkan fikirannya, dan tidak mempraktikkan meditasi" (Katha Upanishad 2 : 24) Jalan itu dapat dibagi atas empat tingkatan: (1) tingkatan usaha memperbaiki akhlak dan kesucian hati, (2) tingkat murid dan belajar dari guru yang mendapat petunjuk (sravana), (3) tingkat refleksi diri (manana), dan (4) tingkat meditasi (dhyana). Isha Upanishad (ayat 12-14) menjadikan hal terakhir ini jelas bahwa yang sejati itu bukan jalan penyiksaan atau pun mengasingkan diri dan menarik diri dari kehidupan dunia. Ia adalah Jalan Tengah.
AGAMA SRI KRISHNA
Sekarang kita sampai kepada gerakan agama besar yang kedua yang menolak Weda dan berkembang bebas serta menentang Brahmanisme. Agama itu dinamakan agama Bhagvata dan nabinya Krishna. Prof. Garbae menulusuri lima tahapan yang berbeda dalam sejarah perkembangan agama Bhagvata. 8 Dalam taraf pertama, agama itu berkembang di luar Brahmanisme. Agama itu bersifat monoteisme yang menekankan kepada ketuluasan dan melaksanakan tugas kewajiban tanpa pamrih lahiriah. Pada tahap ini, Krishna dianggap sebagai nabi yang mendapat ilham dari Tuhan untuk mengajarkan agama yang benar. Pada tahap kedua, Sri Krishna dipertuhankan setelah kematiannya oleh para pengikut yang terlampau fanatik dan bodoh. Dalam tahap ketiga yang terjadi 500 tahun SM terjadilah Brahmanisme agama Bhagawat dan Sri Krishna dianggap sebagai Dewa Wisnu. Prof. Hiriyanna menulis: "Akhirnya keimanan monoteisme pun berubah dengan berlalunya waktu dengan dikombinasikan ajaran Weda tentang Wishnu Narayana; dan kombinasi ini terutama berperan dalam menciptakan Tuhan dari ajaran Weda dan bahkan lebih dari Siwa. Akhirnya Sri Krishna nabi dari agama Bhagawat dipertuhankan dan dikenal sebagai Wishnu Narayana sebagai penjelmaan dari Dia". 9 Tingkat keempat dalam perubahan bentuk agama Bhagvata adalah ajaran Weda, yang paham utamanya adalah pengabdian yang intensif kepada personifikasi dewa Wishnu, tidak hanya sebagai pencipta dan pengrusak alam semesta. Jadi, ajaran Weda selain itu menciptakan doktrin trinitas yang merupakan kesatuan dari Brahma, Wishnu, dan Shiwa sebagai penghargaan terhadap tuhan Wishnu. Kedua penjelmaan dalam diri manusia dari Wishnu dikatakan sebagai Krishna dan Rama. Akhir dari semuanya, terjadilah ajaran Weda yang dibangun oleh ahli agama besar Ramanuja, sebagai tokoh modifikasi Monoisme. (Visistadvaita). Bhagawad Gita , kitab suci agama Bhagawad, dalam bentuk yang sekarang ini termasuk dalam tahap keempat. Seperti itulah Sri Krishna muncul didalamnya, yakni sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai inkarnasi Wishnu. Bhagawad Gita menjalani perubahan dan interpolasi yang sangat besar sebelum sampai bentuk yang sekarang ini dan menyatu dalam epos Hindu, yakni Mahabrata. Seperti halnya para Rishi dalam Upanishad, Sri Krishna menolak sistem pengorbanan kaum Brahmana dan percaya kepada keaslian wahyu dalam kitab Weda. Dia berkata bahwa Weda sedikit gunanya dan ibarat tempat air yang kecil dalam bidang yang penuh air. 10 Agama Sri Krishna jelas pada awalnya monoteisme: "Mereka yang fikirannya senantiasa tenang berarti memenangkan kehidupan di dunia ini. Tuhan adalah suci dan senantiasa Esa dan senantiasa bersatu dengan mereka" (Bhagawad Gita 5 : 19)" Agama Baghawad Gita adalah penyerahan diri kepada Tuhan: Bila seseorang menyerahkan segala keinginan yang muncul di hatinya dengan rahmat Tuhan, maka ia memperoleh kegembiraan beserta Tuhan dan sesungguhnya jiwa telah memperoleh kedamaian" (Bhagawad Gita 3 : 9) Sri Krishna, nabi agama Bhagawad, mengajarkan pengikutnya untuk menjalankan tingkah laku dengan penuh kesucian atau sebagai kebaktian kepada Tuhan. Bhagawad Gita menyebutkan sebagai Bhakti Yoga: "Dunia selalu mengikat kita, kecuali penyerahan diri. Maka jadikanlah tindak tandukmu dengan kesucian dan bebas dari ikatan hawa nafsu" (Bhagawad Gita 3 : 9) "Serahkanlah segala karyamu ke hadirat Tuhan dan buanglah segala ikatan, pamrih pribadi, serta kerjakanlah amalanmu. Maka tidak ada dosa yang melekat dalam dirimu ibarat air yang tidak melekat ke daun teratai" (Bhagawad Gita, 5: 10) Dia juga menyerukan para pengikutnya untuk menjalankan kewajiban tanpa memandang konsekuensinya. Kepentingan mereka haruslah untuk mengerjakan apa yang diyakininya sebagai kebenaran, dan bukan dalam pahala ataupun buah hasilnya: "Kendalikan dirimu pada baktimu, dan jangan sekali-kali pada pahala. Berbakti bukan untuk pahala, dan janganlah pernah berhenti dalam kebaktianmu" (Bhagawad Gita. 2:47) Bhagawad Gita menggambarkan timbulnya beramal tanpa pamrih sebagai Karma Yoga. Namun rupanya tidak ada perbedaan yang nyata antara Bhakti Yoga dan Karma Yoga.Bhagawad Gita berarti Jalan Tengah (6:16). Dia menarik manusia agar mempunyai itikad baik terhadap sesamanya, untuk menyayangi segenap ummat manusia, untuk mengendalikan keinginan dan hawa nafsunya, mengikis habis egoisme dalam berbakti agar mendapat ketentraman, lemah lembut, sederhana, dan pemaaf (16: 1-4). Tujuan akhir hidup manusia dikatakannya adalah "untuk menemukan kedamaian dalam damai dengan Tuhannya" (2: 71-72).
BANGKITNYA HINDUISME
India adalah tanah air dari berbagai suku bangsa, kebudayaan, dan agama. Kami telah menggambarkan beberapa gerakan agama ini pada halaman-halaman terdahulu. Sekarang kita mencapai tahap di mana kita saksikan suatu usaha yang mengherankan dengan memasukkan segenap kepercayaan agama, filsafat, dan praktiknya ke dalam satu sistem yang kita namakan Hinduisme. Kita melihat manifestasi semangat Hindu yang aneh - semangat untuk mensintesis, kompromi. Hinduisme menyerap ke dalam dirinya sendiri ide-ide keagamaan, gambaran dan praktik kehidupan dari bangsa Drawida dengan Wedanya, Brahmana dengan Upanishadnya, dan Bhagawat Gita dengan Sri Krishna, dan bahkan praktik animisme dan primitif serta kegemaran dari bangsa asli India. Hinduisme mengorganisasi keberanekaragaman yang jelas-jelas tidak serasi dalam satu sistem, namun mereka tidak menghapuskan variasi ataupun mengambil keputusan yang ketat terhadap satu golongan, satu konsepsi keagamaan, ataupun pada cara penyembahan tertentu. Bangsa Drawida telah menyumbangkan kepada Hinduisme banyak dewa-dewa (termasuk Siwa dan dewa dewi), adat kebiasaan keagamaan yang menyembah patung, kependetaaan, serta mandi suci di sungai keramat, dan doktrin tentang reinkarnasi dan avtar. Mula-mula Siwa dikenal sebagai dewa badai dalam Weda, yakni Rudra, dan belakangan timbul sebagai satu dari tiga dewa utama. Agama Weda telah menyumbangkan sistem pengorbanan dan dewa-dewa alam. Dari agama Brahmana masuk kepercayaan keabadian Weda, sistem kasta, dan sederetan upacara-upacara serta ritual agama yang melelahkan. Agama Upanishad yang awalnya dibentuk untuk melawan dan mengutuk Brahmaisme pada akhirnya dibuat kompromi dengan mensublimasikan konsepsi Realitas Terakhir dan jalan bersatu dengan Tuhan ke dalam ajaran Hindu. Sri Krishna yang telah mendirikan suatu agama tersendiri, akhirnya juga dimasukkan dalam Hinduisme dengan membuat suatu avtar atau inkarnasi dari tuhan agama Hindu Wishnu; kitab sucinya Bhagawad Gita dimasukkan setelah direvisi seperlunya dalam epos Hindu Mahabrata, dan monoteisme serta ajaran peningkatan moral dijadikan bagian dari Hinduisme. Di samping bangsa Drawida dan Arya terdapat pula sejumlah besar penduduk asli. Mereka memiliki satu tingkat kebudayaan yang sangat rendah. Mereka menyembah setan dan hantu serta juga menyembah sungai, gunung, pepohonan, serta binatang. Tata cara serta cara penyembahan mereka itupun masuk dalam Hinduisme. Di antara dewa-dewa yang muncul dari budaya kaum pribumi asli adalah dewa yang dahsyat, Kali, (yang digambarkan dalam mitologi Hindu sebagai istri Siwa) dan Ganesha sebagai dewa setengah gajah setengah manusia sebagai putera Siwa dengan dewi Parawati. Seringkali dikatakan bahwa Hinduisme adalah gudang segala macam percobaan keagamaan dan bukanlah satu agama yang tunggal. Mengutip kata-kata Jawaharlal Nehru:"Hinduisme sebagai suatu keimanan adalah samar-samar, tidak berbentuk, banyak sekali sisinya, semua barang untuk semua orang. Sangat sukar untuk mendefinisikan atau menyatakan secara pasti apakah itu agama atau bukan dalam rasa bahasa yang biasa. Dalam bentuk yang sekarang ini, dan bahkan di waktu yang lampau Hinduisme merangkum banyak kepercayaan dan adat istiadat dari tingkat tertinggi sampai ke tingkat terendah seringkali berlawanan atau bertentangan satu dengan lainnya". 11 Meskipun agama Hindu memberi kebebasan dalam meyakini konsepsi ketuhanan (politeisme, pantaisme,atau monoteisme) dan mempergunakan objek dan cara penyembahan apapun (dengan atau tanpa patung), namun agama Hindu mengharuskan keseragaman yang ketat dalam menjalankan aturan-aturan hidup tertentu sebagaimana tercermin dalam hubungan masyarakat Hindu dan sistem kasta. Tulis Mrs. Annie Besant: "Kebebasan pandangan, namum kolot dalam kehidupan ini telah menjadi ciri khas Hinduisme walaupun telah melalui evolusi yang sangat panjang. ... Seorang Hindu boleh berfikir semaunya tentang Tuhan - sebagai kesatuan atau terpisah dari alam semesta, bahkan boleh menghapuskan Nya sama sekali - namun begitu tetap kolot, yakni dia tidak boleh kawin dengan kasta lain ataupun memakan makanan yang ternoda". 12 Sepanjang ini, kami telah menelaah evolusi agama Hindu serta asal-usul perkembangan bermacam kepercayaan yang akhirnya terserap dalam Hinduisme. Sekarang kita akan mempelajari segi-segi yang berbeda dari aspek agama ini - teologi, filsafat, institusi sosial, dan nilai moralnya.
YANG ESA DAN YANG BANYAK
Dalam ajaran Hindu sebagaimana telah dinyatakan dari awal, ada kebebasan yang mutlak dalam meyakini ketuhanan. Banyak sekali penafsiran dari kitab sucinya, dan akhirnya sampai bahwa semuanya kolot. Seorang Hindu dapat saja percaya terhadap setiap konsepsi ketuhanan, yakni dalam upayanya meyakini atau menerimanya. Sebagian besar filsafat Hindu berkeyakinan bahwa Realitas Akhir atau Tuhan ada Esa - "Hanya satu tanpa kedua"- Dia tidak terhingga, abadi, tidak berubah, dan multak 13. Dia berada di semua, oleh sebab itu tidak suatu hal pun yang dapat dikatakan padaNya. Di sekolah Hindu tidak diajarkan untuk mendefinisikan keesaan Realitas Mutlak atau Jiwa Dunia dalam terminologi pribadi tuhan. Dia impersonal dan tanpa atribut (nir-gunna). Namun tidak semua orang Hindu yakin tentang konsep Tuhan seperti itu (nirgunna Brahman). Berbagai sekolah atau sekte ajaran Hindu tetap meyakini Tuhan sebagai Pribadi yang Maha Kuasa, mempunyai atribut (sagunna) sehingga seseorang dapat masuk kedalam untuk menemukan hubungan yang bermakna. Satu-satunya kebenaran Pribadi Tuhan disebut Ishwara atau Bhagawan. Dia dinyatakan sebagai Sat (Zat yang tidak terhingga), Chit (Kesadaran yang tidak terhingga), dan Anand (Kebahagian yang tak terhingga). Ishwara dimanifestasikan dalam dirinya sebagai Trimurti : Brahma, Wishnu, dan Siwa. Tiga bentuk ini walaupun terpisah oleh fungsinya, tetapi esa dalam esensinya. Dalam kenyataannya, mereka melakukan personifikasi atau representasi mitologi bahwa ada tiga utama aspek atau atribut Tuhan. Brahma adalah Sang Pencipta. Dalam mitologi Hindu, Brahma dikatakan lahir dari telur emas yang muncul pada awal alam semesta ini. Setelah tergeletak selama setahun, kemudian terbelah menjadi dua, sebagaian dari bulatan itu menjadi sorga dan sebagian lainnya menjadi bumi. Di antara keduanya adalah langit. Sepanjang hidupnya Dewa Brahma tidur dan terjaga secara periodik. Ketika dia bangun, dunia ini berkembang dan ketika dia tidur semua makhluk musnah. Istrinya adalah Saraswati, dewi kebijakan. Semua ciptaan datang dari persatuan keduanya. Ia mengendarai seekor angsa Hansa, tinggal di sorga Brahmaloka, yakni berada di puncak Gunung Meru yang dikelilingi air suci sungai Gangga. Wishnu adalah Pemelihara. Dia adalah dewa yang berkulit gelap, bertangan empat, tangan pertama memegang tongkat, tangan kedua memegang keranjang atau karangan bunga, tangan ketiga dan keempat memegang teratai. Istrinya adalah Laksmi, dewi kebahagian dan kemakmuran. Dia mengendarai burung Garuda. Ada sepuluh titisan Wishnu (avtars) dan dua yang sangat penting adalah Rama pahlawan dari epos Ramayana dan Krishna manusia Tuhan dalam epos besar lainnya, Mahabharata. Dalam mitologi Hindu, Krishna nabi dari agama Bhagawat telah dicampur dengan dewa yang berupa anak laki-laki suku bangsa pengembara yang menggembala yang namanya mungkin juga Krishna. Banyak cerita tentang tingkah laku kebebasannya diceritakan dalam buku-buku suci agama Hindu. Dia mempunyai beberapa ribu istri dan gundik sehingga yang paling disayangi di masa mudanya adalah Radha. Dia dikatakan mempunyai sebanyak 16.108 istri. Siwa dewa ketiga dari Trinitas agama Hindu adalah Perusak. Ia digambarkan sebagai seorang pertapa yang mengendarai lembu suci dan tempat tinggalnya di Kailasa. Ia mempunyai tangan empat, dan selalu berpakaian kulit macan dan berambut loreng dan seekor naga melingkar di lehernya. Lambangnya adalah Lingga atau Phallus. Istrinya Parawati; Durga, dan dewi yang dahsyat Kali yang keduanya penjelmaan Parwati. Ganesha dewa keberuntungan yang berkepala gajah adalah yang paling terkenal dari antara anak-anak Siwa yang banyak itu. Terlepas dari Trinitas yang terdiri dari Brahma, Wishnu, dan Siwa, kaum Hindu juga percaya dan menyembah banyak dewa atau dewa-dewa alam. Mereka dimaksudkan untuk membimbing segenap kegiatan. Keberuntungan dari para dewa itu dapat diperoleh dengan apa yang dinamakan tukar menukar secara harfiah: manusia melengkapi mereka dengan cara memberi sajian atau barang-barang yang mereka sukai, dan mereka sebagai balasannya memberikan kepada manusia apa yang mereka inginkan. Demikianlah apa yang kita baca dalam Bhagawad Gita:"Dengan ini (yakni memberi sajian) engkau menyenangkan para dewa dan mudah-mudahan para dewa memelihara kamu. Karena dengan menyenangkan-nya, maka para dewa akan menganugerahkan kamu kesenangan yang kau inginkan". (3: 11-12) Kaum Hindu yang terdidik pun tetap mempertahankan sejumlah besar dewa dan dewi - trinitas Brahma, Wishnu, dan Siwa beserta istri dan anak-anaknya (dimana sejumlah berhala dipuja dalam rumah-rumah orang Hindu dan kuilnya), inkarnasi dari Wishnu dan serba dewa lainnya - tidak mengacaukan keesaan tuhan mereka. Mereka hanya berbeda dalam memanifestasikan atau dalam bentuk-bentuk simbolik sama dan hanya kepada Tuhan mereka menyembah. Demikian Swami Vivekananda menulis: "Pada mulanya saya dapat katakan kepada Anda bahwa tidak ada politeisme di India. Di setiap kuil, jika seseorang berdiri dan mendengarkan akan mendapati para penyembah itu menyebutkan segenap nama-nama Tuhan mereka, termasuk yang gaib untuk dibayangkan. Itu bukan politeisme dan istilah henotisme mungkin dapat mendudukkan permasalahannya". 14Louis Renou, mempunyai pandangan yang berbeda. Menurutnya: "Hinduisme pada dasarnya politeisme, tidak hanya pada tingkat lahiriahnya melainkan juga dalam tata susunan spekulatif di mana para dewa yang kongkrit dan figuratif tidak pernah dihilangkan. Tidak disangkal lagi ada variasi dalam perasaan kemajemukan dewa-dewa. Kaum filosof menggabungkannya (pada sisi yang lain) dengan kepercayaan satu prinsip yang maha kuasa, seringkali dipersonifikasikan sebagai Pangeran (Ishvara), seringkali diterima sebagai dewa atau suatu impersonal yang mutlak (Brahman). Prinsip kemutlakan ini akan dikomposisikan sendiri dari suatu 'bentuk kualifikasi' (saguna) yang sewaktu-waktu dianggap sebagai yang paling penting, sedangkan di fihak lain direndahkan pada tingkatan "berilmu rendah'. Pemeluk agama pada umumnya tidak perduli dengan keesaan tuhan, yang terakhir ini agaknya hanya dibicarakan pada tingkat filosof dan tidak pernah dilakukan dalam upacara keagamaan secara langsung. Bagi kaum yang bukan filosof, perbedaan yang muncul adalah normal. Dari kemajemukan ini, para pemeluk memilih dewa-dewa kesenangannya (istadevata); pilihannya menunjukkan bahwa dia mengenal pentingnya bentuk sesembahan lainnya sebagai pasangan dewa atau paredres. Pilihan semacam ini diikuti dengan tingkat kepangkatan sebagaimana dapat diamati dalam dharma di masyarakat, akhlak, atau bidang ritual lainnya ".
KARMA DAN KELAHIRAN KEMBALI
Kaum Hindu tidak sepakat mengenai masalah asal-usul dunia ini. Beberapa dari mereka percaya bahwa dunia diciptakan oleh Tuhan dari ketiadaan, tetapi mereka yang mempunyai pandangan ini tidaklah banyak. Sebagian besar lagi percaya bahwa dunia ini adalah pengejawantahan dari Tuhan,baik yang apa-apa yang di dalam maupun di luar. Banyak juga yang mengira dunia ini adalah suatu khayalan (maya) dan terjadi hanya karena kelalaian kosmis (avidya) serta sesungguhnya tidak ada yang nampak kecuali SATU (Brahman). Para pengikut aliran Samkya dan Yoga dari filsafat Hindu,dan juga kaum Arya Samaj berpandangan bahwa baik materi (prakrit) dan roh (purush) tidak diciptakan dan abadi. Dunia ini adalah hasil permainan (dengan atau tanpa intervensi Tuhan) dari materi dengan roh. Roh pribadi ataupun jiwa muncul di bumi ini untuk bekerja demi keselamatan mereka dengan arah evolusi yang lamban melalui kematian dan kelahiran yang tak terhitung jumlahnya. Kehidupan sekarang dari setiap pribadi adalah bukan kehidupan yang pertama di dunia. Dia telah menjalani kehidupan yang tak terhitung di masa lampau dan jiwanya telah tinggal di berbagai jasad yang berbeda dan dia akan menjalani kehidupan yang lebih banyak di masa depan. Dengan kematian jasmani, masing-masing jiwa yang abadi itu memperoleh suatu jasad tubuh baru dan selanjutnya memulai suatu kehidupan baru lagi di dunia. Inilah yang kita baca dalam Bhagawad Gita: "Sebagaimana seseorang menanggalkan baju lamanya dan mengambil pakaiannya yang baru, maka begitulah roh itu meninggalkan jasad kasarnya dan mengembara untuk menetap lagi di tubuh yang baru" (2:22) Semua yang dijalani manusia dalam kehidupan ini, berbagai jasad tubuh yang dipunyai, kedudukannya dalam masyarakat, baik itu hartanya, kebahagiaannya, dan kesedihannya adalah akibat tingkah laku perbuatan di masa lampau. Ini ajaran tentang Karma. Karma manusia itu siapa menanam, maka dia menuai: "Sesuai dengan tingkah laku manusia di jalan kehidupan, begitulah dia jadinya. Dia yang berbuat jahat akan menjadi jahat, dia berbuat baik akan menjadi baik. Dengan tingkah laku yang suci, dia menjadi suci (dan bahagia); dengan kelakuan yang jahat dia menjadi jahat (dan terlaknat)". (Brihadaranyaka Upanishad IV, 4:4) Bilamana dia dengan penuh keyakinan menjalankan tugasnya, yakni dharma dalam kehidupannya ini, maka dia akan dilahirkan dalam tubuh yang lebih baik dan kasta yang lebih tinggi, serta menjalani kehidupan yang makmur dalam kelahirannya yang akan datang. Tetapi jika dia melalaikan dharmanya dan berbuat jahat, maka ia akan dilahirkan kembali dalam keadaan yang lebih buruk, bahkan bisa jadi dalam jasad seekor binatang yang lebih rendah. Tetapi pada saat kematiannya, jiwa itu tidak seketika muncul kembali dalam jasad tubuh yang baru di dunia. Mula pertama, dia pergi ke sorga atau neraka tergantung kepada tingkah laku manusia itu. Di sana dia akan menderita sakit atau menikmati kesenangan sehingga dia mendapat buah hasil perbuatannya. Setelah dia menghasilkan buah perbuatannya yang baik atau yang buruk, maka dia akan dilahirkan kembali dalam tubuh yang baru: "Setelah mencapai akhir dari perjalanannya (di sorga atau di neraka), mulailah dia dengan karyanya di bumi. Maka jauhilah bagi manusia yang hidup diliputi oleh hawa nafsunya". (Brihadaranyaka Upanishad IV. 4:6) Dalam roda perputaran kelahiran dan kematian inilah seseorang manusia terikat hawa nafsu dan kejahilannya. Tetapi disaat dia menaklukkan hawa nafsunya dan membinasakan kejahilannya, maka dia memperoleh keselamatan-nya. Mukti atau Moksha adalah tidak adanya kelahiran kembali di dunia ini. Dia menjadi satu dengan Tuhan, dan jiwa pribadinya terserap dalam Roh Semesta.
TIGA JALAN
Agama Hindu percaya bahwá ada bermacam-macam jalan mencapai Tuhan untuk berbagai jenis manusia. Secara umum ada tiga cara manusia. Beberapa lainnya pada dasarnya emosi. Ketiga jalan itu pada pokoknya aktif. Bagi masing-masing pribadi, ajaran Hindu menganjurkan satu macam jalan atau marga untuk mencapai keselamatan. Jhana Marga (jalan bersatu dengan tuhan melalui pengetahuan) dimaksudkan bagi pencari spiritual yang mempunyai kecenderungan intelektual yang kuat. Baginya agama Hindu menganjurkan satu seri meditasi dan demonstrasi logika untuk mengembangkan dirinya sehingga mempunyai daya pembeda yang nyata dan tidak. Dengan ilmu yang benar, dia dapat membinasakan khayalan (maya atau avidya) dan bersatu dengan Tuhan. Bhakti Marga (jalan bersatu melalui cinta dan pengabdian) bagi mereka yang dikuasai emosinya. Jika manusia intelektual membayangkan Tuhan terutama melalui bentuk impersonal, maka manusia emosional perasaannya ke arah satu atau lebih pribadi Tuhan. Dia menyembah dan memuja baik Siwa atau salah satu penjelmaan Wishnu (Rama atau Krishna) atau istri-istri mereka, Lakshmi, Saraswati, Durga, Kala, dan Radha. Dia menyatakan cintanya melalui upacara kebaktian atau memberi sesaji berupa makanan atau bunga-bunga kepada arca atau dengan menari dan menyanyi. Secara bertahap, jiwa para pengabdi itu mengambil sifat-sifat tuhan yang disembahnya menjadi apa yang dipujanya. Akhirnya, cinta yang disembah itu luluh dalam persatuan yang lengkap dengan yang Dicintainya. Karma Marga (jalan untuk bersatu melalui kerja) adalah bagi mereka yang pokoknya aktif. Manusia kerja belajar melakukan pekerjaannya sebagai kewajiban tanpa keinginan pada hasil karyanya. Dia menjalankan tugasnya bagaikan seorang prajurit atau seorang praktisi dunia dengan keberanian yang penuh kesadaran. Jalan ini juga mendorong ke arah tujuan yang sama seperti hal kedua jalan terdahulu, yakni bertujuan mencapai keselamatan atau persatuan dengan Tuhan.
EMPAT ASHRAMA
Menurut agama Hindu, kehidupan yang dicita-citakan untuk lahir kedua kalinya (yakni, manusia dari tiga kasta yang lebih tinggi) terbagi atas empat tingkatan atau Ashrama.Tahap pertama yakni ia menjadi murid, terikat kepada hidup membujang (Brahmachari); dimulai setelah upacara pembabtisan antara usia delapan sampai duabelas tahun dan berakhir setelah duabelas tahun. Selama periode ini, murid biasanya hidup di rumah gurunya dan melayaninya sebagai balasan atau perintah yang diterimanya. Kewajibannya adalah memperoleh ilmu dari Dharma dan Kitab Suci. Tingkat kedua sebagai tuan rumah (Grahastha) dimulai dengan perkawinan. Kewajiban tuan rumah adalah memperoleh anak, mengejar kekayaan dan berhasil dalam karir yang dipilihnya. Dia pun harus melaksanakan kewajiban kemasyarakatannya di mana dia berada. Dia diharapkan melakukan sekelompok besar upacara dan kebaktian baik harian maupun musiman, serta membuat sesaji untuk dewa serta arwah para leluhur. Taraf ketiga, yakni penghuni hutan (Vanaprastha); dimulai ketika manusia itu menjadi tua dan mempunyai cucu. Dia harus mengundurkan diri ke hutan untuk melepaskan tali ikatan duniawi dan mengabdikan diri sepenuhnya dengan latihan-latihan keagamaan. Taraf keempat dan terakhir, yakni sebagai pertapa (Sannyasin). Di sini seseorang hidup menyendiri, menghindari segala sesuatu, bahkan keluarga, secara bertahap mengurangi makanannya hingga sepotong sehari dan menanti serta mempersiapkan diri untuk mati.
SISTEM KASTA
Kitab suci Hindu (Shruti) dan kitab hukum (Dharma Shastra) membagi seluruh umat Hindu dalam empat kasta yang terpisah dan tidak sama dalam masyarakat - Brahmana (pendeta), Kshatriya (bangsawan dan perwira), Vaishya (pedagang dan tukang), dan Sudra (budak). Namun sekarang pembagian dalam empat golongan kasta ini telah berbaur dan campur aduk dengan adanya perkembangan lebih dari 3.000 kelompok kasta yang terpisah. Kasta adalah suatu sistem di mana peristiwa kelahiran telah menentukan sekali untuk seumur hidup segenap jalinan hubungan sosial, maupun rumah tangga hidup manusia. Menurut Sir Edward Blunt: "Prinsip dasar dari kasta adalah perkawinan dan keturunan. Seorang laki-laki harus kawin dengan seorang wanita dari satu kasta yang sama dengan dirinya; anak-anak mereka dilahirkan dengan kasta yang sama seperti orang tuanya dan seluruh hidupnya harus tetap menjadi anggota dari kasta tersebut. Selanjutnya setiap kasta menetapkan dari kasta apa seseorang boleh memilih kawan untuk sama-sama makan, seorang koki untuk menyiapkan makanannya, dan seorang abdar (pembantu) yang akan membawakan air. Seringkali suatu kasta itu terdiri dari berbagai sub-kasta yang endogame (kawin dengan kastanya sendiri-pent.), dalam hal ini apa yang telah kita uraikan tentang kasta berlaku pula dalam sub-kasta ini." Sistem kasta mempunyai pra anggapan mendasar bahwa ada ketidaksama-an di antara manusia, sebab kelahirannya yang berbeda dan haruslah sepanjang hidupnya dalam status agama dan masyarakat yang lebih tinggi atau lebih rendah. Masyarakat Indo Arya sebagaimana telah ditunjukkan terbagi tiga golongan, tetapi tidak ada sistem kasta di masa Weda. Sistem kasta ini muncul pertama kali pada masa Brahmana di mana para pendeta Brahma menduduki kedudukan terhormat di India. Sejak saat itu, sistem tersebut menjadi suatu gambaran yang aneh dalam masyarakat India. Di negeri lain tidak terdapat keadaan seperti ini. Dasar dan ciri dari sistem ini serta pedoman yang mengatur macam-macam kasta digambarkan secara terinci dalam kitab Dharma Shastra (kitab yang bersangkut paut dengan dharma atau hukum-hukum keagamaan), khususnya dalam Manu Smritti. Menurut Manu ada tiga kasta yang suci atau "yang terlahir kedua kali". Di sini kasta Brahmana yang tertinggi, kemudian Kshatrya, baru Waishya. Di bawahnya masuk kasta Sudra. Mereka tidak diperbolehkan untuk menaruh sesaji ataupun membaca Weda, dan fungsi utama mereka dengan rendah hati melayani yang telah terlahir keduakalinya. Yang paling rendah adalah orang tak berkasta yang tak boleh disentuh (Paria), sekitar 100 juta orang, dan digambarkan sebagai "golongan rasial yang terbesar namun paling rendah di dunia". Mereka adalah golongan rendah di India yang mengerjakan tugas-tugas kotor dan hina, menjadi penyapu jalan, tukang cuci pakaian kotor, dan perawat bangkai busuk. Kaum Paria ini telah didefinisikan sebagai "burung gagak dalam jumlah yang fantastis". Kaum Paria harus hidup terpisah dari penghuni desa lainnya. Sentuhan mereka, hubungan mereka dan seringkali bahkan bayangan mereka dianggap mengotori kasta-kasta Hindu lainnya yang lebih tinggi. Mereka ditolak dalam menaiki kuil-kuil Hindu, menimba air langsung dari sumur-sumur desa, dan anak-anak mereka tidak dapat masuk sekolah bersama-sama dengan murid-murid Hindu lainnya. Konsepsi Hindu tentang dharma, kewajiban, sangat erat terikat dengan sistem kasta ini. Jika karma (atau perbuatan seseorang manusia waktu kelahiran sebelumnya) menentukan kedudukan dalam jaringan kasta, dharma menyatakan kepadanya apa yang harus dilakukan dan diperbuat dalam kedudukan itu. Varnashrama Dharma tidak sesuai dengan gagasan amaliyah kalangan Kristen ataupun Muslim, karena tidak dihubungkan dengan satu prinsip yang tetap. Dharma dalam pandangan Hindu adalah kedudukan dan tingkah laku yang cocok pada kastanya dan tidak pada kasta lainnya sepanjang hidup. Jadi pengelola uang itu diharapkan akan menjadi seorang wiraswasta yang cerdas, dan perwira menjadi prajurit yang gagah berani. Namun demikian, ada juga Dharma secara umum (Sadharana Dharma), ketulusan atau berpegang pada aturan moral berlaku untuk semuanya. Termasuk di sini perintah untuk melakukan perbuatan berguna seperti misalnya pergi menjadi penziarah, menghormati Brahmana, dan memberi derma. Demikian juga berlaku pada larangan, misalnya menyakiti, berbohong, tidak jujur, dan sebagainya.
SEKTE-SEKTE HINDU
Beragam sekte yang terdapat dalam agama Hindu sebagai hasil gerakan Bhakti. Kaum Hindu ortodok (Sanatan Dharmis) dibagi dalam tiga sekte, tergantung dari dewa mana yang dianggap paling dipuja mereka. 1. Sekte Vaishnav - pemuja Wishnu, penjelmaannya, dan istri-istri serta selir-selirnya. Termasuk sekte ini pengikut Ramanuja, Ramananda, Kabir, Chaitanya, dan Vallabhacharya. 2. Sekte Shaiva, penyembah Siwa dan pasangannya. Mungkin pemikir dan pengajar terbesar dari sekte ini adalah ahli filsafat Shankara (abad 9 M) yang termashur sebagai eksponen Monisme Absolut (Advaita Vedantism). Pengemis keagamaan Hindu, pertapa, serta para yoga termasuk dalam sekte ini. 3. Sekte Shakta, mereka yang memuja penyembahan dewa-dewa saja, misalnya Saraswati, Laksmi, Radha, Sita, Parwati, Durga, dan Kali. Golongan ini menolak kitab suci sekte lain (termasuk Weda), dan memiliki Kitab Sucinya sendiri, yakni Tantras. Sebagai perbandingan dalam tahun-tahun belakangan ini terlahir tiga sekte baru (tidak ortodoks) sebagai akibat dari pengaruh Islam dan Kristen. 1. Yang pertama adalah Brahmo Samaj, didirikan di Bengali oleh Raja Raj Mohun Roy (1774 - 1833). Seorang cendikiawan terkemuka dalam bahasa Arab serta Parsi. Buku pertamanya, Tuhfat-ul-Muwahiddin ("Suatu persembahan kepada orang-orang bertauhid") ditulis dalam bahasa Arab. Kaum Brahmo Samaj percaya kepada Keesaan Tuhan dan menghormati nabi-nabi dari semua agama, tetapi mereka tidak percaya wahyu Ilahi. Mereka mengambil sikap yang rasional dan maju terhadap masalah-masalah kemasyarakatan dan pelopor di antara pendidikan Hindu modern serta hak-hak kaum wanita. Penyair Bengali Rabin-dranate Tagore termasuk golongan ini. 2. Sekte modern yang lain, percaya kepada Keesaan Tuhan dan mengutuk penyembahan berhala adalah Arya Samaj yang didirikan oleh Swami Dayanand Saraswati (1824-1883). Namun golongan ini berbeda dengan Brahmo Samaj dalam sikapnya yang sangat membenci kepada agama lain. Tidak saja dia menganggap agama seperti Buddha, Sikh, Kristen, dan Islam adalah palsu, namun mereka sangat senang untuk menyerang dengan menjelek-jelekan para pendirinya. Kaum Arya Samaj percaya bahwa Kitab Weda adalah wahyu Ilahi, tak tercipta, dan abadi, serta mendasarkan keimanan mereka terutama kepada kitab tersebut meskipun mereka menafsirkannya dengan cara yang bagi kaum ortodoks kurang menyenangi. Cita-citanya adalah memurnikan (Shuddhi) atau mengembalikan kepada Hindu lagi melalui bujukan, godaan atau kekerasan orang Hindu dan anak-anaknya yang telah memeluk agama Islam atau Kristen. Mereka di barisan terdepan dari segala gerakan Hindu yang militan. 3. Sekte Hindu yang ketiga dalam perkembangan akhir-akhir ini adalah versi modern dari Sankara's Advaita Vedantism, yang percaya kepada keesaan mutlak dan menganggap dunia ini sebagai ilusi (maya). Pendiri sekte ini adalah Ramkrishna Paramhansa, tetapi orang yang mempopulerkan serta menyebarkan ke seluruh India dan bahkan di negara asing adalah muridnya yang sangat pandai dan dinamis, yakni Swami Vivekananda. Pengikut sekte ini percaya bahwa Brahma sendirilah yang nyata, Dia adalah Dzat Yang Mutlak, Satu Tuhan yang impersonal, dari para dewa yang terdapat dalam kitab suci dan mitologi adalah manifestasi atau bentuknya. Di dalam dan melalui segala bentuk adalah Dia sendiri yang disembah. Sekte ini juga menganggap Weda sebagai wahyu Ilahi dan abadi, tetapi jika berbicara tentang Weda, mereka tidak memahami sebagai hymne (Samhita), melainkan juga terutama Upanishad. Mereka menganggap semua agama adalah benar - sebagai jalan yang berbeda ke arah Tuhan yang sama - namun agama Hindu adalah jalan yang paling sempurna.[]
BAB II AGAMA BUDDHA
LATAR BELAKANG
Dalam bab agama Hindu kita mencoba menggambarkan dua gerakan yang patut dicatat - para rishi Upanishad dan Sri Krishna - yang bangkit di India melawan politeisme Brahmana dan ritualisme. Betapa pun mereka akhirnya terserap dalam agama Hindu dan ciri mereka yang khas lenyap karena kompromi dengan sistem yang ditentang oleh mereka. Agama Buddha adalah revolusi yang lain lagi terhadap agama Brahmana, dan gerakan besar ini tidak dapat bercampur lagi dengan agama Hindu. Buddha bukanlah suatu agama yang berbeda, melainkan suatu sistem yang positif. Namun demikian, setelah suatu masa sukses dan popularitas yang luas, agama ini terasing dari tanah kelahirannya oleh agama Hindu yang dibangkitkan lagi. Tetapi sebelum hal itu terjadi, agama Buddha telah tersebar ke berbagai negeri di luar India dan menjadi satu dari agama dunia yang besar. India dalam abad ke enam sebelum masehi bukanlah suatu kerajaan yang luar biasa atau kekaisaran. Negeri itu mempunyai sejumlah raja dari suku-suku serta marga tertentu yang memerintah daerah-daerah kecil. Beberapa logat dipergunakan meskipun Sansekerta adalah bahasa yang suci. Kitab Weda telah mendapat gelar yang misterius sebagai kitab wahyu. Pengorbanan dan upacara menurut faham Brahmana telah dijalankan secara luas dengan penuh keyakinan, bahwa melalui upacara itu maka manusia yang melakukannya akan memperoleh apa yang diinginkannya di dunia ini maupun di akhirat. Para pendeta Brahmana dihormati dan ditakuti sebagai setengah dewa. Masyarakat dibagi dalam empat kasta secara ketat dengan kaum Brahmana yang memperoleh kedudukan penuh fasilitas, di pihak lain kaum Sudra dan Paria menjalani hidup dalam keadaan yang lebih buruk dari binatang piaraan. Kitab hukum agama Hindu menyatakan : "Telinga seorang Sudra yang mendengarkan penuh perhatian ketika Kitab Weda dibacakan harus disumpal dengan logam cair, lidahnya harus dipotong bila membacanya, badannya harus dibelah bila hafal dalam ingatannya". 1 Bila seorang Sudra berbuat demikian besar, misalnya memberikan sekelumit nasehat kepada seorang Brahmana, minyak panas harus dituangkan ke telinganya. Orang Hindu telah mengembangkan kegemaran untuk berfilsafat secara hitam putih, yang tiada lain kecuali mencari kebenaran atau menyalib orang. Ini adalah abad kekacauan yang penuh untung-untungan dengan ilmu agama yang tidak tentu dan pertengkaran yang membingungkan. Kehidupan akhlak sangat menderita karena banyak permasalahan metafisik, dan perselisihan keagamaan yang menyerang habis daya serta tenaga rakyat. Dalam hutan dan gua-gua hiduplah banyak resi dan pertapa yang menjalankan penyiksaan diri dan menolak kesenangan bagi diri mereka untuk masa yang panjang dan percaya bahwa ini adalah jalan untuk mencapai ketinggian rohani. . Rakyat menyembah segala macam, mulai dari matahari hingga batu biasa, dewa yang tinggi hingga setan, dedemit yang menakutkan. "Di benua yang luas India", tulis Dr. Radhakrishnan, "kapasitas yang luar biasa untuk menciptakan dewa-dewa, maka dengan kejahilan bertuhan memberi ruang lingkup yang luar biasa. Tuhan dan hantu dengan daya melukai atau mengganggunya, sebagaimana halnya perlu dipuji dan dipuja karena menguasai kehidupan rakyat. Di sisi lain secara kontras, Weda penuh aturan-aturan dan upacara-upacara ritual dan seremonialnya saja". 2 Di dunia inilah, Siddharta yang mempunyai nama keluarga Gautama dan dibelakang hari menjadi Buddha dilahirkan.
RIWAYAT KEHIDUPAN BUDDHA
Fakta sejarah mengenai kehidupan pendiri agama Buddha telah tenggelam dalam banjir dongeng yang muncul sejak awal sejarah agama tersebut. Dari seluruh catatan yang telah ditulis tentang beliau, hanya ada sebagian kecil yang dapat dianggap sebagai kebenaran sejarah, sampai-sampai seorang yang ulama pun seperti Ananda Coomaraswamy percaya bahwa Buddha bukanlah seorang manusia melainkan suatu mitos Dewa Matahari. "Pertimbangan-pertimbangan ini", tulisnya, "membangkitkan pertanyaan apakah 'kehidupan' dan 'penakluk kematian' dan 'Guru dari dewa dan manusia' yang menyatakan bahwa ia dilahirkan dan diturunkan di dunia-Brahma, dan yang turun dari langit serta masuk dalam rahim dan lahir dari Maha Maya dapat dianggap sebagai fakta sejarah ataukah sekedar suatu mitologi di mana sifat dan tindakan dewa Weda yakni Dewa Agni serta Dewa Indra yang kurang lebihnya telah bercampur dengan jelas di dalamnya". 3 Keraguan yang sama diungkapkan dalam sejarah Yesus Kristus dan Lao Tzu. Jika mereka menggarisbawahi kesulitan tugas cendekiawan yang ingin mengungkapkan fakta sejarah tentang Buddha, Lao Tzu, dan Yesus karena kumpulan cerita dongeng yang ada di sekelilingnya, namun untuk menganggap hal itu sepenuhnya sebagai dongeng adalah sikap yang berlebihan diambil oleh cendikiawan. Siddharta Gautama yang kelak menjadi Buddha dilahirkan pada tahun 563 sM di tanah Lumbini dekat Kapilavastu. Ayahnya Suddhodana adalah seorang raja dari marga Sakya yang negerinya terletak di sudut Selatan Nepal dengan Kapilavastu sebagai ibu kotanya. Ibunya Maya meninggal dunia ketika dia berumur tujuh hari dan anak itu dibesarkan oleh saudara perempuan ibunya, yakni Pajapati. Dalam Sutta Nipata, kita temukan juru ramal Asista yang datang ke istana Suddhodana yang haus akan Dharma yang sejati. Kita membaca tentang betapa dia mengenal tanda-tanda pribadi pada dirinya sebagai Buddha dan meramalkan kebesaran anak itu di masa datang. Dia menangis karena berfikir bahwa dia sendiri sudah tidak ada lagi sampai saat yang akan tiba itu dan mendengarkan Kitab ajaran yang baru.Ayahnya cemas, sehingga dia harus tidak tahu tentang gejolak dunia. Dia dikelilingi dengan segala macam kecantikan dan kemewahan. Namun Siddharta tidaklah seperti anak-anak muda yang lain. Dia tidak ingin bebas riang gembira atau menyukai olah raga berkelahi dan wanita. Ayahnya telah mengawani dengan sepupunya yang cantik, yakni Yasodhara , Siddharta mencintai istrinya tetapi dia pun tak sanggup mengobati kegelisahan hatinya. Dia merasa sebagai seorang tawanan dalam istana serta taman-taman kemewahan yang didirikan ayahnya. Dia meneguhkan niatnya untuk mengadakan perjalanan guna melihat dunia nyata. Kita baca dalam kitab-kitab suci bahwa bagaimana dia pergi dengan Channa, sais keretanya, dan melihat berturut-turut seorang tua renta seorang yang sakit dan meninggal dunia. Ia merasa sangat tergoncang melihat penderitaan dan kematian manusia. Kemudian dia melihat seorang pertapa berkepala gundul dengan jubah kuning sudah tua dan pemandangan atas orang itu mengilhami keinginan untuk mencari kedamaian hidup keagamaan, dan ketentraman serta penyembuhan atas penderitaan kemanusian. Di malam yang larut dia mengucapkan selamat tinggal kepada isterinya yang sedang tidur dengan bayinya dan meninggalkan istananya. Di tepi hutan dia mengenakan jubah pendeta dan memulai karirnya sebagai seorang pencari kebenaran. Ini adalah penolakkan keduniawan yang besar. Dia mengembara di hutan dari satu guru ke lain guru, mempelajari segala hal yang diajarkan kepadanya, tetapi tidak menemukan kepuasan. Berikutnya dia mulai berpuasa berturut-turut, dengan keras menjalankan latihan meditasi dan membebani dirinya dengan cobaan-cobaan yang dahsyat, dengan harapan bahwa dengan cara ini dia akan menemukan kebenaran. Ini usaha yang besar, meskipun seringkali dia di ambang maut, tetapi tidak menemukan sekalipun dari gelombang kehidupan ini. Karena itu, dia berkesimpulan bahwa hidup bertapa bukanlah jalan ke arah penerangan. Dia memutuskan untuk makan minum lagi, sehingga lima pertapa yang mengikuti dirinya, akhirnya pun meninggalkannya. Akhirnya dia duduk bersila dengan gaya yang disebut bunga teratai di bawah pohon yang yang suci dengan penuh harapan memperoleh penerangan. Cerita mengisahkan kepada kita bahwa pada saat krisis Siddharta diganggu oleh Mara, penggoda yang mencoba dengan sia-sia dengan segala bentuk tema dan godaan yang menggoncangkan. Dia teguh dalam meditasi dan akhirnya pintu hijab pun terangkat di mata beliau, dan cahaya yang membahagiakan meliputi beliau. Ini adalah penerangan yang besar, dan Siddharta Gautama telah mencapai bodhi atau pemancar cahaya dan menjadi Buddha atau seorang yang diterangi. Selama tujuh hari atau lebih beliau tinggal di sana, Mara si setan mencobanya lagi. Cobaan ini agar dia menerima sekaligus menggenapkan atas pembebasan dirinya sendiri ketika itu juga dengan kematiannya untuk langsung ke Nirwana. Ini cobaan yang paling rumit. Fikiran bahwa dia mengumumkan ajarannya, maka manusia tidak akan menerimanya, dan dia hanya akan kehilangan ketentraman dirinya ini juga menakutkannya dan agar berbalik lagi. Tetapi kasih sayang dalam kalbu Buddha membangunkannya demi kebutuhan manusia yang abadi, dia merasa bahwa perasaaan pribadinya yang mendalam untuk mengasihi dan menyayangi serta menyuruh dia untuk mengabdi kepada sesama umatNya. Karena itu, Sang Buddha memutuskan untuk terjun ke masyarakat dan mengumumkan kepada dunia jalan ke arah kedamaian dan hidup abadi. Orang-orang pertama yang kepada siapa dia memutuskan untuk menyam-paikan risalahnya, adalah lima pertapa yang dulu telah meninggalkannya saat dia menghentikan hidup bertapa. Beliau menemukan mereka di Varanasi, dan di sana di Taman Menjangan, beliau mengajarkan khotbah pertama mengenai 'Meletak-kan Diri dalam Gerak Roda Kebenaran'. Beliau mengajarkan mereka Jalan Tengah, Empat Kebenaran Mulia, dan Delapan Segi Jalan ke Arah Keselamatan. Mereka menjadi murid-muridnya yang pertama dan Arahant (Wali yang sempurna)Jumlah pengikutnya bertambah dengan cepat, dan beliau mengutus mereka ke dunia dengan penuh kasih sayang kepada sesama manusia untuk mengumumkan Dharma (atau Dhamma bahasa Pali), yakni Keimanan Sejati atau Hukum demi keselamatan banyak orang. Buddha sendiri pergi Uruvella. Di perjalanan beliau menemukan sekelompok orang-orang muda yang sedang berdarmawisata dengan isteri mereka . Salah seorang dari mereka membawa selirnya dan ternyata wanita simpanannya minggat bersama harta miliknya. Si orang muda itu bertanya kepada Sang Buddha kalau-kalau beliau melihat wanita itu. "Coba kau fikirkan wahai anak muda" tanya Sang Buddha, "manakah yang lebih baik bagi dirimu, mengejar seorang wanita atau mencintai Dirimu sendiri?". Dalam perjalanan ini, beliau dapat merebut hati orang-orang muda tersebut dari nafsu rendah ke jalan keagamaan dan kemuliaan. Di Uruvela, Sang Buddha bertemu dengan sekolompok penyembah api, dan beliau mengajarkan kepada mereka khotbah apinya yang termasyur. Mereka juga bertobat dan menjadi murid-muridnya. Di Rajagraha, Sang Buddha menyadarkan Raja Humsara dan menerima dari raja itu taman yang dikenal sebagai Celah Bambu untuk digunakan jemaahnya sebagai tempat semedhi yang tetap. Kemudian, beliau pergi ke Kapilavastu dan menjumpai ayah, isteri, dan anaknya. Puteranya, Rahula, dan Ibunya, Prajapati, bergabung dalam jemaah . Sang Buddha kurang senang menerima wanita dalam jamaahnya, namun dibujuk untuk berbuat demikian oleh saudara sepupu yang juga muridnya, Ananda Buddhacarita. Riwayat hidup awal dari Buddha ditulis oleh Asvaghosa, berisi banyak peristiwa mujizat yang dilakukan Buddha dan juga perjalanan ke langit untuk mengajarkan Dharma kepada roh-roh dari mereka yang sudah tiada. Demikianlah Sang Buddha selama empat puluh tahun melanjutkan kelananya dari satu tempat ke tempat lain untuk mengajarkan Dharma dan Jalan kedamaian abadi dan hidup kekal. Akhirnya, datanglah saat bagi beliau untuk meninggalkan badan jasmaninya. Salah satu cerita tentang hari-hari terakhir Sang Buddha diriwayatkan dalam Mahaparinibhana Sutta dari Digha Nikaya. Beliau mengatakan kepada para pengikutnya untuk membuat "Diri sendiri sebagai tempat mengungsi, dan pengungsian Hukum Abadi mereka". Kata-kata terakhirnya, "Dapat rusaklah segala perkara yang berpasangan; bekerjalah dalam kesungguhan demi tujuan Anda". Gambaran yang utuh dari Buddha telah menyinarkan cahayanya ke jutaan ummat manusia selama duapuluhenam abad dan telah memenangkan penghormatan dan kekaguman tidak hanya bagi para penganut agama Buddha, melainkan juga manusia yang tidak melihat bagaimana caranya untuk bergabung dalam kepercayaan itu
AJARAN SANG BUDDHA
Sang Buddha sendiri? tidak menulis apa-apa. Tak sedikit pun dari ajarannya yang tertulis setidaknya selama empat ratus tahun sesudah wafatnya. Yang lebih buruk lagi, praktik-praktik para pengikutnya dalam menerangkan agama Buddha telah menyisipkan kata-kata dan komentar sendiri dari ucapan Guru Besar itu. Karena itu mustahil memisahkan kata-kata asli dari Buddha dengan segolongan besar kata-kata dan ceramah-ceramah yang tersiar yang telah dinisbahkan kepadanya dalam kitab-kitab suci agama Buddha. Cendikiawan Buddha terkenal, Chirstmas Humpreys menulis: "Karena itu tidaklah kita mengetahui apa yang diajarkan Buddha lebih dari apa yang diajarkan Yesus, dan saat ini sedikitnya ada empat aliran dan masing-masing ada pembagian lagi yang menyatakan bahwa pandangan mereka sendiri-lah yang mencerminkan apakah agama Buddha". 4Nyonya Rhys Davids mengakui bahwa kitab suci agama Buddha yang pertama adalah sesuatu seperti "kritisisme lebih tinggi" dan berdasarkan penemuannya, suatu usaha akan kita paparkan di sini untuk menyajikan risalah asli dari Sang Buddha. Sang Buddha adalah Buddha, sebab dia Buddha Yang Sadar, Yang Diterangi, Yang Waspada" Kebenaran yang tertinggi telah diwahyukan kepadanya. Siddharta Gautama bukanlah Buddha yang pertama. Beliau sendiri berkata telah banyak Buddha atau Guru Kebenaran yang mendapat penerangan penuh sebelum beliau, dan banyak sekali yang akan datang sesudah beliau. Inti sari ajaran Buddha adalah cinta kasih yang terdapat dalam khotbahnya "Meletakkan diri dalam Gerak Roda Kebenaran". Beliau mengajarkan bahwa mereka yang ingin memasuki hidup keagaman harus mencegah dua ekstrimitas yang mengumbar nafsu pribadi, hidup menyiksa diri, dan mengikuti jalan tengah. Beliau mengungkapkan Empat Kebenaran Mulia: (1) kebenaran pertama, yakni tentang adanya penderitaan dan kesusahan di dunia ini, (2) kebenaran kedua menyatakan bahwa sebab dari penderitaan dan kesusahan itu adalah nafsu pribadi, (3) kebenaran ketiga menjamin bahwa nafsu pribadi dan kesusahan dapat dibinasakan, (4) kebenaran keempat menunjukkan jalan yang menuntut ke arah menghilangkan kesusahan dan ketidakbahagian. Sang Buddha memberikan gambaran yang mengagumkan dari Jalan Bersegi Delapan yang mendorong ke arah akan diakhirnya penderitaaan, dan ketidakbahagian. Yaitu pandangan yang benar, gagasan yang yang benar, bicara yang benar, tindakan yang benar, hidup yang benar, usaha yang benar, dan renungan yang benar. Pandangan yang benar berarti pengetahuan atau empat kebenaran mulia. Tetapi sepanjang kebenaran itu hanya dikenal oleh akal fikiran saja, maka kebenaran itu tidak punya daya kehidupan. Karena itu harus diketemukan dan dibuktikan oleh setiap orang dikedalaman hati nuraninya sendiri. Karena itu, langkah pertama adalah menimbulkan kesadaran suatu panggilan untuk meninggalkan cara di mana kita telah kehilangan kebenaran dan nasib kita. Aspirasi yang benar adalah menolak hawa nafsu rendah, tidak boleh membenci atau menyakiti sesama makhluk. Bicara yang benar, menyuruh kita agar menghentikan dusta, fitnah, caci maki, kata-kata kasar, dan omong kosong. Tindakan yang benar, berarti menghindari pencabutan jiwa atau mengambil apa yang tidak diberikan atau dari akibat-akibat nafsu sex. Hidup yang benar, berarti menghentikan setiap cara hidup yang terlarang, misalnya menjadi pedagang senjata, penjual budak, mencari nama atau penjual racun. Usaha yang benar, terdiri dari menahan timbulnya nafsu jahat ,membinasakan nafsu rendah yang timbul dalam mendorong nafsu baik dan menyempurnakannya bagi mereka yang telah bisa mewujudkannya. Fikiran yang benar, adalah mencapai penguasaan diri dengan sarana-sarana ilmu pengetahuan, pribadi. Renungan yang benar mengambil bentuk dalam empat macam semedi atau meditasi. Ini adalah akhir dan mahkota dari jalan bersegi delapan. Ini adalah bagian penting dari kehidupan tertinggi disaat nafsu kejahilan dan egoisme menghilang, dan pencerahan serta kesucian menggantikannya. Ini adalah renu-ngan penuh kedamaian dan kebahagian yang mendalam, menyertai bersatunya pribadi sendiri dengan Pribadi Universal. 5 Metode pengajaran agama Buddha dengan baik sekali dilukiskan oleh 'Perumpamaan Biji Mustard'. Kisah Gotami, seorang wanita tua miskin, telah kehilangan putra tunggalnya. Penuh kedukaan yang tak terhingga dia datang kepada Sang Buddha dan memohon kepadanya agar menghidupkan puteranya kembali. Buddha setuju untuk berbuat demikian, asal wanita itu mau mengambil beberapa biji mustard dari satu rumah yang belum mengalami kematian. Wanita itu pergi dari rumah ke rumah, tetapi kemana pun dia pergi selalu diberitahukan bahwa tak ada sebuah rumah pun yang tidak pernah mengalami kematian. Dengan cara ini, dia memperoleh pengertian secara simpatik. Wanita itu kembali kepada Sang Buddha, dan tidak lagi meminta agar puteranya dihidupkan kembali, melainkan agar dia diberikan kedamaian dan ketentraman. Kisah yang mengharukan ini mengajarkan dua hal dari ajaran Buddha yang paling penting. Pertama, segala sesuatu yang ada dalam fenomena dunia selama-nya akan berubah dan sementara. Apa pun yang ada akan berlalu, siapa pun yang dilahirkan akan mati. Setiap makhluk hidup adalah suatu gabungan elemen-elemen, cepat atau lambat akan bercerai berai. Karena itu, suatu penerimaan yang wajar atas kematian adalah bagian yang penting dalam penyesuaian yang sejati kepada kenyataan. Kedua dari ajaran ini adalah menerima secara realistik terhadap kematian, dan pelaksanaan kasih sayang yang tercurah kepada sesama makhluk yang seperti kita sendiri yang akan menjadi sasaran dan kesakitan, serta penderitaan semacam itu.6 Sang Buddha mengajarkan kasih sayang dan simpati yang universal:"Tidak pernah di dunia ini kebencian dapat diluluhkan dengan kebencian, hal itu hanya dapat diluluhkan dengan kasih sayang - inilah hukum yang abadi" (Dharmmapala 1:5)."Hendaklah manusia menundukkan kemarahannya dengan kasih-sayang, hendaklah dia tundukkan kejahatan dengan kebaikan, hendaklah keserakahan dengan kedermawanan, kebohongan dengan kebenaran." 7 Hanya sedikit tentang apa yang kita sebut dogma dalam ajaran agama Buddha. Dengan keluasan pandangan yang jarang pada masa itu, dan tidak jamak pula di zaman kita, dia menolak kritik yang ngotot. Sifat tidak toleran dianggap sebagai musuh agama. Suatu peristiwa beliau masuk dalam balai pertemuan di Ambalatthika dan mendapatkan beberapa muridnya sedang marah-marah kepada seorang Brahman yang telah menuduh Buddha sebagai seorang yang tidak jujur dan menemukan cacat dalam jemaat yang didirikannya. "Saudara-saudara", kata Buddha, "bila orang lain berbicara menentang saya atau ajaran agama saya, atau melawan jemaat saya, tidak ada alasan kalian untuk marah atau tidak senang kepada mereka. Jika Anda berbuat demikian, tidak saja Anda tidak akan mampu menimbang lagi apakah yang dikatakannya itu benar ataukah tidak tepat". Beliau melarang kritik yang tidak jujur terhadap kepercayaan lain. Tidak ada satu peristiwa pun di mana Buddha itu terbit amarahnya, tidak ada satu peristiwa pun di mana kata yang tidak lemah lembut meluncur dari lisannya. Beliau memiliki toleransi yang sangat luas terhadap sesama manusia. Sang Buddha tidak diragukan lagi adalah pembaharu masyarakat yang terbesar di India. Hasil yang paling dapat dicatat adalah penghapusan sistem kasta. Dia mengatakan bahwa seseorang Brahmana tidak karena dilahirkan oleh orang tua Brahmana sebagaimana diajarkan oleh agama Hindu, tidak pula karena dia menjalankan upacara-upacara dan melakukan bentuk-bentuk luar dari kasta Brahmana, tetapi dia adalah seorang Brahmana karena akhlak dan pengabdiannya kepada kebenaran serta kehidupan."Seorang bukanlah Brahmana karena rambutnya yang dicukur ataupun keturunan atau kastanya, dalam pribadi yang terdapat Kebenaran dan Hukum dia adalah suci, dia adalah seorang Brahmana". (Dharmmapada 29:33). Buddha tidak percaya kepada apa yang disebut juru selamat dan penebusan dosa. Beliau mengajarkan bahwa manusia itu secara pribadi harus bertanggung jawab atas tindak tanduknya sendiri. Kebahagiaan atau kesusahannya, dosa atau kesuciannya adalah sebagai akibat tingkah lakunya sendiri. Tak seorang pun dapat menyelamatkan diri dari dosanya. "Kejahatan itu hanya dilakukan oleh dirinya sendiri, dengan dirinya sendiri seorang itu ternoda, karena dirinya sendiri sajalah kejahatan itu diperbuat manusia, dengan diri sendiri sajalah seseorang itu disucikan. Kesucian atau pun kekotoran tergantung kepada pribadinya sendiri. Tak seorang pun dapat mensucikan orang lain'. (Dharmmapada 12:165). Pendeknya kita menuai apa yang kita tanam, baik di dunia ini maupun di alam nanti. Orang baik akan ke sorga dan si jahat ke neraka: "Para pahlawan yang tidak mengenal kekerasan dan selalu mengendalikan dirinya untuk menuju Kediaman Abadi, di mana di tempat itu seseorang bebas dari kedukaan." (Dharmmapada 17:225) 'Bagaikan satu kota berbenteng yang terletak di tanah perbatasan dan terjaga baik di dalam mau pun di luarnya, hendaklah seseorang itu mengendalikan dirinya sungguh-sungguh dan jangan dia lewatkan sedikit pun tak terjaga, karena bagi mereka yang terlewat sedetik saja akan jatuh ke dalam kesusahan, seolah-olah mereka ditetapkan ke neraka." (Dharmmapada 22:313) Buddha menolak terlibat dalam pertentangan metafisik yang meresahkan dan tidak terarah. Banyak ajaran yang sekarang dianggap bagian penting agama Buddha, tidaklah merupakan bagian ajaran yang asli dari Buddha. Nyonya Rhys Dacids, H.J. Jennings dan Ananda Coosmaraswamy sepakat bahwa ajaran reinkarnasi dari agama Hindu, "penolakkan diri" (Anatta) dan kependetaan itu bukanlah termasuk asli agama Buddha. Tidak diragukan lagi tentang kepercayaan Buddha terhadap keabdian jiwa. Waktu beliau berbicara tentang penghancuran "diri sendiri", itu berarti penghancuran nafsu rendah. Nafsu rendah inilah yang dinyatakan oleh Buddha sebagai tidak permanen dan tidak nyata. Beliau yakin atas kenyataan dan keabadian dari nafsu yang lebih tinggi."Jika seseorang mengetahui bahwa pribadinya itu berharga, dia harus selalu menjaga dan mengawasinya dengan baik-baik." (Dharmmapada 12:157)."Melalui diri sendiri seseorang harus mengajar Pribadi, seseorang harus mengendalikan diri dengan Pribadi; jadi menjadi Bhikku itu dijaga oleh Pribadi dan bukan fikiran, inilah yang akan berjalan ke arah kebahagian." (Dharmmapada 25:379) Tidak satu pun yang lebih disalahfahami selain sikap Buddha kepada Tuhan. Seringkali dikatakan bahwa Buddha itu tinggal diam bilamana dia ditanya tentang Tuhan, diamnya itu ditafsirkan sebagai penolakkan atas adanya Tuhan. Namun Ny. Rhys Davids dan Sir Francis Younghusband, kedua-duanya menunjukkan bahwa Buddha itu membawakan ajaran Upanishad. Dia tidak asing lagi dengan fikiran-fikiran dan istilah-istilah keagamaan. Ketika Upanishad menggunakan kata-kata "Pribadi" seringkali digunakan dalam pengertian Pribadi Semesta atau Tuhan, prinsip metafisik dari kehadiran - inilah Brahman, Pribadi yang tersembunyi dalam-dalam di segala makhluk." Sang Buddha jelas-jelas menggunakan kata Pribadi dengan pengertian yang sama ketika beliau berkata: "Aku berlindung kepada Sang Pribadi" (Digya Nikaya 2:120), dan dalam kata-kata berikut: "Pribadi adalah Tuhan itu sendiri, apakah ada Tuhan yang lebih tinggi dari itu? Bila seseorang menguasai baik-baik diri pribadinya, maka dia akan menemukan Satu Tuhan yang sukar didapat." (Dharmmapada, 12: 159) "Pribadi adalah Tuhan diri pribadi, Pribadi adalah tujuan diri pribadi; karena itu kendalikan dirimu bagaikan seorang pedagang yang mengendalikan seekor keturunan yang baik". (ibid, 25:380) Buddha seringkali menunjukkan Dharma (Dhamma dalam bahasa Pali), keimanan yang sejati sebagai Brahmacariyam atau jalan menuju Brahman, kehendak Tuhan yang kekal. Dalam suatu peristiwa, beliau menunjukkan bahwa bila seseorang itu mengikuti hidup yang mulia dan suci, "dengan kalbu penuh kasih sayang, luas pandangan, bertumbuh menjadi besar dan selalu terukur", orang semacam itu mendekati persatuan dengan Brahman dan bahwa "dia sesudah kematiannya dan ketika tubuh jasmaninya bercerai berai akan menjadi satu dengan Brahman yang senantiasa sama" (Tevijja Sutta). Brahman tentulah nama yang diberikan dalam Upanishad untuk Satu Tuhan yang Sejati. Ananda Coomaraswamy menulis:"Hukum atau Dhamma selalu menjadi suatu nomen Dei, dan dalam agama Buddha itu sinonim dengan Brahman." 8Dan ini pula yang ditulis Sir Francis Younghusband tentang masalah tersebut: "Walaupun demikian, sikapnya tentang menuju ke idea Tuhan seringkali disalahtafsirkan. Karena itu ia berusaha memperhalus dan mempertajam pengertian Tuhan … ia meletakkan seorang ateis dan Buddhis sebagai dentingan halus suatu renungan yang tidak penting. Tetapi hal ini mungkin disebabkan Buddha terlalu besar, tidak terlalu kecil, idea tentang Tuhan diperhalus untuk menekankan pada diri sendiri agar memperoleh ketajaman pengertian tentang kedewataan. Adalah sesuatu yang terlalu besar untuk dinyatakan dalam kata-kata. Siapa, misalnya, yang dapat mendefinisikan cinta? Buddha tidak memperkirakan untuk mendefinisikan Tuhan, tetapi baik beliau dan muridnya telah jenuh dengan konsep Kekuatan dibalik mata yang melihat, dan telingga yang mendengar, dan semua kejadian di alam." 9 Jadi tujuan agama Buddha itu seperti semua agama lainnya adalah Nirwana (bahasa Pali, Nibbhana), yang dalam risalah asli dari Sang Buddha berarti kembalinya roh ke haribaan Tuhan.
SEJARAH AGAMA BUDDHA
Sungguh disayangkan bahwa kepemimpinan dan tafsir popular agama Buddha itu jatuh ke tangan seorang yang bernama Sariputra. Dia sebagaimana ditunjukkan oleh Edward Conze cenderung sebagai seorang yang skeptis. Dia sungguh-sungguh boleh disebut Santo Paulusnya agama Buddha. Dia mencap risalah-risalah Sang Buddha sebagai bikinannya sendiri dan menafsirkannya sekehendak hatinya. Dia mengabaikan banyak perkara dan melebih-lebihi perkara lain dalam ajaran Buddha. Dengan mengutip kata-kata Edward Conze:"Tarikan Sariputra ke dalam ajaran agama Buddha tidak saja dalam melatih kependetaan untuk jangka waktu yang panjang, melainkan juga menentukan aspek-aspek mana dari ajaran Buddha yang harus ditekankan dan mana yang harus disingkirkan ke bawah tanah."10 Hikmah lama atau aliran Hinayana dalam agama Buddha memakai penafsiran Sariputra dan juga skeptisismenya. Sudah umum dipercaya bahwa segera setelah wafatnya Buddha, suatu konsili Buddha telah diadakan di Rajagaha untuk menetapkan isi dari isi Tripitaka atau Tiga Keranjang Hukum. Konsili kedua, dikatakan telah dilangsungkan di Vasali sekitar seratus tahun kemudian untuk membereskan perbedaan-perbedaan tertentu yang telah timbul dalam jemaat tersebut. Namun kebanyakan cendekiawan meragukan riwayat dari konsili ini.Sekitar dua ratus tahun setelah wafatnya Sang Buddha, timbullah perpecahan yang pertama di antara ummat Buddha. Para pengikut apa yang disebut aliran Hikmah Lama pecah dalam dua sekte, Theravadi dan Sarvastivadin. Kaum Theravadi mendapat dukungan di wilayah Timur India dan sekarang mereka menguasai Ceylon, Burma, dan Thailand. Kitab suci mereka Tripitaka adalah dalam bahasa Pali. 11 Sarvastivadin berkembang di Barat dengan Mathura, Gandhara (Lembah Peshawar) sebagai pusatnya. Sekte ini menjadi padam sekitar 1100, namun kitab sucinya tetap dapat diperoleh dalam bahasa Sanskrit. 12 Sekitar tahun 240 SM, kita saksikan bangkitnya Mahayana Buddha, sebagai reaksi terhadap Theravada yang direndahkan oleh kaum Mahayana dengan nama Hinayana. Konsili ketiga dari agama Buddha diadakan di Pataliputra dalam abad ketiga sebelum masehi. Ini adalah konferensi sefihak dari golongan Hinayana dan tujuannya adalah mengutuk gejala-gejala 'murtad' sekte Mahayana. Dinyatakan bahwa konsili ini diadakan oleh Asoka, salah satu raja mulia yang banyak jasanya kepada agama Buddha.Peristiwa penting selanjutnya dalam sejarah kaum Buddha adalah masuknya Menander (Milinda), seorang raja keturunan dinasti Bactria asal Yunani. Suatu buku kanonik yang penting dari Buddha Hinayana berjudul Milinda Panha (Pertanyaan-pertanyaan Raja Milinda) ditulis oleh filsuf Buddha terkemuka Nagasena sebagai tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan tertentu yang diajukan oleh Raja Menander. Kitab ini merupakan pembelaan aliran Hinayana yang disusun untuk menenangkan fikiran yang bergejolak saat itu dari elemen-elemen baru yang merusak serta menyusup ke dalam agama Buddha. Dengan bangkitnya Saka dalam tampuk kekuasaan di India, maka timbul kesenjangan dalam pengetahuan kita tentang sejarah Buddha. Namun dalam abad pertama, Saka ditaklukkan oleh suku bangsa lain yang berasal dari Asia Tengah, Yueh-Chi atau Kushans. Raja terbesar dari dinasti ini, Kaniksha (memerintah 120-162 ) menjadi Buddha, dan sebagaimana halnya dengan Asoka serta Menander, dia memberi dukungan yang kuat kepada agamanya yang baru. Di sekitar waktu inilah agama Buddha mengalami suatu rangkaian perubahan yang membuatnya sangat berbeda dengan ajaran asli Sang Buddha. Agama ini jatuh di bawah bermacam-macam pengaruh, seperti Hellenisme, Paganisme dari Asia Tengah dan agama Brahma. Sang Buddha dipertuhankan dan patungnya menjadi obyek sembahyang keagamaan. Beberapa waktu sebelum ini, patung Buddha yang pertama telah dibuat orang sebagai dukungan raja Kaniksha, seorang seniman besar dari aliran Gandhara. Di antara para penulis besar periode ini, dapat disebutkan Asvaghosa pengarang Buddacarita dan Mayayana Sradhopada (Kebangkitan Iman). Masa ini juga memperlihatkan bangkitnya dua Universitas Buddha yang terkenal, yakni Universitas Taxila dan Universitas Nalanda di Magadha (Bihar). Seorang filsuf besar, Nagarjuna, pendiri aliran Madhyamika dalam agama Buddha dan pengarang Mahaprajna Paramita Shastra tergolong dari Universitas Nalanda. Tamu-tamu terkemuka dari Tiongkok, Hiuen-Tsian dan I-Tsing belajar bertahun-tahun di univeristas ini dan menyatakan kekagumannya melalui tulisan mereka. Kanishka meniru cara Ashoka dengan memanggil Konsili Buddha berikutnya, yakni keempat. Konsili ini tidak hanya memunculkan Sarvastivadin, tetapi dimaksudkan pula untuk menempatkan keharmonisan dengan tumbuhnya pengajaran dari dua pendidikan utama tersebut. Agama Buddha selanjutnya tumbuh dan mempunyai peran besar dalam perkembangan intelektual dan moral pada masa kejayaan Gupta. Pahatan dan lukisan terkenal di gua Ajanta dan Ellora terdapat pada abad ini. Dengan kedatangan Huns dan Gujars di India pada abad keenam, biara dan tempat belajar mengalami kerusakan yang menyedihkan. Tetapi agama Buddha tumbuh kembali dan berjaya pada kekuasaan raja Harsha dan abad Palas. Namun setelah itu, agama Buddha mulai menunjukkan kemunduran. Kemunduran agama Buddha berkaitan dengan bangkitnya militan Hindu, suatu awal kejadian dimulai dengan menebang pohon suci di Gaya dan membakar habis biara Buddha oleh gerombolan dari Bengal dan Bihar. Pengajaran agama Hindu oleh filsuf besar Shankara dari Vedanta dan juga pemikiran besar lainnya telah menjatuhkan agama Buddha. Sekitar abad ketujuh, seluruh agama Buddha telah tiada di tanah kelahirannya. Jauh sebelum kejatuhannya di India, agama Buddha telah berkembang dan mengakar di banyak negara di luar India. Ia telah tersebar di Ceylon pada masa Ashoka. Pada masa itu Ceylon (Sri Lanka), menjadi pusat agama Buddha Theravada. Agama Buddha mencapai Burma pada abad kelima dan Thailand abad kedelapan, dan di kedua negeri ini sampai sekarang tetap setia pada keimanannya. Agama Buddha mencapai China melalui Asia Tengah (sekitar 50 ) dan dari China kemudian tersebar ke Korea (372 ) dan Jepang (552 ). Agama Buddha yang masuk ke China adalah Buddha Mahayana yang telah jenuh dengan ide-ide dan praktik penyembah berhala dan Brahmanisme, dan di China dicampur aduk dengan elemen-elemen ajaran lokal, Taoisme. Dua sekolah baru Buddha Mahayana dikembangkan di China. Pertama adalah Sekolah Tanah Suci (di Jepang disebut Jodo). Ia juga disebut Sekolah Amitabha (di Jepang disebut Amida) dan didirikan sekitar 350 oleh Hui-yuan dengan basis Sukhavati Sutra.Kedua adalah Sekolah Chan (di Jepang disebut Zen) yang dikembangkan di China pada abad keenam sebagai hasil ajaran Bodhidharma (di China disebut Tamo dan di Jepang disebut Daruma), yakni ajaran Buddha India dari Madras. Negara Buddha lainnya yang penting disebut adalah Tibet. Agama Buddha masuk ke Tibet melalui raja Gampo pada pertengahan abad ketujuh. Agama Buddha Tibet seringkali disebut Lamaisme, yakni pencampuran dari agama Buddha Tantric dengan agama setempat Bon. Di abad kesebelas terjadi reformasi agama Buddha Tibet dengan menyingkirkan elemen Bon, dan lahirlah sekte Gelupta, baik Dalai Lama dan Tashi (Panchen) Lama merupakan bagiannya.
SEKTE AGAMA BUDDHA
Agama Buddha dibagi atas dua sekte besar, yakni Hinayana (atau Theravada) dan Mahayana. Perkataan Hinayana (kendaraan kecil) dan Mahayana (kendaraan besar) diucapkan oleh pengikut Mahayana yang menyatakan bahwa "kendaraannya cukup besar untuk mengangkut seluruh pengabdian kemanusiaan". Jadi sementara Hinayana menganggap Mahayana sebagai koruptor dari ajaran asli Buddha atau tepatnya ajaran palsu dan cabang yang melenceng. Sebaliknya, Mahayana menganggap Hinayana tidak hanya palsu atau melenceng dari ajaran Buddha sebenarnya, tetapi juga sederhana dan tidak lengkap atau mengada-ada ajaran Buddha. Keyakinan dan praktik agama Buddha dipusatkan dan dipandu oleh ajaran tiga bagian, yakni Tri-ratna (tiga manikam). Mereka itu adalah (1) Buddha, (2) Dharma (bahasa Pali, Dhamma), dan (3) Sangha. Jika aliran Theravada membicarakan Buddha, maka mereka mengartikan bahwa Siddharta Gautama adalah manusia, dialah yang mencapai pencerahan dan telah menunjukkan jalan ke nirwana. Agak awal dari sejarah agama Buddha, pemujaan Buddha telah tumbuh, dan Buddha dijadikan symbol dan benda yang dipuja secara keagamaan, tetapi Theravada tidak pernah menjadikan Buddha sebagai Tuhan. Bagi mereka Buddha adalah Sattha (Guru), Bhagwa (yang diberkati), Tathagata (yang mengalami dan meningkatkan diri dari ketidak-sempurnaan hidup), dan Buddha (mendapat penerangan sempurna). Pendeknya, ia adalah manusia besar (Mahapurusa) dan tidak lebih dari itu. Dengan Dharma yang kedua dari "tiga manikam", kaum Theravada mengartikan dengan ajaran pokok tentang penderitaan, sebab musabab, dan pengobatannya. Kaum Buddhis Theravada percaya bahwa alam semesta pada umumnya dan segala kehidupan pada khususnya tiga ciri bersama ("Tiga tanda makhluk"): tidak menetap (anicca), penderitaan (dukkha), dan ketidakhadiran jiwa yang memisahkan dari raganya ke kehidupan lainnya (anatta). Mereka sependapat dalam menyatakan bahwa tidak ada prinsip permanen atau kesatuan di dalam atau di balik alam semesta. Segalanya mengalir. Tidak ada sesuatu kejadian yang tanpa henti dan perubahan yang tak terputus. Tidak dzat. Kaum Theravadin menyangkal adanya Tuhan, dan juga diri pribadi yang permanen atau jiwa dalam diri manusia. Manusia itu tersusun dalam kualitas yang tidak tetap serta selalu berubah , bersifat maya, dan dilahirkan karena hawa nafsu. Selama manusia mempunyai nafsu mementingkan diri sendiri, maka khayalan ini, selalu berubah kualitasnya, di mana dia diciptakan, akan menetap, dan selama hal itu masih menetap maka manusia akan lahir kembali terus menerus di dunia kesedihan. (samsara). Manusia dapat membebaskan dirinya dari roda kelahiran dan kematian dengan cara menghancurkan hawa nafsu. Nirwana yang merupakan tujuan agama Buddha, berarti "padamnya nafsu, padamnya kebencian, dan padamnya khayalan." Ini dapat dicapai, bahkan setelah kehidupan sekarang. Orang yang telah melakukan ini disebut Arahant. Jika ia meninggal, maka ia tidak akan dilahirkan kembali. Moral kehidupan yang dicita-citakan kaum Theravadin adalah menjadi seorang pendeta Buddha, dan itulah pentingnya Sangha, atau tata kependetaan, hal yang ketiga dari tiga manikam. Kehidupan dari seorang tuan rumah, hampir-hampir tidak dapat dibandingkan dengan kehidupan yang lebih tinggi dari kehidupan kerohanian. Hanya seorang pendeta sajalah yang dapat mencapai ketinggian tingkat Arhant dan mencapai Nirwana. Kaum Buddha Mahayana berbeda dengan aliran Theravadin dalam menyatakan bahwa Menjadi Ada itu khayali dan Dzat itu nyata. Puncak Realitas adalah esa dan tidak berubah. Ini semua diatas konsep akal fikiran manusia. Kalau menginginkan istilah yang lain disebut pula Tathata. Agama Buddha Mahayana adalah bentuk idealisme mutlak. Kaum Mahayana menganggap Buddha sebagai penjelmaan dari Realitas Mutlak Yang Esa, yang dapat juga disebut prinsip Buddha yang abadi atau Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran Buddha tentang keesaan segala makhluk mengandung arti bahwa nasib tiap pribadi dihubungkan dengan nasib dari segalanya. Setiap orang dapat menyucikan diri mereka, karena menghindari kesusahan dan keadaan yang penuh dosa, tetapi penyelamatan diri manusia tidaklah sempurna selama masih ada seseorang yang belum diselamatkan. Dalam kata-kata Masaharu Anesaki, "Menyelamatkan diri sendiri dengan menyelamatkan orang lain adalah ajaran keselamatan semesta yang diajarkan oleh Buddha (Mahayana)".13Cita-cita kaum Theravada sebagai Arhant digantikan dalam Buddha Mahayana sebagai Boddisattva. Seorang Boddisattva adalah seorang yang telah mencapai keadaan suci dan terbebaskan, yang menolak memasuki Nirwana dan melanjutkan pengorbanan diri sendiri, demi bakti cintanya bagi mereka yang masih tertinggal dibelakang dan menjadi segel untuk menolong mereka. Dia menunda diri masuk ke dalam kebahagiaan yang sempurna, karena rasa kemanunggalan rohani dengan orang lain menyebabkan dia lebih suka menunggu dan dengan kasih sayang melayani mereka hingga semuanya siap untuk masuk ke Nirwana bersama-sama. Dalam kata-kata Anesaki, dia merasa bahwa keselamatan sendiri akan tidak sempurna dan bahkan tidak mungkin selama ada satu makhluk yang belum terselamatkan. Nirwana menurut agama Buddha Mahayana adalah keadaan sejati dan kesempurnaan rohani. Ini adalah keadaan di mana kasih sayang kemanunggalan dengan orang lain telah merasuki seluruh fikiran dari pribadi orang itu bagaikan zat yang tak bisa dipisahkan dan dibedakan. Diambil secara paradoks ini berarti bahwa dengan mengemukakan Nirwana bagi diri pribadi, demi cinta terhadap sesamanya, seseorang telah berada di Nirwana sebagaimana kita pahami sungguh-sungguh. Sebab Nirwana dan Samsara bukan dua realitas yang berbeda. Tidak ada sesuatu diluar Nirwana. Ada satu lagi sekte agama Buddha yang perlu secara singkat dibicarakan di sini. Ini adalah Zen Buddhisme. Zen memandang aspek-aspek tradisional agama Buddha dengan kebencian. Ia menolak renungan dan kitab suci serta mengabaikan konvensi. Juga mereka membenci spekulasi metafisik, tidak suka teori-teori, dan cenderung untuk menghapuskan akal fikiran. Pandangan yang langsung lebih dihargai dari pada menganyam benang fikiran yang rumit-rumit. Kebenaran itu tidak dinyatakan dalam istilah yang abstrak dan umum, tetapi sekongkrit mungkin. Mereka percaya bahwa penerangan dan keadaan kemanunggalan dengan Yang Esa tidak dapat dicapai hingga fikiran tentang logika dihancurkan. Mereka mengembangkan teknik meditasi yang aneh (zazen), untuk menghancurkan kebiasaan berfikir dan berasio norma serta mencapai penerangan yang tiba-tiba (satori).
KITAB-KITAB SUCI AGAMA BUDDHA
Kitab-kitab suci golongan Theravada adalah Tripitaka (Tiga Keranjang, dalam bahasa Pali). Kitab-kitab tersebut adalah Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abidhamma Pitaka. 1. Vinaya Pitaka bersangkut paut dengan disiplin, kerahiban, dan menulis tentang aturan, serta tata cara untuk menguasai kehidupan sebagai biarawan. Kitab ini mempunyai tiga bagian utama: (a) Pattimokha, (b) Khandhakas, dan (c) Parivara. 2. Sutta Pitaka adalah "Keranjang" yang berisi ceramah dan ajaran. Kitab ini dibagi atas lima bagian yang disebut Nikaya: (a) Digha -nikaya yang terbagi atas ceramah - ceramah panjang berisi 34 Suttas. Beberapa dari suttas ini adalah Samannaphala Sutta (berhubungan dengan pahala hidup kerahiban), Ambattha Sutta (berhubungan dengan sikap Buddha terhadap kasta, Kutadanta Sutta (berkaitan dengan hubungan agama Brahmana dan agama Buddha), Tevijja Sutta (pertentangan antara kebudayaan Brahmana dengan cita-cita Buddhisme), Mahaparinibbhana Sutta (yang menceritakan peristiwa hari-hari akhir Sang Buddha); (b) Majjhima - nikaya, terbagi atas ceramah yang sedang-sedang panjangnya, berisi 152 Suttas tentang semua segi agama Buddha, (c) Samutta-nikaya, bagian yang terkait dengan ceramahnya. Kitab ini berisi satu versi khotbah yang terkenal "Meletakkan dalam Gerak Roda Kebenaran", (d) Anguttra-nikaya yang mempunyai lebih dari 2000 suttas dalam sebelas kelompok, (e) Khuddaka-nikaya, bagian yang terdiri dari ceramah-ceramah pendek. Kitab ini berisi sebagian besar bahan-bahan terbaik dalam kitab suci. Kitab ini dimulai dengan Khuddaka patha yang dapat digambarkan sebagai catatan harian dari kehidupan Sang Buddha. Selanjutnya adalah kitab Dharmmada yang paling terkenal dari semua kitab suci Theravada, yang berisi tuntunan etika yang paling sempurna di dunia. Karya lain yang terkenal termasuk dalam hal ini adalah Udana, Itivuttak, dan yang baru saja termasyur adalah Sutta Nipata, Kemudian ada cerita-cerita Jataka yang merupakan kumpulan kisah-kisah awal yang berkaitan dengan kehidupan Buddha. 3. Abidhamma Pitaka, yang merupakan "keranjang" selanjutnya berhubungan dengan psikologi, etika, dan hanya kadang-kadang saja menyangkut metafisikSebagaimana dinyatakan sebelumnya, golongan Mahayana, tidak melakukan penolakan ajaran, tetapi memperluas lebih lanjut ajaran Hinayana atau Theravada. Karena itu, kaum Mahayana menerima Tripitaka tetapi mereka menambahkan beberapa kitab suci dari bahan-bahan mereka sendiri. Tripitaka kaum Mahayana bukan dalam bahasa Pali, melainkan sebagian besar dalam bahasa China. Kitab-kitab itu diterjemahkan dari versi Sansekerta dari sekte Sarvastivada. Mahayana Sutta yang khusus tentulah tidak dapat dibandingkan dengan Tripitaka yang berbahasa Pali. Kitab ini disusun dalam kelompok-kelompok, misalnya seperti golongan Prajnaparamita (yang berisi Sutta yang terkenal seperti Vajracchedika atau Sutta Intan), dan kelompok Avatamsaka. Yang paling termasyur dari Mahayana Sutta adalah Lankavartra Sutra, Bunga Teratai dari Hukum Kesempurnaan, Surangama Sutra, dan Skhavati-Vyuha Sutra. Ada juga sejumlah besar Shastra di antara kitab suci Mahayana. Ini dibangun oleh sejumlah ahli dari sekte Mahayana, seperti Nagarjuna, Vasubandhu, dan Asvaghosa. Di antara Shastra yang lebih dikenal, maka Mahaprjnaparamita Shastra dari Nagarjuna, dan Mahayana Sraddhopada (Bangkitnya keimanan dalam Mahayana) karangan Asvaghosa perlu disebutkan secara khusus. Bahan-bahan yang terdapat dalam kitab suci agama Buddha berbeda jauh waktunya. Kitab Suci bahasa Pali ditetapkan pada konsili ketiga (abad ketiga sebelum masehi), dan untuk pertama kali ditulis di Ceylon (Sri Lanka) pada abad pertama sebelum masehi, itu berarti lebih dari empat ratus tahun setelah wafatnya Sang Buddha. Para cendikiawan sepakat, bahwa semua kata yang diatasnamakan keluar dari lisan Buddha dalam kitab suci itu, sesungguhnya tidak sepenuhnya dari beliau. Ini adalah apa yang ditulis oleh cendikiawan besar, Dr. E. J. Thomas tentang Kitab Tripitaka : Kitab ini kebanyakan tidak berisi apa yang dirasakan sebagai betul-betul diucapkan Sang Buddha. Hal ini diakui sendiri oleh para mufasir Buddhis, seperti ketika mereka menerangkan bahwa kalimat-kalimat tertentu atau seluruh ayat telah ditambahkan oleh para perombak di salah satu konsili-konsili." 14
BAB III AGAMA SIKH
LATAR BELAKANG
Anak benua Indo - Pakistan adalah tanah asal dari berbagai agama. Dalam bab-bab terdahulu, telah kami gambarkan dua kepercayaan yang lahir dan berkembang di anak benua ini. Agama selanjutnya yang timbul di anak benua Indo-Pakistan adalah agama Sikh, tetapi antara agama tersebut ini dengan agama Buddha ada jarak yang berabad-abad. Pada saat itu, Islam telah lahir di jazirah Arab dan telah tersebar ke berbagai tempat di dunia, termasuk ke anak benua Indo - Pakistan ini. Hampir seluruh anak benua ini diperintah oleh penguasa Muslim. Namun mereka itu menunjukkan minat yang sangat kecil dalam menyiarkan agamanya. Islam disebarkan di India, seperti ditunjukkan oleh Sir Thomas Arnold dalam bukunya yang terkenal The Preaching of Islam, adalah melalui para wali Muslim dan kaum Sufi. Orang-orang suci ini berdiam jauh dar? kota-kota besar dan d? daerah-daerah yang tidak punya penduduk Muslim. Dengan ajaran, contoh, dan kehidupan para wali tersebut, mereka telah menarik perhatian dari orang-orang yang berkerumun untuk mendengarkannya. Ajaran mereka sederhana dan mudah dimengerti, serta menyatakan kepada rakyat tentang kasih sayang Tuhan, tentang kepentingan utama dalam menyayangi serta melayani makhluk Tuhan, dan tentang keindahan hati yang suci murni. Ajaran Islam mengenai Keesaan Tuhan dan persamaan serta persaudaraan dari segenap ummat manusia, telah menarik sejumlah besar rakyat yang tidak puas terhadap politeisme Hindu dan penyembahan berhala atau menjadi korban perbedaan kasta dalam agama Hindu, serta kasta Paria yang tidak boleh disentuh. Berbicara mengenai masuknya rakyat awam di Bengali oleh pengaruh kaum Sufi, Sir W.W. Hunter menulis, "Bagi ummat miskin ini, nelayan, pemburu, pembajak tanah, dan kasta rendah yang menggarap tanah, Islam tiba bagaikan satu wahyu dari Langit. Islam merupakan pernyataan keimanan dari ras yang berkuasa, para pendakwahnya adalah orang-orang dengan semangat membawakan kitab tentang Keesaan Tuhan dan persamaan ummat manusia dalam pandangan rakyat yang teraniaya dan terlantar. Upacara yang dilakukan menjadi lenyap, kemunduran dan yang membuat orang yang tadinya bingung menjadi generasi orang yang beriman selama-lamanya. Bukanlah dengan kekerasan Islam mendapatkan keberhasilan yang lestari di Bengali Bawah. Islam menghimbau kepada ummat dan agama itu menarik massa besar dari pemeluk-pemeluk kalangan rakyat miskin. Agama itu membawakan konsepsi yang lebih tinggi tentang Tuhan dan ide yang mulia tentang persaudaraan ummat manusia. Agama itu memberikan kepada orang banyak dari kasta yang rendah di Bengali yang selama berabad-abad duduk di bagian paling bawah masyarakat Hindu, suatu pintu masuk yang bebas ke dalam suatu organisasi masyarakat yang baru". 1 Hasil yang paling dapat dicatat dari pengaruh Islam di India adalah daya tarik mistikisme India Utara yang asing namun menarik. Sir T.W. Arnold menulis: "Seketika kekuasaan orang Islam menjadi tersusun, dan khususnya di bawah dinasti Mughal, maka pengaruh keagamaan Islam tentunya menjadi semakin mantap dan kuat. Pengaruh ini dengan pasti masuk dalam gerakan-gerakan keagamaan Hindu yang bangkit dalam abad kelimabelas dan keenambelas, dan Bishop Lefroy telah menduga bahwa watak positip dari ajaran Muslim telah menarik akal-fikiran yang tidak puas atas kekaburan dan subjektivitas dari sistem fikiran yang panteistis." 2 Salah satu ahli mistik terbesar ini adalah Ramananda, tentang hal ini Evelyn Underhill menulis: "Hidup di suatu masa di mana penyair yang penuh semangat dan filsuf yang mendalam, seperti para mistikus besar Persia, Attar, Sadi, Jalaluddin Rumi, dan Hafiz, telah membawa pengaruh yang kuat terhadap pemikiran keagamaan di India, dia memimpikan untuk mengawinkan mistik Islam yang kuat dan mempribadi dengan teologi tradisional Brahmanisme." 3 Ahli mistik lain yang besar adalah Kabir, yang boleh dianggap sebagai pendahulu langsung dari Guru Nanak, pendiri agama Sikh. Kabir telah mengalami kenikmatan bersatu dengan Tuhan, kalbunya penuh kasih sayang, dan dia menyanyikan kasih sayang itu keluar dengan sepenuh hatinya dalam bahasa rakyat yang awam."Bagaimana mungkin kasih sayang antara Engkau dan aku dapat dipisahkan ?Bagaikan daun teratai di atas air, maka Engkau adalah Tuhanku dan aku adalah hamba Mu.Bagaikan burung malam Chakor yang semalaman memandang ke arah rembulan, demikianlah Engkau Tuhanku dan aku adalah hamba Mu.Dari awal hingga akhir masa adalah kasih sayang di antara Engkau dan aku, dan bagaimana kasih sayang ini akan dihilangkan?Kabir berkata, "Bagaikan sungai yang mengalir memasuki lautan, demikianlah hatiku menyentuh Mu." 4 Dia memberikan ekspresi dalam lagu-lagunya atas Keesaan Ilahi. Dia telah mencapai apa yang disebut oleh Evelyn Underhill dengan sebutan "synthetic vision." Dia telah memutuskan pertentangan yang tanpa henti antara personal dan impersonal, transenden dan immanen, statis dan dinamis dari sifat Ilahi, antara filsafat absolut dan 'Sahabat sejati' dari pengabdiaan agama. Dia menyanyikan:"Oh, betapa dapat aku mengemukakan rahasia itu?Oh, betapa dapat aku berkata bahwa Dia tidak seperti ini dan Dia adalah seperti itu?Jika kukatakan bahwa Dia ada di dalam aku, alam semesta ini akan malu:Jika kukatakan bahwa Dia di luar aku ini adalah kepalsuan.Dia membuat dunia di dalam dan di luar adalah esa tak terbagiYang sadar dan tak sadar keduanya adalah telapak-telapak kaki-Nya.Dia tidak terbabar dan tidak pula tersembunyiDia itu tidak jelas tampak, tidak pula terlindung.Tidak ada kata-kata yang sanggup menerangkan bagaimana Dia itu." 5 Kabir percaya kepada kesatuan manusia dan dengan keras mengutuk sistem kasta Hindu. Dia juga menolak ajaran Hindu tentang pentitisan (Avatar) dan tidak mau terlibat dengan penyembahan berhala, serta upacara mandi di sungai-sungai yang dianggap suci. "Tidak ada sesuatu apa pun kecuali air di tempat pemandian suci; dan saya tahu bahwa itu tidak ada gunanya, karena itu saya tidak mandi di sana.Patung-patung itu tidak ada kehidupannya, mereka tidak dapat berbicara: Saya tahu karena saya telah menyeru dengan berteriak-teriak kepadanya." 6 Dia menentang praktik-praktik Hindu tentang penyiksaan diri dan kependetaan. Dia sendiri menikah dan mempunyai seorang putera dan seorang puteri, dan meneruskan hidupnya pengayam yang sederhana. Katanya:"Bukanlah susah payah dengan menyiksa daging yang menyenangkan TuhanmuDi saat engkau menanggalkan bajumu dan mematikan panca inderamu, engkau tidak menyenangkan Tuhanmu.Manusia yang penyayang dan menjalani ketulusan, yang tetap pasif di tengah hingar bingar peristiwa dunia, yang tetap menganggap semua makhluk di muka bumi ini sebagai dirinya sendiri.Dia mencapai Dzat Yang Kekal Tuhan sejati dan selalu besertanyaKabir berkata: Dia mencapai Nama yang sejati kata-katanya adalah suci, yang bebas dari kesombongan dan tinggi hati." 7 Guru Nanak pendiri agama Sikh, adalah hasil dan semangat yang sama, mereguk pengaruh yang sama, memberikan ajaran yang sama, dan sering menggunakan kata-kata serta ekspresi yang sama. Dia seperti Kabir adalah seorang Sufi.
KEHIDUPAN GURU NANAK
Nanak dilahirkan pada tanggal 15 April 1469 di Talwandi Rai Bhoe, sekarang dikenal dengan nama Nankana Sahib, sekitar empat puluh mil barat daya Lahore Pakistan. Ayahnya Mehta Kalu, seorang bendaharawan desa (patwari) yang bekerja pada Rai Bular, tuan tanah Muslim dari desa tersebut. Nama ibunya adalah Tripta. Dalam Janam Sakhis, kita mendapati banyak cerita mukjizat yang berhubungan dengan kelahiran dan masa kanak-kanaknya. Pada usia tujuh tahun, Nanak dikirim kepada seorang guru desa untuk mempelajari abjad dan dasar-dasar ilmu hitung. Kecerdasan dan ketekunannya menyebabkan dia menyelesaikan pendidikannya dalam jangka waktu yang sangat pendek. Kemudian dia dikirim ke seorang Maulwi desa untuk mempelajari bahasa Persia dan Arab. Juga diterangkan bahwa Nanak mempelajari al Qur'an dan literatur Islam dengan Sayid Hasan, seorang sufi yang saleh. Beberapa tahun berlalu, dan Nanak mencapai usia yang menurut adat-istiadat Hindu, dia harus diberi tenunan suci. Namun hal ini menimbulkan kemarahan semua orang, dan dia dengan tegas menolak pergi ke upacara pengenaan dalam agama Hindu yang mengikat dengan tenunan suci itu. Dari sejak kecilnya, Nanak adalah seorang yang sangat condong fikirannya kearah keagamaan yang mendalam. Ayah berhasrat untuk memberinya pekerjaan atau berdagang, tetapi usahanya membujuk Nanak agar keluar dari suasana meditasinya itu gagal. Akhirnya saudara perempuannya membawa dia ke rumahnya di Sultanpur, dan dengan pengaruh suaminya dia memberi pekerjaan sebagai penjaga toko Nawab Daulat Khan Lodhi, seorang sepupu jauh dari Sultan Delhi yang berkuasa. Meskipun Nanak memegang jabatan itu dengan beberapa keberatan namun dia menunaikan kewajibannya dengan sungguh-sungguh dan mendapatkan kasih-sayang dari majikannya. Segera setelah penunjukkannya sebagai penjaga toko, Nanak menikah dengan Sulakhani puteri Mul Chand dari Batala. Sangat sedikit diketahui tentang kehidupan rumah tangganya, kecuali dia telah menghasilkan dua orang putera dari hasil perkawinannya ini. Nanak bekerja dengan Nawab Daulai Khan Lodhi selama duabelas tahun, ketika dia memperoleh pengalaman mistisnya yang pertama. Pada saat itu, dia tengah mandi di suatu sungai. Kitab Janam Sakhis menceritakan bahwa dia lenyap dalam air tidak timbul-timbul selama tiga hari. Ketika dia pulang ke rumah, maka dia menjadi seorang yang berobah. Dia mendengar, suara berkata berkali-kali: "Tidak ada Hindu, tidak ada Muslim", yang berarti bahwa dua kaum yang terbesar di Indo-Pakistan itu telah berhenti menjalankan ketulusan. Nawab heran teramat sangat atas perubahan anak semangnya ini, dan bertanya mengapa dia berpendapat tidak ada Muslim. Nanak menjawab: "Nawab Sahib, sungguh sulit menjadi seorang muslim itu", dan dia menambahkan dengan penjelasan:"Dia yang kuat keimanannya.Mempunyai hak untuk disebut seorang Muslim.Tindakannya harus sesuai dengan keimanannya kepada Nabi sawDia harus membersihkan nuraninya dari kesombongan dan keserakahan.Tidak disusahkan lagi oleh penipu kehidupan dan kematian.Menyerah kepada kehendak Tuhan.MengenalNya sebagai Pelaku.Beban dari penguasaan pribadi.Kasih-sayang terhadap segala sesuatu.Seorang yang semacam itulah yang boleh menyebut dirinya seorang Muslim."(Var Majh, 8. se 1) 8 Dia meninggalkan ikatan kerja dengan Nawab dan memutuskan untuk mengabdikan sepenuhnya untuk reformasi kemanusiaan. Dia tidak pernah memberi jalan ke arah perubahan keyakinan, dia hanya menyeru kepada kaumnya untuk mengisi hati nurani dengan kasih sayang Tuhan, dan agar baik hati, jujur, serta lurus dalam berhubungan dengan sesama manusia. Kitab Janam Sakhis meriwayatkan bahwa dia melakukan lima perjalanan dakwah yang sangat luar biasa (Udasis). Meskipun ada beberapa ketidakpastian tentang jurusan yang ditempuhnya secara tepat, Janam Sakhis sedikit banyak sepakat tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi selama perjalanan itu. Perjalanan yang pertama, membawanya ke arah Timur sejauh Assam.Di Hardwar, dia melihat serombongan besar orang Hindu yang sedang mandi di air suci Gangga percaya bahwa ini akan menghapus dosa-dosa mereka. Ketika sedang berdiri di air sungai mereka mencurahkan segenggam air ke arah Timur sebagai persembahan kepada Dewa Matahari dan nenek moyang mereka yang sudah tiada. Nanak juga masuk ke dalam sungai ke dalam sungai dan mulai mencurahkan air ke jurusan Barat. Orang-orang Hindu berkumpul di sekelilingnya dan menanyakan apa yang diperbuat. Dia menjawab bahwa ia mencurahkan air ke arah ladangnya yang baru dipanen di Punjab. Orang-orang mentertawakannya dan salah seorang dari mereka berkata: "Bagaimana seseorang dapat mengirimkan air ke tempat yang begitu bermil-mil jauhnya?" Guru Nanak menjawab dengan tersenyum: "Jika air ini tidak dapat mencapai tanah pertanianku yang hanya beberapa ratus mil dari sini, bagaimana bisa segenggam air yang kau curahkan ke arah matahari yang jauhnya ribuan mil serta para nenek moyangmu di balik bumi?". Kemudian dia menyampaikan suatu khutbah tentang kesia-siaan yang sangat dari praktik-praktik ketakhayulan. Pada saat kedatangan di Gorakhmatta suatu kuil di Gorakh, sekitar duapuluh mil sebelah Pilibhit, dia berdebat lama dengan para pertapa dan para yogi di tempat itu. Katanya kepada mereka:"Agama itu tidak terdiri dari jubah yang bertambal atau dalam tongkat Yogi atau dalam abu yang digosokkan seluruh badan. Agama tidak terdiri dari cincin di telinga ataupun kepala yang digundulkan atau dalam meniup tanduk dan terompet. Tetapi tinggallah suci di tengah ketidaksucian dunia; demikian maka engkau akan menemukan jalan kepada agama." (Rag Suhi, 8:1) Melalui Varanasi, Gaya, dan banyak lagi tempat lain, Guru Nanak tiba di Kamrup (Assam), di mana menurut kitab Janam Sakhis, beberapa tukang sihir mencoba membujuk dan menggoda dia dengan magic, kekayaan, dan kecantikan. Tetapi dia dapat menaklukkan macam-macam itu, dan meyakinkannya bahwa daya penarik yang sejati dan kekayaan yang sesungguhnya terletak dalam mencapai kemuliaan dalam watak seseorang. Di perjalanan kembali, dia berhenti di Jagannath Puri. Di sana, di kuil yang terkenal di Jagannath dia melihat pendeta-pendeta melakukan upacara Arti di depan patung dewa dengan melambai-lambaikan tangannya, memberi hormat dengan bunga-bungaan, wangi-wangian, dan lampu menyala. Guru Nanak memberi khutbah penerangan kepada para pendeta dan para penyembah itu atas praktik-praktik pemberhalaan yang sangat dungu itu. Dia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk berkelana di Punjab, mengunjungi lebih dari sekali ke benteng kaum Sufi di Pasrur, Panipat, dan Multan. Guru Nanak mengakui mereka sebagai saudara-saudara rohaninya dan merasa sangat berbahagia dalam bergaul dengan mereka. Kunjungan kedua Guru Nanak adalah ke arah Selatan melalui Tamilnadu ke Ceylon. Diriwayatkan bahwa dia pulang kembali melalui sepanjang pantai barat melalui Malabar, Konkan, Bombay, dan Rajasthan mengajar serta mempertunjukkan mukjizat kemana saja dia pergi. Perjalanan ketiga adalah di daerah Himalaya sampai sejauh Laddakh. Perjalanan terakhir adalah ibadah Haji ke Mekkah. Di sana dia pergi ke Medinah, kota Nabi saw. Selanjutnya berjalan ke barat sampai ke Baghdad, di mana dia menghabiskan waktunya dengan para sufi dan wali setempat. Dia kembali ke anak benua Indo-Pakistan pada saat penyerangan dari Kaisar Barbar. Menurut kitab Janam Sakhis, dia ditawan oleh pasukan kaisar di Syedpur (sekarang disebut Eminabad di daerah Gujranwala), tetapi kemudian dia dilepaskan. Kaisar diceritakan sangat terkesan sekali olehnya dan meminta berkahnya. Nanak mengajak kaisar kepada kebenaran dan keadilan serta berkata: "Kekaisaranmu akan tetap berlangsung lama". Guru Nanak menghabiskan akhir hidupnya di Kartarpur, di mana rombongan besar orang mendengar dia berkhotbah sangat terkesan oleh kesalehannya yang menonjol dan wataknya yang suci. Sesungguhnya dia adalah seorang pengabdi Tuhan dan kemanusiaan. Pada saat wafatnya pada tanggal 2 September 1539, suatu pertengkaran katanya telah timbul antara kaum Hindu dan Muslimin, dan setiap golongan ingin menunjukkan kehidupannya di dunia ini dulu sesuai dengan aturan-aturan agamanya sendiri. Golongan Hindu berkata bahwa Nanak adalah seorang Hindu karena dia dilahirkan dalam keluarga Hindu. Orang Muslim mengatakan bahwa dia adalah seorang Muslim karena dia percaya kepada syariat Islam. Namun ketika tutup jenazahnya dibuka, mereka hanya menemukan setumpuk bunga yang dibagi di antara kedua golongan. 9
AJARAN GURU NANAK
Guru Nanak adalah seorang yang ketat dalam bertauhid. Dia percaya kepada Tuhan Yang Esa dan Satu Satunya Yang Abadi adalah dengan sendirinya tak berbentuk. Tuhan yang dipercayai Nanak bukanlah suatu ide abstrak ataupun suatu kekuatan moral yang tak berkepribadian. Dia Dzat Pribadi yang disayangi dan dihormati. Dia menolak adanya Tuhan-Tuhan lain, dan berkata bahwa Tuhan itu Esa dan suci yang harus kita sembah. Konsepsi Guru Nanak tentang Tuhan dipaparkan dengan bagusnya dalam Mul-Mantra baris-baris pembukaan dari Adi Granth: "Tiada lain kecuali Satu Tuhan, yang namanya adalah Benar, Pencipta, terjauh dari rasa takut dan kebencian, dia tidak dilahir, Dia tidak pernah mati, ada dengan sendirinya, Yang Besar dan Pemurah: Yang Esa sejak dari permulaan; Satu-Satunya Kebenaran dari zaman awal, Yang Esa dan Sejati di masa kini, O Nanak; Yang Esa dan Sejati juga di masa datang" 10 Nanak menolak setiap kompromi terhadap konsepsi Keesaan Tuhan. Dia menolak ajaran Trinitas dan menyatakan bahwa pembagian ketuhanan dalam tiga pribadi adalah bertentangan dengan kesatuan Ilahi:"Adalah sudah umum dianggap bahwa Ibu Tuhan itu dengan rencana gaib mengandung lalu melahirkan tiga dewa:Pertama dewa yang mencipta, kedua dewa yang memelihara, dan ketiga dewa yang membinasakan. Tetapi sesungguhnya, Dialah Tuhan Yang membimbing dunia sesuai dengan kehendak-Nya dan tiada tuhan lainnya.Perkara yang paling mengherankan orang-orang, Dia dapat melihat kita, tetapi kita tidak dapat melihat Dia.Segala puji kepunyaan Nya! Segala Puji!Dzat yang Utama, Yang Maha Suci, Yang tidak berawal dan tidak berakhir, di segala zaman Dia tetap sama" (Japji, XXX) Dia tidak mau mengakui ajaran penitisan. Karena Tuhan itu tidak terhingga, kata Nanak, Dia tidak dapat dilahirkan dari rahim seorang wanita dan mati, atau pun juga dapat dianggap berbentuk manusia yang tidak lepas dari ketidak-sempurnaan serta mati:"Dia tidak berbapak atau beribu. Dia tidak dilahirkan dari suatu apa pun. Dia tidak berbentuk atau tergambarkan, dan Dia tidak termasuk satu kasta pun. Dia tidak merasakan lapar atau haus. Dia selalu puas." (Var Malar, p. 22)"Nanak! Dia bermeditasi terhadap kenyataan yang abadi dan menjadi kekal, tetapi dia yang menyembah yang dapat mati setelah pernah dilahirkan, berarti mengejar jalan yang palsu." (Var Asa 5. 1.p.2) Guru Nanak menolak monisme Hindu (Advaita Vedantisme), yang menyatakan bahwa dunia ini suatu khayalan, seperti halnya dualisme Hindu (Sankhya-Yoga) yang mengajarkan baik dunia maupun Tuhan kedua-duanya tidak tercipta dan abadi. Seperti halnya penganut Islam, maka dia percaya bahwa meskipun dunia itu nyata, dia itu diciptakan dan tidak abadi. Dunia ini nyata karena pengejawantahan dari kehendak dan perintah Tuhan serta kehadiran Nya ada di dalamnya:"Dengan kehendak dan perintah Nya (hukum) segala bentuk menjadi ada --kehendak Nya itu tidak dapat digambarkan - adalah kehendak Nya bahwa bentuk-bentuk itu mengembangkan kehidupan di dalamnya dan kemudian mereka berkembang meningkat". (Japjit Hymn No. II) Guru Nanak menyeru ke orang-orang yang mengikuti jalannya ke arah kepatuhan dan penyerahan diri kepada Tuhan. Keselamatan, katanya, adalah bagi mereka yang telah menyelaraskan kehendaknya kepada Kehendak Utama Tuhan, yang berfikir dan bertindak tepat seperti yang diinginkan darinya oleh kehendak Nya. Dengan mengutip kata-kata Guru sendiri:"Jalan untuk taat membawanya pada akhir pintu keselamatan.Pertama dia menjadi pembantu rohani dan keluarga;Kemudian menjadi seorang guru, yang telah menyelamatkan dirinya, dia juga menyelamatkan para pengikutnya.Nanak, manusia yang mematuhi firman Nya, tidak akan berkelana meminta-minta dari satu pintu ke pintu lainnya.Begitulah Firman itu tidak ternoda !O, jika seseorang mengetahui bagaimana mentaatinya dengan sepenuh hati dan jiwanya." (Japji, XV) Seperti Kabir, pendahulunya, Guru Nanak tidak menyetujui praktik-praktik Hindu dalam penyembahan berhala dan mandi di sungai-sungai suci. Di sani dua kutipan dari Japji, pertama tentang penolakkannya terhadap penyembahan berhala, dan kedua kritiknya terhadap mandi suci: (1) "Dia tak dapat dibentuk dan didirikan sebagai patung berhala. Karena Dia adalah segala dalam segalanya. Dirinya sendiri terhindar dari syarat-syarat material. Barangsiapa yang mengabdiNya adalah terhormat. Nanak, karenanya, bernyanyilah demi Dia, karena Dia penuh dengan kemuliaan." (Japji, V) (2) "Saya akan mandi di tempat-tempat suci, jika dengan berbuat demikian saya mendapat ridhoNya, kalau tidak apa gunanya mandi suci? Bagaimana saya mendapat ridho Nya dengan hanya mandi suci saja di saat seluruh dunia yang luar ini saya tidak melihat sesuatu pun yang bisa diperoleh tanpa perbuatan." (Japji Hymn VI) Guru Nanak menyatakan bahwa seluruh ummat manusia adalah satu. Dia berkata bahwa seseorang itu dihormati tidak karena dia termasuk dalam kasta atau golongan ini atau itu melainkan karena dia adalah seorang manusia. Dia meletakkan landasan pengangkatan derajat manusia tidak semacam jalan pintas, seperti mantera, mukjizat, atau kegaiban, melainkan dengan watak dan tingkah laku manusia:"Oh, tidak ada gunanya kasta dan keturunan: pergi dan tanyakanlah kepada mereka yang mengetahui kebenaran. Kasta atau keturunan manusia ditentukan oleh karya yang diperbuatnya." (Parbhoti 4,10) Cara untuk berbakti kepada Tuhan, menurut Guru Nanak adalah mengalunkan puji kepada Nya dan bermeditasi atas nama Nya:"Kami telah mendengar bahwa Tuhan adalah benar dan dinyatakan dalam Kebenaran, bahwa tak terhingga cara-cara di mana Dia digambarkan: Dia di saat para makhluk berdoa kepada Nya untuk memohon anugerah Dia sebagai Pemberi memberinya. Jadi, kemudian apakah yang akan kami persembahkan kepada Nya sebagai balasan, sehingga kita dapat melihat balairung Nya. Apa yang akan kita ucapkan dengan lidah kita yang dapat menggerakkan Nya untuk memberikan pada kami cinta Nya? Dalam makanan dewa-dewa di saat kedukaan bermeditasilah atas keberkahan dan Nama yang sejati." (Japji, IV)"Dia yang menyalakan Nama Nya di hatinya dan mempunyai sari dan Nama itu dilidahnya baginya Nama Tuhan itu membuatnya tak berkeinginan seperti Tuhan sendiri demikian" (Gauri 1,6)
GURU NANAK DAN ISLAM
Seringkali dinyatakan bahwa tujuan Guru Nanak adalah membawa perdamaian di antara Islam dan Hindu dengan mengkombinasikan kedua kepercayaan itu dalam agamanya sendiri. Demikianlah, Sardar Khushwant Singh, cendikiawan Sikh dan novelis terkemuka, menulis dalam History of Sikhs : "Agama Sikh terlahir sebagai hasil perkawinan antara agama Hindu dan Islam, setelah mereka mengenal satu sama lain selama sembilan ratus tahun." 11 Namun ini tidaklah tepat. Hampir-hampir tak ada satu pun yang sama di antara ajaran Guru Nanak dengan agama Hindu. Dia mempunyai konsepsi yang berbeda tentang konsepsi Ketuhanan, teori penciptaan, alam semesta dan hubunganNya, sikap terhadap manusia, gagasan tentang keselamatan. Selanjutnya dia sangat keras mengutuk sistem kasta, dan praktik-praktik Hindu dalam penyembahan berhala, upacara mandi di sungai suci dengan harapan dapat menghapus dosa. Dalam hal yang diterimanya, seperti hal yang ditolaknya, maka dia menunjukkan sebagai penganut agama Islam. Guru Nanak berbeda dengan faham Hindu tentang dasar-dasar keimanan mereka; tetapi berbeda pula dengan kaum Muslimin, tidak secara keseluruhan, tetapi ia berbeda dengan kaum muslimin yang mengabaikan ruh sebenarnya tentang Islam. Ini terungkap dari sejumlah anecdote tentangnya. Misalnya, sekali waktu dia diundang oleh Nawab Daulat Kahn Lodhi untuk bergabung dengan kaum Muslimin dalam ibadah shalat Jum'at mereka. Nanak segera setuju. Dia pergi ke mesjid dan ikut beribadah, tetapi ketika mereka bersujud, Guru Nanak tidak turut bersujud bersama mereka. Ketika shalat berakhir, Nawab bertanya mengapa dia tidak ikut sujud bersamanya. Nanak menjawab: "Saya setuju untuk shalat berjamaah, tetapi karena engkau tidak berdoa, maka tidak ada gunanya saya bersujud""Apa makud Anda?", tanya NawabGuru Nanak berkata: "Sekarang katakan kepada saya, apakah Namaz (sholat) itu hanya terdiri dari ruku dan sujud saja?""Tidak," kata Nawab, "itu hanyalah pernyataan lahir dari kerendahan hati."Guru Nanak bertanya:"Kemudian katakan kepadaku apakah pernyataan batin itu?""Kebaktian dalam semangat yang diucapkan dalam kata-kata shalat", jawab Nawab"Itulah sebabnya, mengapa saya katakan baik Anda maupun Qadi yang memimpin shalat tidak berdoa, karena ketika tubuhmu rukuk, maka rohanimu sedang terikat dengan masalah-masalah lain."Guru kemudian mengatakan dengan tepat apa yang sedang difikirkan Qadi itu, ia sedang gelisah memikirkan anak kuda yang baru lahir di rumahnya, dan Nawab dalam khayalannya sedang pergi ke Kabul untuk membeli beberapa ekor kuda. 12Guru kemudian menoleh kepada jamaah dan berkata: Saya akan katakan pada Anda, bagaimana mengucapkan sholat dengan cara mengikuti kalimat-kalimat suci dari al-Qur'an:"Di mesjid kasih sayang,Tebarkanlah permadani keimanan,Bergembiralah dengan penghasilanmu yang halal,Ikutilah kalimat suci,Tahanlah nafsumu dan sederhanakanlah lingkunganmu,Bertindak wajarlah dalam puasamu,Lakukanlah yang benar dalam menunaikan ibadah Hajimu ke Ka'bahMuliakanlah pembimbing rohanimu,Berkaryalah dengan baik untuk jamaahmu,Jadilah seorang Muslim,Ulangilah nama Nya dalam tasbihmu, Dia akan mengangkatmu" (Var Majh, p. 140)Dia menyeru mereka untuk mensucikan fikiran mereka sehingga kata-kata dalam shalat itu dapat mencapai kemulian dan penuh makna, serta tambahnya:"Masa lima kali dalam sehariDihubungkan dengan lima shalat,Dan shalat itu mempunyai lima nama yang terpisah, Permintaan mereka yang pertama ialah ketulusanKedua adalah hidup dengan rezeki yang halalKetiga adalah bersedekah dengan nama TuhanKeempat adalah mengatur akal-fikiranDengan keputusan yang benarDan kelima adalah memuji TuhanDia yang perbuatannya mengikuti kalimat-kalimat shalatnyaMempunyai hak menyebut dirinya seorang MuslimMereka yang berkelana dalam padang ketidakbenaranYang hanya mengikuti kata-kata dan melalaikan rohnya"(Var Majh, p. 142) Guru Nanak seringkali membacakan al-Qur'an dan membimbing masyarakat dengan diterangi apa yang terdapat dalam Kitab Suci. Diriwayatkan dalam Adi Granth, bahwa ia berkata: "Zaman Weda dan Purana telah berlalu, sekarang hanya al-Qur'an lah kitab yang membimbing dunia." Salinan Qur'an yang sering dibaca olehnya, sampai saat ini tetap terjaga di Guru Har Sahat yang berada pada distrik Forrezpur. Jubah (Chola Sahib) yang biasa dipakai oleh Guru Nanak pada peristiwa-peristiwa keagamaan, dapat dilihat di Dera Baba Nanak, propinsi Punjab, India. Jubah itu dipenuhi dengan tulisan-tulisan ayat al-Qur'an, dan di puncaknya persis di bawah kerahnya dilukiskan Kalimat Islamiyah (atau pernyatakan keimanan) : "Tiada Tuhan yang Esa kecuali Allah, dan Muhammad adalah Rasul Nya". Di paha kanan di antara ayat-ayat lain dari al-Qur'an tertulis ayat "Tiada agama yang benar di sisi Allah kecuali Islam". Nanak berkelana ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji. Kitab Adi Grant berisi kata-kata: "Para wali, mujaddid, aulia, ulama, syekh, dan qutub, akan memperoleh kenikmatan yang tiada terkira, bila mereka memohon daruds (rakhmat Ilahi) dari Nabi Suci saw"
SEJARAH AGAMA SIKH
Guru Nanak, seperti yang telah kita saksikan, mengajarkan agama yang berbeda dengan agama Hindu. Ide keagamaannya hampir-hampir sama dengan ajaran Islam. Dia adalah seorang Sufi. Namun sebagai ironi sejarah, dengan berlalunya waktu, maka kaum Sikh yang menyatakan diri sebagai pengikut Guru Nanak, makin lama makin dekat ke agama Hindu dan menjadi semakin terasing dengan Islam. Tiga faktor yang muncul dan bertanggung jawab atas kejadian ini, adalah: Pertama, meskipun Guru Nanak tidak datang dengan suatu agama baru, dan tidak mempunyai niat membentuk suatu masyarakat agamis yang terpisah, tetapi setelah kematiannya, mereka yang menyatakan diri sebagai pengikutnya kemudian mengorganisir dalam suatu sekte yang berbeda. Kedua, sebagian besar dari penganut sekte agama Sikh ini datang dari agama Hindu, dan tetap saja melanjutkan ide-ide dan praktik keagamaan mereka yang lama. Dengan berlalunya waktu, maka mereka menjadi bagian dari agama Sikh. Para pengikut ini juga lebih bersahabat dengan bekas teman seagama mereka dibandingkan dengan kaum Muslim. Ketiga, konfilik politik dari kaum Sikh (pada saat Guru kelima mengorganisir kelompoknya menjadi golongan politik) dengan penguasa Mughal, membuat mereka memusuhi Islam dan kaum Muslimin pada umumnya. Dalam kebencian mereka terhadap kaum Muslimin, maka mereka datang begitu erat dengan kaum Hindu sehingga demi maksud-maksud praktis, mereka pun menjadi satu sekte dari agama Hindu. Pewaris pertama dari Guru Nanak dan Guru yang kedua adalah Bhai Lehna, belakangan disebut sebagai Guru Angad (1539-1552). Dia adalah pengikut yang berbakti dari Guru Nanak, dan menjalani hidup sederhana seperti guru besarnya. Dengan taktiknya, dia dapat mencegah perpecahan di antara pengikutnya dengan pengikut putra Guru Nanak, Sri Chand, bahwa dia lah yang menuntut lebih utama sebagai gaddi ayahnya. Sumbangan Guru Angad yang terbesar kepada sejarah Sikh dan agamanya adalah pembagian naskah Punjabi. Gurmukhi, catatan yang di dalamnya terdapat hymne dan kata-kata dari Guru Nanak. Ini membentuk inti dari kitab suci Sikh yang belakangan hari berkembang menjadi Adi Granth. Guru ketiga adalah Amar Das (1552-1574). Dia mengorganisir kaum Sikh dalam 22 Manjis atau rayon, dan mendirikan lembaga dapur umum yang bebas bea, disebut Guru-ka-Langar, di mana orang-orang dari segala kasta makan bersama-sama. Dinyatakan bahwa Guru Amar Das sebagai pembaharu sosial yang besar, dan dia melarang praktik agama Hindu, Sati, yakni pembakaran hidup-hidup para janda pada upacara pemakaman suaminya yang meninggal dunia. Guru keempat adalah Ram Das (1574-1581). Dia memulai pembangunan sebuah danau besar, disebut Amritsar (danau Nectar) dan merencanakan juga pembangunan Kuil Emas di tengah-tengah danau itu. Tanah dan danau tersebut disumbangkan oleh Maharaja Akbar, dan peletakkan batu pertama kuil itu dilakukan oleh seorang wali sufi muslim Hazrat Mian Meer dari Lahore. Ram Das mulai mengumpulkan sumbangan tetap atau tithes untuk manajemen masyarakat Sikh dan kegiatan khusus resmi lainnya, disebut Masands, untuk organisasi peribadatan dan pengumpulan tithes. Ram Das adalah Guru yang pertama kali menunjuk puteranya sendiri sebagai penggantinya, jadi dialah yang secara resmi menjadikan Guru sebagai keturunan. Guru yang kelima, Arjun (1581 - 1606) yang memainkan peranan menentukan dari sejarah kaum Sikh. Awal mulanya, dia meneruskan pembangunan Kuil Emas dan menyediakan bagi kaum Sikh suatu markas dan tempat berlatih. Kedua, dia mengumpulkan Kitab Suci Sikh, Adi Granth, di mana dia memasuk-kan karangannya sendiri bersama-sama keempat pendahulunya. Ketiga, dia mengorganisir kaum Sikh dalam suatu masyarakat terpisah dengan kitab suci tersendiri, dan menjadikan danau suci beserta kuil suci mereka. Ini permulaan dari Negeri Sikh, dan Guru Arjun disebut oleh para pengikutnya Sanchcha Padshah (Maharaja Sejati). Arjun adalah Guru pertama yang mengambil bagian aktif dalam politik, dan mulai terlibat konflik dengan penguasa tanah itu, Maharaja Jehangir. Sebab dari pertengkaran itu adalah pengusian dan bantuan yang diberikan Guru Arjun kepada putera Maharaja Jehangar yang memberontak, yakni Kushru. Setelah pemberontakan Khusru gagal, Arjun dibebani pajak berat oleh Jehangar, dan ketika dia menolak membayarnya, maka dia ditangkap dan dipenjarakan dengan tuduhan sebagai penghianat besar. Para ahli sejarah menulis bahwa Guru Arjun menjadi korban pembunuhan pribadi sebagai pembalasan dendam Menteri Keuangan Jehangir yang beragama Hindu, Seth Candu Shah, dengan memainkan peran jahat mengadu-domba antara Maharaja melawan Guru Arjun. Suatu hari, ketika Arjun diperbolehkan sipir penjara keluar berenang di sungai Ravi yang mengalir sepanjang penjara, dia dengan mendadak tenggelam. Kematiannya ketika menjadi tahanan, menimbulkan kemarahan besar di kalangan Sikh dan kebencian terhadap Moghul yang dalam waktu bertahun-tahun berkembang menjadi kebencian terhadap Islam dan kaum Muslimin pada umumnya. Guru yang keenam, Har Gobind (1606 - 1645), dikelilingi tukang pukul dan memerintahkan para pengikutnya untuk mempersenjatai diri. Dalam kuil-kuil Sikh, mengutip Kushwant Sing, "sebagai ganti menyanyikan puji-pujian perdamaian, maka para jamaah memperdengarkan balada untuk menggugah semangat kepahlawanan, sebagai ganti ceramah-ceramah agama, mereka mendiskusikan rencana-rencana penaklukkan militer." Mereka menjadi besar, mempunyai angkatan bersenjata yang terlatih baik, terdiri dari infantri, kaveleri, dan unit-unit arteleri. Di bawah kepemimpinan Har Gobind, mereka terlibat konflik bersenjata dengan pasukan-pasukan kerajaan kaisar Shah Jehan dalam beberapa kali pertempuran. Guru ketujuh, Har Rai (1645 - 1661) adalah cucu Har Gobind. Dia tetap menjaga semangat militer kaum Sikh. Dia bersahabat dengan putera Maharaja Shah Jehan yang bersikap liberal, Dara Shikoh, dan membantunya dalam perang perebutan tahta melawan Aurangzeb. Har Rai mengabaikan putera sulungnya Ram Rai, karena yang belakangan ini mempunyai hubungan persahabatan dengan Maharaja Moghul Aurangzeb, dan kemudian menunjuk putera keduanya, yakni Hari Krishen (1661-1664) sebagai penggantinya. Hari Krishen masih kanak-kanak ketika ditunjuk sebagai Guru. Kakaknya yang lebih tua, Ram Rai memisahkan diri dan membentuk sekte yang terpisah. Hari Krishen meninggal disaat dia berumur baru sembilan tahun. Di saat kematian Guru Hari Krishen, maka beberapa orang menyatakan bahwa mereka berhak menjadi gaddi dari Guru. Orang yang akhirnya menjadi Guru ke sembilan adalah Tegh Bahadur (1664-1675). Ram Rai sebagai saingan terdekat menjadi musuh bebuyutannya. Rakyat India merasa tidak puas dengan kebijakan agama dari maharaja Aurangzeb. Guru Tegh Bahadur berada di antara lawan maharaja yang melakukan diskriminasi agama dan kurang toleran. Cunningham menulis bahwa Tegh Bahadur telah mengorganisir rombongan perampok, dan menindas, serta memaksa penduduk pedesaan. 13 Ram Rai menarik perhatian Qadi yang marah terhadap Guru. Qadi mengambil keuntungan di saat ketidakhadiran maharaja di Delhi dengan memberlakukan hukum mati kepada Guru dengan alasan memberontak Putera Guru Tegh Bahadur, Gobind Sind menjadi Guru berikutnya. Selama dua puluh tahun tinggal dalam pengasingan, dan mengobarkan perasaan balas dendam terhadap mereka yang dianggap bertanggungjawab atas kematian ayahnya. Dia mulai membangun dirinya sebagai kampiun Hindu melawan penguasa Moghul, dan menulis beberapa kisah tentang dewa-dewi agama Hindu. Pengajian diisi epos Hindu Mahabrata dan Ramayana bersama-sama dengan Granth mulai dijalankan di kuil-kuil Sikh. 14 Dalam otobiografinya, Bichitra Natak, dia menulis: "Tuhan memerintahkan saya untuk pergi ke dunia. Fikiranku pada saat itu terpusat pada bunga anggrek di kaki Tuhan. Saya tidak ingin pergi, tetapi Tuhan mengirimku ke dunia dengan suatu mandat, firman Nya: 'Aku pelihara engkau sebagai Putera Ku, dan mengirimkan engkau untuk menegakkan kemuliaan dan menyelamatkan rakyat." Guru Gobind Singh melakukan suatu upacara yang disebut Khanda di-Pahul (Baptis Pedang), di mana dia memandikan lima murid yang terpilih disebut Piyaras. Dia mengirimkan satu cawan besi dan menaruhkan beberapa gula dan air di dalamnya. Kemudian dia mengaduknya dengan belati bersisi dua, dan menyebut adukannya sebagai Amrita, dan kelima Piyara meminumnya kemudian memakan sejenis bubur yang disebut Karah Parshad. Guru Gobind Singh menyatakan kepada mereka,bahwa mereka telah menjadi anggota suatu Ordo baru, dan harus menganggap dia sebagai ayahnya dan yang termuda dari istri-istrinya, Sahib Devan, sebagai ibunya. Mereka diminta untuk memakai nama 'Singh' (singa) 15 dan memakai senjata pribadi serta memakai baju perang supaya cocok dengan kehidupan seorang prajurit. Mereka memakai lima perhiasan yang diberi nama semuanya dengan diawali huruf 'K'. Ini adalah Kesh (rambut dan jenggot yang tidak dipotong), Kangha (sisir), Kirpan (pedang), Kach (celana sependek lutut), dan Kara (kalung baja). Guru Gobind Singh mengatakan kepada mereka, bahwa di mana dan kapan pun mereka berkumpul di masa depan, maka rohnya akan beserta mereka. "Jika kita membaca sejarah Sikh dengan benar-benar", tulis Teja Singh, "masyarakat Sikh akan tampak sebagai unit yang terorganisir di bawah pengarahan disiplin di tangan sepuluh Guru, sampai akhirnya karakter mereka berkembang sepenuhnya dan Guru menggabungkan kepribadiannya ke dalam badan bangsa tersebut, jadi dia ada dibelakangnya." 16 Mengikuti kelima Piyaras, maka banyak murid Guru Gobind Singh dibaptis dengan cara yang sama . Ordo baru itu disebut "Khalsa Panth" (Jalan Suci), dan orang yang dibaptis disebut "Khalsas" (orang-orang yang suci). Tujuan Guru Gobind Singkh dengan mengintroduksi cara pembaptisan ini jelas untuk memberi identitas tersendiri dari orang Sikh, dan membuat mereka menjadi suatu bangsa dan serdadu. Dia mengubah sepenuhnya karakter dan komunitas orang Sikh. Namun, beberapa orang Sikh menolak cara pembaptisan ini, dan mereka dikenal sebagai "Sahajdharis" atau orang yang hidup santai. Mereka membentuk sekte terpisah. Secara bertahap Khalsa Sikhs menjadi suatu kekuatan militer yang berpengaruh. Orang-orang yang bergabung dengan mereka, khususnya kaum Jats, dihembus-hembus dengan semangat kebencian yang mendalam kepada kaum Muslimin. Bhagat Lakshman Singh, seorang pemuja Guru Gobind Singh, menulis: "Bagi mereka yang menjadi kaum Sikh harus dengan terang-terangan kebencian kepada penganut agama Brahma dan kaum Muslimin. Manusia-manusia yang bersenjata lengkap harus siap membabat kaum Muslim, dan mereka yang sanggup menderita kesukaran hebat adalah sangat diperlukan. Bilamana orang-orang ini berhasil merobohkan kekuatan orang-orang Muslimin, maka mereka diminta untuk tunduk kepada lambang-lambang yang nampak dari agama Sikh." 17 Guru mula-mula menyerang Raja Hindu yang setengah merdeka dari bukit Shivalik (sekarang Himachal Pradesh), yang sedang bermusuhan dengan kerajaan Moghul. Belakangan berdasarkan saran dari raja bukit itu, dia bekerjasama dengan mereka untuk menentang pungutan cukai dari Moghul. Namun raja Hindu itu mengkhianatinya. Di satu pihak mereka berperang melawan panglima Moghul dibawah kepemimpinan Guru, tetapi sebaliknya mereka membuat perjanjian dengan perwira-perwira dibalik punggung Guru. Guru Gobind Singh dan sekutu-sekutunya dikalahkan dengan hebat, namun Maharaja Aurangzeb menunjukkan kelapangan hatinya, dan memberikan pengampunan tak bersyarat kepada Guru dan kaum Sikh. Ini memberikan Guru Gobind Singh waktu untuk menjalankan rencana mengorganisir kembali kaum Sikh, dan menghembuskan perasaan kebangsaan serta kekuatan militer mereka. Ketika Maharaja sedang pergi bertugas untuk jangka waktu lama ke Decca, Raja bukit menyerang kaum Sikh di Anandpur dan sekaligus meminta bantuan sebagai mandataris kepada tentara kemaharajaan. Dalam pertempuran inilah Guru menderita kekalahan yang dasyat dan kehilangan segalanya. Kedua putranya tewas dalam pertempuran, sementara yang termuda dari keduanya ditangkap kemudian dieksekusi secara brutal atas perintah Gubernur Sirhind. Dia sendiri berusaha lari, dan minta suaka di antara kaum Malwa Jats. Dari sana dia menulis surat kepada Maharaja Aurangzeb dan menggambarkan kerugian yang diderita beserta pengikutnya ditangan tentara kemaharajaan karena fitnah "orang-orang bukit penyembah berhala", dan menghimbau sang Maharaja sebagai "orang yang bertaqwa" agar campur tangan membela dirinya. (Zafar Nama, termasuk dalam Dasam Granth, adalah versi Gumukhi yang sudah dirubah dan surat aslinya dalam bahasa Persia) Aurangzeb segera mengirimkan perintah kepada Gubernur Punjab agar berhenti mengganggu Guru dan mengundang dia untuk berbicara secara pribadi. Segera Guru melakukan perjalanan untuk mengunjungi Maharaja, tetapi sebelum sempat bertemu, Maharaja Aungrangzeb wafat. Guru diterima dengan penuh kebaikan hati oleh Maharaja yang baru, Bahadur Shah. Tetapi ini tidak mencegah Guru Gobind Singh untuk mengambil keuntungan dari kelemahan Moghul, dan memerintahkan salah satu muridnya yang paling fanatik , Banda, untuk mengangkat senjata dan membantai kaum Muslimin di Punjab, sebagai balas dendam atas kekalahan kaum Sikh di Anandpur. Keberangan dan kebiadaban yang dilakukan Banda tiada taranya dalam sejarah. Namun akhir riwayat Guru Gobind Singh juga semakin mendekat. Dia dibunuh oleh seorang Pathan, yang ayahnya terbunuh sebelumnya, karena pertengkaran perniagaan, hanya karena soal yang remeh saja. 18 Seluruh putera Guru Gobind Singh telah tewas dalam peperangan, dan dia mengumumkan bahwa tidak akan ada pewarisnya, tetapi Khalsa dan Granth diantara mereka yang akan meneruskan tugas-tugasnya. Setelah kematian Guru Gobind Singh, kaum Sikh menarik diri ke pedalaman Punjab di mana mereka hidup dalam badan-badan terpisah yang dipimpin oleh kepala suku setempat. Tetapi pada permulaan abad kesembilanbelas, setelah merosotnya kekuasaan Moghul, Maharaja Ranjit Singh, sekali lagi mempersatukan kaum Sikh dalam suatu bangsa yang besar, dan menegakkan kewenangannya sendiri di daerah Punjab. Dia memutuskan untuk memperluas kerajaannya ke selatan di Sutlej, di mana sekelompok negeri Sikh telah timbul. Kerajaan ini meminta bantuan Inggris, dan Lord Minto, Gubernur Jenderal Inggris, mengirim Lord Metcalfe ke istana Maharaja Ranjit Singh, dan membujuk agar membatalkan rencananya. Ranjit Singh setuju dan menanda tangani perjanjian persahabatan dengan Inggris. Selama Ranjit Singh memerintah kaum Sikh, mereka merupakan bangsa yang kuat dan berkuasa. Setelah kematiannya pada tahun 1839, bangsa Sikh bentrok dengan Inggris, dan ada dua kali pertempuran yang menentukan. Akhirnya kaum Sikh ditaklukkan dan daerahnya menjadi bagian dari Kerajaan British India.
KITAB - KITAB SUCI KAUM SIKH
Kitab-kitab Suci kaum Sikh meliputi (1) Adi Granth, dan (2) Dasam Granth. Adi Granth atau Guru Granth Sahib, disusun oleh Guru kelima, Arjun di Amritsar. Ada tiga versi dari Granth ini, yakni Kartar Vali Bir, Bhai Banno Vali Bir, dan Dam Dama Vali Bir. Yang disebut terakhir ini, adalah versi yang sudah direvisi oleh Guru Gobind Singh dengan menyelipkan karangan-karangan ayahnya, Guru Tegh Bahadur, di antara nyanyian puji-pujian dari lima Guru pertama yang termasuk dalam versi aslinya. Ada tiga kategori dalam penulisan Adi Granth. Pertama, puji-pujian dari Guru-Guru Sikh. Dari sini jumlah terbesar 2218, adalah Arjun, diikuti oleh Guru Nanak 974 (termasuk Japji nya yang terkenal), Amar Das 907, Ram Das 679, Tegh Bahadur 115, dan Angad 62. Kedua, nyanyian puji-pujian oleh ahli mistik Hindu dan Muslim. Sejumlah besar dari kelompok ini adalah karya ahli sufi Muslim, Kabir dan Farid. Ketiga, pernyataan puji-pujian yang tinggi kepada Guru-Guru Sikh oleh penyair-penyair resmi. Hymne Adi Garanth tidak diatur berdasarkan pengarang atau judul, namun dibagi 31 ragas atau cara-cara musik yang dimaksudkan untuk dinyanyikan. Dasam Granth atau Dasvin Padshah ka Granth, adalah kumpulan tulisan-tulisan Guru Gobind Singh. Kompilasi itu dengan mudah dibagi menjadi empat bagian: mitologi, filosofi, otobiografi, dan narasi. Sebagian besar adalah mitologi yang berisi ucapan kembali Guru Gobind Singh tentang dewa-dewi Hindu. Bagian filosofi termasuk karya terkenal dari Jap Sahib (berbeda dengan Japji Guru Nanak). Alkal Ustat, Gyan Pobodh, dan Sabad Hazare. Bagian otobiografi termasuk Bichitra Natak dan Zafar Nama. Bagian narasi mencakup cerita-cerita yang diucapkan oleh Guru Gobind Singh tentang bujuk rayu kaum wanita dan penuh dengan halaman-halaman cabul. Sebagai tambahan pada Granth, disana ada juga Janam Sakhis atau biografi tradisional dari Guru Nanak. Kitab ini banyak berisi perkara dongeng dan penuh kisah-kisah mukjizat serta keajaiban. Dari kesemuanya ini yang paling dikenal adalah (i) Janam Sakhi dari Bhai Bala, (ii) Vilayat Vali Janam Sakhi, dikatakan telah ditulis pada tahun 1588 oleh Sewa Das, dan (iii) Hafizabad Vali Janam Sakhi.
BAB IV AGAMA MAJUSI (ZOROASTER)
LATAR BELAKANG
Bangsa Iran sangat erat hubungannya dengan bangsa Indo - Arya, yang menyerbu anak benua Indo - Pakistan sekitar 1500 SM, dan telah menulis Weda. Mereka tinggal bersama-sama selama berabad-abad di Afghanistan, Bactria, dan Iran Utara. Bahasa asli yang digunakan mereka adalah bahasa Arya kuno yang merupakan bahasa yang digunakan untuk hymne Weda dan Gatha dari Zarathushtra yang merupakan kedua cabangnya. Kemiripan yang sangat dekat antara keduanya telah dicatat oleh setiap pelajar tentang Aryanphilology. Kedua cabang dari bangsa Arya ini (bangsa Iran dan Indo Arya) mempunyai tradisi agama yang sama. Kedua agama tersebut suka melakukan pengorbanan untuk menyenangkan hati para dewa. Api dinyalakan di atas altar yang dibangun khusus dan ke dalamnya dilemparkan daging binatang, biji-bijian, dan susu perah, sementara itu para pendeta mengalunkan pujian suci kepada para dewa tersebut. Apa yang dianggap khusus menyenangkan para dewa adalah persembahan berupa sari tanaman yang memabukkan, yang disebut soma dalam hymne Weda dan homa dalam Avesta. Penyembahan nenek moyang adalah gambaran lain yang menonjol dari kepercayaan Arya kuno, di mana kedua cabang ini mewarisi hal yang sama. Cerita ritual dalam persembahan ini berbentuk sesajen untuk arwah para nenek moyang berupa suatu kue yang disebut darun di antara bangsa Iran, dan purodasha di kalangan Indo Arya. Bangsa Iran, seperti halnya Weda Arya, adalah politeisme. Menyembah sekelompok besar dewa elemen api, air, udara, dan bumi, serta cahaya, langit, matahari, bulan, dan bintang-bintang. Di antara dewa-dewa yang ditokohkan secara menonjol dalam tradisi keagamaan kedua bangsa ini adalah Mithra dewa matahari, Bayu dewa angin, Armaiti dewa bumi. Namun ada juga nama-nama dewa alam lainnya yang secara diametral bertentangan di antara kedua bangsa ini. Yang paling penting ialah Ahura yang menjadi nama Tuhan tertinggi dalam Avesta, tetapi dalam bahasa Sansekerta bentuknya menjadi Ashura yang berarti setan. Sebaliknya, Deva, yang dalam bahasa Avesta berarti setan tetapi dalam bahasa Sansekerta berarti Tuhan. Indra adalah salah satu dewa terbesar dalam kuil-kuil Weda, tetapi dalam Avesta dia dianggap kepala penunjang kekuatan kejahatan. Jelas ada suatu konflik keagamaan di antara dua cabang Arya yang mengakibatkan masuknya beberapa dewa purba menjadi setan di kalangan bangsa Iran, dan rupa-rupanya ada balasan setimpal dari bangsa Arya. Hal ini juga mendorong ke arah dipaksanya bangsa Arya untuk meninggalkan negeri yang telah memberi kehidupan bersama dengan bangsa Iran, dan mengakibatkan mereka pindah ke arah anak benua Indo-Pakistan. Max Muller berpandangan bahwa perpecahan itu dimulai oleh Zarathustra yang ingin merobohkan apa yang disebut dewa-dewa alam dari tahta ketuhanannya, untuk selanjutnya diganti dengan penyembahan Tuhan Yang Esa dan Sejati, yang sejak awalnya dipandang sebagai kebenaran.
KEHIDUPAN ZARATHUSHTRA
Nama pribadi nabi bangsa Iran yang besar adalah Spitama Zarathusthra (dalam bahasa Yunani berubah menjadi Zoroaster) gelar yang diperoleh setelah dia mendakwahkan risalahnya, tepat seperti Pangeran Siddharta Gautama yang setelah penerangannya dikenal sebagai nama Buddha, dan Yesus sebagai Kristus atau Almasih. Dr. Taraporewala menerangkan arti nama Zarathusthra sebagai "Dia yang memiliki cahaya keemasan", yang tegasnya suatu nama yang tepat diberikan kepada salah satu pembawa Cahaya yang besar di dunia. Ada perbedaan pandangan yang luas di antara para cendikiawan mengenai hari dan tempat kelahiran Zarathusthra. Professor Jackson dan Dr. West berpandangan bahwa Zarathustra dilahirkan antara tahun 600 dan 583 SM. Tetapi dongeng-dongeng Persia menceritakan setidak-tidaknya bahwa kelahirannya sudah ribuan tahun sebelumnya. Ini kelihatannya fantastis, namun menarik untuk dicatat bahwa orang-orang Yunani kuno percaya bahwa Zoroaster telah hidup ribuan tahun sebelumnya. Jadi, Xanthus dari Lydia, yang hidup di abad kelima sM menulis bahwa Zoroaster telah hidup 6000 tahun sebelum Xerxes. Pandangan ini diterima oleh penulis Yunani dan Romawi yang belakangan. Namun, bila yang dikatakan Max Muller itu tepat, bahwa perpecahan antara bangsa Iran dan Indo Arya terjadi karena desakan Zarathusthra untuk mengesakan Tuhan dan pengutukan politeisme Arya serta sistem pengorbanannya, maka kelahiran Zarathusthra adalah sebelum gelombang pertama perpindahan bangsa Arya ke anak benua Indo-Pakistan, yakni sekitar 1700 sM. Seperti halnya beberapa pengajar agama lainnya, maka banyak dongeng terkumpul disekitar kelahirannya dan kehidupan Zarathusthra ini. Dikatakan bahwa ibunya waktu mengandung merasakan keagungan Tuhan. Kelahirannya diikuti oleh kegembiraan alam dan kegaduhan para setan yang terpukul ketakutan. Kehadiran anak kecil ini ke dunia ditandai dengan tawa-ria, dan bukannya tangisan seperti lazimnya bayi yang baru lahir. Pengaruh jahat berusaha membinasakannya ketika dia masih kanak-kanak, tetapi dia diselamatkan seperti ada campur tangan gaib. Di tengah-tengah jalinan dongeng ini, betapa pun kita dapati suatu berita yang baik dari sejarah yang sebenarnya. Dia berasal dari suatu keluarga yang terhormat dan terkemuka. Ayahnya adalah Porushaspo yang dihormati, ibunya adalah Dugdhova yang saleh dan ningrat. Pada saat kelahirannya, dunia Arya bagian Timur sedang terbenam dalam kekacauan dan kejahatan yang berlangsung tanpa terkendali. Kebenaran seolah-olah lenyap dari bumi, keserakahan dan penindasan terhadap yang lemah adalah makanan sehari-hari. Para pendeta memerintah kehidupan dan fikiran rakyat dengan menyebarkan takhayul jahat untuk mencapai maksud-maksud mereka sendiri. Ayat-ayat pembukaan dari Gatha pertama (Gatha Ahunavaiti) menggambarkan meratanya kejahatan dan takhayul di dunia secara puitis. Roh Dewi Bumi muncul di hadapan Yang Maha Tinggi dan menghimbau Nya agar mengutus seorang Juru Selamat ke dunia. Demikianlah jerit tangis dari kaum tertindas menggoncangkan aras Tuhan, dan Dia dengan rahmat karunia Nya membangkitkan Zarathusthra untuk meletakkan segala sesuatu pada tempatnya yang benar, dan memberikan kedamaian kembali kepada roh Dewi Bumi. "Seorang semacam itu, berdiri di sini telah Ku kenal baik. Hanya satu-satunya orang yang menjaga segenap firman Ku Zarathusthra Spitama yang suci; Dia bergegas dan hendak mengumumkan Lewat lagu-lagu dan puji-pujian Hukum Abadi MazdaKelembutan berbicara, karenanya, kepadanya Ku anugrahkan." 1(Gathas, Yasna 29:9) 1 Pada usia limabelas tahun (di saat para pemuda Iran purba biasa memasuki kehidupan duniawi mereka), Spitama muda pergi mengasingkan diri dari masyarakat untuk berhubungan dengan pencipta Nya, dan mempersiapkan tugas beratnya. Kemana dia pergi, dan apa yang dia kerjakan tidak pernah dengan sepenuhnya dapat diungkapkan. Dalam salah satu bab Avesta (Vendidad, 19) kita menemukan bahwa dia digoda oleh Angro Mainyu (Dia Yang Jahat) - tepat seperti Buddha yang dicoba oleh Mara, dan Yesus digoda Setan. Dia Yang Jahat akan menyerahkan seluruh kekuasaan duniawi kepada Spitama untuk satu restu saja yang meluncur dari bibirnya, demi "pencipta kejahatan". Namun, Spitama tak tergoyahkan oleh Dia Yang Jahat. Ketika berusia tigapuluh tahun, beliau muncul sebagai utusan Tuhan dan sejak itu dan selanjutnya menurut kisah-kisah agama Majusi beliau menerima beberapa wahyu dari Ahura-Mazda, dan dimulailah missi yang besar. Setelah menerima wahyu pertama, beliau mulai mengajarkan agama yang benar. Selama sepuluh tahun yang meletihkan, beliau menabur benih dan hanya berhasil mendapatkan seorang pengikut, yakni saudara sepupunya sendiri, Maidhyoimanha. Beliau menghadapi penganiyaan dan apa yang tampak seperti menghadapi kegagalan saja. Kedukaan hatinya tercurah seperti tampak jelas dalam kitab Gatha. Akhirnya pada tahun keduabelas kenabiannya, beliau meninggalkan tanah kelahirnya dan mengembara ke Timur, mula-mula ke Seista, dan selanjutnya ke Bactria yang diperintah oleh seorang raja bijaksana, Vishtaspa. Zarathushtra senantiasa menginginkan untuk memperoleh pengikut yang bijak dan berkuasa untuk menunjang missinya. Mengomentari hal ini, Prof. Jaeques Duchesne-Guilemin, menulis: "Tidak seperti Buddha yang meninggalkan urusan duniawi, seorang Socrates yang menggoncangkan penguasa, seorang Yesus yang menyerahkan kepada Kaisar perkara yang menjadi haknya, dan kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan. Seseorang dapat membandingkan Zarathushtra dengan Kong Hu Cu yang berkelana dari satu daerah ke daerah untuk mencari Pangeran yang akan meyakini kebenarannya yang bijaksana."2 Raja Vishtaspa menerima Zarathushtra dengan ramah-tamah, dan menunjukkan bahwa dirinya condong kepada risalahnya. Diriwayatkan bahwa Zarathushtra telah melakukan beberapa mukjizat di hadapan Sang Raja dan para Menterinya, serta melakukan diskusi yang lama dengan para cendekiawan di sana. Perlahan tetapi pasti, kebenaran yang dinyatakannya telah mendapat pijakan yang kuat di kalangan raja dan para bangsawannya. Massa rakyat mengikuti kebangkitan para pemimpinnya, dan agama Majusi segera tegak sebagai agama Iran. Sukses yang mendadak dari agama yang baru ini memacu jalan ke arah peperangan antara Iran dan Turan. Zarathushtra tidak percaya dengan penggunaan senjata dalam menarik pengikut kepada agamanya. Beliau hanya mengizinkan perang untuk membela diri guna menjaga agama dan para pengikutnya dari kekejaman orang lain. Prof. Wadia menulis: "Majusi sendiri tidak memaksa dalam perkara agama. Dia menyerahkan kepada itikad baik rakyat. Bila mereka menganutnya, dia pasti akan bahagia, namum bila mereka tidak mengikutinya, dia hanya menunjukkan akibat-akibat jalan yang akan dialaminya." 3 Setelah empatpuluh tujuh tahun dengan usaha yang tekun menegakkan kebenaran, Nabi Besar Iran ini wafat dalam usia tujuhpuluhtujuh tahun . Beliau hidup dalam kesetiaan yang tak terbagi dan kebaktian kepada Tuhan yang bijaksana dan benar. Beliau adalah seorang yang penuh kesalehan, dan agamanya tidak bernafaskan lain kecuali kasih kepada yang menderita dan cinta kepada kebenaran.
AJARAN-AJARAN ZARATHUSTHRA
Agama yang diajarkan oleh Zarathusthra telah dikenal sebagai agama Zoraster, tetapi sesungguhnya nama yang diberikannya sendiri adalah agama Mazhayasna, kebaktian kepada Mazda, yakni Tuhan Maha Segala Yang Esa, Sejati, dan Maha Mengetahui. Zarathusthra tidak mendakwahkan dirinya sebagai Nabi pertama dari Mazdayasna. Di antara nabi-nabi terdahulu yang tersebut dalam kitab-kitab Majusi, kami temukan nama-nama Yima (belakangan disebut Jamshed), Tharaetaona (Faridun), dan Kavaushan. Seseorang dapat membaca kisah-kisah dan dongeng-dongeng tentang nabi-nabi Iran purba dalam buku syair Persia, kumpulan epos sajak Firdawsi, Shahnama. Pada saat kelahiran Zarathusthra agama yang murni dari nabi-nabi ini telah dilupakan semuanya, dan tempatnya telah diganti oleh politeisme dan upacara-upacara yang tidak keruan. Misi Zarathusthra adalah membangkitkan kembali agama yang sejati dengan tiga ajaran, yakni hoomta, hookhia, dan huvereshta, yakni fikiran yang suci, kata-kata yang suci, dan tingkah laku yang suci. Dan bagaimanakah hal ini dapat dicapai? Hanya melalui keimanan kepada Ahura-Mazdha (belakangan disebut Ormuzd), Tuhan Ketulusan. Nama Ahura Mazdha yang diberikan kepada Tuhan Yang Esa dan Sejati, adalah berasal dari dua kata, Mazdha berarti Yang Maha Tahu, Maha Bijaksana, dan Ahura berarti Tuhan Yang Maha Kuasa. Dari satu rangkaian pertanyaan yang mirip retorika, di mana seolah-olah mereka sudah tahu jawaban sebelum Zarathusthra menjelaskan Keesaan dan Kemurahan Tuhan, Ahura Mazdha adalah Sang Pencipta dan Tuhan segala sesuatu:"Inilah yang aku tanyakan, Ahura, katakanlah padaku dengan sebenarnya Siapakah Sang Pencipta Agung yang mendapatkan tempat pada orang orang yang tulus? Siapakah Bapak pertama dari Hukum Abadi? Dzat apa yang meletakkan jalannya matahari dan bintang-bintang? Siapakah penyebab bulan bersinar dan memudar setiap waktu? Segalanya ini dan seterusnya akan aku tanyakan, wahai Tuhanku Inilah yang aku tanyakan Ahura, katakan padaku dengan sesungguhnya: Siapakah yang berkenan memisahkan bumi dan langit? Siapakah yang akan menjaga air dan tanaman di tempatnya? Siapakah yang meniupkan angin ke arah yang tak terduga? Siapakah yang mengembangkan awan gelap yang membawa air hujan dari kejauhan. Dan siapakah yang mengilhami kecintaan kepada fikiran kebajikan? Inilah yang aku tanyakan, Ahura, katakan padaku dengan sesungguhnya: Arsitek manakah yang membangun kerajaan cahaya dan juga kerajaan kegelapan? Siapakah yang dengan bijak merencanakan, Untuk kita baik untuk tidur dan berjalan-beristirahat dan bekerja? Siapakah yang telah menciptakan fajar siang dan malam, Yang mengajarkan dengan bijak tujuan seluruh kehidupan?"(Gathas, Yasna 44: 3-5) Dan di sini dengan kata-katanya sendiri, dinyatakan bahwa intisari dari agamanya adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada Satu Tuhan yang Sejati dan berbuat kebajikan: "Inilah yang aku tanyakan, Ahura, katakan padaku dengan sesungguhnya: Bagaimanakah membaktikan seluruh pribadiku kepada Mu Dalam kebaktian suci yang kulakukan dengan segala dayaku? Ini adalah agama kebijaksanaan yang telah diajarkan kepadaku. Para Pengabdi Mu yang tersayang akan menetap bersama Mu Kuat dalam pengabdian, cinta sesamanya dan kebenaran". (Gathas, Yasna 44 : 9) Enam asma utama dari Ahura Mazda, menurut Zarathushtra, adalah Asha (Ketulusan dan Kebenaran), Vohu-mano (Fikiran Kebajikan), Kshatra (Yang Maha Kuasa), Armaitti (diimani Yang Pengasih dan Penyayang), Haurvatatat (Yang Sempurna atau Suci), dan Ameretatat (Yang Abadi). Agama Majusi dikatakan dualistis keimanan, padahal ini bukanlah ajaran asli dari Zarathushtra. Memang benar Zarathushtra berbicara mengenai dua kekuatan - Spento Mainyu (Roh yang Baik) dan Angro-Mainyu (juga disebut Ahriman, Roh yang Jahat), tetapi keduanya ciptaan Ahura Mazda yang mengatasi serta meliputi kedua roh tadi. Mengutip Gathas: "Yang mula diciptakan adalah dua roh kembar seperti si pekerja kembar, mereka mengungkap dirinya; Namun dalam fikiran serta perbuatan keduanya Tidak pernah bersetuju, satu baik, dan lainnya jahat. Dan dari keduanya inilah si bijak memilih yang tepat sedangkan si bebal tidak memilih demikian, dan tersesat" (Gathas, Yasna 30 : 3). Ketika mengomentari ayat ini, Dr. Taraporewala menulis dalam bukunya The Religion of Zarathushtra: "Majusi mengajarkan dua roh, tetapi filsafatnya bukan dualistis. Ide dualisme ini sesungguhnya merayap ke dalam agama itu setelah tahap-tahap belakangan perkembangannya, tetapi pada zaman Gurunya sendiri dan dari kata-katanya sendiri, ide yang berkembang dan paling ditekankan bukanlah dualistis. Ini bukanlah dualistis dalam makna yang bisa dimengerti, yakni timbulnya dua tenaga yang sama-sama abadi, sejajar, satu baik dan lainnya buruk, yang selalu bertempur selama-lamanya. Konsep Zarathushtra pada dasarnya berbeda. Dia mengatakan bahwa ada dua roh - yang baik dan yang jahat - selalu bertempur satu sama lainnya. Mereka membentuk antitesis satu sama lain di setiap segi. Namun ada dua hal yang terpenting dari ajarannya berbeda dengan pandangan umum. Hal pertama yang harus diletakkan, bahwa pertentangan itu terbatas dan ada akhirnya buku-buku itu dan bahkan buku-buku yang terbit belakangan bertanggung jawab atas semua kekaburan pengertian, mengatakan bahwa kemenangan akhir dari roh yang baik dan tenggelamnya si jahat ke bawah tanah. Dan nabinya sendiri telah menyatakan bahwa di mana-mana kejahatan itu pada akhirnya akan musnah. Karena itu, jikalau salah satu dari kekuatan yang dinamakan sistem dualistis itu akhirnya lenyap, tidaklah dapat dikatakan bahwa sistem itu mengajarkan dua kekuatan yang sama kekal dan sebanding. Dan memang dari sisi yang lainnya, dan mungkin sisi yang lebih fundamental dari ajaran Majusi bukanlah dualistik. Dua roh tersebut tidak menciptakan dirinya sendiri, sebagaimana yang dapat diperkirakan dalam sistem dualistik yang sesungguhnya. Karena keduanya berasal dari ciptaan Ahura Mazda."4
Agama Zarasthushtra telah digariskan sebagai jalan Asha. Istilah Asha dalam Avesta agaknya mempunyai arti yang sama dengan istilah Rta dalam Weda, dan dalam bahasa China Tao (sebagaimana digunakan Lao Tzu dalam Tao Te Ching). Dr. Taraporewala memberi batasan sebagai berikut: "Apakah selanjutnya arti Asha? Para cendekiawan menterjemahkan dengan berbagai pengertian, seperti kesucian, ketulusan, atau kebenaran, tetapi itu jauh lebih luas pengertiannya daripada maksud yang biasa dipakai. Ini adalah Kebenaran Abadi, Satu-Satu Realitas, dan darinya memancar segenap pengejawantahan dan segala evolusi. Adalah sangat sulit untuk melahirkan konsep itu dengan sekedar kata-kata, itu harus direnungkan dan dinyatakan sendiri dalam pribadi masing-masing. Kebenaran yang mendukung pemahaman Tuhan itu sendiri. Adalah Hukum Yang Besar, Rencana Ilahi , di mana Dia membangun alam semesta ini."5 Jadi mengikuti jalan Asha adalah selaras dengan ketentuan Sang Pencipta. Ahura-Mazda adalah tuhan Ketulusan dan agama Majusi adalah agama akhlak. Karena itu, Zarathusthra menghapus paham kuno yang meletakkan pada ritus-ritus, sesajen yang tidak keruan bentuknya, dan pengorbanan serta: "Majusi menggantikan-nya dengan agama baru tentang ketulusan - Jalan Asha. Prof. Jaques Duchesne-Guillemin menulis menolak pengorbanan darah dan menawarkan minuman suci. Barang-barang yang mengambil bagian dalam pengorbanan telah disantap sekarang. Dia menghilangkannya, bersama dengan dongeng yang mengikutinya."6 Dan inilah apa yang dituliskan Prof. Wadia tentang masalah yang sama: "Reformasi terbesar yang dicapai oleh Majusi adalah di bidang moralitas. Dengan mengidentifikasikan apa yang diinginkan oleh Ahura-Mazda, dia meletakkan dasar-dasar keagamaan dan membebaskan dari penyembahan berhala dalam ritual keagamaan."7 Menurut Prof. Wadia, etika Zorasterian adalah (1) tidak ada pertapaan, dan (2) keberanian. Hal yang pertama berarti tidak ada tempat bagi agama Majusi untuk biara, membujang, dan bunuh diri. Mengenai hal kedua dari etika Majusi, ia menulis: "Sejauh karakteristik lainnya, keberanian, diterapkan bahwa seseorang dilahirkan tidak dengan dosa atau juga tidak dengan kelemahan dirinya sendiri sehingga memerlukan penebus seperti kemurahan Tuhan atau; Yesus dalam agama Nasrani. Majusi sendiri tidak pernah menyatakan bahwa ada kekuatan yang menyelamatkan seseorang, missinya adalah untuk menunjukkan jalan yang benar, dan setiap laki-laki dan perempuan untuk mengikuti jalan tersebut agar mengukir keselamatannya sendiri." 8 Tuhan memberkati manusia dengan urwan - kemampuan di dalam dirinya untuk melakukan pilihan sendiri. Setiap manusia adalah pribadi yang bertanggungjawab terhadap perbuatannya sendiri, dan tidak seorang pun dapat menanggung dosa orang lain. Agama Majusi adalah agama perbuatan. Ia berdiri langsung bertarung menghadapi kejahatan. Pengikut Majusi yang sejati adalah selalu mengatur dirinya dari sisi kebenaran dan siap membantu orang lain yang membutuhkan. Gambaran akhlak yang dijelaskan dalam Gathas adalah berfikir suci, berkata benar, berbuat tulus, dan melayani umat manusia. Selanjutnya berlaku baik kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan di tanah ini. Inilah yang tertulis dalam Gathas: "Singkirkan jauh-jauh kebencian darimu; jangan memberi tempat sedikit pun dalam fikiranmu untuk berbuat kekacauan; - berpegang teguhlah pada cinta: guru-guru suci (yakni para nabi) yang membangun jembatan ke Kebenaran, dan akan membimbingmu ke kediaman O Tuhan, di mana ketulusan selalu menetap."(Gathas, Yasna 48:7) "Engkaulah Tuhanku, O Yang Maha Kuasa; Engkaulah yang akan menghabiskan yang pertama, saya tahu, ketika hidup dimulai: semua fikiran, kata-kata, dan perbuatan seseorang akan berbuah, seperti Engkau tetapkan dalam hukum abadi Mu - jahat berbuah jahat, berkah kebaikan akan berbuah kebaikan - Kebijakan Mu lah yang akan selalu berkuasa sampai akhir waktu,"(Gathas, Yasna 43 : 5) Pahala dari perbuatan baik dan hukuman dari perbuatan jahat, tidak hanya diceritakan di dunia ini. Di sana, hidup sesudah kematian. Dalam Gahas, Zarathushtra menjanjikan surga bagi kebaikan dan neraka untuk kejahatan. Dia juga berbicara tentang pengadilan pada jembatan Chinvat, di mana jiwa yang telah mati akan melewatinya. Bagi orang-orang yang tulus jembatan ini akan mudah dilewati, tetapi bagi orang-orang jahat akan melewati ujung pedang dan terjerumus ke dasar neraka.
AKHIR AGAMA MAJUSI
Pengabdian dan semangat Vishtaspa, raja Bactria, membawa agama Zarathushtra diterima di seluruh Iran dalam tempo yang singkat. Dalam tempo yang singkat tersebut telah dihasilkan kebudayaan terbesar di dunia, yakni kebudayaan Achaemenid. Baik Cyrus yang Agung (558-529 SM), dan Darius yang Agung (521-485 SM) adalah penganut agama Majusi. Dikatakan bahwa Darius telah mengumpulkan seluruh kitab suci agama Majusi dan menuliskan dalam surat emas. Seluruh kumpulan tersebut terbagi sesuai pokok bahasan dalam 21 buku, disebut Nasks, dan disimpan di Perpustakaan Kerajaan di Persepolis. Sangat tidak mungkin untuk mengatakan berapa lama Agama Majusi bertahan dalam ajarannya yang asli. Tetapi dengan berlalunya waktu, komposisi dari Yasna dan agama Majusi telah meninggalkan ajaran asli ketuhanan dari Majusi. Dari Gathas ke bagian-bagian akhir Yasna, dari Yasna ke Vispered, dari Vispered ke Yashts, dari Yashts ke Vendidad, dari kitab suci Avestan secara keseluruhan menjadi kitab suci agama Pahlavi, terdapat bukti yang tidak salah lagi bahwa terjadi kemerosotan agama Majusi. Prof. Wadia menulis: "Adalah suatu tragedi agama bahwa kesucian pendirinya tidak dapat dipertahankan oleh pengikutnya, dan kesegaran iman telah hilang melalui kotoran yang tiada akhir. Agama Majusi tidak terkecuali, mengikuti hukum ini. Oleh sebab itu, setelah berabad-abad ajaran nabinya pun telah dilakukan perubahan dengan berbagai cara." 9 Suatu waktu setelah wafatnya Zarathushtra, kita melihat kegawatan doktrin dua pencipta, atau ajaran dualistis. Tidak hanya Ahura Mazda diindentifikasi sebagai Spento Mainyu, tetapi Spento Mainyu dan Angro Mainyu dianggap sebagai pasangan abadi dan seimbang. Mereka berkeyakinan telah terjadi kerjasama pencipta di alam semesta. Kadang kala, dunia diciptakan oleh Angro Mainyu dan mengikutilah kebaikan, tetapi diwaktu lainnya diciptakan oleh Angro Mainyu dan mengikutilah kejahatan. Doktrin Zarathushtra yang esa dirusak dengan mengadopsi sejumlah besar dewa-dewa yang imaginer. Enam atribut utama dari Ahura-Mazda dipersonifikasikan dan dijadikan tuhan yang terpisah-pisah. Mereka disebut Amesha Spentas, Kesucian yang Abadi. Dewa-dewa alam kuno yang ditolak oleh Zarathushtra sebagai isapan jempol fikiran ketakhayulan, dijadikan sandaran dan mulai disembah sebagai Yazatas atau cerminan tuhan-tuhan (atau malaikat). Dan juga telah dijadikan landasan penyembahan leluhur. Hari peringatan kematian mulai diamati untuk kurang lebihnya dielaborasi dan sepuluh hari terakhir tahun Zoroaster dijadikan penyembahan dari Fravashis, yakni jiwa-jiwa atau malaikat-malaikat penjaga dari keluarga dan teman-teman yang telah wafat . Lorong waktu dari agama Zarathushtra menjadi sangat formal dan ritual. Telah tumbuh secara meluas sistem kependetaan (atharavano) yang membuat sistematika dan pengorganisasian doktrin peribadatannya, dan meletakan dengan sedikit pengembangan hukum-hukum Vendidad menjadi ritual murni. Seluruh kehidupan dikuasai dengan ide pemurnian dan pengrusakan; kegiatan besar kehidupan menghindari ketidakmurnian dan selanjutnya jika tidak sengaja terjadi kontak, maka untuk menyingkirkannya dilakukan perbaikkan secepat mungkin. Peribadatan pada agama Majusi selanjutnya berpusat sekitar api suci. Walaupun kurang tepat mengatakan bahwa agama Majusi sebagai penyembah api, tetapi tidak diragukan lagi agama Majusi telah sampai pada pemujaan berlebihan dan sebuah galaksi dosa dikatakan telah berkumpul di sekitar api suci. Dalam Vendidad dan Jamyad Yasht, Api dikatakan sebagai Putra Tuhan. Ia dijadikan simbol Tuhan dan digunakan dalam upacara keagamaan sebagai perwujudan Tuhan. Prof. Wadia menulis: "Jika sebelumnya kita melihat bahwa Zoroaster muncul sebagai pembaharu agama besar melalui penghancuran tuhan-tuhan alam dan membangun peribadatan kepada Tuhan Yang Esa, yakni Tuhan Ketulusan. Dengan masuknya raja Vishtaspa, keimanan baru telah mengakar di tanah Iran, tetapi semangat ajarannya tidak dipegang dalam kesucian, dan kelompok pendeta yang biasa melakukan pemujaan terhadap unsur-unsur alam memasukkan kembali tuhan-tuhan lama dalam baju baru dengan lengkungan malaikat atau malaikat dari Ahura-Mazda. Ini adalah pukulan menguasai dari sejumlah pilihan, sehingga baru merupakan sogokan dari yang lama, atau jika seseorang menginginkannya, maka yang lama disogok ke yang baru. Dalam skema ini, api didatangkan ke pusat tempat dan penyembahan api sebagai simbol Tuhan digunakan untuk menyegarkan kehidupan, kemunduran ini terus berlangsung sejauh sejarah Persia." 10 Di bagian dalam kuil-kuil Majusi diadakan pengorbanan, masyarakat kelas atas dan bawah dilibatkan dalam upacara. Sesajian terdiri dari daging, susu, roti, buah-buahan, bunga, dan yang diolah. Dalam upacara pengorbanan itu, minuman dipersiapkan dari tanaman homa dan mulai menjadi bagian utama upacara tersebut. Jadi, pada waktu penaklukkan Iran oleh Alexander Agung (330 SM), agama Majusi telah kehilangan vitalitas asli dan kemurniannya. Dalam kegaduhan penaklukkan dari raja Macodonia ini, telah dibakar istana Persepolis dan seluruh perpustakaannya termasuk Kitab Suci agama Majusi, semuanya musnah dalam kekacauan tersebut. Ini pukulan yang parah dan hampir dua abad setelah penaklukkan Alexander, kita tidak menemukan catatan dari agama Majusi. Tidak ragu lagi, belajar dari keadaan ini dan pengabdian para pendeta, siapakah yang dapat bertahan dari serbuan tersebut, dan mempertahankan iman yang hidup di dalam hati masyarakat, serta harus juga mampu memelihara dalam ingatan mereka tentang kebesaran kitab suci. Bangkitnya Parthians atau Arsacids (249 SM) menandakan abad baru dari sejarah Persia. Parthians awalnya bukan penganut agama Majusi, tetapi akhirnya muncul mengadopsi keyakinan Majusi. Penguasa Parthian berikutnya berusaha membawa bersama catatan-catan suci dari kitab suci tua. Parthians digulingkan oleh Sassanians tahun 226 M. Penguasa baru ini mempunyai peranan penting dalam menghidupkan kembali agama Majusi, tetapi kepustakaan kitab suci tinggal kepingan kecil-kecil yang dapat diperbaiki. Mereka menterjemahkan ke dalam Pahlavi, yakni bahasa penguasa Sassanians, dan tafsir yang panjang dituliskan mereka. Tetapi dalam rasa iba dan semangat penguasa Sasasanian awal, ajaran Majusi yang dihidupkan kembali bukanlah agama Majusi, tetapi ajaran Majusi yang telah rusak pada masa-masa akhir. Dr. Iliffe menulis: "Catatan kedua dari kerajaan Sassanian adalah mereka menciptakan Negara Gereja yang kuat. Ini adalah Mazdaisme, menghidupkan kembali ajaran Majusi tua dari Achaemenids, yang masih tetap ajaran Iran tradisional walaupun dilatarbelakangi dengan masa agnostisme Parhian. Dalam bentuk baru ini, ia bukan lagi monoteisme dengan Ahura Mazda sebagai satu-satunya Tuhan, tetapi telah dibantu beberapa dewa, yang jika kita lacak pada masa awalnya termasuklah didalamnya Mithras dan Anahita, sekarang telah mengambil alih dewa Mazdaisme. Sebagai Negera Gereja, Mazdhaisme mempunyai pimpinan tertinggi dan hirarki kependetaan yang kuat, Magi, kata yang berarti hukum. Gambaran sentral dari agama ini adalah Api Suci, yang tetap dipelihara pada setiap masyarakat dan rumah, dan juga di tiga tempat suci yang diagungkan dan tersebar di kerajaan." 11 Pada masa akhir pemerintahan Sassanian, agama telah menjadi tidak memuaskan dan keadaan sosial serta politik membingungkan. Keimanan Majusi telah hilang dari kesucian dan kemuliannya. Mengutip dari buku Dr. Tarapo-rewala, The Religion of Zarathushtra: "Tidaklah suatu bangsa dapat mempertahankan kehidupan spiritualnya sampai dia dapat membersihan dan merasa malu serta terobsesi keinginan kuat dari kelompoknya, demikianlah yang kita baca dalam Vendidad. 12 Hati ummat manusia membutuhkan roti dari cinta Ilahi dan kemulianNya, dan Vendidad memberi landasan tersebut. Tidak dapat diingkari bahwa Yashts yang lebih dahulu dan Yasna serta Gathas yang lebih memuaskan tidaklah ada pada masa itu, dan yang ada adalah penafsiran Pahlavi yang rasanya lebih mewarnai semangat Vendidad." Mungkin ada satu kecualian terhadap aturan umum tentang kerusakan dan keinginan berkuasa sendiri pada masa akhir penguasa Sassanian di Iran. Ini adalah Khusrav I, dan lebih dikenal sebagai Noshirvan Bersahaja, yang memerintah dari 531 sampai 578. Ia adalah raja besar yang bersahaja dan bijaksana. Pada masanya, Nabi Muhammad saw dilahirkan di Arab. Sesungguhnya, Nabi besar Islam ini dilaporkan telah memberi kebanggaan dari kenyataan kelahiran-nya berada pada masa kerajaan yang berbeda. Setelah wafatnya Noshirvan, maka dengan cepat kemerosotan dan kekacauan merebak di Iran, dan ini memberi kesempatan penaklukkan Arab dan rakyatnya memeluk Islam. Dr. I.J.S. Taraporewala, seorang cendikiawan Majusi yang terkemuka, memandangnya bahwa kesederhanaan, kemuliaan ajaran Islam, dan praktik keseharian persaudaraan Muslim telah memenangkan masyarakat Iran dan memeluk agama Islam. Dia dengan pasti mengatakan tidak ada kekerasan yang digunakan oleh kaum Muslimin: "Diawal hukum Islam di berlakukan di Persia, para penganut Majusi tidak ada yang diganggu karena keyakinannya atau dipaksa untuk mengubah keyakinannya. Melalui semangat dan keinginan menyebarkan keyakinannya, para pimpinan Arab menempatkan diri sebagai pihak yang bertoleransi tinggi dan melahirkan semangat demokrasi, sehingga tidak ragu lagi menolong mereka untuk diterima pihak lain yang sama kemerdekaan beragamanya, dan menerima dengan senang hati." 13 Walaupun demikian, setelah penarikan kembali bangsa Arab sekitar akhir abad kesembilan, kaum muslim Persia mulai mengganggu dan menyiksa penganut Majusi Persia, sehingga sejumlah besar mereka bermigrasi dari Iran ke India, dan kita menyaksikan bangkitnya masyarakat Parsi di sub benua Indo Pakistan. Mereka menetap pertama kali di pulau Div, selanjutnya ke Selatan Gujarat India. Di sini mereka membangun kuil api besar untuk Shah Iran. Walaupun sedikit jumlah Majusi Persia yang berperan dan masih berperan mengagumkan dalam kehidupan ekonomi dan kebudayaan di anak benua Indo Pakistan. Mereka termasyhur karena keanggunan, cara berbudaya, dan sumbangannya terhadap masyarakat luas. Jumlah penganut Majusi di India dan Pakistan sekitar ratusan ribu, dan yang tinggal di Iran sekitar ratusan saja.
UPACARA PENGANUT MAJUSI
Ada tiga upacara penting dari penganut Majusi yang berhubungan masa penandaan, perkawinan, dan kematian. Upacara penandaan atau Navjot (secara harfiah berarti Kelahiran Baru) adalah perayaan ketika seorang anak diterima masuk ke agama Majusi, selanjutnya dia diberikan simbolisasi keimanan - baju (sudreh) dan korset (kusti). Upacara ini berlangsung pada saat usia tujuh dan empatbelas tahun. Setelah pemberian ini setiap penganut Zoroster, baik lelaki maupun wanita, memakainya siang dan malam, dan ini menjadi baju yang dikenakan ketika akhir hayatnya. Upacara kedua berkaitan dengan perkawinan. Ini kewajiban yang mengikat pengikut Majusi untuk kawin dan membesarkan anak. Bagian terpenting dari upacara perkawinan tiga kali pengucapan dalam akad perkawinan oleh pendeta resmi, diikuti pemberkatan Tuhan, Amesha Spentas dan Yazatas pada pasangan baru. Perbedaan yang mencolok dari upacara Majusi berkenaan dengan kematian. Setelah nyawa meninggalkan raganya, maka badan jasmaninya dianggap tidak suci. Ia harus dihancurkan secepat mungkin. Ia tidak boleh disentuh elemen suci - api, bumi, dan air . Jadi tidak dibakar, dikubur, atau tidak juga dihanyutkan kedalam air. Ia dibiarkan dimakan oleh burung bangkai. Mayatnya diletakkan pada suatu tempat yang disebut Menara Kesunyian yang menghadap matahari. Puncak menara dibiarkan terbuka untuk memberi kebebasan burung-burung memakannya. Kejadian ini cepat berlangsung sekitar setengah jam, dan kerangka mayat memutih dibawah sinar matahari dan udara dalam waktu beberapa hari. Ini kemudian dikumpulkan dan disimpan dalam terowongan di pusat menara, dan disana mereka remuk menjadi debu. Kebiasaan menghancurkan mayat ini tidak pernah terjadi pada saat Zarathushtra atau pun pada awal masa Achaemenid. Herodotus mengacu kebiasaan penguburan diantara bangsa Persia, dan kuburan Cyrus masih ada sampai sekarang. Menara Kesunyian (Dokhmas) datang sebagai hasil pengaruh Magi, pendeta dari Medes. Hal dipertahankan oleh pengikut Majusi dengan alasan agama maupun sanitasi.
KITAB SUCI MAJUSI
Kitab Suci agama Majusi disebut Avesta. Beberapa cendekiawan mengacunya sebagai Zend-Avesta, dimana Avesta menunjukkan kitab asli dalam bahasa Avestan dan Zend merupakan terjemahan dan penjelasan yang sebagian besar ditulis dalam Pahlavi. Berbagai buku Avesta mempunyai perbedaan waktu yang mendalam. Mereka dikelompokkan dalam empat kelompok. Pertama dan bagian yang sangat penting disebut Yasna. Ia terdiri dari 72 bab dan berisi teks yang dibacakan pendeta pada saat upacara yasna, pengorbanan umum dalam menghormati semua dewa. Pengaturan bab tersebut murni untuk tata peribadatan, walaupun materinya tidak dilakukan dalam tindakan peribadatan. Yasna terbagi dalam empat bagian, yang terpenting adalah Lima Gathas: Gatha Ahunavaiti, GathaUstavaiti, Gatha Spenta Mainyu, Gatha Vohu-Kshathra, dan Gatha Vahista Isti Mereka itu adalah bagian tertua dari Avesta, dan dapat dikatakan isinya tetap, kecuali beberapa perubahan kecil dan penyisipan di sana sini, dan dipercayai mereka datang dari mulut Zarathushtra sendiri. Mereka terdiri dari pembahasan, nasihat, puji-pujian, dan wahyu dari nabi orang Iran tersebut. Disisipkan didalam Gathas adalah Yasna Haptanhaiti, kemudian ke Gathas, merupakan bagian terkuno dari Yasna. Bagian kedua dari Avesta disebut Vispered. Ia merupakan kumpulan dari persiapan doa-doa untuk digunakan sebelum sembahyang dan pengorbanan. Bagian ketiga adalah Vendidad, merupakan tata aturan kependetaan Majusi, dan ditulis pada awal masa Sassanian. Ia terdiri dari jenis dualistik penciptaan (bab 1), legenda Yima dan Abad Emas (bab 2), dan bab-bab sisanya mengenai ajaran agama berkaitan dengan mengolah bumi, memelihara hewan yang berguna, melindungi elemen-elemen suci (yakni bumi, api, dan air), mencegah badan manusia dari kotoran, mengembangkan upacara untuk kesucian, pertobatan, dan penjelasan rohaniawan. Tiga bab kesimpulan dimaksudkan untuk pengobatan . Bagian keempat dari Avesta disebut Yashts atau "Nyanyian Pujian". Mereka berisi doa-doa dari penggalan Yazatas. Mereka digubah dari Rig Veda dan kaya dengan mitologi dan legenda. Dalam Jamyad Yasht dan Parvadin Yasht, kami menemukan ramalan kedatangan nabi besar yang disebut sebagai Saoshyant, yang akan membasmi semua berhala dan praktik-praktik yang salah, membangkitkan ummat manusia untuk ketinggian budi, dan keberkahan untuk seluruh bangsa. Bagian akhir dari Avesta disebut Khordah Avesta, yakni Avesta Kecil. Ia merupakan kumpulan ringkas dari sembahyang pendek bagi seluruh penganut - dan tidak hanya bagi pendeta - dan diadaptasi dari berbagai kejadian dalam kehidupan biasa. Pada masa Sassanian, seri baru dari kitab suci Majusi ditulis dalam bahasa Pahlavi. Di antaranya Bundahish yang berisikan kosmologi, Ard Viraf yang berisi eschatologi, dan mungkin satu dari bagian tersebut membahas Surga dan Neraka; Dina-i-Mainog Khirad, urutan wahyu; Shayast al-Shayast yang membahas ritual. Disebutkan lainnya adalah Bahman Yasht dan Dasatir. Aktivitas kreatif penganut Majusi berlangsung tanpa diragukan selama pemerintahan Muslim berkuasa di Iran. Seri selanjutnya dari kitab suci Majusi dalam Pahlavi dihasikan pada abad ketujuh dan kedelapan. Di sini ditunjukkan pengaruh pemikiran agama Islam. Di antara ini adalah Dinkard, Dadistan-i-Dinak, dan Zandparam.
BAB V AGAMA KONG HU CHU
LATAR BELAKANG
China mempunyai sejarah yang panjang dan mulia tiada tandingannya. Legenda berlalu jauh ke masa purba, dan menceritakan dengan samar-samar kedatangan bangsa China dari Barat, dan awal kebangkitannya, memberikan pola kepada semua pewarisnya, yakni menangani rakyatnya sebagai anak-anaknya, dan menciptakan kesenian di mana kehidupan China bergantung. Ketika sejarah mereka dimulai sekitar 2700 SM, watak, sifat, dan lembaga-lembaga di China telah mapan. Mereka telah berbudaya, dan telah mempunyai agama yang terorganisir, tetapi tak seorang pun yang dapat menceritakannya. Petikan-petikan kuno yang terdapat dalam Shi Ching (Buku Sajak Pujian) dan Shu Ching (Buku Sejarah) memberi kesan bahwa orang China purba adalah monoteis. Nama -nama yang diberikan mereka kepada Tuhan Yang Esa adalah Shangti (Yang Maha Kuasa) dan Tien (Langit). Mereka tidak mempunyai berhala. Dengan berlalunya waktu, maka agama China telah merosot ke penyembahan hantu dan roh dari alam ditambahkan kepada keimanan Shang-ti. Di setiap rumah ada ruangan tempat nenek moyang, di mana penyembahan dan pengorbanan disajikan kepada para arwah. Tetapi tidak hanya dalam keluarga saja arwah itu dipuja. Kaisar pun melakukan pengorbanan dalam kapasitas publik terhadap semua raja-raja sebelumnya dalam upacara-upacara yang melelahkan dan seringkali ada hantu-hantu untuk sesajen. Namun demikian, agama tidaklah terpisah dari kehidupan. Tidak ada golongan pendeta yang khusus untuk menanganinya, setiap orang harus ikut dalam upacara sesaji yang dibebankan kepadanya. Upacara agama itu ditentukan oleh adat dengan rinciannya, dan bilamana seseorang menghadirinya, berarti dia telah melaksanakan kewajibannya. Agama adalah suatu rangkaian tindakan yang dikerjakan dengan cocok dan tepat, orang yang cocok selalu berkorban demi tujuan yang tepat dengan cara yang tepat pula. Sekitar abad keenam sebelum Masehi tampak ada keadaan tanpa hukum yang besar pengaruhnya di China. Baik kehidupan politik, maupun keagamaan menjadi rusak dan merosot dari kemuliannya yang semula. Peradaban besar yang ditegakkan di China oleh penguasa dinasti Chou hanya tinggal bayangan saja. Dalam keadaan semacam inilah, dua agama China yang besar, yakni Kong Hu Chu dan Tao lahir. Dari segenap agama-agama di China, maka Kong Hu Chu telah meninggalkan kesan yang kuat dalam kehidupan dan kebudayaan China. Untuk hampir 25 abad, Kong Hu Chu dianggap oleh China sebagai Guru yang pertama tidak karena ketiadaan Guru sebelum beliau, tetapi karena beliau mengatasi mereka dalam derajatnya.
KEHIDUPAN KONG HU CHU
Confusius adalah nama Latin dari nama K'ung Fu-Tzu atau Tuan K'ung. Beliau dilahirkan pada tahun 551 sM di daerah Lu yang sekarang dikenal sebagai provinsi Shantung. Beberapa peristiwa mukjizat, impian-impian, dan kejadian lainnya dihubungkan dengan peristiwa kelahirannya seperti halnya dengan guru-guru agama yang lain. Beliau dilahirkan dari keluarga terpandang tetapi miskin dan memperoleh sukses atas hasil usahanya sendiri. Sejak muda dia bercita-cita untuk bekerja di pemerintahan, tetapi dia tidak mendapatkannya segera pada masa pergolakkan tersebut. Dia memulai kariernya sebagai seorang pegawai gudang gandum di daerah kelahirannya dan seringkali ditempatkan untuk melayani rakyat. Pada tahun 528 sM, Kong Hu Chu melepaskan jabatannya di pemerintahan karena berkabung atas kematian ibunya. Selama berduka dalam jangka tiga tahun, dia mengabdikan diri dengan belajar dan bermeditasi. Kadang-kadang dia muncul dari pengasingannya sebagai guru di masyarakat dan cepat menarik segolongan besar murid muridnya yang berbakti. Kemasyhurannya meningkat, tetapi sebelum berumur 50 tahun, dia belum memasuki kehidupan umum. Beliau ditunjuk sebagai Hakim Ketua dari kota Chung-tu dan segera dipromosikan pada kedudukan Menteri Tenaga Kerja dan Kehakiman. Jadi dia mendapatkan kesempatan untuk mempraktekkan ajaran-ajarannya dan membangun suatu model administrasi. Beliau mendatangkan perdamaian di seluruh negeri, menghilangkan penindasan, dan memberi keadilan tanpa bayaran. Pelanggaran kesusilaan dan kejahatan hampir-hampir lenyap. Di dalam segenap kehidupan pribadinya beliau disiplin untuk meneliti peraturan-peraturan yang telah diajarkannya. Suatu kebijaksanaan yang betul-betul menjunjung keadilan semacam ini, pasti mendatangkan musuh, dan musuh Kong Hu Chu bekerja hati-hati untuk menggeser kedudukannya. Kong Hu Chu mendakwahkan " Pada usia 50 tahun saya menerima risalah Tuhan". Maka pada tahun 497 sM dengan segera ia mengikuti panggilan Ilahi, dan selama empat belas tahun bersama sekelompok kecil muridnya yang berbakti, dia pergi dari satu tempat ke tempat lain, seringkali dalam ancaman bahaya maut, diremehkan, dan kesengsaraan. Akhirnya ia diizinkan untuk kembali ke tanah kelahirannya, yakni Lu, dia sudah berusia lanjut 68 tahun. Beliau menghabiskan sisa akhir hayatnya dalam menyiarkan risalah-risalah wahyunya, dan menerbitkan buku-buku klasik China. Dia menyadari bahwa gagasan-gagasannya jauh lebih penting daripada langsung dicobakan secara mendadak dalam praktek. Beliau wafat pada tahun 479 sM. Suatu gambaran yang sangat berkesan dari kepribadian dan cara hidupnya, tampak dalam riwayat-riwayat yang diceritakan oleh murid-muridnya, termasuk di dalamnya Lun Yu (Cerita dari Kong Hu Chu). Di sana ditulis: "Dalam saat-saat senggangnya, Tuan kelihatan ramah dalam bersikap, dan berseri-seri wajahnya (7:4) Tuan sangat lemah lembut, namun ketat (disiplin), anggun tetapi tidak sombong, sangat dihormati walaupun rendah hati. Bilamana Tuan berada di antara penduduk desanya, beliau tampak sederhana dan tulus seolah-olah dia awam dalam berbicara. Namun bilamana beliau dalam kuil kuno atau dalam majelis, maka beliau berbicara dengan hati-hati. Dalam majelis ketika beliau berbicara dengan pejabat yang lebih tinggi, maka beliau berbicara penuh keakraban dan tepat. Bila dihadapan Pangeran, beliau menghormat dalam gerakan yang tenang dan tepat (10:2) Bilamana seorang temannya meninggal dunia sedangkan dia tidak berkeluarga, maka beliau akan berkata "Biarkan saya yang akan mengurus pemakamannya" Atas hadiah dari seorang teman, bahkan meskipun hadiahnya berupa sebuah kereta ataupun kuda, beliau tidak akan membungkuk kecuali kalau hadiah itu dimaksudkan sebagai pengorbanan."(10:15) 1
AJARAN KONG HU CHU
Kong Hu Chu menghindarkan diskusi mengenai hal-hal yang metafisik dan abstrak. Seorang muridnya, Chung Yun, suatu kali bertanya kepada Tuannya tentang roh. Kong Hu Chu menjawab: "Bilamana engkau tidak dapat mengenal manusia, bagaimana engkau dapat mengenal roh?" Ketika beliau ditanya mengenai kematian, jawabnya: "Bilamana engkau tidak mengenal kehidupan, bagaimana engkau bisa mengetahui kematian?" Juga dikatakan tentang beliau: "Tuan tidak pernah berbicara tentang hal-hal yang menyimpang dari hukum, adu kekuatan, pemberontakan, atau pun dewa-dewa". Meskipun demikian, tidak dapat disangsikan lagi akan kenyataan bahwa Kong Hu Chu percaya kepada Tuhan dan seorang yang ketat bertauhid. Beliau mendakwahkan bahwa Kehendak Tuhan telah diwahyukan kepadanya adalah missinya agar kehendak Nya itu unggul di muka bumi. Di sini ada beberapa kata ucapannya:"Dia yang menyakitkan Tuhan, maka tiada satu pun yang dapat menerima doanya" (Analects, 3:13)."Ada tiga perkara yang harus ditakuti oleh seorang yang mulia: perintah - perintah Tuhan, alim ulama, dan kata-kata hikmah orang dahulu. Orang picik adalah orang yang tidak tahu menahu akan perintah Tuhan, tidak merasa takut pada Nya, tidak menghormati alim-ulama, mengejek kata-kata hikmah orang dahulu. " (Analects, 16:8)" Tuhan telah menugaskan kepada saya suatu risalah Ketuhanan. Apa yang dapat dilakukan oleh Huan T'uei (seorang perwira militer yang menggesernya) kepadaku?" (Analects, 7:23)"Bila sudah menjadi Kehendak Tuhan, bahwa sistem Ilahi diabaikan, maka anak cucu kita tidak akan mendapat lagi bagian dari ilmu keimanan ini. Tetapi dengan Kehendak Tuhan, sistem ini tidak tersia-sia, apakah yang dapat dilakukan orang-orang Kuang terhadapku." (Analects, 9:5) Kong Hu Chu percaya bahwa dunia ini dibangun berdasarkan landasan moral. Bilamana manusia dan negara menjadi rusak akhlaknya, maka tata-susunan alam akan terganggu. Akan ada bencana peperangan, banjir, gempa bumi, paceklik yang panjang, dan wabah penyakit. "Jadi", tulis Alfred Doeblin, "berlawanan dengan arus pemikiran kita yang materialistis dan menjadikan manusia itu objek tak berdaya dalam mengadapi arus peristiwa yang bebas serta tanpa arti, maka tingkah laku kita itu dapat mempengaruhi dan sesungguhnya telah mempengaruhi peristiwa-peristiwa dunia, karena kita ini memiliki kekuatan rohani yang mempengaruhi kekuatan rohani dunia, dan suatu pilihan nasib manusia yang tidak tergantung kepada Langit itu tidak mungkin, seperti tidak mungkinnya alur peristiwa di dunia ini tidak tergantung kepada manusia. Kesengsaraan, kegagalan peristiwa-peristiwa yang mengerikan adalah jeritan peringatan dunia yang menderita, yang menjerit menyeru manusia untuk mengembalikan tata susunan dan kembali ke jalan yang benar. Jadi Kong Hu Chu dan ajaran orthodoksnya meningkatkan pengertian kita. Kita mengembangkan suatu kewajiban yang mendalam agar bertindak wajar dan tidak ditujukan untuk takut hukuman. Kong Hu Chu menjadikan kita para penjamin tata dunia yang teratur, dan jangan melalaikan kewajiban kita sekejap pun, karena suatu gerakan itu diikuti oleh gerakan yang lain, dan hanya suatu perniagaan kontanlah yang berlaku." 2 Kong Hu Chu menaruh penghargaan yang tinggi kepada ummat manusia, percaya bahwa manusia itu dianugrahi suatu Cahaya Ilahi. Beliau berkata: "Manusia yang membuat tata susunan ini besar, dan bukan sistemnya yang membuat manusia itu besar." (Analects, 15:29). Dia percaya bahwa manusia itu fitrahnya baik dan akan kembali kepada kemuliaan bila suatu contoh teladan ditegakkan oleh atasan atau golongan penguasa. Dia tidak percaya adanya beban gaib, dosa asal, atau dosa yang diwariskan. Beliau adalah teman dari kehidupan dan manusia, seperti yang dikenal dengan baik bahkan tanpa beban dari dosa asal ini sudah cukup menderita dan senantiasa diancam oleh dua bahaya, yakni anasir-anasir perusak yang mencederainya dan penguasa yang jahat. Kong Hu Chu membela manusia, bahkan seekor binatang ataupun makhluk hina dianggap baik dalam fitrahnya, dan sangat cemas kalau mereka dibinasakan. Beliau percaya bahwa manusia itu tidak memerlukan juru selamat yang secara mukjizat akan menghapus segala dosanya. Apa yang diperlukan manusia adalah seorang guru ketulusan yang dengan sepenuhnya mempraktikkan ajaran-ajarannya dapat menjadi contoh teladan bagi manusia lainnya. Kong Hu Chu sendiri adalah Guru semacam itu yang dibangkitkan oleh Tuhan. Analects mengajarkan kepada kita kepercayaan atas evolusi kemanusiaan yang sejati. Di sini digambarkannya kebenaran atau kemuliaan manusia: "Dia yang mula pertama mempraktikkan apa yang diajarkannya, dan kemudian mengajarkan apa yang dipraktikkannya". (Analects, 2:13) " Orang yang mulia memahami apa yang benar, dan orang yang rendah hanya mengenal apa yang dapat dijual." (Analects, 4: 16). "Orang yang mulia mencintai jiwanya; orang yang rendah mencintai harta bendanya. Orang yang mulia senantiasa ingat betapa ia dihukum karena kesalahan-kesalahannya; orang yang rendah selalu mengingat hadiah-hadiah apa yang diperolehnya" (4:11). Orang yang mulia itu berwibawa dan ramah tamah serta tidak sombong, tetapi orang rendah itu sombong dan tidak berwibawa (13:26). " Orang mulia itu dapat memahami pandangan orang lain tetapi tidak sepenuhnya menyetujui, orang yang rendah itu setuju sepenuhnya dengan pandangan orang lain tetapi tidak memahaminya." (13:23) "Orang besar mempunyai pandangan universal tanpa prasangka, orang picik berprasangka dan tidak universal pandangannya" (2:14) Dari segi etika, Kong Hu Chu menekankan pada senasib sepenanggungan, atau timbal balik menyuburkan simpati dan kerja sama yang harus dimulai dalam keluarga, kemudian diperluas secara bertahap ke perkumpulan. Beliau menekankan pentingnya lima hubungan kemanusiaan utama yang sudah menjadi adat-istiadat di antara bangsa China: (1) penguasa dengan rakyatnya, (2) ayah dengan anaknya, (3) saudara tua dengan adiknya, (4) suami dengan istrinya, dan (5) sahabat dengan temannya. Kong Hu Chu melihat bahwa kekacauan yang timbul di China ketika raja tidak bertingkah laku sebagai raja, rakyat tidak bertindak sebagai rakyat, bapak tidak berbuat sebagai bapak, dan seterusnya. Maka dia merasa bahwa langkah pertama ke arah perombakkan dunia yang kacau, ialah dengan cara setiap orang harus menyadari dan memenuhi kewajibannya sendiri dengan tepat. Suatu kali, Kong Hu Chu ditanyai, "Adakah satu kata yang dapat berlaku sebagai prinsip dalam hubungan hidup?" Dia menjawab: "Barangkali kata 'timbal balik' adalah yang tepat. Janganlah berbuat sesuatu kepada orang lain yang kalian sendiri tidak ingin orang lain berbuat demikian terhadapmu." (Analects, 15: 24) Menurut Kong Hu Chu, kemuliaan yang harus disuburkan di atas segalanya ialah kasih antara sesama manusia (Jen). Etikanya, kebijakannya, cita-cita hidupnya, semuanya mengalir dari kemuliaan yang utama ini. Jen berisi cita-cita Kong Hu Chu untuk menyuburkan hubungan antara manusia, mengembangkan kemampuan manusia, menggabungkan kepribadian seseorang, dan memegang hak azasi manusia. Tzu Tang bertanya kepada beliau tentang Jen, dan beliau menjawab: "Kemampuan untuk melaksanakan lima sifat mulia di dunia membentuk Jen. Ketika ditanya lagi apakah itu, beliau berkata: "Itu adalah kehormatan, kedermawanan, ketulusan, ketekunan, dan kasih sayang." (Analects, 17 : 6). Beliau juga mengatakan bahwa Jen terdiri dari "menyayangi sesama." Kong Hu Chu menginginkan kemajuan manusia sepanjang :Jalan peradaban yang benar", yang dijamin oleh penguasa yang baik , yang memimpin di depan dan menegakkan suatu contoh teladan, serta para pembantunya yang baik menjalankan hukum sesuai kerangka agama yang tertulis. Dia menginginkan agar seluruh negeri disusun sebagai suatu lembaga pendidikan, kerja keras harus dimulai, dan atau dengan para penguasa terlebih dahulu, sebab bilamana penguasa memberi contoh buruk maka dia akan menjerumuskan seluruh rakyat dalam kesengsaraan. Menurut ajaran Kong Hu Chu tiada sedikit pun diragukan bahwa tujuan satu-satunya dari suatu negara adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan hukum Tuhan." Pemerintah hanyalah menempatkan segala perkara dengan benar. Bila Anda sendiri memberi contoh teladan yang benar, siapakah yang berani menyeleweng". (Analects, 12 : 17)" Apabila penguasa sendiri berbuat apa yang benar, dia akan mempunyai pengaruh terhadap rakyat, bahkan tanpa memberi perintah-perintah, dan bilamana penguasa sendiri tidak melaksanakan apa yang benar, segala perintahnya akan sia-sia tanpa guna." (13 : 6)" Bilamana penguasa menepati kewajibannya sendiri, memerintah adalah suatu yang sangat mudah, dan jika dia tidak menepati kewajibannya, bagaimana dia dapat menyuruh orang lain menepatinya?" (13 : 13)" Pimpinlah rakyat itu dengan alat-alat kekuasaan dan awasi serta aturlah mereka dengan ancaman hukuman, dan rakyat akan mencoba keluar dari penjara, namun mereka tidak akan punya rasa hormat atau pun rasa malu. Bimbinglah rakyat dengan akhlak mulia, dan awasi serta aturlah dengan aturan-aturan kebenaran, maka rakyat akan menaruh rasa hormat serta patuh." (2 : 3)
AJARAN KONG HU CHU SEPENINGGALNYA
Ajaran Kong Hu Chu berkembang dan menyebar tidak lama setelah wafatnya. Sehabis berduka cita atas kematian Tuannya, maka para murid itu mulai memencar dan berkelana sendiri-sendiri untuk membawakan karya-karya serta mengembangkan risalah-risalahnya. Meskipun para murid itu semuanya menghormati kata-kata Tuan mereka, adalah wajar bila masing-masing menekankan aspek-aspek tertentu dari ajaran Kong Hu Chu tersebut. Dengan berlalunya waktu, perbedaan-perbeaan itu semakin melebar segera setelah mereka mengembangkan system berfikir masing-masing untuk menyelaraskan dengan kepentingan dan keyakinan mereka masing-masing. Akibatnya, menurut sebuah sumber tidak kurang dari delapan aliran yang berbeda dari agama Kong Hu Chu telah timbul. Yang paling penting dari aliran-aliran ini berasal dari penuturan ajaran Kong Hu Chu dari Tseng Ts'an, cabang mata tombak yang paling tulus dalam menekankan pemupukan akhlak dari pada ketelitian upacara agama sebagai dasar dan cita-cita manusia. Dia adalah pengarang beberapa buku yang terkenal, termasuk Classic of Filial Piety dan Great Learning. Cendikiawan besar lainnya dari aliran ini adalah cucu Kong Hu Chu, Tzu-ssu (Kung Chieh). Dia adalah penulis salah satu dari kitab suci Kong Hu Chu, the Doctrine of the Mean. Ini terdiri dari kumpulan kata-kata Kong Hu Chu bersama-sama dengan penafsiran Tzu-ssu tentang hal yang sama. Tafsir itu menjadi sangat indah pada akhir karyanya, yakni ketika dia memperbincangkan tentang realitas Tuhan (cheng) dan kesejatian manusia: "Adalah jalan Tuhan yang merupakan kenyataan itu. Adalah jalan manusia untuk mencapai kenyataan itu. Mengikuti kenyataan berarti memikul pengertian tanpa usaha, memilikinya tanpa melatih fikiran, dan memusatkan diri pada jalan dengan kebahagian yang wajar, ini adalah kisah zaman dahulu. Untuk mencapai realitas Tuhan haruslah memiliki kebajikan dan berpegang teguh padanya. Ini melibatkan pengkajian mendalam mengenai apa yang benar, bertanya-tanya secara luas tentang hal itu, merenungkan hal itu dengan hati-hati, membuatnya terang melalui tantangan, dan dengan tekun menjalankannya melalui praktik.3 " Khususnya buku itu menekankan 'kesejatian umat manusia dan ketulusan dalam bertindak', dan kemampuan untuk merombak serta menyerahkan perkembangan sepenuhnya pada fitrah manusia. Sekitar dua ratus tahun terakhir dari dinasti Chou, terlibat dalam peperangan antara negara. Ini masa kekacauan politik, ketiadaan hukum, dan pertumpahan darah. Penguasa kerajaan Chou ditantang oleh beberapa pangeran feodal yang bahkan mengangkat dirinya dengan jabatan raja. Maka timbullah tujuh negara besar yang terus menerus terlibat dalam peperangan satu sama lainnya. Di atas puing-puing kota yang jatuh, dan mayat-mayat bergelimpangan, maka tumbuhlah para politisi yang licik dan jenderal yang kejam ke tampuk kekuasaan serta menjadi penguasa tiran yang semuanya serakah menumpuk kekayaan di atas pengorbanan rakyat banyak. Ketika para raja dan pejabat dari negeri yang saling berperang itu memuaskan hawa nafsu dan selera mereka semaunya, maka sebaliknya para petani benar-benar terinjak di bawah tiga beban, yakni peperangan, pajak, dan kerja paksa. Namun dalam masa peperangan antara negara itu, maka menonjol hal kebebasan berfikir. Masa itu kita menyaksikan bangkitnya apa yang dinamakan 'Seratus Aliran' dalam filsafat dan agama yang saling bersaing dengan ajaran Kong Hu Chu untuk mendapat pengakuan dari rakyat. Jika tidak muncul seorang yang bernama Mencius pastilah agama Kong Hu Chu telah ditenggelamkan oleh para saingannya. Generasi berikut sudah pantas menghormati Mencius sebagai perawi kedua yang hanya setingkat di bawah Tuan yang mulia itu sendiri.
AJARAN MENCIUS
Mencius (Meng Ko) berasal dari nama Meng Tzu, atau Tuan Meng. Ia hidup pada abad ke empat sM. Dengan keelokkan, keberanian moral, keyakinan yang dalam, dia menyebarluaskan agama Kong Hu Chu. Dia mendapat kehormatan besar di antara para raja dan pangeran. Dia mengunjungi beberapa negeri dan ke mana pun dia pergi disambut dengan kehormatan dan kebaktian. Nasehat-nasehatnya sangat diharapkan dan bahkan sekali atau dua menganutnya. Sumbangan Men Tzu terhadap agama Kong Hu Chu terletak dalam penekannya atas kebaikan yang mendasar dalam fitrah manusia. Menurut dia manusia mewarisi empat sifat mulia: hati manusia (Jen), ketulusan (Yi), sopan santun (Li), dan kebijaksanaan (Chih). Dia berkata: " Dengan memuliakan sifat-sifat dasarnya, maka manusia dapat dianggap baik. Itulah sebabnya kukatakan bahwa sifat-sifat dasar manusia itu baik. Bilamana ia menjadi jahat, hal itu bukanlah kesalahan sifat-sifat dasarnya. Perasaan kasih sayang itu sudah biasa bagi segenap manusia, perasaan malu itu sudah biasa bagi setiap orang, rasa hormat itu sudah biasa bagi semua orang, perasaan benar atau keduanya membentuk kearifan. Rasa kemanusiaan, ketulusan, keselarasan, dan kearifan itu tidak diajarkan, hal itu sudah tertanam dalam fitrah kita." 4 Namun sifat manusia itu dapat menjadi rusak akibat berhubungan dengan kehidupan yang kasar. "Seorang ksatria", kata Mencius, "adalah seseorang yang tidak kehilangan hati nuraninya, seperti anak kecil telanjang bulat." Hati seorang bayi, katakanlah, adalah suatu lambang yang serupa dengan sumber semua kebajikan dalam fitrah kita yang kita harus pegang teguh. Namun ironinya, kita seperti ketika anjing atau ayam yang tersasar, kita bersusah payah mencarinya, dan sangat sedikit di antara kita yang tertarik untuk menemukan kembali kebajikan fitriah kita."Masalah selanjutnya yang menjadi perhatian Mencius ialah pemerintahan yang baik. Mengikuti tradisi aliran Kong Hu Chu, dia tetap berpendirian bahwa pemerintah yang baik tidaklah tergantung kepada kekuatan kekerasan, namun harus dengan contoh teladan yang ditegakkan oleh para penguasa: "Segenap manusia mempunyai hati-nurani yang tidak tega melihat penderitaan orang lain. Raja-raja zaman dahulu memiliki kalbu yang penyayang, dan karena itu mereka mempunyai suatu pemerintahan yang penyayang. Setelah itu memerintah dunia adalah sama mudahnya dengan membalik telapak tangan."Tumbuh dari konsep "pemerintahan berperikemanusiaan" adalah pengenalan Mencius terhadap peranan rakyat dalam pemerintahan: " Rakyat memiliki tingkat kedudukan yang tinggi dalam negara, roh bumi dan biji-bijian datang kemudian, dan penguasa adalah perkara yang penghabisan."Pemerintahan yang baik harus tumbuh berakar dari rakyat dan tidak ditentukan dari atas. Rakyat tidak saja menjadi pokok melainkan juga pengadilan terakhir dari penguasa. Tujuan pemerintah adalah mendidik dan memperkaya serta memperbaiki kesejahteraan mereka secara menyeluruh.
AJARAN HSUN TZU
Segera setelah Mencius, muncullah seorang kampiun yang besar dari agama Kong Hu Chu. Namanya Hsun Tzu; dia pada waktu yang sama adalah seorang eksponen yang tekun pada prinsip-prinsip ajaran Kong Hu Chu, dan seorang kritikus terhadap Mencius. Bila Mencius dianggap sebagai mewakili sayap idealistik Kong Hu Chu, maka Hsun Tzu dapat dikatakan mewakili sayap realistis. Berbeda dengan Kong Hu Chu, Mencius, dan banyak lainnya, Hsun adalah seorang agnostic (kurang percaya akan barang gaib, pent. ) Dia tidak percaya pada Tien (Langit) sebagai Dzat Pribadi Ilahi Yang Esa. Tien tidak lebih dari keberagaman hukum alam, dan segala perobahan alam semesta, pergerakan bintang, pergeseran matahari dan rembulan, pergantian musim dan lain sebagainya adalah berlakunya hukum yang besar. Hsun Tzu berkata, bahwa manusia itu sendirilah dan bukanlah Tien yang bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri bagi tujuan keberuntungan atau pun bencana yang menimpa dirinya. " Bilamana bahan makanan dan pakaian disediakan dengan cukup dan digunakan secara ekonomis, maka Tien tidak dapat memiskinkan negeri. Jikalau rakyat disantuni dengan cukup dan enersi mereka diperkerjakan di musim tanam, Tien tidak dapat mengganggu rakyat. Jika Tao diikuti dan tidak ada penyimpangan dari hal itu, maka Tien tidak akan menurunkan kesengsaraan." 5 Hsun Tzu menolak segala macam takhayul seperti pengeramatan, ramalan, serta pemujaan benda-benda. Dia juga mempertanyakan manfaat doa: "Jika manusia berdoa minta hujan, lalu turun hujan, bagaimana pengertiannya? Saya akan katakan: Bukan perkara aneh. Hujan tokh akan tetap turun meskipun tidak ada orang yang berdoa meminta hujan." 6 Gagasan aneh lainnya dari Hsun Tzu adalah bahwa fitrah manusia pada dasarnya jahat sehingga manusia harus berusaha mencari kebajikan. Dalam hubungan ini dia melancarkan serangan langsung kepada Mencius, ia menuduhnya gagal dalam membedakan apa yang menjadi bakat alami dan apa yang harus diusahakan dalam diri manusia. Bilamana kemuliaan yang dianggap Mencius sebagai yang terpenting untuk mengembangkan akhlak manusia, yakni kasih sayang sesama manusia (Jen), dan ketulusan (Yi), maka cara yang ditekankan sekali oleh Hsun Tzu adalah ritual (Li) dan musik (Yeo). Dia berpendapat bahwa ritual dan musik adalah sarana yang paling efisien untuk menekan apa yang dianggapnya sebagai sifat dasar manusia yang jahat.
SEJARAH AGAMA KONG HU CHU BELAKANGAN
Selama periode Chin (221 - 207 sM) ada gerakan yang tak terelakkan terhadap kemerdekaan berfikir pada akhir tahun Chou, yang ditandai dengan adanya 'Seratus Aliran'. Dengan diilhami oleh reaksi inilah, maka Kaisar Shih Huang Ti menginginkan pengendalian aliran pemikiran dengan dekritnya yang terkenal jelek, yakni membakar semua karya mereka tentang ketuhanan, pengobatan, dan pertanian. Sebagai akibat dari dekrit ini, maka sebagian besar buku-buku Kong Hu Chu dimusnahkan menjadi abu dan tidak kurang dari 460 ahli-ahli fikir dihukum mati. Namun dengan bangkitnya dinasti Han (206 sM - 220 M) kebebasan berfikir muncul kembali di China. Tung Chun-shu yang salah satu dari pembaharu terbesar pada awal dinasti Han, mengusulkan kepada Kaisar bahwa kesatuan hanya dapat diperoleh dalam kerajaan bilamana agama Kong Hu Chu diangkat mengatasi aliran-aliran pemikiran yang lain. Universitas China pertama didirikan di ibukota Han, yakni Chang-an untuk menyalurkan jalan-jalan kesucian dari penguasa-penguasa lama, dan meningkatkan perkembangan moral serta intelektual dari Kerajaan". Alat pengukur lain yang penting untuk mengangkat ajaran Kong Hu Chu ialah mulai diadakan sistem ujian yang berdasarkan lima Kitab Klasik. Tujuan dari ujian-ujian ini ialah untuk menghasilkan pegawai pemerintan yang memiliki integritas pendidikan dan moral serta mengabdi kepada ajaran Kong Hu Chu. Tung Chung-shu mencoba membangkitkan kembali ajaran yang murni dari Kong Hu Chu tidak sekedar sebagai filsafat, sebagaimana tampak pada perkembangannya belakangan, melainkan juga sebagai agama yang sepenuhnya dengan aspek-aspek kerohanian akhlak dan budaya, bersangkut paut sebanyak mungkin dengan kehausan jiwa manusia yang abadi untuk keselamatan dan dengan jalan-jalan Tuhan dalam hubungan dengan sesama manusia dan dengan alam semesta seperti juga dengan prinsip-prinsip hubungan yang benar dan keadilan sosial. Dia percaya atas keunggulan manusia bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya terletak dalam kemampuannya untuk menerima Wahyu Ilahi dan meleburkan hubungan pribadi serta wataknya sesuai dengan wahyu tersebut. Katanya: "Manusia menerima ketentuan dari Tuhan dan karenanya dia lebih unggul dari makhluk lainnya. Makhluk-makhluk lain menderita kesukaran dan kesedihan serta tidak dapat mempraktikkan Jen (kasih sayang) dan Yi (ketulusan), manusia sendiri mempunyai kemampuan melaksanakannya." 7 Pandangan Tung terhadap fitrah manusia adalah seperti suatu kompromi antara pandangan Mencius dan Hsun Tzu. Dia setuju dengan Mencius bahwa sifat dasar manusia berisikan kemampuan untuk berbuat kebajikan, namun dia beranggapan bahwa permulaan ini tidaklah dengan sendirinya, bukti yang cukup bahwa sifat manusia itu selamanya baik karena sifat dasar manusia itu tidak hanya berisi bakatnya melainkan juga perasaannya. Manusia harus menunjukkan kemauan, dan perasaannya kepada perintah-perintah Tuhan agar dia menjadi baik.Dia juga menekankan hubungan antara tingkah laku manusia dan alam semesta. Perbuatan manusia yang jahat ditunjukkannya akan berakibat bencana dan penyimpangan:"Mula-mula Tuhan mengirimkan peringatan dan bila setelah diberi peringatan manusia masih belum mau mengerti, maka Dia akan menakutinya dengan kegoncangan-kegoncangan. … Asal usul dari segala bencana dan goncangan itu adalah akibat langsung dari dosa-dosa yang ada dalam negeri itu." 8 Ketika kemenangan agama Kong Hu Chu hampir-hampir terjamin pada masa-masa awal dinasti Han, timbullah pada saat yang sama dalam barisan ahli fikir Kong Hu Chu suatu pertentangan yang pahit tentang penafsiran Kitab Klasik dan status pribadi Kong Hu Chu. Aliran Kitab Baru meningkatkan derajat Kong Hu Chu sebagai Tuhan Juru Selamat. Berlawanan dengan pandangan ini Aliran Kitab Lama tetap percaya bahwa Kong Hu Chu hanyalah seorang Nabi dan pahlawan. Namun ternyata aliran Kitab Baru memperoleh keunggulan selama masa itu. Pada tahun 59 suatu awal pemujaan terhadap Kong Hu Chu dimulai ketika Kaisar Ming dari dinasti Han, yang belakangan memerintahkan untuk beribadah kepada Kong Hu Chu, tadinya ditetapkan di Klenteng Lu kemudian ke segenap pemerintahan di kota-kota . Ini jelas menegakkan Kong Hu Chu menjadi dewa pendidik. Setelah hancurnya dinasti Han, datanglah masa panjang dari kekacauan moral dan politik di China, di mana ajaran Kong Hu Chu seolah-olah kehilangan pegangan di antara para terpelajar. Kebanyakan dari mereka lari ke agama Tao dan agama Buddha untuk mencari ilham. Tetapi usaha untuk melipatgandakan penuhanan kepada Kong Hu Chu semakin menjadi-jadi di kalangan pengikutnya, mungkin ini sebagai kompetisi tajam menghadapi agama-agama saingannya. Pada tahun 178 , patung Kong Hu Chu digunakan untuk pertama kalinya di kelenteng sebagai ganti dari ayat-ayat Kitab Suci. Selanjutnya hal ini diikuti dengan pembuatan patung-patung kayunya pada tahun 505 M. Pada tahun yang sama, kelenteng yang pertama untuk menghormati Kong Hu Chu dibangun di kota Nanking. Ketika China dipersatukan kembali oleh dinasti Tang pada abad ketujuh, pemujaan terhadap Kong Hu Chu benar-benar telah tegak. Masa dinasti Sung (960 - 1280) dan dinasti Ming (1368 - 1644) tercatat adanya kebangkitan dan perkembangan aliran Li Hsueh Chia atau aliran penelaahan Li, yang biasa di Barat dikenal sebagai "Neo Confucianism". Namun pemberian nama tersebut salah, karena tidak ada pemurnian kebangkitan agama Kong Hu Chu. Para ahli Neo Confucianism tak diragukan lagi memang ahli fikir Kong Hu Chu, namun aktivitas intelektual mereka diilhami dan ditentukan oleh spekulasi atas keunggulan guru Ch'an (Zen). Jadi Neo Confucianism adalah semacam penggabuangan atau revisi dari etika, moral, dan kepercayaan masa lampau serta prinsip-prinsip Kong Hu Chu yang seluruhnya telah bercampur dengan agama Buddha dan Tao. Tidak dipungkiri lagi ini adalah satu dan sistem yang paling penting dikembangkan di China. Pengaruh intelekktual yang telah terjadi di China pada masa lampau, kebudayaan dan pemikiran yang telah diambil dari negeri-negeri asing, semuanya membentuk kerangka falsafah ini dan mengkristal di dalamnya. 9
KITAB KITAB SUCI AGAMA KONG HU CHU
Kitab yang paling penting untuk memahami Kong Hu Chu pribadi dan ajarannya, yakni Lun Yu (Kumpulan literature Kong Hu Chu). Ini adalah himpunan dari ucapan-ucapan Kong Hu Chu yang disusun oleh murid-muridnya beberapa waktu setelah wafatnya junjungan mereka. Ada tiga versi dari buku ini; versi Lu, versi Sh'I, dan versi Skripsi Kuno. Ketiga versi inti tidak seluruhnya sejalan, baik dalam lingkup isinya, maupun susunannya dari teks tersebut. Versi yang terkenal saat ini ialah versi Lu yang dibagi dalam dua puluh bab.Sesudah Kitab Himpunan ini, maka kita menemukan enam Kitab Klasik kaum Kong Hu Chu yang katanya ditulis atau disunting oleh Kong Hu Chu. Kitab-kitab itu adalah: 1. Shu Ching (Kitab Sejarah). Aslinya berisi seratus dokumen sejarah dari para dinasti kuno China dan meliputi suatu periode panjang antara abad duapuluh empat hingga abad kedelapan sebelum Masehi. Katanya Kong Hu Chu telah mengatur dokumen-dokumen ini secara kronologis dan menulis kata pengantarnya pula. Dokumen-dokumen ini mengalir bersama ajaran-ajaran keagamaan dan moral. Kong Hu Chu menyunting dokumen-dokumen ini agar para siswanya menjadi akrab dengan fakta-fakta berkenaan dengan bangkit dan runtuhnya dinasti-dinasti tersebut. Dari seratus dokumen yang telah disusun nya hanya duapulah delapan yang ada dalam Kitab Sejarah. 2. Shih Ching (Buku Syair). Ini adalah kumpuluan sajak-sajak yang popular dan ditulis selama limaratus tahun pertama dari dinasti Chou. Maksud Kong Hu Chu dalam menyunting kitab ini adalah menjadikan pengikutnya berbudaya dan ahli dalam menggunakan kata-kata serta untuk menekankan nilai-nilai moral dalam syair-syair tersebut. Beliau memilih 305 sajak dari lebih 3000 buah yang dikumpulkan. 3. Yi Ching (Kitab Perobahan). Buku ini menawarkan suatu sistem filsafat yang sangat menarik. Kitab ini menerangi apa yang disebut prinsip-prinsip dalam Yin (lelaki) dan Yang (wanita). 4. Li Chi (Kitab Upacara-Upacara). Kong Hu Chu menyetujui beberapa upacara tradisional untuk mendisiplinkan rakyat dan akan membawa perbaikan, kemuliaan, serta kekayaan terhadap sikap sosial mereka. Beliau menerangkan asal usul dan pentingnya upacara kuno dan menyebut bahwa li adalah penyebaran rasa hati. Mengeritik praktik-praktik yang merendahkan pada masa belakangan, beliau mengatakan bahwa li tanpa rasa hati tiada lain pelecehan terhadap upacara-upacara keagamaan. 5. Yeo (Kitab Musik). Pada masa Kong Hu Chu, musik sangat erat sangkut pautnya dengan sajak. Maka ketika beliau menyunting puisi-puisi lama, beliau menyusun suatu pengaturan musik yang mengiringi setiap sajak-sajaknya. Beliau kadang-kadang merevisi nada yang lama atau menciptakan lagu baru. Sayang tak sebuah pun dari musik-musik ini masih ada. 6. Ch'un Ch'iu (Kitab Bersambungnya Musim Semi dan Musim Gugur). Ini adalah catatan kronologis dari peristiwa-peristiwa utama di negeri Lu dari tahun pertama pemerintahan Pangeran Ai (481 sM). "Tema sentral dari buku ini", tulis Chu Chai, "adalah untuk membangun norma-norma pemerintahan yang baik, membimbing pangeran pangeran yang menyeleweng kembali ke tempatnya yang tepat, dan mengutuk menteri-menteri yang salah urus sehingga dengan demikian akan mengokohkan persatuan dan perdamaian dunia." Penting pula untuk memahami agama Kong Hu Chu, yakni tiga Kitab lainnya yang berisi penyajian yang sangat awal dari doktrin agama Kong Hu Chu. Ini adalah: 1. Ta Hsueh (Pelajaran Besar). Kitab ini secara tradisional dinisbahkan kepada Tseng Tsan, satu dari murid-murid utama Kong Hu Chu. Tema sentral buku ini adalah memupuk perkembangan pribadi, yakni (a) manifestasi dari sifat-sifat mulia, (b) kasih sayang sesama manusia, dan (c) tetap teguh dalam kebajikan yang tertinggi. Delapan perkara etis politis (atau delapan "kawat-kawat kecil") yang mendorong perkembangan pribadi adalah: (i) penyelidikan, (ii) memperluas pengetahuan, (iii) ketulusan dalam fikiran, (iv) pensucian hati, (v) memperkaya pribadi (vi) tata krama kekeluargaan, (vii) tata pemerintahan, (viii) jaminan perdamaian dunia. 2. Chung Yung (Doktrin Jalan Tengah). Kitab ini ditulis oleh cucu Kong Hu Chu, Tzu-ssu, adalah sajian sistematis dari doktrin hakiki (
Chung), dan kenyataan normal (Yung). Untuk menjamin ketepatan hakekat dan kenyataan normal itu tidak cukup hanya dengan mengeja suatu jalan tengah; hal ini lebih diartikan sebagai keharmonisan dengan alam semesta. Jadi jalan kepada hakiki dan kenyataan normal melibatkan rasa keadilan, semangat toleransi, keadaan harmonis, dan doktrin persamaan manusia. Ini adalah suatu cara bertindak yang mencegah seseorang menjadi ekstrim. Ini juga suatu keadaan fikiran di mana akal budi manusia dan perasaan mencapai keharmonisan yang sempurna. 3. Hsiao Ching (Buku klasik tentang kewajiban untuk taat). Buku ini adalah bentuk percakapan antara Tsung Tzu dan Kong Hu Chu. Beliau menerangkan pandangan bahwa "tugas untuk taat adalah dasar dan sifat yang mulia serta sumber budaya." Menurut beliau tugas ketaatan itu tidak hanya suatu kemuliaan di dalam rumah tangga saja, melainkan juga memancarkan pengaruhnya ke segenap tingkah laku hidupnya, baik moral, politik, maupun sosial. Konsep itu berasal dari ikatan kekeluargaan biasa dan meluas ke pada hubungan-hubungan lain, hingga akhirnya mencapai tingkat Jen yang berarti kasih sayang penuh manusia terhadap segenap ummat Untuk penyajian agama Kong Hu Chu yang belakangan, marilah kita tengok tiga kitabnya yang lain: 1. Kitab Mencius. Ini terdiri dari tiga ceramah di mana Mencius berhadapan dengan pangeran-pangeran feodal, para menteri, para sahabat, dan murid-muridnya. Ini termasuk satu dari empat kitab suci agama Kong Hu Chu. Tiga lainnya adalah Himpunan dari Kong Hu Chu, Pelajaran yang Besar, dan Ajaran Hakiki. 2. Buku dari Hsun Tzu. Aslinya terdiri dari tigaratus dan duapuluh dua artikel tetapi setelah disunting dan disarikan karangan-karangan tersebut dalam edisi standar sekarang bisa diperolah dalam tigapuluh dua bagian. 3. Ch'un Ch'iu Fan-lu (Aneka ragam embun di musim semi dan gugur). Kitab ini ditulis pada permulaan dinasti Han oleh Tung Chung-shu, yang membangkitkan dan menegakkan agama Kong Hu Chu sebagai Agama Negara sepenuhnya. Buku ini berisi beberapa ceramah yang penuh renungan tentang sifat manusia, falsafah, sejarah, dan ilmu tentang bencana alam , serta keadaan-keadaan yang tidak wajar.
BAB VI AGAMA TAO
Agama Kong Hu Chu dan Tao saling melengkapi satu sama lainnya. Keduanya menekankan dua segi agama yang berbeda, namun sama-sama penting. Kong Hu Chu menekankan segi kemasyarakatan, dan kepentingan utamanya adalah menegakkan suatu tata sosial yang adil di mana tidak ada kejahatan dan penindasan serta setiap orang melaksanakan kewajibannya dalam keserasian dengan rencana Tuhan. Di pihak lain, Lao Tzu menekankan aspek perseorangan dan bersangkut paut dengan penemuan dan penguraian Jalan Tuhan serta cara-cara jiwa pribadi yang akan membimbingnya agar dapat menemukan kedamaian abadi dalam bersatu dengan Tuhannya. Jika Kong Hu Chu manusia praktis, maka Lao Tzu seorang mistis.
PENDIRI AGAMA TAO
Lao Tzu pendiri agama Tao dilahirkan sekitar 570 sM di desa Li Propinsi Chu. Jadi dia lebih tua dari Kong Hu Chu. Lao Tzu berarti "Kakek Tua", dan lebih merupakan titel dari pada nama. Nama asli kakek tua itu adalah Lai Tan. Di luar segudang legenda dan dongeng yang segera muncul di sekitar dirinya, hanya sedikit yang dapat diketahui mengenai kehidupan dan pribadi Lao Tzu. Akhirnya dipercayai oleh para pengikutnya, bahwa Tuan itu dilahirkan dari seorang dara perawan, yang mengandungnya setelah melihat bintang jatuh. Menurut legenda yang lain, dia tetap dalam kandungan ibunya selama delapan puluh satu tahun, dan telah menjadi orang bijak yang berjenggot putih pada saat dia dilahirkan. Kurangnya riwayat yang sahih tentang beliau menyebabkan beberapa sarjana menganggap bahwa Lao Tzu itu seorang tokoh dalam dongeng semata. Keraguan yang sama juga telah dinyatakan atau diriwayatkan kepada Krishna, Buddha, dan Yesus. Namun demikian berdasarkan biografi pendek dalam Shih Chi (Catatan Sejarah) dan Ssu-ma Chien pelopor sejarah China yang hidup pada abad kedua sebelum Masehi, sebagian besar sarjana masa kini menerima adanya Lao Tzu dalam sejarah. Lao Tzu bekerja sebagai pemelihara arsip kerajaan di ibukota Lo, di mana diceritakan bahwa Kong Hu Chu telah mengunjunginya. Berbeda dengan Kong Hu Chu yang berkelana dari satu propinsi ke propinsi lain untuk mengkampanyekan perombakan politik, Lao Tzu lebih suka mengerjakan karya-karyanya tanpa nama. Jelas bahwa dia tetap dalam kedudukan ini di kota Lo untuk masa yang cukup lama sampai dia mencium tanda-tanda keroposnya rumah tangga Chou. Mula-mula dia hanya mengundurkan diri, tetapi karena kecewa dengan semakin gawatnya perpecahan dan kekacauan, dia pergi ke pengasingan. Diriwayatkan bahwa sebelum dia memasuki apa yang sekarang dinamakan negeri Tibet, dia dihentikan di Hankao Pass oleh seorang pengawal yang memintanya agar menuliskan ajaran-ajarannya. Diperkirakan bahwa dia menetap di sana cukup lama untuk menulis buku kecilnya, Tao Te Ching. Setelah itu dia melenyapkan diri dan tidak ada yang diketahui lebih lanjut mengenai dirinya, meskipun diperkirakan dia hidup di pengasingan sampai usia lanjut. Ada sedikit yang dinyatakan Lao Tzu perihal dirinya sendiri dalam Tao Te Ching. Betapa pun dalam nada ironis, ini menunjukkan betapa dia berbeda dengan orang-orang lain:"Orang - orang lain memiliki berbagai macam, sedangkan saya sendiri telah kehilangan segala sesuatu. Saya seorang yang bodoh dalam hati, tolol dan gelisah. Orang lain penuh cahaya, sedangkan saya sendiri seperti dalam kegelapan. Orang lain waspada dan siap siaga, saya sendiri mati tak berdaya. Saya gelisah bagaikan samudra, mengalir terus tidak punya tempat berhenti. Semua manusia mempunyai manfaat yang berguna, saya sendiri tolol dan badut. Meskipun saya kesepian dan tidak sama dengan orang lain, namun saya bernilai karena saya menyerahkan rezeki kepada Ibu Alam". 1 Pada akhir bukunya, dengan nada yang agak berbeda beliau mengamati: "Kata-kataku sangat mudah dimengerti, sangat mudah dipraktikkan. Namun dunia tidak mengerti atau pun mau menjalankannya. Kata-kataku mempunyai kunci, tindakan-tindakanku mempunyai landasan prinsip. Adalah karena manusia tidak mengetahui kunci itu, sehingga mereka tidak memahami saya. Mereka yang mengenal saya hanyalah sedikit, dan karena hal itu maka kehormatanku lebih besar. Demikianlah pahlawan itu memakai pakaian sederhana, tetapi menggenggam permata dalam dadanya." (Tao Te Ching, LXX)
AJARAN LAO TZU
Sangat sedikit buku yang ditulis Lao Tzu, Tao Te Ching telah mengemuka kan sifat dan lingkup ajarannya. Ada dua kata yang penting dari yang sedikit ini. Pertama adalah Tao, yang berarti Jalan, yang oleh Lao Tzu diartikan sebagai Jalan Menuju Tuhan, Zat Yang Maha Kuasa. Tao Te Ching menyajikan suatu pandangan yang unik atas Jalan Tuhan (Tao), pertama dalam aspek transenden (diluar dirinya) , dan kemudian dari sisi yang mendasar (imanen/keabadian) sebagaimana diwahyukan Tuhan dalam Hukum-Hukum Alam dan hubungan Tuhan dengan manusia. Kata lain yang penting dalam Tao Te Ching adalah Te, yang berarti akhlak mulia. Jadi tujuan utama Lao Tzu dalam bukunya ini adalah menerangi manusia tentang Jalan Tuhan dan mengajak mereka berakhlak mulia yang berasal dari iman yang penuh dan amal yang tulus sesuai dengan hukum-hukum itu. Lao Tzu percaya pada Keesaan Ilahi dan segala sesuatu itu ada karena Dia: "Sejak dahulu kala semua menerima sentuhan kehidupan dari Yang Esa: Langit demi kemuliaan dan Yang Esa menjadi terang; bumi demi kemulian dan Yang Esa diberi tenaga; lembah demi kemulian dan Yang Esa menjadi penuh bermilyar makhluk; para bangsawan demi kemulian dan Yang Esa dihidupkan; para raja dan pangeran demi kemulian dan Yang Esa menjadi pimpinan negeri. Adalah Yang Esa yang membuat segala-galanya menjadi apa adanya." (Tao Te Ching, XXXIX) Beliau mengajarkan bahwa agama yang sejati ialah mengenal Tuhan dan menjadikan kehendak seseorang itu dalam keselarasan penuh dengan kehendak dan maksud Tuhan. Tersembunyi di dalam kedalaman segala sesuatu, katanya, adalah kekekalan dimana akar dari segala kehidupan dari semua nasib itu berlangsung. Tanpa ilmu atau akal kehidupan ini, yakni akar keabadian seseorang akan menjadi buta sehingga dia berbuat jahat: "Sentuhlah keabadian terakhir, pegang teguh erat-erat. Segala perkara berlangsung bersama. Saya telah perhatikan mereka muncul, dan melihat betapa mereka berkembang dan kembali ke asalnya masing-masing, keakarnya. Inilah yang saya katakan sebagai kekekalan suatu langkah surut ke akar permulaan hidup seseorang, atau yang lebih utama lagi kembali kepada Kehendak Tuhan yang saya katakan sebagai keabadian. Ilmu ke arah keabadian itu, saya namakan penerangan dan kukatakan bahwa tiada mengetahuinya berarti kebutaan yang mendorong ke arah perbuatan jahat." (Tao Te Ching, XVI) Dalam aspek transendentalnya, Jalan Tuhan (Tao) adalah suatu rahasia. Ini tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Sesungguhnya ini tak terjangkau akal fikiran. Ini hanya dapat dikenal dengan penglihatan rohani tanpa dihalangi nafsu pribadi. "Tao yang dinyatakan dengan kata-kata bukanlah Tao yang abadi; nama yang dapat disebutkan bukanlah namanya yang kekal. Tanpa suatu nama adalah Permulaan Langit dan Bumi dengan suatu nama. Dia adalah Ibu dari segala sesuatu. Hanya seseorang yang senantiasa bebas dari hawa nafsu bisa menangkap sari rohani ini, mereka yang selalu menjadi budak hawa nafsu tidak dapat melihat lebih jauh dari benda-benda lahir saja. Dua perkara ini, yakni materi dan spritual meskipun kita sebut mereka dengan nama-nama yang berbeda asal usulnya adalah satu dan sama. Kesamaan ini adalah rahasia - suatu rahasia kegaiban. Ini adalah pintu gerbang dari segala mukjizat." (Tao Te Ching, I) Meskipun Jalan Tuhan (Tao) itu akhirnya transenden, namun dia juga immanen. Ini adalah tenaga penggerak seluruh alam, prinsip-prinsip hukum di balik segenap kehidupan. Jalan Tuhan membawa segala sesuatu menjadi ada, memelihara, dan mencukupinya dengan rezeki serta membimbingnya ke arah tujuan yang ditentukan yakni kesempurnaan:"Jalan Tuhan (Tao) membuat segala perkara menyantuninya masing-masing dibentuk sesuai fitrahnya; masing-masing disempurnakan menurut kekuatannya. Maka tiada sesuatupun kecuali berbakti kepada Jalan Tuhan dan memperoleh kemuliaannya tidaklah karena paksaan melainkan senantiasa secara sukarela. Demikianlah Tao itu yang menciptakan segala sesuatu menyantuninya, mengembangkannya, dan membimbingnya, menyempurnakan nya, mengolahnya, mengelolanya, melindunginya. Membuat tanpa milik, membuat tanpa pamrih pribadi, mengembangkan tanpa dominasi, ini adalah perbuatannya yang rahasia. " (Tao Te Ching, LI) Tuhan mendapatkan apa yang dikehendakiNya dengan caraNya sendiri, yakni Jalan. Dia tidak mengeluarkan kata-kata tetapi Rencana IndukNya tampak meliputi bagaikan jaring-jaring besar yang melingkupi segala sesuatu sehingga tiada satu pun yang dapat lolos:"Jalan Tuhan mengikat dan menaklukkan segalanya, tetapi hal itu berlangsung tanpa kekerasan. Tiadalah dengan kata-kata Tuhan itu memperoleh jawabannya. Dia tidak menyeru meliputi segalanya tetapi dengan perlahan-perlahan bagaikan jarring-jaring Tuhan yang luar melingkupi segalanya. Jaring itu lembut tetapi tak seorangpun yang bisa lolos." (Tao Te Ching, LXXIII)Jalan Tuhan tidak memiliki orang, tetapi bila seseorang itu baik, Jalan itu berada di sampingnya:"Jalan Tuhan itu tidak terbagi-bagi. Dia hanya bersama orang-orang baik."(Tao Te Ching, LXXIX) Kita hanya mengetahui Jalan Tuhan sepanjang yang diwahyukan kepada kita dan adalah penting bagi kita mengenal Tuhan dan mencapai kedekatan dengan Nya serta karena itu disebut "kata pengantar kepada Tuhan"."Jalan itu adalah baka (melingkupi segalanya), digunakan tetapi tidak pernah penuh: suatu kedalaman bagaikan nenek moyang dari mana segala perkara berasal. Dia menumpulkan yang tajam meluruskan yang bengkok, menyinarkan cahaya, meredakan badai kekacauan. Suatu danau yang dalam tetapi tak pernah mengering. Dan keturunan mana saya tidak tahu, ini seperti kata pengantar kepada Tuhan. "(Tao Te Ching, IV) Jalan itu telah seringkali diwahyukan kepada ummat manusia melalui para Nabi atau "tuan-tuan yang mulia di zaman dahulu" (secara harfiah "mereka yang di JalanNya"), yang mereka hidup dengan itu, dan menjadi contoh-teladan bagi ummat manusia. Mereka adalah manusia seperti kita. Mereka hidup di dunia ini, namun tetap tidak terpengaruh oleh jahatnya dunia. Mereka manusia-manusia dari Tuhan, jujur dan benar. Tuan-tuan yang mulia di masa dahulu, Halus, misterius, mistis, tajam,Sangat terkenal bagi zamannya,Karena mereka tidak dimengerti orang,Lebih baiklah bila dikatakan betapa mereka itu,Seperti orang yang menyeberangai arus air di musim dingin,Betapa hati-hatinya!Seperti seorang yang dikelilingi marabahaya,Betapa waspadanya!Seperti seorang tamu di setiap saat,Betapa mulianya! Seperti es yang mulai mencair, Sangat percaya diri!Seperti sebatang kayu yang belum digergaji,Betapa tulusnya!Seperti sebuah lembah yang menunggu tamuBetapa ramah tamahnya!Seperti hujan badai yang berlangsung terus, Dan gelap pekat!Siapakah, yang berlari dengan badan kotor berlumpur?Bisakah bersih bening seperti air di lubuk?Siapakah yang berdiam diri ?Bisakah menggerakkan orang lain kepada sempurnanya kehidupan? Dialah yang memeluk jalan itu, tidak serakahYang menahan segala beban tanpa minta upah (Tao Te Ching, XV) Mereka yang mengikut para Nabi dan Jalan yang diwahyukan kepada mereka beriman dan sayang kepada Tuhan Yang Esa dan Sejati. Mereka berusaha mengembangkan penglihatan rohani sehingga mereka bisa mengenal Dia dengan keyakinan yang sangat mendalam, mereka ingin menjadi bebas seperti bayi yang baru lahir, mereka mencari jalan kesempurnaan diri dan menyempurnakan orang-orang lain , mereka selalu terlibat dalam beramal saleh kepada sesama makhluk Tuhan:"Dalam menyayangi Yang Esa dengan jiwamu, dapatkah Anda meninggalkan Tao? Dalam mengendalikan tenaga vital luntuk mencapai kemuliaan, dapatkah Anda seperti bayi yang baru lahir? Dalam mensucikan dan membersihkan pandangan mistis Anda, dapatkah Anda usahakan kesempurnaan? Dalam mencintai ummat dan memerintah kerajaan, dapatkah Anda memerintah tanpa memaksa ?" (Tao Te Ching, X) Mereka yang mengikuti Jalan menjadikan Jalan itu dipenuhi kemuliaan:"Jika Anda berbuat pada Jalan, Anda akan menjadi Jalan. Jika Anda berkarya dengan kemuliaan, Anda akan diberi kemuliaan. Tinggalkanlah salah satu, maka keduanya akan meninggalkan anda. Dengan rela Jalan akan menerima mereka yang memilih berjalan di atasnya, rela juga kekuatannya yang mengikat mereka yang mau memilih menggunakannya dengan sebaik-baiknya, kehendak yang rela akan menghilangkan salah kepada mereka yang meninggalkannya. Iman yang sedikit ditanamkan kepada mereka yang hanya percaya sedikit saja." (Tao Te Ching, XXIII) Jalan Tuhan adalah memperbaiki dan mengelola hal-hal yang tidak sama. Hendaknya manusia mengikuti jalan dengan menyesuaikan niat dan kehendaknya kepada Kehendak Tuhan dan kemudian melalui Dia, Jalan itu akan memelihara seluruh kebutuhannya:"Dia yang merendahkan hatinya, akan dijamin sepenuhnya. Dia yang menyimpang akan dijadikan lurus. Dia yang kosong akan diisi. Dia yang layu akan disegarkan. Dia yang kecil akan berhasil. Dia yang berlebih akan sesat. Karena itu para syuhada mencintai yang Esa (beriman dan mencintai Satu Tuhan Yang Benar) dan adalah suatu contoh teladan bagi segenap manusia di kolong langit. Dia terbebas dari pamer diri, karena itu dia bersinar gemerlapan; dan pengendalian dirinya dia menjadi menonjol dari puji-pujian yang dialunkannya, hasilnya dia memperoleh kemulian, karena peningkatan dirinya dia tampak unggul dari yang lain. Sebegitu jauh yang tak dikejarnya tak seorang pun di dunia ini yang dapat mengejar bersama dia." (Tao Te Ching, XX II) Lao Tzu mengajarkan manusia doktrin tentang Wie-wu-wie (harfiahnya "Beramal tanpa perbuatan"), yakni tenang, pasif, tentram emosinya, sehingga Jalan Tuhan dapat melaluinya tanpa terhambat ataupun gangguan. Beliau mengajarkan rendah hati, ketenangan, tanpa campur tangan, dan mengutuk kekerasan, kesombongan, serta nafsu pribadi. Dia yang mengikuti Jalan manusia yang mulia, ibarat air: "Manusia terbaik adalah seperti air, bermanfaat bagi segala sesuatu, dan tidak bersaing dengan segala sesuatu. Dia tinggal di tempat-tempat yang paling rendah, yang disingkiri orang di mana dia bisa dekat kepada Tao. Di tempat kediamnya, syuhada itu mencintai bumi yang rendah, dalam kalbunya dia mencintai apa-apa yang baik dalam hubungannya dengan sesama, dia mencintai kasih sayang dalam kata-katanya, dia mencintai ketulusan dalam tata pemerintahannya, dia mencintai perdamaian dalam masalah perdagangan, dia menyukai kesanggupan dalam tindak perbuatannya, dia menyukai waktu yang tepat. Ini adalah karena dia tidak puas kalau dia tidak berpahala." (Tao Te Ching, VIII). Lao Tzu mengajarkan manusia agar berbuat kebajikan, melarang kejahatan, dan kasih sayang kepada segenap makhluk Tuhan. Katanya:"Balaslah sakit hati dengan kasih sayang" (Tao Te Ching, LXIII)"Antara kebajikan dan keburukan saya harus baik, karena kemuliaan adalah kebajikan. Baik kepada manusia yang jujur atau tidak, saya lebih menyukai iman karena kemuliaan itu penuh iman". (Tao Te Ching, XLIX)"Kekuasaan duniawi dapat diikatkan kepada manusia yang mencintai sesamanya sebagaimana dia cinta kepada dirinya sendiri." (Ibid, XLIS)"Karena kasih itu adalah penakluk dalam menyerang, dan paling teguh dalam bertahan. Tuhan mempersenjatai kasih sayang kepada mereka yang tidak diinginkanNya binasa (Ibid, XIII) Orang yang di Jalan Nya, pemeluk agama Tao, adalah tanpa pamrih pribadi. Dia lebih mencintai orang-orang lain daripada dirinya sendiri:"Alam semesta ini tahan terus. Sebab musabab karena alam semesta bertahan terus, karena dia tidak hidup untuk dirinya sendiri. Karena itu dia dapat dan akan hidup lama. Maka para syuhada harus meletakkan dirinya di tempat terakhir dan menempatkan dirinya di medan yang tersulit, menganggap jasad tubuhnya sebagai perisai terhadap peristiwa-peristiwa, dan karenanya dijamin keselamatan. Bukankah karena dia tidak hidup demi kepentingan pribadi, maka dia mencapai kesempurnaan?" (Tao Te Ching, VIII). Kaum Tao karena itu diberkahi dengan ilmu mengenai dirinya, pengendalian diri, ketenteraman dan pasrahnya seorang dalam tempat yang sudah digariskan dalam alam ini:"Seseorang yang dapat mengenal orang lain itu pandai, tetapi seseorang yang mengenal dirinya berarti dia diterangi. Seseorang yang menaklukkan orang itu berarti dia berkuasa, tetapi dia yang dapat menaklukkan dirinya sendiri adalah gagah perkasa. Seseorang yang mengenal kebahagiaan berarti kaya, dan seorang yang mendorong tenaganya berarti mempunyai kemauan. Seseorang yang kehilangan memang bukan yang harus ditempati. Seseorang yang mati tetapi tidak binasa berarti memiliki kehidupan yang kekal abadi." (Tao Te Ching, XXXIII) Penganut agama Tao mengajarkan Jalan kepada orang-orang lain tidak dengan memberi khotbah, melainkan dengan menjalankan apa-apa yang diajarkan beliau, dan memberi landasan contoh teladan bagi orang lain:"Sesungguhnya kerja orang bijaksana itu ialah dengan berdiam diri, dia tidak mengajarkan dengan lisan, tetapi dengan perbuatan. Dia mengamalkan segala sesuatu bagi semua orang, dan tak lalai terhadap suatu apa pun, kehidupan mereka diserahkan demi segenap makluk, dia sendiri tidak memiliki apa-apa dan apa yang dia dapat dibagikan kepada orang lain. Untuk keberhasilannya dia tidak meminta imbalan, maka pahala tak pernah meninggalkannya." (Tao Te Ching, II) Lao Tzu tidak senang terhadap penelaahan ilmu yang berbelit-belit serta bentuk-bentuk upacara agama yang tidak menentu. Ini semua, katanya, tidak dapat dibandingkan dengan usaha ke arah ketuhanan dan kesempurnaan akhlak:"Belajarlah terus menerus bersama gangguan yang mengiringinya, karena ada suatu perbedaan antara "ya dengan benar", bandingkan sekarang dengan jurang pemisah antara kejahatan dengan kebajikan. Apa yang ditakuti manusia pada umumnya harus kutakuti, betapa gersang dan mandulnya fikiran semacam itu. Gerombolan orang yang riuh rendah pada pesta Korban Besar atau pada arak-arakan musim semi, mengesan dalam diri saya, wahai tak tergetar sunyi sendiri seperti seorang anak yang tak pernah tersenyum". (Tao Te Ching, XX) Beliau juga mengutuk peperangan yang agresif serta ambisius untuk menaklukkan dan membangun suatu kekaisaran yang besar. "Jika Tao menguasai dunia, kuda-kuda akan digunakan untuk bertani. Jika Tao tidak berkuasa, kuda-kuda perang akan merata dikembangbiakkan." (Tao Te Ching, XLVI)"Di mana para prajurit dikumpulkan, pagar berduri dan onak ditegakkan. Mengikuti jalannya balatentara yang besar pastilah ada tahun-tahun kesesatan." (Tao Te Ching, XXX)"Di saat para kesatria saling bertempur, maka siapa yang memiliki belas kasih dialah yang unggul." (Tao Te Ching, LXIX)"Orang yang berakhlak adalah untuk memperbaiki para penakluk agar mengetahui kesalahannya." (Tao Te Ching, XXIX)"Senjata yang terbaik adalah alat untuk peristiwa yang buruk, menggelisahkan, dan dihindari oleh mereka yang berada di Jalan. Tetapi bila hal itu tak terhindarkan, mereka harus menggunakan dengan tenang dan menahan diri. Bahkan pada saat-saat kemenangan, alat-alat ini tidak sedap dilihat, karena mereka yang menggunakannya sesungguhnya orang yang menyukai pembunuhan." (Tao Te Ching, XXXI) Lao Tzu memberi risalah tentang kembali ke Alam, itu tidak berarti bahwa dia menasehatkan untuk mengasingkan diri dari dunia, tetapi apa yang dilakukannya menunjukkan bahwa dalam renungan di tengah hutan dan gunung, awan dan sungai, terletaklah kebahagian sejati. Jalan Tuhan yang rahasia dan ajaib hanya dapat dinikmati dengan penerimaan terhadap Alam. Karena itu agama Tao mencari keserasian dengan alam dan mengutuk campur tangan yang semena-mena terhadap lingkungan serta mengganggu ciptaan Tuhan:"Bagi mereka yang mengambil seluruh isi bumi ini untuk bahan tukang keramik demi mengikut seleranya sendiri, saya amati bahwa mereka itu pasti tak pernah dapat berhasil karena dunia ini adalah satu perahu yang suci yang tidak boleh dirombak semena-mena oleh tangan manusia. Tukang keramik telah merampasnya; hasil rampasannya akan menghilangkannya." (Tao Te Ching, XXIX) Kecintaan terhadap alam inilah yang menjadi dasar atas lukisan pemandangan alam China yang tiada tara keindahannya di muka bumi ini. Sungguh kita tidak dapat memahami kesenian China tanpa latar belakang falsafah Tao ini. Lao Tzu ingin agar manusia itu menempuh pola hidup sederhana dan wajar demi menjaga kemurnia fitrah asli manusia yang rendah hati. "Kemukakan pribadimu yang rendah hati", katanya, "peluklah erat-erat fitrah azali, periksalah selalu nafsu pribadimu, padamkanlah hawa nafsumu." (Tao Te Ching, XIX)."Di saat-saat istana bergelimangan kesukaan, ladang-ladang pertanian akan terlantar dan lumbung akan sangat kosong. Dipakainya jas-jas yang mewah berenda-renda, di bawahnya pedang-pedang yang tajam, berlimpah ruahnya makanan dan minuman, bertumpuknya harta milik dan kekayaan, inilah yang saya namakan perampokkan terang-terangan, sudah pasti yakin ini bukan Tao." (Tao Te Ching, LIII) Dengan semangat yang sama seperti inilah dia mengemukakan dirinya menentang "para penguasa yang terlalu serakah". Negeri-negeri dari dusun yang kecil-kecil secara politis menjadi cita-citanya, dan semua bentuk pemerintahan terpusat tak diinginkannya. Semakin sedikit campur tangan penguasa di segala bidang adalah lebih baik, manusia bahkan harus tidak was-was bahwa mereka itu selalu diperintah. Nasehat Lao Tzu adalah "Perintahlah suatu negeri besar itu seperti Anda menggoreng seekor ikan kecil" (Tao Te Ching, LX) - yakni dengan memberikan kebebasan sejauh mungkin . Beliau ingin agar manusia itu menikmati kemerdekaan seutuhnya:"Di saat pembatasan dan larangan berlipat ganda di dalam kerajaan, rakyat akan hidup semakin lama semakin miskin. Bilamana rakyat itu di bawah pemerintah yang terlalu ketat, seluruh negeri akan dilanda keresahan. Di waktu orang-orang ahli dalam seni tinggi, akan tampak anehlah barang-barang mewah yang muncul kemudian. Semakin banyak jumlah peraturan dan larangan, semakin banyak pencuri dan rampok yang akan muncul." (Tao Te Ching, LVIII) Ajaran Wie-wu-wie ("beramal tanpa berbuat") tetap berlaku, baik bagi penguasa maupun warga biasa. Doktrin ini tetap berlaku baik dalam kebijaksanaan negeri maupun sebagai prinsip akhlak."Tao tidak pernah berbuat namun melaluinya segala sesuatu diperbuat. Bilamana para raja dan pangeran dapat menjaga Tao, dunia akan bisa dibentuk sesuai dengannya. Di saat merombak dalam membangkitkan tindakan haruslah menahan diri dengan kesederhanaan azali yang suci. Kesederhanaan azali yang suci itu terjauh dari nafsu demi kepuasaan diri. Dengan menghilangkan hawa nafsu itu, ketenangan akan tercapai sehingga dunia akan menjadi damai dengan sendirinya." (Tao Te Ching, XXXVII)
AJARAN CHUANG TZU
Agama Lao Tzu mengalamai nasib seperti kebanyakan agama-agama lainnya. Mula-mula agama itu tidak diacuhkan orang, kecuali oleh sedikit murid-muridnya. Kemudian masuklah para pengikut dari kalangan penguasa yang terpilih dan sejauh itu mempopulerkannya, tetapi dengan berbuat demikian mereka juga mengadakan perobahan perobahan penting dalam ajarannya. Mereka menyebarkan huruf-hurufnya tetapi menghilangkan semangatnya. Di saat Meng Tzu memberikan semangat baru kepada agama Kong Hu Chu, munculah seorang pembaharu agama lainnya, yakni Chuang Tzu membeberkan secara terinci kebenaran yang dibawa oleh Lao Tzu dalam bentuk harfiah. Karya karya tulisnya menunjukkan pandangan mendalam digabung dengan gambaran bersanjak yang sangat indah. Seringkali syair-syair itu juga mengandung humor yang aneh. Dia menulis buku yang setelah dia meninggal disebut Chuang Tzu. Dalam bentuknya yang sekarang berisi tujuh puluh tiga bab semuanya campuran teka-teki filosofis dan anekdot serta perumpamaan. Chuang Tzu dengan mengikuti Lao Tz? sebagai pembimbingnya, bermaksud menguatkan kenyataan Tao (Jalan Tuhan). Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini adalah tidak tetap atau selalu berubah. Hanya Tao saja yang senantiasa tetap dan selalu sama. "Karena Tao mempunyai realitas mendasar atas peristiwa-peristiwa yang mengikutinya, maka dia terhindar dari tindakan atau berbentuk. Jalan itu bisa disalurkan tetapi tidak bisa diserap. Bisa dicapai tetapi tidak bisa dilihat. Jalan ini berdasarkan dirinya sendiri, berakar dalam dirinya sendiri. Sebelum adanya langit dan bumi, hanya Tao sendiri yang ada dan selalu ada dari masa ke masa. Jalan itu memberi roh dan penguasaan atau daya-daya rohani mereka, dan memberi penciptaan langit dan bumi. Bagi Tao titik tertinggi di langit tidaklah tinggi, dan yang terdalam tidaklah rendah, tak ada noktah dalam waktu yang lama atau berlalunya abad menjadi tua.2 " Menurut Chuang Tzu ada dua tingkat ilmu yang dipelajari dengan panca indera kita atau yang dikenal sebagai "ilmu rendahan", dan yang diwahyukan langsung ke fikiran dan hati kita disebut "ilmu yang lebih tinggi". Chuang Tzu dengan penuh penyesalan melihat kenyataan bahwa manusia itu mudah puas dengan ilmu rendahan, dan melalaikan ilmu yang lebih tinggi. Dia juga percaya atas relativitas dari semua nilai-nilai yang ada dalam perwujudan Nya di dunia, dan sebagai korelasi dari prinsip identitas dan teori timbal balik. Pola ini mencakup semua kebalikan dan dasar kehidupan aktif-pasif, positif-negatif, cahaya-gelap, laki-perempuan, hidup-mati. Doktrin kenisbian ini dengan indahnya digambarkan dalam pernyataan riwayat dirinya sendiri berikut ini:"Suatu peristiwa saya, Chuang Tzu, bermimpi bahwa saya seekor kupu-kupu yang terbang dan hinggap ke sana ke mari untuk memenuhi kebutuhan dari maksud seekor kupu-kupu, tanpa menyadari bahwa aku adalah Chuang Tzu. Segera setelah aku terjaga dan menyadari diriku sendiri lagi, aku tak tahu apakah aku ini seorang manusia yang bermimpi menjadi kupu-kupu ataukah aku seekor kupu-kupu yang bermimpi menjadi seorang manusia," (Chuang Tzu, bab "Dalam Tingkatan Segala Perkara") Pada akhirnya segenap kebalikan dan ketegangan itu ditentukan dalam keserasian dan keesaan Jalan Tuhan. Dalam kata-kata Chuang Tzu:"Kata-kata argumentasi semuanya nisbi. Bila kita ingin mencapai yang mutlak kita harus menserasikan mereka dengan sarana Keesaan Ilahi dan dengan mengikuti prinsip evolusi yang alami. Dengan demikian kita bisa melengkapi sisa kehidupan kita yang sudah ditentukan. Tetapi apa yang dimaksud dengan menserasikan mereka dengan sarana sarana Keesaan Ilahi ini adalah demikian. Apa yang kelihatannya benar, belum tentu benar. Apa yang kelihatannya demikian, belum tentu dalam kenyataannya demikian. Bahkan jika apa yang benar kelihatannya benar itu memang benar, di mana letak perbedaan dengan yang salah tidaklah dapat dibuat terang dengan argumentasi. Bahkan jika apa yang kelihatannya demikian itu memang benar-benar demikian, apa bedanya dengan yang tidak demikian juga tidak bisa dibuat terang dengan alasan-alasan. Jangan pedulikan waktu baik atau buruk. Langsung masuklah dalam Ketentraman Yang Tak Terjangkau, ambillah kedamaian akhir di dalamnya." (Chuang Tzu, bab "Dalam Tingkat Segala Perkara") Seperti pembimbingnya yang besar, Chuang Tzu juga mencita-citakan alam dengan cara hidup alamiah. Dia berkata bahwa fitrah asli manusia itu dalam cita-citanya adalah kebahagiaan :"Pernahkan Anda mendengar Abad Alam Sempurna pada masa Yung Ch'eng, Tat'ing, Pohuang, Chungyng ,,, orang-orang yang mengikat tali-tali perhitungan. Mereka menikmati hidangan, mengenakan pakaian indah, puas dengan rumah tangganya, dan bergembira atas adat istiadatnya. Tetangga bersilaturahmi satu dengan lainnya, hingga mereka bisa mendengar salak anjing dan kokok ayam tetangganya, dan orang-orang hingga akhir hayaattnya tidak berkelana ke luar daerahnya. Masa itu adalah kedamaian sempurna," (Chuang Tzu, bab "Membelah Batang Pohon atau Protes Kepada Kebudayaan"). Manusia menjadi menderita dan dilanda kesusahan dalam kehidupan mereka, karena bermain-main dengan alam dan menempuh cara-cara hidup yang direkayasa. Seperti halnya manusia yang kehilangan kebahagian disaat mereka meninggalkan kehidupan fitrah dari masa kanak-kanaknya, begitu pula masyarakat menjadi sesat bila mereka terikat dengan upacara-upacara lahiriah dan larangan-larangan yang diada-adakan. Manusia harus dibiarkan bebas untuk menempuh kehidupan yang sederhana dan alamiah: "Kukira orang yang tahu bagaimana memerintah kerajaan tak akan berbuat demikian. Sebab rakyat itu mempunyai naluri alamiah yang tertentu untuk menentukan dan membuat pakaiannya sendiri, untuk menggarap ladangnya, dan menyediakan makanannya sendiri. Inilah sifat mereka yang umum di mana semua orang terlibat. Naluri semacam ini bisa dinamakan 'terlahir dari Langit'. Demikianlah dalam hari-hari kehidupan alamiah yang sempurna, manusia itu tenang tentram dalam gerak-geriknya, dan berwibawa dalam pandangannya." (Chuang Tzu, bab "Berlarinya Kuda") Chuang Tzu bertindak lebih jauh dari pembimbingnya dengan mengutuk kebudayaan, dan menganjurkan pengasingan diri dari dunia. Dia boleh dikatakan nyaris tak melihat gunanya pemerintahan: "Tidak ada suatu perkara seperti membiarkan manusia bebas sendiri dengan penuh toleransi, tidak ada suatu perkara seperti dalam memerintah manusia. Biarlah manusia sendiri terjauh dari ketakutan. Bila sifat-sifat asli manusia tidak dirusak, dan kehendak mereka tidak diselewengkan, apalagi perlunya ada pemerintahan?" (Chuang Tzu, bab "Toleransi")Ia memberikan penjelasan yang indah tentang prinsip Wie-wu-wie,"biarkan sendiri" atau kelambanan, dan diakhiri dengan pembahasan yang disebutnya Jalan Tuhan. "Dia yang tidak mengenal Tuhan akan tidak suci tabiatnya. Dia yang tidak jelas penghargaannya kepada Tao, tidak akan tahu bagaimana memulai. Dan dia yang tidak mendapat pencerahan dari Tao - aduh sungguh menyesal dia! Selanjutnya apakah Tao? Tao adalah Tuhan, Tuhannya manusia. Kehormatan melalui tanpa usaha datang dari Tao Tuhan: keterlibatan melalui tindakan datang dari Tao manusia. Tao Tuhan adalah dasar, Tao manusia adalah akibat. Jarak pemisahnya demikian besar. Marilah perhatian kita ke arah sana!" (Chuang Tzu, bab "Toleransi")Kehidupan yang ideal dinamakan Chuang Tzu "Tamasya Kebahagian", adalah keadaan di mana manusia "akan mengubur emasnya dilereng-lereng bukit dan melemparkan mutiara-muatiaranya ke laut. Dia tidak akan mengejar harta atau kemasyhuran. Dia tidak akan bergembira ria karena umur panjang atau pun berduka cita karena harus segera meninggal dunia. Dia tidak akan bersuka ria dalam sukses ataupun merasa sakit hati dalam kegagalan. Dia tidak merasa bahwa mahkota di kepalanya itu sebagai hasil usaha pribadinya, dan bahwa dia tidak mengaku bahwa kemaharajaan dunia ini kemuliaan pribadinya. Kemuliaannya adalah dalam memiliki pandangan yang dalam bahwa segalanya adalah Esa sehingga kehidupan dan kematian itu sama saja.Chuang Tzu beriman kepada Hari Akhirat dan kehidupan sesudah mati. Dia menganggap takut mati sebagai sumber pokok ketidakbahagiaan manusia. Namun melalui pemahaman yang diajarkannya, ketakutan ini tidak ada artinya. Kisah Chuang Tzu dan tengkorak dapat menggambarkan secara baik hubungan ini: Dalam perjalanan ke Ch'u, Chuang Tzu melihat sebuah tengkorak tergeletak di pinggir jalan. Dengan memegang cambuknya, dia menundukkan kepalanya dan bertanya: "Tuan, ambisi apakah yang tak terpuaskan dan keinginan tak terkendalikan yang manakah sehingga Anda seperti ini. Jatuhnya suatu kerajaankah yang dibinasakan oleh kampak atau toya? Atau Anda menempuh kehidupan jahat sehingga mencemarkan nama keluarga dan karenanya Anda sampai pada keadaan semacam ini. Apakah Anda meninggal karena kelaparan dan kedinginan, ataukah Anda meninggal secara wajar dalam usia tua?" Kemudia diambilnya tengkorak itu dan diletakkan di bawah bantalnya ketika tidur. Pada tengah malam, tengkorak itu muncul di hadapannya dalam mimpi, dan bercerita tentang kebahagiaan mereka yang sudah mati. Namun Chuang Tzu tidak mempercayainya, dan bertanya kalau-kalau tengkorak itu mau dikembalikan ke dunia fana dan dipulangkan kembali ke rumahnya. Mendengar hal ini, tengkorak pun melotot sambil mengangkat alisnya dan berkata; "Bagaimana Anda dapat bayangkan bahwa saya akan lemparkan kebahagian besar sebagai raja hanya untuk kembali ke dunia guna bertani dan membuat kesusahan di alam fana itu?" Dan disinilah gambaran Chuang Tzu tentang manusia sejati itu:"Manusia sejati dari zaman dahulu, nampak bagaikan menara yang kokoh tak dapat dirobohkan. Sikap mereka selalu berusaha keras dalam pribadinya, tanp menengok orang lain. Secara fitriah mereka memiliki kebebasan berfikir, tetapi mereka tidak keras hati. Hidup dalam kemerdekaan yang tak terhambat, mereka tidak mencoba untuk menonjolkan diri. Mereka tampak tersenyum seolah selalu bahagia, dan hanya bereaksi atas umpan balik yang wajar dari lingkungannya. Kewibawaan mereka mengalir dari timbunan kebajikan dalam hatinya. Dalam hubungan sosial , mereka tampak menjaga watak aslinya. Lapang dada mereka terlihat anggun, unggul, dan selalu terkendali. Mereka senantiasa menetap seolah pintu tertutup. Mereka selalu merenung seolah lupa bicara. Mereka melihat hukum pidana dari bentuk luar, dan upacara di masyarakat sebagai sarana-sarana tertentu. Ilmu pengetahuan dilihat sebagai alat mencapai tujuan. Moral sebagai petunjuk, karena alasan inilah maka bagi mereka hukum pidana berarti administrasi yang baik, upacara sosial suatu cara untuk bergaul , dan ilmu pengetahuan sebagai penolong untuk hal-hal yang tak terhindarkan. Dan moralitas sebagai petunjuk bagi mereka yang bersedia berjalan bersama orang lain untuk mencapai bukit kebahagian. Dan semua manusia mengira bahwa mereka dalam penderitaan agar dapat hidup dengan benar. Karena apa yang mereka perhatikan adalah Satu dan yang mereka abaikan juga Satu. Apa yang mereka anggap Esa adalah Satu dan apa yang mereka tidak anggap Esa juga Satu. Di mana Yang Esa semua adalah dari Tuhan, dan di mana yang tidak dianggap Esa dari manusia. Dan demikianlah maka antara manusia dan keilahian itu sebenarnya tidak ada pertentangan. Inilah yang dinamakan seorang manusia sejati." (Chuang Tzu, bab "Yang Maha Kuasa")
PERKEMBANGAN BELAKANGAN
Selama dinasti Han agama Tao memperoleh pengaruh yang kuat dalam kerajaan, dan boleh dikatakan sebagai masa agama negara. Raja Tai yang memerintah dari tahun 156 sM, memerintahkan agar buku Lao Tzu, Tao Te Ching dipelajari di kerajaan, dan karenanya dia mendapat penghargaan istana. Tetapi pada saat itu pula agama Tao telah banyak dirusak oleh elemen-elemen magis yang menyusup jauh dari kebenaran dan keserderhanaannya yang asli. Pencariannya sekarang tidak lagi ditekankan kepada kemuliaan akhlak sebagai suatu kesempurnaan hidup abadi, dan obat bagi ketentraman hidup. Salah satu Kaisar Han telah menyiapkan ekspedisi untuk mencari Pulau Rakhmat, di mana manusia dapat hidup selama-lamanya tanpa mengenal sakit. Percobaan untuk menjadi Jin mendorong manusia untuk mengadakan percobaan-percobaan yang aneh dengan obat-obatan, dan ke arah segudang eksprimen jasmani yang dekat dengan praktik Yoga dalam agama Hindu. Prof. Soothill, menulis pada tahun 1923, bahwa kehancuran agama Tao telah menjelma menjadi suatu sistem magis: "Suatu kesalahan tidak dapat ditimpakan kepada Laocius (nama latin dari nama Lao Tzu), dan sungguh disayangkan bahwa ajaran akhlak yang mulia dari Laocius dan Chuang Tzu tidak dapat terjangkau oleh para pewarisnya. Bahkan di masa Chuang Tzu, kita dapati elemen-elemen keajaiban, yakni seseorang dapat menembus batu cadas dan meloncat dari jarak yang sangat tinggi tanpa luka, dan menempuh api tanpa terbakar, berjalan melalui udara beribu mil, menghilang berhari-hari, manusia tidak mati tetapi berpindah ke alam gaib, dan lain sebagainya. Para penganut agama Tao sekarang dapat berjalan di atas pedang, berjalan menginjak api yang berkobar, menancapkan jarum panjang menembus pipi. Mereka dapat dipanggil untuk membersihkan rumah hantu dan menolak setan, berkeliling kota untuk mencegah wabah kolera, mengutuk pencuri dengan guna-guna, dan menjadi pawang hujan. 3 " Orang yang bertanggung jawab dalam mengorganisir agama Tao dan elemen-elemennya dalam Kelenteng adalah Chang Tao-Ling - diriwayatkan bahwa dia dilahirkan pada tahun 34. Ia menjadikan dirinya semacam Paus yang pertama dari garis panjang pewaris-pewarisnya yang berlangsung terus sampai abad ini, dan hingga tegaknya Republik Rakyat China telah mempunyai pengaruh politik yang cukup diperhitungkan. Chang Tao-Ling dengan sekelompok pengikutnya menegakkan negara kecil berdasarkan prinsip-prinsip agama Tao di suatu pelosok terasing, dan karya-karyanya disebarkan ke berbagai bagian China oleh anggota-anggotanya dan keluarganya. Diyakini, dia memilki tenaga gaib dan satu dari keturunannya telah menemukan air kehidupan sehingga menjadi hidup abadi. Jabatan suci itu diturunkan dari ayah ke anak laki-lakinya. Dan dengan berlalunya waktu, Kaisar menghadiahkan suatu negara agama di Kiangsi, hingga masa kini menjadi pusat Kelenteng agama Tao. Sejarah agama Tao yang belakangan semakin meningkat kerumitan dan peleburan dari anasir asing. Masuknya agama Buddha di China yang sudah rusak karena agama Brahma Tantri dan agama-agama purba dari Asia Tengah adalah komplikasi lanjutan, dan berakibat imitasi, adaptasi, penyerapan dari banyak gagasan yang aslinya dari India. Kuil, Biara, dan Kelenteng didirikan orang-orang suci dan dewa-dewa, dan bahkan para pahlawan nasional disembah-sembah orang. Akhirnya muncullah Trinitas agama Tao yang terdiri dari Lao Tzu, Tahta Permata ( satu tokoh mistis yang melambangkan penguasa tertinggi alam semesta), dan dewa purba yang pertama - Dewa Perusak atau Pembinasa Dunia, samar-samar ada prinsip utama yang lebih tinggi dari pada ini. Dibawah pengaruh "Guru-Guru Langit" beroperasilah Jin dan Peri yang tak terhitung banyaknya, termasuk "Delapan Yang Abadi" yang seringkali muncul dalam kesenian China. Jalan Tuhan (Tao) dan nilai-nilai akhlak agama Tao yang asli telah kabur sepenuhnya, dan bercerai berai kemana-mana di samping pengobatan gaib, dan guna guna yang bersimaharajalela di setiap kelenteng dan biara. Takhayul yang luar biasa disebarkan di kalangan para petani yang sederhana dan buta huruf untuk menghasilkan sejumlah uang tertentu bagi para rahib yang hidup mewah dalam kemalasannya. Prinsip tidak berbuat seperti yang dianjurkan Lao Tzu dan Chuang Tzu demi pengembangan rohani telah diartikan semata-mata dengan kemalasan tanpa berbuat apa-apa. Dalam kemorosotan yang cepat, agama Tao menjadi tanah subur bagi segala takhayul dari tugas utamanya yakni menolak roh jahat. Sebelum kita tinggalkan sejarah agama Tao, hendaknya kita catat bahwa agama Buddha, Kong Hu Chu, dan Tao tidaklah terpisah-pisah di China. Bagi negeri Kristen, pastilah tak terfikirkan bagaimana seorang dapat menjadi Katholik sekaligus seorang Methodist. Namun seorang China dapat dengan mudah mengatakan dia adalah pengikut Kong Hu Chu, dan sekaligus Buddha dan Tao, yakni sesungguhnya dia masuk dalam ketiga-tiga agama itu pada saat yang bersamaan. Pendeta Buddha suka menjalankan kewajiban dalam Kelenteng Tao. Kong Hu Chu sendiri disajikan dalam tulisan-tulisan Chuang Tzu sebagai penerus teori agama Tao, beberapa penganut agama Tao bahkan menyembah Kong Hu Chu sebagai Dewa. Kombinasi tiga agama ini secara aneh digambarkan oleh Dr. Carpenter: "Pada awal abad ke enam, seorang pendeta Buddha yang terkenal ditanya oleh Kaisar, "Apakah Anda seorang Buddhis?", dan dia menunjuk kopiah Tao-nya, "Apakah Anda pemeluk agama Tao?", dan dia menunjuk sepatu Kong Hu Chunya, "Apakah Anda pengikut Kong Hu Chu?", dan dia memakai jubah pendeta Buddha 4 ."
BAB VII AGAMA YAHUDI
Sejarah Bani Israil dimulai saat Abad Perunggu, di mana orang-orang Semit pindah dari peradaban yang menonjol di Lembah Efrata, mengikuti hancurnya kota tua Ur, dan menetap di negeri perbukitan yang terpisah di Kanaan Tengah dan Kanaan Selatan di tepi Laut Tengah. Pemimpin dari keluarga ini adalah seorang laki-laki, Abram (belakang disebut Ibrahim), yang tegak berhadapan melawan agama purba serta berhala rakyat dan dengan mengikuti wahyu Ilahi, telah mulai percaya kepada ketauhidan yang teratur. Karena keimanannya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan hidupnya yang saleh, Ibrahim dijanjikan bahwa keturunannya yang tulus akan menjadi sumber rahmat yang lestari bagi bangsa-bangsa di muka bumi ini. Risalah Ibrahim a.s. terhadap Tuhan selanjutnya diteruskan oleh putera-puteranya, Ismail dan Ishak, dan setelah itu oleh Ya'qub yang mengalami peristiwa ajaib di mana dia bergulat dengan salah satu malaikat, yang kemudian dinamakan Israel, suatu istilah yang berarti kampiun Tuhan. Ya'qub mempunyai duabelas putera yang menjadi cikal-bakal dari duabelas suku yang beberapa waktu kemudian membentuk Bani Israil. Melalui rangkaian peristiwa dan keadaan, maka Yusuf salah seorang putera Ya'qub bangkit dari perbudakan, dan menjadi Gubernur di Mesir yang pada saat itu diperintah oleh Hyksos, seorang Semit keturunan asing yang dekat hubungannya dengan Yahudi. Setelah itu, Bani Israil pindah secara besar-besaran ke Mesir dan dalam jangka waktu yang lama mereka menikmati keuntungan dan pengaruh yang besar di sana. Tetapi karena bangkitnya nasionalisme bangsa Mesir di bawah Pangeran dari Thebes dan dijatuhkannya Hyksos oleh Aahmes sekitar tahun 1580 SM, maka Bani Israil merosot menjadi budak belian. "Maka sekarang bangkitlah", kata Alkitab, "seorang raja baru di tanah Mesir yang tidak mengenal Yusuf dan memperlakukan Bani Israil dengan buas dan kejam. Dan mereka membuat kehidupannya penuh dengan kerja paksa membuat keramik, batu bata, dan segala macam kerja bercocok tanam di ladang: semua yang mereka kerjakan dan pelayanannya adalah penuh kekejaman". 1 Ketika nasib Bani Israil menjadi benar-benar tak tertahankan lagi di bawah Fir'aun Ramses II, Tuhan membangkitkan seorang pemimpin besar bernama Musa untuk mengangkat mereka dari penderitaannya dan mempersatukan mereka dalam satu bangsa. Musa dibesarkan dan diangkat oleh salah seorang ratu Mesir. Tetapi ketika beranjak dewasa, dia terpaksa melarikan diri dari negeri itu ke tanah berpadang rumput, Midian, di sana beliau bekerja, menikah dan selama beberapa tahun bekerja sebagai penggembala. Pada suatu hari, ketika beliau sedang menggembalakan ternaknya di Gunung Sinai sampailah di bukit Horeb, dan di sana tampak pancaran sinar yang menakjubkan di semak padang pasir yang pekat, dan beliau mendengar suara Tuhan yang menyeru agar kembali ke Mesir untuk mengangkat saudara-saudaranya dari penderitaan, dan memimpin mereka ke Tanah Yang Dijanjikan. Mengikuti seruan itu, Musa kembali ke Mesir dan berkali-kali membujuk Bani Israil untuk berangkat bersamanya. Mereka dikejar Fir'aun dan bala tentaranya. Bani Israil tertolong oleh apa yang dinamakan mukjizat, yakni campur tangan Tuhan dengan menyeberangi Laut Merah di suatu tempat dekat Suez, sedangkan orang-orang Mesir itu ditenggelamkan. "Demikianlah Tuhan menyelamatkan Bani Israil pada hari itu dari kejaran orang-orang Mesir, dan Bani Israil melihat orang-orang Mesir itu mati dari seberangnya pantai. Dan Bani Israil melihat karya besar yang dilakukan Tuhan terhadap orang Mesir, dan orang-orang itu pun takut kepada Tuhan, dan percaya kepada Tuhan serta hambaNya Musa." 2 Di padang gersang Gurun Sinai di mana Bani Israil tiba setelah melarikan diri dari Mesir, Musa menerima Sepuluh Perintah dan tercantum dalam Taurat melalui sejumlah Wahyu Ilahi. Tetapi ketika beliau sedang pergi, Bani Israil melupakan Yahweh (Yehovah), Tuhan Yang Esa, dan mulai menyembah sapi emas. Karena penyelewengannya ini mereka terpaksa menderita dan mengem-bara di padang gurun selama empatpuluh tahun. Musa, Nabi Besar Bani Israil wafat sebelum beliau dapat memimpin bangsanya ke Tanah Yang Dijanjikan. Mengutip seorang pengarang Yahudi, "Bani Israil belum siap untuk masuk ke Tanah itu, begitu pula Tanah itu belum siap menerima mereka." Akhirnya Bani Israil memasuki Kanaan (Palestina) setelah menyeberangi Sungai Yordan dekat Laut Mati di bawah pimpinan Yoshua. Setelah mengalami pertempuran pahit dan lama dari serangan orang-orang Arab setempat yang telah menghuninya bertahun-tahun, mereka dapat menguasai bagian terbesar dan tersubur dari tanah itu. Segera setelah Yoshua wafat, Bani Israil mengingkari lagi ketauhidannya yang murni sebagaimana telah diajarkan oleh Musa a.s. dengan Wahyu Nya, dan mulai menyembah dewa-dewa setempat seperti Baals dan Astertes. "Bani Israil sungguh-sungguh tergoda", tulis Pendeta Allan Menzies, "untuk memakai apa yang mereka peroleh dari orang-orang Kanaan. Tempat-tempat suci yang lama, tidak mau mereka pergunakan. Mereka berfikir adalah sungguh aneh jika sebagai petani mereka tidak mengadakan pesta panen dan lazimnya mereka yang menghormati Baals dari Kanaan, sebagai tuhan tanah itu dan pemberi kesuburan serta rasa syukur mereka atas hasil panen dialamatkan kepadanya. Penyembahan mereka kepada Yehova kelihatannya kurang dan tak berarti dibanding apa yang diberikan oleh bangsa Kanaan kepada Baals, karena itu mereka juga mendirikan asheras dan batu-batu monumen serta Yehova sendiri mereka buat patung-patungnya. Salah satu patung ini dihancurkan oleh Hezekiah berbentuk seekor ular, di tempat lain Yehova disembah dalam bentuk seekor beruang. Di mana patung tersebut dipelihara, di situ orang dapat berkonsultasi perihal nasib dengan berbagai cara. Perahu atau zirah disimpan dalam kuil-kuilnya, dan benda itu dibawanya nanti kalau berperang." 3 Namun demikian, tidaklah berarti praktik keberhalaan ini tidak mendapat tantangan. Pemimpin-pemimpin yang berani yang disebut 'Hakim-Hakim", sekitar duabelas orang menentang praktik dan kepercayaan yang menghancurkan jiwa ini, dan munculah peran sebagai pembebas terhadap penindasan. Mereka menyeru ummat ke arah penyembahan murni kepada Yahweh. Tetapi Hakim-Hakim itu bukanlah para pahlawan nasional. Mereka hanya pahlawan suku dan pengaruhnya tidak dapat mengatasi krisis tersebut Pada masa Samuel, yakni akhir para Hakim-Hakim, telah lahir praktik-praktik tersebut ke seluruh Kanaan dan mereka pun terpecah belah. Namun bahaya baru pun muncul kepada Bani Israil dalam bentuk serangan bangsa Palestina yang membinasakan banyak kota-kota Israil dan menduduki kota Ark. Maka bangkit seruan di kalangan Bani Israil untuk seorang raja yang dapat mempersatukan mereka sebagai suatu bangsa di bawah satu pemerintah pusat yang kuat dan yang akan memimpin mereka dalam peperangan melawan musuh-musuh mereka. Orang yang terpilih sebagai Raja pertama dari Bani Israil adalah Saul. Tetapi hanya beberapa waktu, setelah itu dipimpin oleh Raja kedua, Daud (1012 - 972 s.M), maka Bani Israil mencapai puncak kekuasaan dan kemuliaan. Daud mempersatukan seluruh suku bangsa dalam satu negara yang kuat dan memenangkan beberapa penaklukan yang gemilang di medan perang, dengan demikian memperluas tapal batas Israil. Beliau menaklukkan Yerusalem, dan menjadikannya sebagai ibukota kerajaannya. Beliau membersihkan agama Yahudi dari anasir-anasir purba dan mengorganisir kembali upacara-upacara agama di tempat-tempat ibadah. Pemerintahannya sungguh merupakan abad keemasan bagi Bani Israil. Kebijakasanaan Daud a.s. dalam memusatkan kekuasaan politik dan keagamaan diteruskan oleh putranya, Sulaiman, yang membangun satu Kanisah mengagumkan di Yerusalem dan menjadikan satu-satunya rumah ibadah yang mengatasi tempat-tempat ibadah lainnya di seluruh negeri. Pemerintahan Sulaiman adalah masa damai yang tiada taranya bagi Israil. Hal ini juga ditandai dengan kemajuan baik material maupun kultural. Armada niaga Sulaiman mengarungi samudera sampai ke negeri yang jauh-jauh, dan kembali ke Israil membawa kekayaan dari berbagai bangsa. Kesenian dan ilmu pengetahuhan berkembang pesat. Sulaiman sendiri melaksanakan kebijaksanaan, keahlian, kecermelangan, dan menghasilkan karya tulis yang sangat berlimpah demi perkembangannya. Kesatuan Israil secara politis maupun agama tidak berlangsung lama. Setelah wafat Sulaiman a.s. mereka terpecah menjadi dua kerajaan. Sepuluh suku bangsa di Utara membentuk kerajaan Israil dengan ibukota Samaria dan Jeroboam sebagai raja pertamanya; dan dua suku bangsa di Selatan, yakni suku Yudah dan Benyamin membentuk kerajaan Yudea dengan ibu kotanya tetap di Yerusalem. Tetapi Bani Israil menyeleweng dari agama monoteisme yang bermoral ajaran Musa dan para Nabi yang lain. Di bawah pemerintahan Ahab beserta istrinya yang berasal dari luar negeri dan sangat mendominasi, Yezebel, maka pengabdian kepada Yahweh, yakni Tuhan Yang Esa dan Sejati, digeser dengan penyembahan kepada Baals, yakni tuhannya bangsa Tyrus berikut upacara-upacara pesta panen serta korban manusia. Nabi Ilyas bangkit di tengah-tengah mereka untuk memperingatkan Bani Israil atas kemerosotan agama dan akhlak mereka. Beliau diikuti oleh Nabi Amos yang mengutuk kemewahan dan korupsi di zamannya. Beliau mendakwahkan bahwa Tuhan tidak meridhoi hari-hari pesta dan sesaji korban, tetapi Dia meridhoi bila kita bersikap tulus dan berlaku adil. Namun peringatan para Nabi ini hanya masuk ke telinga orang-orang yang benar-benar sudah tuli, sehingga akhirnya Tuhan mengutus Nabi Hosea untuk menyelamatkan mereka dari ancaman siksa. Taubat kepada Tuhan dan kembali ke jalan yang benar rupa-rupanya sudah tidak dapat diharapkan lagi, sehingga azab yang paling pahit pun tiba kepada Bani Israil, yakni mereka ditaklukkan dan dibuang akibat dosa dan kejahilan mereka sendiri. Pada tahun 738 s.M, seluruh tentara raja Assyria, Tiglath-Pilesar III menghancurkan kerajaan Israil dan menjadikannya sebagai jajahan dan miskin. Pada tahun 721 SM, Sargon II melihat tanda-tanda pembangkangan dan pemberontakan di kalangan Bani Israil, dan menghukum mereka dengan memindahkan hampir seluruh penduduk ke bagian-bagian yang terjauh dari kekaisarannya yang luas itu. Demikianlah maka kerajaan Israil pun lenyap dari sejarah. Pada masa kerajaan Yudea, dinasti yang didirikan Daud tersebut tetap berlangsung tanpa gangguan untuk beberapa waktu. Beberapa raja yang awalnya beriman kepada agama Musa, tetapi ketika Yehoram naik tahta maka terjadi kerusakan. Istri Yehoram yang saudara perempuan Jezebel telah mempengaruhinya, dan ia menganjurkan penyembahan Baals tuhan bangsa Tyrus yang merupakan penyebab kehancuran kerajaan Israil. Kini kerusakan agama dan dekadensi moral jadi merata di Israil. Tetapi tidak semua raja mereka rusak. Ketika Hezekiel menjadi raja, beliau mencoba sekuat tenaga melenyapkan praktik-praktik keberhalaan dan membentuk kembali agama Musa. Dalam hal ini, dia dibantu oleh Nabi Isaiah dan Micah. Dengan misi yang sama dengan para penduhulunya, yakni nabi Amos dan Hosea, mereka menyerang kerusakan moral dan kemewahan yang melemahkan dan berkembang biak di Yudea itu. Mereka berdua menekankan bahwa sesaji itu betapun sangat terinci cara menghidangkannya, tidaklah dapat menggantikan keadilan dan ketulusan. Mereka memperingatkan bahwa Yerusalem akan mengikuti nasib Samaria, kecuali kalau kaum itu mau bertobat dan merombak cara hidup mereka. Raja yang mulia lainnya adalah Yosiah yang naik tahta pada tahun 640 s.M. Kitab Raja-Raja menceritakan kepada kita bahwa pada tahun 621 s.M, Hilkiah kepala pendeta mengirim suatu catatan kepada raja Yosiah bahwa dia telah menemukan Kitab sejati dari syariat Musa di rumah Yahweh. Kebanyakan kritikus beranggapan bahwa buku ini sebagiannya sama dengan Kitab Kejadian yang ada sekarang. Dinyatakan bahwa ini adalah syariat Musa a.s. yang diberikan kepada Bani Israil lebih dari 800 tahun sebelumnya. Dengan bersenjatakan Kitab ini, Yosiah mengadakan perombakkan yang drastis mengenai agama di Yudea. Penyembahan yang bersifat politeisme dilarang, berhala-berhala dibinasakan, pelacuran yang berkedok kesucian dan korban manusia dihapuskan, begitu pula di kuil-kuil lokal. Tetapi kira-kira pada saat itu, terjadilah peristiwa yang menggoncangkan dunia, sehingga hancurlah harapan perombakan yang dilakukan Yosiah. Kekaisaran Assyria berakhir secara mendadak, Mesir dan Babylonia segera terlibat perang besar untuk mengisi tempat yang ditinggalkan kosong di Asia Barat itu. Yudea menjadi korban persaingan antara dua adikuasa ini. Nabi Yeremiah bangkit pada saat itu untuk melawan kebodohan dan kejahatan di kalangan rakyat Yudah, serta memperingatkan mereka terhadap keruntuhan yang ditimpakan di atas kepala mereka. Peringatan dan petuahnya tidak digubris. Pada tahun 586 s.M. Nebuchadnezzar, raja Babilonia menyerang Yerusalem. Ia menghancurkannya menjadi puing-puing berserakan, dan ia lalu memindahkan kaum Yudea ke Babilonia. Demikianlah maka Yudea pun mengalami nasib yang serupa seperti sepuluh suku Israil yang ditawan dan dihinakan. Tetapi walaupun suku-suku Bani Israil lainnya lenyap dan terpencar kemana-mana di berbagai negeri, hanya Yudah sendiri yang masih bertahan. Yudaisme berasal nama suku Yudah dan para pengikutnya yang kemudian dikenal sebagai orang Yahudi. Pada tahun 535 .s.M., Cyrus, raja Persia yang besar menjadi penguasa Babilone. Bani Israil mulai merasakan hubungan yang lebih akrab dari penguasa sebelumnya. Salah satu keputusan Cyrus yang pertama kali adalah memperbolehkan mereka kembali ke Yudea sebagaimana mereka kehendaki, lalu beberapa ribu orang mendapat izin tersebut. Di bawah seorang Pangeran bernama Zerubbabel dan ditemani Yoshua sebagai kepala pendeta, para pengungsi kembali. Setelah tertunda beberapa lama, mereka pun berhasil membangun kuil dan menegakkan peribadatan kembali. Para nabi, Haggai, Zehariah, dan seterusnya, Malachi (di tangan dia nubuwwat Ibrani berakhir) muncul di kalangan mereka untuk membangkitkan dan menegakkan kembali agama yang benar. Pada tahun 458 s.M. Ezra si Penulis datang ke Yeruzalem dengan dilengkapi wewenang kerajaan yang diperoleh dari raja Artexerxes I Longimanus, untuk memperkenalkan dan mewajibkan suatu Hukum Kependetaan yang berkembang di Babilonia. Ezra mengobarkan bentrokkan yang berkepanjangan, melawan perkawinan campuran, dan dengan pertolongan para pendeta serta penulis, menyusun dan memberi bentuk akhir pada kitab Pentateuch atau Lima Kitab yang dinisbahkan kepada Musa a.s. dalam Alkitab sekarang. Periode ini ditandai dengan adanya pemerintahan para pendeta dan bangkitnya negara teokratis di Yudea di bawah perwalian Persia. Kekuasaan Persia berakhir di Yudea pada tahun 333 s.M. ketika Iskandar yang Agung, si penakluk segera menguasai Asia dengan mudahnya dan menaklukkan Palestina. Missi Iskandar yang Agung adalah menyebarluaskan peradaban dan idea Hellenisme, tetapi dia tidak percaya atas digunakannya kekerasaan. Dia membiarkan bangsa Yahudi bebas memeluk agama dan tata cara hidupnya. Ketika Iskandar mangkat, Palestina untuk pertama kalinya jatuh ke tangan raja-raja Yunani dari Mesir, yakni Ptolomieus yang pemerintahannya sebagian besar halus dan toleran. Namun belakangan raja Seleucid dari Syria memegang tampuk kekuasaan dan dibawah dinasti ini ada seorang tiran namun cekatan, Antiochus IV. Dia membuat sejarah baru dengan memasukkan kebudayaan Hellenisme untuk membuat beradab orang-orang Yahudi dari Yudea. Demi tercapainya maksud ini, dia menekan praktik agama Yahudi dan meruntuhkan kanisah-kanisah, serta membakar kitab-kitab sucinya, sambil menganiaya barangsiapa yang merintangi usaha mereka. Tentunya dia juga memperoleh sekutu dari kalangan bangsa Yahudi. Segolongan besar menganggap bahwa kemajuan peradaban ditandai dengan mampu berbahasa Yunani dan memakai nama Yunani, serta memperoleh kedudukkan yang tinggi dalam kependetaan. Akhirnya kaum Yahudi ortodoks bangkit dalam revolusi melawan tiran ini, dan di bawah pimpinan Mathatiahs serta putranya Maccabees, memperoleh kemenangan yang mengejutkan. Tiga tahun setelah dipecahbelah rumah-rumah ibadahnynya, mereka dapat memperbaiki dan memurnikan kembali. Antichous mangkat di kota Tabae Persia, dan panglimanya Lyaisas memberikan toleransi kepada bangsa Yahudi. Beberapa kelompok Yahudi sudah merasa puas dengan diperolehnya kebebasan beragama, tetapi yang lain ingin menyingkirkan sama sekali penguasa Selecuid sehingga dapat diperoleh pula kebebasan berpolitik, dan ini mengakibatkan korban atas Maccabean bersaudara. Akhirnya pada tahun 143 s.M. Simon sebagai Maccabean yang terakhir dan tersisa dapat mengusir penguasa Syria dari Yeruzalem. Simon terpilih sebagai Pendeta Tinggi yang pertama merangkap sebagai Kepala Negara dengan pangkat Nasi, dan negara Yahudi baru pun dibentuk. Putera Simon yang bernama John Hyrcanus yang menjadi penguasa berikutnya adalah seorang yang penuh ambisi dan dia mulai bertempur dengan negeri-negeri tetangganya untuk membentuk kekaisaran dirinya. Dalam nasionalisme yang agresif, John Hyrcanus dilawan dengan kuat oleh kaum Farisi yang bersama kaum Saduki membentuk dua golongan utama yang muncul sejak saat itu. Kaum Saduki mendukung dia sepenuhnya. Dengan berlalunya waktu negara Yahudi semakin lemah, karena pertentangan dalam tubuhnya sendiri dan peperangan. Ada dua orang yang mengangkat diri sebagai raja dan keduanya meminta bantuan Romawi. Pompey menjawab seruan itu, mereka maju ke ibu kota, menguasai dan menaklukkannya pada tahun 63 s.M. Yudea sekarang berada di bawah kekuasaan Romawi dan dijadikan propinsi di bawah pimpinan Hyracanus III, yakni salah seorang yang meminta bantuannya dan diangkat sebagai Pendeta Tinggi namun tanpa jabatan raja lagi. Ketika Caesar menjadi penguasa di Roma, dia menunjuk Antipater seorang yang baru masuk agama Yahudi sebagai pelindung Yudea. Antipater lalu menunjuk Herodes sebagai Gubernur Galilea. Pada tahun 39 s.M. Herodes dijadikan raja Yudea oleh Senat Romawi. Meskipun nampaknya merdeka, namun sesungguhnya Yudea terikat kepada Romawi. Herodes adalah seorang yang cakap, dan dia telah berbuat banyak bagi negeri dan rakyat di bawah kekuasaannya. Namun bangsa Yahudi masih tetap merasa dia sebagai boneka Romawi dan yang pasti dia tetap menempatkan kepentingan Romawi di atas segalanya. Selama periode ini, kaum Yahudi terbagi dalam berbagai golongan dan sekte. Yang pertama adalah kaum Saduki, yakni kelompok yang memihak Romawi dan dipimpin oleh pendeta Yerusalem. Mungkin saja mereka bukan merupakan partai besar, dan hanya terdiri dari pamong Yerusalem dan juga mereka yang secara langsung berkepentingan dengan mereka, yakni kaum bangsawan dan para petani. Kaum Saduki menganggap enteng pada kewajiban agamanya, dan sangat bersungguh hati dalam masalah politik. Mereka tidak percaya akan adanya kehidupan sesudah mati, dan sangat condong kepada urusan duniawi, selalu menghindari kesulitan dan berambisi untuk kaya raya. . Sebaliknya, kaum Farisi merupakan partai yang popular dan condong pada masalah agama dari politik. Isu politik utama yang sangat menjadi sorotan mereka adalah kebebasan beragama, dam mereka menyongsong kemerdekaan nasionalnya tetapi tidak dengan jalan revolusi, tetapi dengan melalui datangnya Putera Daud, seorang Juru Selamat (Almasih) yang bukan Tuhan tetapi akan menerima dari Dia wewenang untuk memerintah negeri ini. Mereka sangat cermat dalam penafsirannya, dan dalam mengikuti syariat Yahudi seringkali sombong dan kikir. Perbedaan utama antara kaum Saduki dan Farisi adalah (1) Kaum Farisi percaya hidup sesudah mati, sorga dan neraka, kebangkitan kembali secara umum, dan Kerajaan Almasih; kaum Saduki menolak seluruh ajaran ini dan menganggpnya sebagai bid'ah, (2) Kaum Saduki hanya percaya pada apa yang tertulis dalam Taurat, sedangkan kaum Farisi juga percaya kepada riwayat lisan dan tafsir kaum ulama yang dianggap mereka telah banyak mendapat ilham Ilahi, dan lebih beriman sebagaimana tertulis dalam Taurat, (3) kaum Saduki memegang teguh ajaran Yunani tentang kehendak bebas, sedangkan kaum Farisi berpendapat bahwa kehendak bebas itu dibatasi oleh takdir Tuhan. Dengan dihancurkannya Kanisah pada tahun 70 M. peranan kaum Saduki diakhiri, dan mereka lenyap, tetapi kaum Farisi yang tidak lagi membutuhkan Kanisah dan memusatkan diri ke Sinagog yang berkembang dan menjadi dasar bagi tradisi kerahiban yang sampai sekarang terus berlangsung dalam agama Yahudi modern. Sekte yang lain, Zealot, telah memisahkan diri dari kaum Farisi karena mereka beranggapan bahwa golongan tersebut kurang cukup mengabdi kepada tujuan kemerdekaan nasional. Kaum Zealot adalah patriot sejati yang menggabungkan kecintaan mendalam pada negaranya sebagai kebaktian kepada Taurat dan bersedia untuk bertempur dan mati untuk kedua tujuan itu. Bagi mereka Tuhan adalah Tuhan Penguasa Negeri Israil, dan Bani Israil adalah ummat yang terpilih dan negerinya adalah tanah Nya, akibatnya mereka beranggapan bahwa apa yang sekarang terjadi di atasnya adalah kekejian. Mereka menganggap adalah berdosa secara moral bagi seorang putera Israil untuk tunduk kepada Romawi dan mengakui kerajaannya. Mereka berusaha dengan gerakan militer untuk membebaskan Palestina. Ada juga golongan keagamaan Yahudi lainnya, yang disebut Kaum Essene. Penemuan akhir-akhir ini dari Gulungan Laut Mati (The Dead Sea Scrolls) di lembah Qumran, Yordania, menunjukkan keterangan baru mengenai adat kebiasaan golongan ini 4. Kaum Essene walaupun perbandingannya hanya sedikit dalam jumlah pengikut, tetapi mencirikan dirinya tidak saja sebagai pemegang peran yang menonjol dalam sejarah, tetapi bahkan memiliki kedudukan kunci dalam seluruh drama alam ini. Kaum Yahudi adalah ummat terpilih dari Tuhan, dan dengan siapa Dia mempunyai perjanjian khusus. Namun tidak semua kaum Yahudi memegang teguh perjanjian ini sebagaimana disinyalir oleh kaum Essene. Bahkan mereka tidak mengerti dengan sebenarnya tentang rahmat yang terkandung dari perintah perjanjian ini. Karena itu melalui golongan khusus dari ummat yang terpilih inilah Tuhan akan mempergunakannya "untuk melapangkan jalan dari kejahilan ke arah tatanan dunia baru", yang akan diberikannya melalui Almasih penguasa yang ditunjuk Tuhan bagi Bani Israil, dan melalui Israil ke seluruh ummat manusia. Untuk maksud ini, maka kaum Essene berbai'at bersama dalam "Perjanjian Baru" di Damsyik. Ini adalah suatu perjanjian untuk kembali kepada ajaran murni dari Musa a.s. dan para nabi lainnya dengan dibimbing oleh seorang Guru Ketulusan. Siapakah Guru Kebenaran dan Ketulusan jni? Sayangnya tidak ada jawaban yang pasti untuk mengenalinya, dan usaha-usaha ke arah ini sebegitu jauh hanya mendorong ke arah pertentangan saja. Beberapa cendekiawan telah berpendapat bahwa Guru Ketulusan ini tiada lain adalah Yesus sendiri 5. A. Powell Davies dalam bukunya The Dead Sea Scrolls telah menarik perhatian atau persamaan yang erat antara kaum Essene dengan masyarakat Kristen permulaan. Kaum Essene menghindari korban binatang dan menganggap fikiran yang tentram sebagai "satu-satunya pengorbanan sejati", melibatkan diri dalam pertanian dan kesenian yang penuh kedamaian serta sangat anti perbudakan. Mereka tidak memiliki waktu untuk berdiskusi tentang filsafat, kecuali kalau ilmu tersebut menyangkut masalah etika. Mereka mengajarkan kasih sayang Tuhan, kemuliaan akhlak dan kasih sayang kepada sesamanya. Angota-anggota kelompok ini sangat menonjol rasa kasih sayangnya, kebersamaannya, dan ketidakacuhan mereka terhadap uang dan kesenangan serta tujuan-tujuan duniawi lainnya. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok di mana mereka memiliki gudang bersama, harta milik bersama, yang masing-masing menyimpan hasil pendapatannya dan dari sana mereka mengeluarkan derma untuk seluruh warganya. Anggota utama tidak menikah, tetapi mengangkat anak-anak orang lain, mengajarkan mereka dengan ajaran dan praktik Essene. Kaum Yahudi menunggu kedatangan Almasih seorang keturunan raja besar Daud, yang akan mengangkat mereka dari penjajah Romawi dan mengembalikan abad keemasan Israil. Tetapi ketika Sang Juru Selamat datang mereka tidak dapat mengenalinya. Isa a.s. yang mendakwahkan dirinya sebagai Almasih, menyatakan bahwa beliau datang untuk membebaskan mereka tidak saja dari penjajah Romawi, melainkan juga dari perbuatan dosa dan kejahilan, dan misinya adalah membimbing mereka tidak kepada kerajaan duniawi tetapi kerajaan langit. Kaum Yahudi menolak dan bahkan menyerahkan beliau kepada penguasa Romawi agar dianiaya sebagai pemberontak. Pengkhianatan mereka ini cukup untuk menurunkan kemurkaan Tuhan. Sebagai kelanjutan pemberontakan yang dipimpinan Zealots pada tahun 70 M, balatentara Romawi yang dikepalai oleh Titus dengan brutalnya membinasakan kaum Yahudi. Kanisah dibakar dan negara Yahudi dihancurkan. Mula-mula kaum Yahudi terhenyak, mereka tidak mengira untuk hidup tak bernegara dan tanpa tempat ibadah. Namun para Rabbi tetap mencoba mempersatukan dan memberi sedikit cita-cita di kalangan mereka dengan mendirikan Akademi Sanhedran, pertama di Jabneh, dan setelah dianiaya oleh Hadrian pindah ke Galilee. Di sanalah, Rabbi yang besar, Judas Sang Pangeran berkembang. Dia mengedit dn mengumpulkan tradisi lisan kaum Yahudi dalam bentuk Mishnah. Dengan berlalunya waktu, kaum Yahudi terpencar ke seluruh dunia, tetapi di mana pun mereka hidup, maka mereka tetap bersatu dalam loyalitas terhadap Taurat dan tradisi pendahulunya, serta menghindari pembauran dengan masyarakat sekitarnya dengan melalui ibadah yang ketat dan hukum mereka yang aneh. Di negara-negara Kristen sering mereka dipaksa untuk tinggal dalam keadaan yang tidak layak, dalam Ghetto (perkampungan orang Yahudi), dan harta milik mereka sering dirampok dan mereka dianiaya secara brutal. Hanya di negeri-negeri Islam, termasuk kaum Muslimin di Spanyol, mereka dapat menghirup udara segar kebebasan dan kebanggaan hidup. Di mana mereka memiliki kesempatan, mereka menyumbang arti penting bagi kehidupan intelektual dan kultural kepada rakyat di mana mereka tinggal. Mengenai hal ini, Lewis Browne menulis dalam kata pengantar bukunya The Wisdom of Israel: "Harus diakui bahwa kaum Yahudi adalah pelajar dan sekaligus pengajar dalam pengembaraannya. Mereka belajar dari orang-orang Mesir, Kanaan, Babylonia, Yunani, Parthian, Romawi, dan Arab serta kepada setiap ummat, baik dalam keadaan mesra maupun dalam keadaan duka derita. Di manapun mereka selalu berkembang tinggi, kadang-kadang naik turun atau merata tergantung hubungan mereka dengan para tetangganya. Bila hubungan mereka ramah, perkembangannya cepat dan meningkat, bila mereka sedang dibenci perkembangannya lambat dan menyakitkan. Sungguh kontras, misalnya bagaimana kebijaksanaan bangsa Yahudi berkembang pesat selama kejayaan Islam yang penuh toleransi, dan betapa merosotnya dalam gelap gulitanya masa-masa Abad Kristen Pertengahan." 6 Penyair Yahudi yang besar, seperti Soloman ibn Ganirol, Judah Halevi, dan Moses ibn Ezra; filosof terkemuka seperti Saadiya ben Joseph, Bachya ben Joseph ibn Pakuda, Abraham ibn Daud, dan yang terkenal Musa ibn Maimun (Maimonides); negarawan Yahudi yang terkemuka seperti Hasdai ibn Sharprut, Perdana Menteri dan dokter istana dari Khalifah Spanyol Abd al-Rahman III, dan Samuel ibn Nagdela, Wazir utama dari Granada, semuanya ini dan banyak lagi dilahirkan dan besar dalam udara bebas Dunia Islam. Dalam kata-kata Isodore Epstein ditulis:Demikianlah nasib kaum Yahudi mulai berubah di mana bulan sabit berkuasa. Perubahan ini ditandai di Negeri Palestina dan Mesir, di mana penguasa Kristen Byzantium telah campur tangan tidak saja dalam kehidupan sosial-ekonomi kaum Yahudi, juga dalam masalah internal seperti peribadatan dan synagog. Namun gejala ini tidak menunjukkan kecerahan yang kuat selain di Spanyol, di mana kaum Yahudi telah menetap selama berabad-abad. Raja-raja Kristen Visigothic adalah orang yang tak kenal belas kasihan, mereka kejam dan kasar. Tetapi pewarisnya, yakni kaum Muslim tidak saja membebaskan kaum Yahudi dari penindasan, melainkan juga menggalakkan suatu peradaban yang kaya dan terbaik dapat disajikan di kalangan mereka pada masa itu.7" Dengan datangnya Abad Pencerahan di Eropah, kaum Yahudi memperoleh beberapa wahana kebebasan dan rasa kemanusiaan di negeri Barat. Pada masa itu, termasuk Moses Mendelssohn salah seorang Yahudi terbesar pada zamannya. Tetapi setelah jatuhnya Napoleon, maka timbul kembali semangat anti Yahudi dan kaum ini dihadapkan dua pilihan "kembali ke perkampungan Yahudi atau menjadi Kristen" Banyak yang memilih alternatif kedua, yang lainnya hanya tunduk pada pembatasan yang ketat namun masih tetap patuh pada agamanya. Pada masa inilah, yakni masa penindasan gaya baru, maka ada gagasan untuk mengusahakan Negara Yahudi di mana mereka dapat bebas menganut cara hidup dan memerintah negara sendiri. Gagasan ini masuk pada alam fikiran Theodore Herzel (1860 -1901). Mula-mula ide ini diterima dengan penuh kecurigaan, tetapi belakangan menyebar bagaikan kembang api di kalangan kaum Yahudi baik yang ortodoks maupun di kalangan pembarunya, dan akhirnya mengkristal dalam politik Zionisme modern. Inggris setelah Perang Dunia I menjadi penguasa Palestina di bawah mandat Liga Bangsa-Bangsa, mengizinkan pembentukkan negara nasional bangsa Yahudi dari seluruh dunia di Palestina. Dengan mengikuti Deklarasi Balfour, ribuan kaum Yahudi di seluruh Eropah mengalir ke Palestina, dan dengan bantuan Inggris beserta sekutunya mengusir kaum Muslimin Arab dari negerinya, dan membuang mereka sebagai pengungsi tunawisma. Kemudian timbullah pembantaian terhadap kaum Yahudi pada zaman Hitler di Jerman, dan perpindahan kaum Yahudi ke Palestina mencapai jumlah yang tak terduga banyaknya. Akhirnya pada tahun 1947, Perserikatan Bangsa Bangsa yang didominasi oleh negara-negara adikuasa, secara sewenang-wenang dan tidak adil mengeluarkan suatu resolusi pembentukkan Negara Israel dengan mengabaikan Palestina. Demikianlah kini kaum Yahudi disediakan rumah dengan mengusir kaum Muslimin yang telah menetap di sana sejak waktu yang tak terhitung, sebagai para tunawisma. Ratusan ribu kaum Muslimin Arab ini, sejak itu hidup dibawah kelayakan hidup manusia dalam tenda-tenda pengungsian di negara-negara Arab tetangganya, yakni di Yordania, Syria, Libanon, dan Irak. Kaum Yahudi tidak cukup puas dengan kesewenang-wenangannya ini, dan tidak merahasiakan lagi rencana-rencana perluasan negaranya, serta sungguh-sungguh memperluas negerinya beberapa kali dari ukuran aslinya semula sebagai hasil peperangan dengan negara-negara Arab. Sungguh ajaib, bangsa Yahudi ini yang dahulu mereka menjadi korban penindasan bertubi-tubi dan berlarut-larut, telah menunjukkan kecenderungan untuk menganiaya dan membantai kaum lainnya - tidak kepada kaum yang telah menganiaya mereka, yakni bangsa Kristen di Barat - dan yang sungguh menyedihkan ia membalasnya kepada kaum yang selalu menolong dan bersahabat dengan mereka, yakni kaum Muslimin.
KITAB-KITAB SUCI AGAMA YAHUDI
Kitab-Kitab Suci agama Yahudi (Kisew Ha-Kosdesh) terdiri dari semua kitab yang terdapat dalam apa yang disebut Perjanjian Lama dari Alkitab Kristiani. Dalam Kanon Ibrani, kitab-kitab itu disusun dalam tiga bagian sebagai berikut. (1) Taurat ("Hukum") -terdiri dari Pentateuch ("Lima Kitab") yang dinisbahkan kepada Musa a.s., yakni terdiri dari kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. (2) Nebi'im ("Para Nabi") - terdiri dari (a) Nebi'im Permulaan (misalnya Joshua, Para Hakim, Samuel, dan Kitab Raja Raja); (b) Nebi'im Terakhir terdiri dari Isaiah, Jeremiah, Ezekiel, dan "Duabelas" (seperti Hosea, Joel, Amos, Abediah, Jonah, Micah, Nahum, Habbakuk, Zephaniah, Haggai, Zechariah, dan Malachi).(3) Kethubim ("Tulisan Suci") terdiri dari (a) Mazmur, Amzal, dan Ayub, (b) Lima Magilot, seperti Nyanyian Sulaiman, Ruth, Ratapan, Pengkhotbah, dan Esther, dan (c) Daniel, Ezra-Nehemiah dan Tawarikh. Taurat itu dianggap oleh kaum Yahudi ortodoks maupun oleh Kristen sebagai Kitab Musa a.s. yang diwahyukan kepadanya dari Tuhan. Tetapi dengan membaca sepintas saja, kita sudah dapat menunjukkan bahwa hal itu tidak mungkin. Musa, misalnya, tidak mungkin dapat menuliskan peristiwa kematiannya sendiri seperti terdapat dalam Ulangan pasal 34. Dalam bentuknya yang sekarang, Taurat atau Pentateuch berasal dari lima abad sebelum kedatangan Isa a.s. Adalah sulit untuk dikatakan bahwa bagian dari itu, walaupun sedikit, sebagaimana yang diwahyukan oleh Tuhan kepada Musa a.s. (yang hidup pada abad 15 s.M). Cendekiawan modern telah membedakan setidaknya empat bagian utama dalam Kitab Taurat: (i) Jalwestic aslinya berasal dari suku Ibrani yang tinggal di Palestina Selatan sekitar abad ke sembilan s.M., dan dinamakan demikian karena di kalangan mereka, Tuhan dikenal sebagai Yahweh. Bagian ini menunjukkan jejak yang paling terang dari agamanya yang utama dengan konsepsi ketuhanan yang antrophormophic yang dikembangkan oleh suku itu ketika menetap di gurun pasir. (ii) Elohist (E) berasal dari suku yang menetap di Utara, di mana Tuhan itu dikenal sebagai Elohim ("Tuhan" atau lebih harfiah tuhan-tuhan). Di sini merupakan daerah pertanian yang lebih diutamakan dari peternakan, suku bangsa ini terpaksa meninggalkan cara hidup gurun pasir berikut kepercayaan dan pantangan mereka yang asli. (iii) Deuteronomic (D), suatu kumpulan hukum yang jauh lebih maju dan diperkirakan dibawah pengaruh Nabi-Nabi besar dan telah diketemukan oleh Hilkiah Pendeta Tinggi pada tahun 621 s.M., ketika Yosiah menjadi raja Yudah. Beberapa bagian daripadanya mungkin sungguh-sungguh berasal dari Musa a.s. (iv) Priestly (P), jelas suatu kumpulan yang lebih belakangan lagi yang mencerminkan pengaruh para pendeta yang dikendalikan oleh Babylonia di tengah-tengah kaum Yudea dalam tawanan setengah abad penuh. Undang - undang rakyat yang sosial religius sebagian dari masa lampau dan sebagian lagi dari masa-masa belakangan yang secara salah dinisbahkan kepada Musa a.s. oleh para pendeta. Ini terdiri dari Kitab Lewi dan bagian besar Kitab Kejadian, Keluaran, dan Bilangan dan dibawa ke Jerusalem oleh Ezra pada tahun 458 s.M. Keanekaragaman inilah yang menjelaskan perbedaan besar yang terdapat dalam Taurat, dan merupakan kesulitan bagi mereka yang ingin menemukan persamaan dalam perintah-perintahnya. Para penulis dari J, E, D, dan P juga dapat ditelusuri dalam Kitab Yoshua. Karena itu para kritikus seringkali bicara tentang "Hexateuch" ("Enam Kitab") yang menunjukkan bahwa suatu kali Yoshua telah menyusun suatu karya tunggalnya dengan lima kitab lainnya. Semua kitab sejarah atau apa yang dinamakan Nebi'im Permulaan terdiri dari rangkaian pengarang. Hakim-Hakim, Samuel, dan Raja-Raja dalam bentuknya yang sekarang termasuk masa-masa sesudah pembuangan yang permulaan. Gambaran umum yang bisa ditarik didalamnya boleh dianggap sejarah. Namun dalam kitab Samuel di dalamnya tercampur kisah-kisah mengenai Samuel, Saul dan Daud a.s. sebagai tokoh utamanya. Kini sampailah kita kepada Nebi'im Belakangan yakni karyanya para Nabi Ibrani itu tidak seluruhnya merupakan tulisan yang diwahyukan Ilahi kepada Nabi-Nabi yang disebutkan namanya. Dalam Kitab Isaiah hanya enambelas dari enampuluh tiga pasal yang dianggap para ahli Alkitab berasal dari tulisan Nabi Isaiah. Fasal-fasal lainnya ditulis paling sedikit oleh dua orang lainnya di masa masa belakangan dengan menyisipkan tulisan tangannya sendiri dalam kitab Nabi Isaiah. Kitab Yeremiah juga merupakan gabungan. Mungkin kitab itu berisi banyak tulisan yang terilham dari Nabi Yeremiah, tetapi semuanya ini tidak disusun hingga sesudah wafatnya, dan kitab itu banyak dirobah-robah. Dalam kata-kata Archibald Robertson ditulis: "Sungguh disayangkan bahwa hasil karya Yeremiah, Nabi yang paling manusiawi telah sampai ke tangan kita dalam keadaan berkeping-keping dan membingungkan dengan susunan kronologis yang sangat sedikit dan sudah banyak dirobah". 8 Kitab Ezekiel hingga akhir-akhir ini juga dianggap karya Nabi yang bersangkutan, tetapi beberapa kritikus modern telah menemukan di dalamnya paling sedikit dua tangan lain, dan sebagian daripadanya dinisbahkan pada periode yang lebih awal dari Ezekiel yang tradisional. Kitab yang disebut "Duabelas Nabi-Nabi Kecil" membentuk satu gulungan tunggal dalam Kanon Ibrani, sebagian berisi wahyu-wahyu yang diturunkan kepada mereka dari Tuhan, dan mungkin ditulis oleh mereka sendiri kecuali Jonah yang pasti tidak ditulis olehnya sendiri. Namun tidak diragukan lagi, bahwa kitab-kitab ini juga berisi banyak perobahan. Meskipun demikian, kitab dari para Nabi ini bersama Yeremiah, Isaiah, dan Ezekiel berisi karya tulis yang sangat tinggi nilainya yang telah ditulis manusia, dan banyak dari halamannya penuh dengan kebencian terhadap penindasan dan ketidakadilan. Secara gagasan yang dikemukakan oleh mereka adalah sebagai berikut: (i) Tuhan memelihara semua ummat manusia tidak hanya Bani Israil saja, (ii) Kepada Bani Israil, Dia tidak akan memberikan rahmat yang khusus kecuali bila mereka menunjukkan kerelaan yang khusus pula dalam mengikuti Jalan Nya, (iii) JalanNya adalah jalan ketulusan dan jalan ini hanya dapat diikuti dengan beramal saleh dan tidak semata-mata dengan melakukan upacara-upacara saja, (iv) Kecuali sampai mereka mengikutiNya, maka seketika Tuhan sendiri yang akan menyerahkan tanah mereka. Kitab Yonah yang ditulis kira-kira tahun 350 s.M. Pelajaran kasih sayang dan rahmat yang diajarkan dalam kitab kecil ini menjadikannya bernilai etis yang sangat tinggi. Sampailah kita kepada Kitab Kethubim. Kitab Psalms (Mazmur) berisi lima kumpulan hymne. Meskipun ada kemungkinan bahwa sedikit dari nyanyian pujian ini ditulis Daud a.s. (1012 - 972 s.M), kumpulan yang kita miliki sekarang hampir seluruhnya setelah pengungsian, yakni pada abad keenam atau kelima sebelum masehi. Kitab Amsal juga merupakan gabungan seperti halnya Kitab Mazmur, Sulaiman a.s., mungkin merupakan nyanyian di dalamnya. Archibald Robertson menulis :"Seperti juga semua hukum Yahudi itu dinisbahkan kepada Nabi Musa, dan seluruh nyanyian suci kepada Nabi Daud, demikian juga menjadi keyakinan untuk menisbahkan buku-buku kebijaksanaan seperti Amsal kepada Sulaiman. Betapapun buku itu adalah satu dari Perjanjian Lama yang paling akhir, dan menunjuk ke suatu pengaruh dari alam fikiran Yunani." 9 Dua buku lainnya yang dinisbahkan kepada Sulaiman. Pertama adalah Ecclesiates, yakni pada kenyataannya buku ini dari seorang pesimis yang sinis disusun pada abad kedua sebelum masehi atau 800 tahun setelah Sulaiman. Dan buku kedua apa yang dinamakan Nyanyian Sulaiman, ialah suatu mitologi lirik percintaan yang dinyanyikan pada perayaan perkawinan. Menurut A.D. Howelu Smith: "Yang disebut Nyanyian Sulaiman bukanlah suatu syair keagamaan . Ini adalah suatu kumpulan dari nyanyian-nyanyian pengantin, mungkin semuanya belakangan dalam bentuk yang sekarang. Menurut tradisi para pendeta Yahudi, kaum Yahudi menyanyikan lagu-lagu ini dalam penginapan, dan hanya karena setelah banyak perdebatan, maka buku ini dimasukkan dalan Kanon." 10 Kitab Ratapan meskipun dinisbahkan kepada Jeremiah dalam Alkitab, sesungguhnya bukan karyanya. Ini merupakan kumpulan dari lima prosa, empat yang permulaan adalah dengan awalan kata yang diulang-ulang. Bab kedua dan keempat mungkin termasuk periode penaklukan Yeruzalem oleh Nebukadnezzar (586 s.M.), sedangkan bab kesatu dan ketiga adalah belakangan dan bab kelima akan cocok untuk beberapa periode kesedihan alami. Kitab Ruth adalah cerita novel. Tujuan utamanya adalah sejarah dari yang bersangkutan dengan penelusuran atas nenek moyang Daud, merupakan kisah yang memikat dari ketaatan dan kebajikan. Ini juga ingin mengajarkan kemanusiaan dari ummat Yahudi dan kaum ningrat. Kitab Ester yang mungkin merupakan karya tiga abad sebelum masehi, adalah roman yang keras dan patriotik. Pengarangnya yang tak dikenal meletakkan adegan kisahnya dalam istana Raja Persia, Xerxes. "Kisah itu", komentar Archibald Robertson, "mengungkapkan diri dalam suasana Seribu Satu Malam, dan penuh dengan hal-hal yang berlebihan serta khayal". Kitab Ayub adalah hasil puncak dari karya tulis Yahudi yang genius. Dalam bentuknya, karya ini adalah drama perjuangan tragis antara manusia dengan sang nasib. Tema sentralnya adalah problem kejahatan, bagaimana bisa seorang yang tulus itu akan menderita, sedangkan "mata si jahat selalu menyala dalam kenikmatan". Ayub watak sentral dari drama tersebut adalah seorang Nabi, dia disebut Ezekiel sebagai orang tua yang adil dan benar dalam kiasan. Namun dia ditimpa oleh bencana berturut-turut. Dia sampai pada keyakinan, bahwa kesakitan dan penderitaan itu diperlukan untuk menguji dan menyucikan orang tulus, dan belajar menerima hal itu sebagai takdir Ilahi. Kitab Daniel adalah suatu manifesto politik dalam bentuk sejarah yang samar-samar dan wahyu, langsung ditujukan ke Ariochus penguasa Seleucid dari Syria yang mencoba memaksakan ide dan adat istiadat Yunani terhadap bangsa Yahudi. Kitab tersebut ditulis pada tahun 165 s.M atas nama Nabi yang jauh lebih tua untuk menutupi maksud tersembunyi dari penulis terhadap sorotan penguasa. Kitab Bilangan kelihatannya adalah karya seorang pendeta yang bebas mengambil bahan-bahannya, dan seringkali memalsukan sejarah. Kitab Ezra-Nehemiah (yang pernah suatu waktu merupakan sebagian dari Kitab Bilangan), berisi kenangan yang bagus sekali dari pembaharu ini, tetapi banyak peristiwa berasal dari perawi yang telah membentuk opini yang dicocokkan dengan konsepsinya tentang masa lampau. Inilah apa yang ditulis pendeta Allan Menzies menulis perihal keaslian dan nilai histroris dari kitab-kitab suci agama Yahudi:"Karya tulis dari Perjanjian Lama telah mengalami kerusakan hebat sebagaimana nasib yang telah ditakdirkan kepada setiap bentuk Kitab Suci. Bahan-bahan baru dan bahan-bahan lama bercampur aduk didalamnya, banyak karya-karya telah dirombak oleh penyusun yang belakangan, dan demikian banyak perobahan sehingga proses kritis yang banyak makan tenaga harus dibutuhkan sebelum kitab-kitab itu dapat dipakai oleh ahli-ahli sejarah." 11 Setelah Kitab Suci (Kiswe Ha-Kodesty) datanglah Apocrypha (bagian tidak asli-pent.). Kitab Aprocypha ini ditulis setelah Kanon Yahudi ditutup. Betapun banyaknya kitab-kitab itu dinisbahkan kepada tokoh-tokoh Ibrani yang sangat tua dan dihormati, misalnya Nuh, Ibrahim, Sulaiman, Daniel, tetapi hal ini agaknya dikerjakan supaya menjadikan karya-karya tulis itu tampak mulia dan karenanya membutuhkan penellitian yang seksama. Kitab-kitab itu dinyatakan sebagai wahyu, dan mengungkapkan kata-kata yang berapi-api tentang 'Hari Kiamat', 'Pengadilan Akhir', 'Akhir Zaman', dan segala macam mukjizat ketuhanan lainnya yang berlebihan. Kitab-kitab ini sebagian terbentuk dari versi Yunani permulaan dari Alkitab Ibrani yang dinamakan Septuagint, dan disediakan bagi ummat Yahudi yang ada di perantauan. Kitab-kitab itu tetap termasuk dalam Alkitab Katolik Roma di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, namun telah dihapus dari Alkitab Kristen Protestan. Yang lebih penting dalam pandangan kaum Yahudi dari Apocrypha adalah Talmud. Penafsiran Taurat dan penyajian hukum-hukum serta perintah-perintah baru telah berlangsung terus sejak zaman Ezra. Hal ini mula-mula tidak dituliskan tetapi diturunkan dari mulut ke mulut, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sebagai akibatnya, para ulama Yahudi menyusun keaslian tradisi lisan ini hingga ke masa-masa yang sangat jauh di masa purba, dan mendakwahkan bahwa Taurat dalam bentuk lisan seperti halnya Taurat yang tertulis berasal dari Musa. "Taurat dari Tuhan", tulis Allan Unterman, "adalah tidak sama dengan teks Pentateuch, walaupun keseluruhannya ditulis dalam kitab Ibrani (juga disebut Perjanjian Lama), yang dianggap sebagai wahyu Ilahi, tetapi termasuk di dalamnya ajaran lisan bangsa Yahudi, yang ditelusuri kembali ke wahyu Musa.12 " Pirke Abot (Kebijaksanaan Kaum Tua) adalah Kitab Penting dari Talmud, dibuka dengan kata-kata sebagai berikut: "Musa menerima Taurat (secara lisan) dari Sinai dan meneruskannya kepada Joshua, dan Joshua kepada Hakim-Hakim, dan Hakim-Hakim kepada Nabi, dan para Nabi menurunkannya kepada orang-orang dari Dewan Agung. Mereka mengatakan tiga perkara, adil dalam menghakimi, menumbuhkan banyak murid, dan membuat perlindungan terhadap Taurat." 13 Setelah orang-orang dari Dewan Agung, maka tradisi lisan ini diteruskan kepada Kaum Tua yang kata-katanya terdapat dalam Pirke Abot, dan dari Kaum Tua kepada para Rabbi. Kemudian tibalah krisis pada tahun 70 Masehi, ketika kota suci mereka, Yerusalem, dilindas oleh Romawi dan kaum Yahudi menjadi tunawisma baik pribadi maupun rumah ibadahnya. Pada saat inilah para Rabbi memutuskan untuk membukukan tradisi lisan dalam karya tulis. Demikianlah mereka menciptakan Talmud, dan dengan ini kaum Yahudi merasa terlindungi tidak hanya dalam bertahan sebagai suatu kaum, melainkan untuk ketiga-tiga maksud di atas. Proyek tersebut dimulai dengan sekelompok buku-buku catatan yang terpisah dan berisi beberapa peraturan baru yang tak terhitung banyaknya, dan berasal dari 'penafsiran' terhadap 613 bagian asli yang digariskan dalam Taurat lama. Tidak dapat dipastikan, baik dalam lingkup maupun pengarangnya, dan juga sangat bercerai berai buku-buku catatan ini, yang akhirnya disusun sekitar tahun 200 Masehi. - - dalam suatu kesimpulan umum yang dikenal sebagai Mishnah, atau "Ulangan" yang terdiri dari enam jilid yang tersusun baik, terdiri dari sekitar 4.000 putusan-putusan yang menyangkut setiap fase dari kehidupan bangsa Yahudi. Namun tidak lama sesudah Mishnah selesai disusun, maka sebaliknya hal ini menjadi bahan 'penafsiran' yang diperlukan, maka timbullah karya yang disebut Gemara . Ketika Gemara ini akhirnya menjadi karya tulis sekitar tahun 500 Masehi, kitab ini digabung dengan Mishnah dan disebut Talmud. Ada dua macam versi dari Talmud, yakni versi Yerusalem dan versi Babylonia. Karena Talmud itu bersumber dari Taurat lisan dan oleh kaum Yahudi ortodoks dianggap lebih banyak terilham dari Ilahi dibandingkan dengan Tauratnya sendiri yang ditulis mereka. Tetapi hal ini tidak mengakhiri kemampuan para Rabi. Talmud di samping ke aneka ragamannya, pada dasarnya merupakan antalogi resmi. Para penyusunnya berusaha keras untuk mencantumkan di dalamnya karya diskusi mereka dan sedikit banyak langsung berkenaan dengan peraturan dan adat istiadat yang harus dilakukan oleh seorang Yahudi dalam hidup kesehariannya. Hal ini menimbulkan debat akademik dengan sifat yang lebih luas dan lebih beranekaragam. Misalnya legenda dan hikayat yang ingin dimasukkan para Rabi untuk mengatur diri mereka sendiri, di mana mereka mengajarkan perumpamaan-perumpamaan yang dikarang oleh mereka sendiri dari kekayaan berupa berita-berita aneh dan kebijaksanaan dalam hal-hal tertentu, dan ini diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seketika setelah Talmud dilengkapi bahan-bahan yang lain ini ditumpukkan menjadi satu, dan serangkaian karya ini muncul yang disebut Midrashim (Perjanjian). Kitab-kitab itu biasanya disusun dalam bentuk tafsir-tafsir setempat dalam bermacam-macam kitab dan halaman-halaman dalam Alkitab.
INTISARI AGAMA YAHUDI
Intisari agama Yahudi terdapat dalam Decalogue yang termasyur atau Sepuluh Perintah yang diwahyukan kepada Musa a.s. dari Tuhan. Dalam kitab kedua yang dinisbahkan kepada Musa a.s. disebut Keluaran, perintah ini tersusun sebagai berikut::"Akulah Tuhan Allahmu yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir dan tempat perbudakan. Janganlah ada padamu Allah lain dihadapanKu.""Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit, atau yang ada di bumi, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku Tuhan Allahmu adalah Allah yang cemburu dan membalaskan kesalahan bapak kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga, keempat, dan orang-orang yang membenci Aku. Tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan berpegang pada perintah-perintahKu.""Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan, sebab Tuhan akan memandang bersalah orang yang menyebut nama Nya dengan sembarangan.""Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat. Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ke tujuh adalah hari Sabat Tuhan Allahmu, maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan engkau atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan atau hambamu laki-laki atau hambamu perempuan atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi laut dan segala isinya, dan berhenti pada hari ketujuh, itulah sebabnya Tuhan memberkati hari Sabat dan mengkuduskannya.""Hormatilah ayah dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allah kepadamu.""Janganlah membunuh.."Janganlah berzinah.."Janganlah mencuri."Janganlah mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. "Jangan menginginkan rumah sesamamu, jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki atau hambanya perempuan atau lembunya atau keledainya atau apa pun yang dipunyai sesamamu". (Keluaran, 20 : 2 - 17)Juga ada perintah selanjutnya dalam Imamat:"Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (19 : 18)
UMMAT PILIHAN
Kaum Yahudi menganggap dirinya sebagai umat pilihan Tuhan. Terbukti mereka bertindak lebih jauh dengan menganggap Tuhan dengan perasaan khusus adalah milik mereka, dan menyebut Dia sebagai "Tuhan Raja Israil". Dia telah mewahyukan agama Nya yang sejati hanya kepada mereka sendiri. Dengan mengutip pengarang Yahudi modern :"Kunci yang benar dalam memahami agama Yahudi dalam tafsiran mereka sendiri didapati dalam konsepsi mereka tentang "ummat pilihan". Ajaran "pilihan" ini adalah suatu misteri ... dan suatu skandal. Hal itu merupakan misteri dalam Alkitab itu sendiri yang menetapkan pilihan Tuhan tidak kepada sifat-sifat mulia yang tertanam pada bangsa Yahudi, tetapi kepada kehendak yang tak dikenal Tuhan. Segera hal ini terbentuk, tetapi tetap sebagai suatu skandal pada orang-orang kebanyakan, dan bahkan bagi beberapa banyak orang Yahudi." 14Menurut Alkitab Yahweh, Tuhan Yang Esa dan Sejati mengadakan perjanjian dengan Bani Israil yang menjadikan Dia Tuhan dari Israil, dan Israil sebagai ummat Yahweh. Mereka disebut "anak Tuhan" dan dinyatakan lebih unggul dari bangsa-bangsa lain: "Kamulah anak-anak Tuhan Allahmu sebab engkau ummat yang kudus bagi Tuhan Allahmu, dan engkau dipilih Tuhan untuk menjadi ummat kesayangan Nya dari antara segala bangsa yang ada di atas muka bumi" (Ulangan, 14 : 1-2)"Dan bangsa manakah di bumi seperti umatmu Israil yang Allahnya pergi membebaskannya menjadi ummat Nya untuk mendapat nama bagimu dengan perbuatan-perbuatan besar yang dasyat.dan dengan menghalau bangsa-bangsa dari depan ummatmu yang telah Kau bebaskan dari Mesir. Engkau telah membuat ummatmu Israil menjadi ummatmu untuk selama-lamanya, dan Engkau ya Tuhan menjadi Allah mereka" (Tawarich, 17 : 21-22)Bahkan tanah yang diberikan Tuhan kepada Bani Israil, tanah Kanaan (Palestina) dinyatakan tidak ada tanah yang lebih seperti itu di permukaan bumi:"Maka janganlah najiskan negeri tempat kedudukanmu yang ditengah-tengahnya Aku diam, sebab Aku Tuhan diam di tengah-tengah orang Israil" (Bilangan, 35 : 34)Dalam Talmud ditulis:"Barangsiapa yang tinggal di Tanah Israil, dianggap percaya kepada Tuhan. Barangsiapa yang tinggal di luar Tanah itu dianggap sebagai golongan orang penyembah berhala .…Barang siapa yang hidup di Tanah Israil menjalani kehidupan tiada berdosa sebagaimana telah tersurat dalam Alkitab: 'Orang-orang yang tinggal di sana akan diampuni atas kesalahannya' (Isaiah, 33:34) Barang siapa yang dikuburkan di Tanah Israil dianggap seolah-olah dia dikuburkan di bawah Altar ... .Barang siapa yang berjalan sejauh empat meter di Tanah Israil dijamin satu tempat di dunia mendatang" (Mishah, Ketubot, 110a -111a) Dasar perjanjian Tuhan dengan Israil di Sinai adalah ajakan Tuhan, "Dan kamu akan menjadi bagi Ku kerajaan iman dan bangsa yang kudus" (Keluaran, 19:6). Namun tidak bisa diingkari bahwa kaum Yahudi selalu menganggap bahwa Perjanjian ini mengikat mereka hanya sebagai ikatan ras belaka. Akibatnya tidak saja mereka gagal untuk mengajarkan agama Yahudi kepada orang lain, bahkan mereka tidak menginginkan orang lain sebagai pengikutnya. Bila seorang asing mau menjadi penganutnya (hampir dapat dipastikan disebabkan perkawinan, maka hukum Yahudi tidak mengenal perkawinan antara penganut agama Yahudi dengan bukan Yahudi), itikadnya selalu dicurigai. Sifat agama Yahudi yang rasialis dan kebangsaan yang picik tampak jelas dalam kenyataan bahwa kaum Yahudi mengeluarkan kaum Samaria dari masyarakat Yahudi meskipun mereka sama-sama yakin kepada Taurat, hanya disebabkan karena mereka dianggap bersalah memperbolehkan perkawinan dengan kaum non Yahudi. Sebaliknya, orang Yahudi menganggap seorang yang dilahirkan oleh orang tua Yahudi itu, selalu beragama Yahudi bahkan meskipun dia (baik lelaki maupun perempuan) telah menjadi ateis ataupun telah membuang semua kepercayaan dan peribadatan Yahudi.
KONSEPSI TENTANG TUHAN
Akidah agama Yahudi dikenal sebagai Shema, terurai sebagai berikut:"Dengarlah hai orang Israil, Tuhan itu Allah kita Tuhan yang Esa. Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu." (Ulangan, 6:4-5) Agama Yahudi berlandaskan dua ajaran yang luas, keyakinan atas keesaan Tuhan dan terpilihnya Israil sebagai pembawa kepercayaan ini. Kedua ajaran ini telah mendapatkan rumusannya yang klasik dalam Shema. "Apapun yang disini telah ditetapkan", tulis Isidore Epstein, yakni (i) bahwa tiada Tuhan kecuali Yang Esa dan tiada sekutu di sisi Nya, dan (ii) bahwa Tuhan Yang Esa dan Satu-Satunya itu adalah yang diakui dan disembah oleh Bani Israil. Penolakan terhadap Tuhan lain adalah sekuat dan seteguh penerimaan terhadap Satu Tuhan. Mereka menolak segala perwujudan dan perlambang dari Dzat yang betapa pun disucikan dan dimuliakan menutup 'Tuhan Yang Esa dan Satu-Satunya dari Israil. Jadi mereka menolak tidak hanya Tuhan yang dualistis ataupun kepercayaan politeis, tetapi juga Trinitas dari Kristen yang betapun hal itu ditafsirkan sedemikian rupa seolah-olah itu menjadi Satu Tuhan dalam pengertian kiasan, tetapi tetap merupakan suatu pengingkaran langsung terhadap Satu-Satunya Tuhan yang sejak awalnya telah dipilih oleh Bani Israil untuk disembahnya. 15" Selanjutnya, di samping ajaran tentang Keesaan Nya adalah juga ke Maha Kuasaan Nya dalam istilah Talmud "Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa. Kekuasaan Nya tidak terbatas oleh Kehendak Nya. Agama Yahudi juga menekankan kekuasaan Tuhan tetapi hal ini tidak berarti Dia identik dengan kekuasaan dunia atau dibatasi olehnya. Segala ajaran panteisme yang akan mengenalkan Tuhan atau mempersamakan Tuhan dengan alam ditolaknya. Berhubungan erat dengan ide transendental dari Tuhan, ialah tak terbandingkannya keilahian. Dia adalah Roh Suci, bebas dari segala batas kebendaan dan kelemahan daging. Nama-nama Tuhan yang ditekankan oleh agama Yahudi yakni yang tak terbatas kekuasaanNya, keadilanNya, dan rahmat karuniaNya. Selanjutnya Dia adalah "Hidup dan Abadi selamanya". Karena itu dalam agama Yahudi tak ada tempat bagi ajaran inkarnasi serta kematian dan kebangkitan kembali Tuhan.Namun haruslah ditunjukkan di sini, bahwa konsepsi ketuhanan yang utuh tidak terdapat dengan seragam di buku-buku Alkitab. Dalam kitab yang awal, Yahweh digambarkan tidak lebih dari Tuhan suatu suku bangsa saja. Dia adalah Tuhan dari bangsa Ibrani saja, bangsa-bangsa lain mempunyai tuhan-tuhannya sendiri (elohim). Adanya tuhan-tuhan lain ini tidak diingkari meskipun Yahweh dianggap yang paling berkuasa di antara mereka: "Siapakah di antara Elohim ini seperti Engkau, o Yahweh?"(Mazmur) Politeisme juga merasuk teks semacam ini dalam Alkitab seperti "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi salah satu dari kami, untuk mengetahui yang baik dan yang jahat" (Kejadian, 3:22) Konsepsi tentang Tuhan dalam banyak teks dari Alkitab ialah antropomorfis. Dia adalalah menurut istilah Matthew Arnold, "seseorang yang gagah perkasa dan tidak seperti orang biasa." Dia tidak beristeri dan beranak, tetapi hidup di langit dengan makhluk lain yang lebih rendah dari dirinya yang disebut juga tuhan-tuhan atau Elohim (Keluaran 15: 11, Mazmur 86:8, Mazmur 97: 7-9). Seringkali dia berjalan-jalan di muka bumi untuk menikmati senja yang sejuk (Kejadian, 3:8), turun untuk membuktikan desas desus yang telah didengarnya (Kejadian, 11:5; 18:20,21), makan dan minum dengan orang-orang dan bicara dengan isteri-isteri mereka. (Kejadian, 18: 1-5), memperoleh kekalahan dalam pertandingan adu gulat, hingga dia bisa menemukan siasat yang licik terhadap lawannya (Kejadian, 32:24-40), menujukkan punggungnya kepada Musa karena wajahnya menyebabkan kematian (Keluaran, 33:20-23), dapat dibujuk untuk tidak membalas dendam dengan pujian atas kekuatan dan kewibawaannya (Keluaran, 32: 10-14), suka minum minuman keras (Hakim-Hakim, 9:13), suka cemburu (Keluaran, 20:5), suka membalas dendam (Kejadian, 32:42), menyesal atas apa yang telah diperbuatnya ataupun yang diniatkannya untuk dilakukan (Kejadian, 6:6; Keluaran, 32:14)
DOKTRIN DASAR LAINNYA
Salah satu aspek yang penting dalam agama Yahudi adalah keyakinan bahwa Tuhan berkomunikasi kepada manusia melalui perantaraan ramalan. Ia menjaga hubungan dengan manusia melalui wahyu Nya dan hukum Nya kepada ciptaan yang disayangi Nya. Untuk maksud tersebut, Dia memilih Putra Israil dan membangkitkan nabi-nabi Nya hanya dari kalangan mereka. Ummat Yahudi percaya bahwa Musa a.s. adalah nabi terbesar dari segala nabi yang Tuhan berkomunikasi langsung dengan cara Nya, yang keseluruhannya ada dalam Torah (yakni Pentateuch) telah diwahyukan kepada Musa a.s. oleh Tuhan; dan Torah tidak akan mengalami perubahan atau menggantikan dengan wahyu lain dari Tuhan. Manusia, menurut ajaran Yahudi, diciptakan dari citra Tuhan. Ia dapat jatuh ke dalam sekali, tetapi ia tidak oleh dosa yang tidak dapat diampuni. Dosa adalah melawan kehendak Tuhan, tetapi lebih serius lagi menurunkan derajat manusia. Tobat seseorang akan mengembalikan kesuciannya. Tuhan Maha Pengasih dan memaafkan dosa-dosa orang yang bertaubat. Agama Yahudi percaya bahwa Tuhan mengetahui setiap perbuatan manusia dan semua yang difikirkannya. Ia mengganjar siapa-siapa yang memegang Perintah Nya dan menghukum siapa-siapa yang melanggar Perintah Nya. Dalam Alkitab sendiri dikatakan tempat manusia hidup adalah di dunia. Tetapi ajaran Yahudi datang pada suatu kepercayaan bahwa setelah kebangkitan dari kematian, akan ada kehidupan di sorga dan di neraka. Doktrin dasar lainnnya adalah tentang kedatangan Messiah (atau seorang yang dijanjikan), turunan langsung dari garis Daud, siapa yang akan menerima masa Mesiah ini akan melihat Bani Israil dikumpulkan kembali ke tanah Israil. Beberapa kalangan yakin bahwa Messiah akan datang sebagai hasil katalisasi dan mukjizat alam. Tetapi lainnya berpandangan lebih realistik. Mereka percaya bahwa Messiah ketika datang, musuh-musuh Tuhan dan hamba Nya terkalahkan, takhta kekuasan Daud dibangkitkan dan juga kedaulatan Putra Israil, tetapi hal itu tidak akan ada perubahan radikal atau mengejutkan dalam tatanan ciptaan.
ETIKA AGAMA YAHUDI
Dasar agama Yahudi sebagai suatu sistem keagamaan dan hukum moral adalah kesucian yang mengandung dua aspek: negatif dan positif. Kesucian agama meminta dalam arti negatif menolak semua penyembahan berhala, dan dalam arti positif dijalankannya suatu sistem dalam upacara yang dianggap bangsa Yahudi telah diwahyukan kepada mereka dari Tuhan. Dalam segi moral kesucian meminta, dalam arti negatif, terhadap setiap desakan nafsu yang membuat manusia itu mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain merupakan nilai pokok kehidupan kemanusiaan. Dan dalam segi positif, ketaatan kepada suatu etika yang menempatkan pelayanan kepada sesama manusia sebagai titik pusat dari sistemnya. Dasar dari hukum moral tentang kesucian adalah dua prinsip keadilan dan ketulusan. Keadilan sebagai aspek negatif kesucian, dan ketulusan sebagai aspek positifnya.Mengenai keadilan, Taurat berkata:"Janganlah memutarbalikan keadilan, jangan memandang bulu, dan jangan menerima suap, sebab suap membuat mata buta orang bijak, dan memutarbalikan perkataan orang akan menjauhkan ketulusan. Semata-mata keadilan itulah yang harus kau kejar, supaya engkau hidup dan memiliki negeri yang diberikan kepadamu oleh Tuhan Allahmu" (Ulangan, 16:19-20)Keadilan berarti pengakuan atas enam hak-hak azasi, yakni hak untuk hidup, hak untuk memiliki, hak untuk bekerja, hak untuk berbusana, hak untuk bertempat tinggal, dan hak pribadi. Ketulusan membabarkan dirinya dalam penerimaan tugas kewajiban terutama terhadap si miskin, si lemah, dan yang tak berdaya. Aturan utamanya sebagai yang dirumuskan oleh Rabbi Hilles sebagai berikut:"Janganlah melakukan sesuatu kepada orang lain hal-hal yang kau benci kalau orang lain berbuat demikian kepadamu". Dan inilah apa yang dapat kita baca dalam Gemara:"Kebijaksanaan yang tertinggi ialah kasih sayang" (Berakot, 17a)"Jika dua orang meminta tolong, sedangkan yang satu adalah musuhmu, tolonglah dia terlebih dahulu" (Baba Metzia, 32 b)"Pemberian zakat dan perbuatan mencintai sesamanya adalah sama dengan seluruh perintah Torat, tetapi mencintai sesamanya adalah lebih besar" (Sukkah, 49b)"Barangsiapa yang mendermakan sekeping uang kepada seorang yang miskin mendapatkan enam rahmat yang diberikan kepadanya, tetapi dia yang mengucapkan suatu perkataan yang lemah lembut kepadanya mendapat sebelas rahmat" (Baba Batra. 9b)Kasih sayang tidak terbatas tidak hanya kepada sesama manusia melainkan juga kepada binatang - binatang:"Rabbi Judah berkata atas nama Rab: Seseorang dilarang memakai sesuatu sebelum dia memberi makan binatang peliharaannya" (Gittin, 62a)
HUKUM-HUKUM PERDATA DAN PIDANA
Taurat adalah kumpulan perintah-perintah yang diwahyukan kepada Bani Israil oleh Tuhan. Sekelompok besar dari perintah-perintah ini adalah bersifat hukum-hukum perdata dan pidana. Maksud dari para Penulis dan kaum Ulama, dialah yang boleh memberi komentar atas Torat, terutama berkaitan dengan hukum dan Talmud yang merupakan kumpulan dari peradilan-peradilan umum (Halachoth) Jadi agama Yahudi menekankan sejak semula sebagai agama hukum dan peradilan. Beberapa hukum-hukum Yahudi dibandingkan dengan hukum peradaban tua lain-lainnya jauh lebih menonjol kemanusiaannya. Misalnya, para majikan dilarang untuk memeras para pekerjanya atau menunda pembayaran upahnya bila sudah tiba saatnya. (Imamat, 19:13) Yang mempunyai piutang tidak boleh menyerang kehormatan pribadi yang berhutang dengan memasuki rumahnya untuk mengambil sumpah. (Ulangan, 24: 10-11) Dia tidak boleh berlaku kasar karena hal itu dilarang oleh sistem hukumnya yang lain. Bahkan seorang budak pun, kalau dia seorang Yahudi mempunyai hak pribadi dan tidak dianggap sebagai suatu milik mutlak:"Apabila engkau membeli seorang budak Ibrani, maka haruslah dia bekerja padamu enam tahun lamanya, tetapi pada tahun yang ketujuh ia diizinkan keluar sebagai orang merdeka dengan tidak membayar tebusan apa pun. Jika ia datang seorang diri saja, maka keluar pun ia seorang diri. Jika ia mempunyai istri, maka istrinya itu diizinkan keluar bersama dengan dia. Jika tuannya memberikan kepada dia seorang istri, dan perempuan itu melahirkan anak lelaki atau perempuan, maka perempuan itu dengan anak-anaknya tetap menjadi kepunyaan tuannya, dan budak laki-laki itu harus keluar seorang diri. Tetapi jika budak itu sungguh-sungguh berkata 'Aku cinta kepada tuanku, kepada istriku, dan kepada anak-anakku, aku tidak mau keluar sebagai orang merdeka, maka haruslah tuannya itu membawanya menghadap Allah, lalu membawanya ke pintu atau ke tiang pintu dan tuannya menusuk telinganya dengan penusuk, dan budak itu bekerja pada tuannya untuk seumur hidup" (Keluaran, 21:2-6) Dalam beberapa kasus, manfaat dari hukum kemanusiaan hanya diperintahkan bagi kaum Yahudi saja, dan tidak mencakup orang-orang bukan Yahudi ataupun orang awam. Sayangnya ada ukuran ganda dalam kode hukum Yahudi - suatu hukum yang enak bagi bangsa Yahudi, dan hukum yang lain lebih keras dalam menyangkut hubungan dengan non Yahudi. Misalnya hukum utang menggariskan perlakuan lemah lembut kepada budak itu hanya diterapkan pada budak berbangsa Yahudi saja, budak yang bukan Yahudi diperlakukan lebih kasar dan tetap sebagai budak untuk seumur hidupnya (Lihat Imamat, 25: 44-46).Begitu pula halnya hukum yang melarang riba itu hanya berlaku jika si peminjamnya adalah orang Yahudi. Kode hukum Yahudi memperbolehkan kaum Yahudi meminjamkan dengan bunga kepada orang-orang non Yahudi:"Dan orang-orang asing, engkau boleh memungut bunga, tetapi kepada saudaramu janganlah engkau memungut bunga supaya Tuhan Allahmu memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya' (Ulangan, 23: 20) Beberapa hukum agama Yahudi tampak berlebihan kerasnya. Ambilah misalnya yang berikut ini:"Siapa yang menghujat nama Tuhan, pastilah ia dihukum mati dan dilempari batu oleh seluruh jemaah itu. Baik itu orang asing maupun orang Israil asli, bila dia menghujat nama Tuhan haruslah ia dihukum mati." (Imamat, 24:16)"Bila seorang lelaki berzinah dengan istri orang lain, yakni zinah dengan isteri sesama manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu." (Imamat, 20:10)."Apabila ada seorang yang mengutuk ayah atau ibunya pastilah ia dihukum mati: ia telah mengutuk ayahnya atau ibunya: maka darahnya tertimpa kepadanya sendiri" (Imamat, 20:9)"Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan, jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah keduanya kamu bawa ke luar pintu gerbang kota, dan kamu lempari dengan batu sehingga mati, gadis itu karena di kota ia tidak berteriak-teriak, dan lelaki itu karena telah memperkosa isteri sesama manusia. Demikianlah harus kau hapus yang jahat itu dari tengah-tengahmu" (Ulangan, 22: 23-24)"Seorang ahli sihir perempuan janganlah engkau biarkan hidup" (Keluaran, 22: 18)"Apabila seorang lelaki atau perempuan dirasuk arwah atau roh peramal, pastilah mereka dihukum mati, yakni mereka harus dilempari batu, dan darah mereka menimpa kepada mereka sendiri." (Imamat, 20:27) Tetapi yang paling kejam dari seluruh hukum Yahudi ialah yang berkenaan dengan peperangan dan perlakuan terhadap tawanan perang musuh. Tertulis dalam Taurat:"Apabila engkau mendekati suatu kota untuk berperang melawannya, maka haruslah engkau menawarkan perdamaian kepadanya . . . Dan jika kota itu tidak mau berdamai dengan engkau, melainkan mengadakan pertempuran melawan engkau, maka engkau harus mengepungnya; dan ketika Tuhan Allahmu menyerahkan ke dalam tanganmu maka haruslah engkau membunuh seluruh penduduknya yang laki-laki dengan mata pedang. Hanya perempuan, anak-anak, hewan dan segala yang ada di kota itu, yakni seluruh jarahan itu boleh kau rampas bagimu sendiri, dan jarahan dari musuhmu ini yang diberikan kepadamu oleh Tuhan Allahmu boleh kau pergunakan. Demikianlah harus kau lakukan terhadap kota yang sangat jauh letaknya dari tempatmu, yang tidak termasuk kota-kota bangsa-bangsa di sini. Tetapi dari kota-kota bangsa-bangsa itu yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu sebagai pusaka, janganlah kau biarkan hidup apapun yang bernafas melainkan kau tumpas sama sekali, yakni orang Hittites, Armorites; Kanaan dan Farisi, Hevites, dan orang Jebus; sebagaimana diperintahkan kepada Tuhan Allahmu (Ulangan, 20: 10-17).
BENTUK DAN TATA UPACARA
Pengorbanan mendapat tempat utama dalam Taurat, maupun dalam pencatatan sejarah mereka. Pelayanan terhadap tempat ibadah dipaparkan sebagai cita-cita yang besar dan tujuan dengan mana Tuhan menciptakan bumi ini, menempatkan bangsa-bangsa di dalamnya, dan menyebut Israil ummat Nya yang terpilih. Upacara- upacara pengorbanan yang harus dilaksanakan sampai kepada hancurnya Kanisah itu sendiri dapat dipelajari dalam Kitab Keluaran dan Imamat. Kita baca perintah dan kelompok pendeta yang mempersembahkan pengorbanan sehari-hari serta yang lainnya, sesuai dengan aturan di mana sampai rincian sekecil-kecilnya diatur dengan sangat hati-hati. Berikut ini adalah gambaran dari karya sebagian kecil upacara pengorbanan ini:"Kemudian haruslah kau ambil domba jantan yang satu, dan Harun beserta anaknya meletakkan tangannya atas kepala domba jantan itu. Haruslah kau sembelih domba jantan itu dan kau ambil darahnya dan kau siramkan pada altar sekitarnya. Haruslah kau potong-potong domba jantan menurut bagian-bagian tertentu, kau basuhlah isi perutnya dan betis-betisnya dan kau taruh itu di atas potong-potongan dan di atas kepalanya. Kemudian haruslah kau bakar seluruh domba jantan itu di atas altar; itulah korban bakaran, suatu persembahan yang harus bagi Tuhan, yakni suatu korban api-apian bagi Tuhan" (Keluaran, 29: 15-18) Bagi seorang pengamat luar, upacara pengorbanan agama Yahudi tampak tidak banyak berbeda dengan yang dijalankan di kalangan bangsa Yunani atau Romawi, hanya sudah pasti kaum Yahudi menjalankannya dalam skala yang lebih besar. Apa yang dimaksud atau dituju oleh upacara-upacara itu, tepatnya sukar kiranya dikatakan oleh orang Yahudi sendiri. Hal itu dikerjakan ia karena dinyatakan dalam hukum, dan hukum haruslah dipatuhi, bahkan jika orang tersebut kurang faham atau awam yang diperintahkan. Korban harian yang dipersembahkan setiap hari dimaksudkan untuk menghilangkan hal-hal yang tidak suci dari pengurus tempat ibadah, dan meyakinkan ummat bahwa rahmat karunia Tuhan tetap turun kepada mereka. Banyak upacara-upacara korban dimaksudkan untuk menghilangkan dosa-doasa tertentu, rasa syukur juga dinyatakan di dalamnya, dan perasaan-perasan lain juga dapat dipanjatkan melalui asap altar. Dalam agama Yahudi, tekanan kesucian berhubungan erat dengan ibadah. Segala sesuatu yang bersangkutpaut dengan upacara korban - rumah ibadah, pendeta, kendaraan, dan korban itu sendiri - direncanakan sebagai hal yang suci. Barang-barang dan orang-orang adalah suci yang semuanya itu milik Yahweh dan ditarik dari pemakaian sehari-hari. Adalah berbahaya untuk menyinggungnya dengan semena-mena. Yang bersangkut paut dengan tekanan atas kesucian, yakni kemurnian. Dalam agama Persia yang sebagaimana ditunjukkan oleh agama Majusi, pembedaan harus selalu diingat oleh pemeluknya antara apa yang termasuk dalam roh baik dan apa yang sudah jatuh ke bawah pengaruh roh jahat. Begitu pula dalam kalangan agama Yahudi. Orang yang disebut suci harus terpisah, dan orang lain hidup dalam ketakutan kalau-kalau menyentuh sesuatu yang tidak suci, karena hal itu dia memisahkan kesuciannya sendiri. Ada binatang yang dihalalkan, dan ada juga yang diharamkan di mana dia tidak boleh memakannya, macam-macam pencuci tangan dan perabotan rumah tangga diperlukan agar dia tetap dalam keadaan suci: banyak macam-macam perniagaan yang karena harus berhubungan dengan berbagai golongan manusia yang membuat tidak memungkinkannya tetap suci. Di atas segalanya adalah terlarang untuk memakai masakan orang yang tidak seiman, atau duduk satu meja bersama penyembah berhala. Karena itu orang Yahudi teguh dalam kepercayaan, atau keunggulan dirinya sendiri dari orang-orang lain dari ras yang berbeda, dan diharamkan dengan berbagai hambatan untuk bercampur dengan mereka, bahkan untuk menganggapnya sebagai saudara. Setelah penghancuran Kanisahnya, maka upacara-upacara korban harus dilepaskan dan tempatnya digantikan dengan ibadat sehari-hari. Rukun ibadatnya meminta setiap orang Yahudi bersembahyang tiga kali sehari, jika mungkin di Kanisah, mengucapkan doa syukur sebelum dan sesudah makan, bersyukur kepada Tuhan atas setiap kesenangan, seperti penglihatan yang aneh, bau harum sekuntum bunga, atau diterimanya kabar baik, memakai busana yang lepas di sekujur tubuh (tzitzith), membawa jimat (tifillin) sewaktu sembahyang pagi. Selanjutnya sebagai suatu lambang janji Tuhan kepada Nabi Ibrahim a.s. setiap anak Yahudi laki-laki harus dikhitan ketika dia berumur delapan hari. Bila dia telah mencapai usia tigabelas tahun, maka seorang anak lelaki Yahudi memperoleh peresmiaan kedewasaannya (Bar Mitzvah) dan terikat kepada kewajiban-kewajiban serta pribadinya dengan memakai tifillin padanya, dan 'dipanggil' untuk membaca Taurat di depan umum. Gambaran umum yang penting dalam kehidupan keagamaan kaum Yahudi ialah 'Musim yang ditentukan' - - - Pesta dan Puasa. Yang utama dari hal ini ialah Sabbath, hari istirahat mingguan. Sesuai dengan citra Rabbinic, manusia adalah mitra Tuhan dalam penciptaanNya. Tuhan bekerja menciptakan dunia ini dalam enam hari, dan kemudian Dia beristirahat, manusia pun bekerja menjalankan tugasnya sehari-hari dan harus beristirahat. Taurat memerintahkan istirahat penuh dari setiap pekerjaan. Selain hari Sabbath, pada setiap minggu kaum Yahudi juga merayakan tiga hari besar pada setiap tahun yang juga adalah hari istirahat. Dihubungkan dengan musim panen dari Tanah Suci, pesta festival ini dipercaya sebagai mengenang peristiwa-peristiwa bersejarah dalam kehidupan bangsa Israil. Yang terdepan dari peristiwa ini ialah Passover yang jatuh pada tanggal 19 Nisan (Maret- April) yang berlangsung selama tujuh atau delapan hari. Pada musim semi, yakni terakhir kembalinya Alam. Passover ialah memperingati hari lahirnya Israil sebagai bangsa dan hijrahnya dari perbudakan di Mesir. Tujuh minggu setelah Passover, kaum Yahudi merayakan Shavouth, yakni Pesta Mingguan atau festival panen gandum. Hal ini bersangkut paut dengan panen bangsa Israil - yang disebut juga Wahyu Ilahi kepada Musa a.s. di Bukit Sinai di mana beliau menerima Sepuluh Perintah Tuhan. Pada zaman dahulu, hal ini ditandai dengan membawa buah-buahan pertama dari hasil panen ke rumah ibadah. Festival ketiga yakni Sukkoth (sepatu) Pesta ini jatuh pada tanggal 15 Tishri (September-Oktober) berlangsung tujuh hari dan dirayakan pada akhir penutupan panen anggur. Hal ini dimaksudkan untuk mengenang empat puluh tahun pengembaraan kaum Yahudi di padang pasir.. Tahun baru agama Yahudi (Rosh Hashanah) yang jatuh pada permulaan Tishri dianggap sebagai ulang tahun penciptaan. Sepuluh hari dari Ros Hashanah melalui Yom Kippur (Hari Penebusan), dikenal sebagai "Sepuluh Hari Pertobatan". Ini hari yang paling sunyi dari setahun, karena selama masa itu seluruh dunia sedang diadili di hadapan Aras Tuhan di langit. Pada hari Yom Kippur, maka kaum Yahudi tidak makan atau minum apa pun, ia menjalankan puasa yang paling ketat, dan menghabiskan jaganya untuk bersembahyang sepanjang waktu.
BAB VIII AGAMA KRISTEN
Pada saat Yesus dilahirkan, Palestina adalah bagian dari Kekaisaran Romawi. Senat Roma menunjuk Herodes sebagai Raja Palestina di bawah perwalian Romawi. Herodes secara lugas harus mempertahankan kepentingan Romawi di satu fihak, tetapi di sisi lain dia harus mendapat popularitas di kalangan bangsa Yahudi, dan ini bukan suatu tugas yang mudah. "Pemerintahannya telah dibandingkan", tulis Dr. Morton Scott Enslin, "dengan pemerintahan Sulaiman a.s. Kenyataannya ini jauh dibawahnya". 1 Setelah kematian Herodes pada tahun 4 s.M. , ketika itu Yesus berusia dua atau tiga tahun, kerajaannya dibagi-bagi di antara para puteranya. Archelaus menjadi raja dari bagian yang terbesar, termasuk Yudea, Samaria, dan Idumea; Antipas memerintah Galilee dan Perea; dan Philip menjadi raja dari sisa wilayahnya. Setelah memerintah sebagai raja sekitar sepuluh tahun, Archelaus dimutasikan dan dihukum oleh Kaisar Agustus akibat salah urus besar-besaran. Wilayahnya dijadikan sebuah provinsi oleh Romawi dan ditempatkan langsung dibawah kekaisaran Roma dengan seorang Gubernur yang disebut Procurator (yang dikuasakan), dan sebagai pimpinannya. Pontius Pilatus adalah procurator ke lima dari Yudea. Saudara laki-laki Archelaus, Antipas dan Philip menemukan nasib yang lebih baik. Philip tetap dalam kedudukannya sampai meninggal di tahun 34 M, sedangkan Antipas lebih lama lagi hingga tahun 39 M. Jadi keduanya memerintah sepanjang hidup Isa a.s. dan keterutusannya, dan di wilayah Antipas itulah sebagaian besar kehidupannya dijalani. Ummat Nabi Isa a.s., yakni Bani Israil sendiri telah tercerai berai ke berbagai bagian dunia. Mereka yang tetap tinggal di Palestina hanya sebagian kecil saja dari semua orang Yahudi. Di kota Alexandria yang pada saat itu merupakan pusat utama dari dunia ilmu agama maupun perekonomian, sekurang-kurangnya ada satu juta orang Yahudi. Bani Israil yang tercerai berai itu, khususnya mereka yang tinggal di Alexandria, mereka tetap mempertahankan kesetiaannya kepada agama berikut upacara-upacara peribadahan mereka yang telah bercampur dengan berbagai kebudayaan dan falsafat Yunani. Mereka telah melupakan lidah Ibrani dan membaca Alkitab dalam terjemahan Yunani. Philo dari Alexandria (25 s.M. - 40 M). Dialah yang pertama kali menempatkan dirinya dalam tugas untuk mencocokkan teologi Alkitab Yahudi dengan falsafah Yunani. Sumbangannya yang paling penting bagi sejarah fikiran filosofi keagamaan, yakni konsepsi mengenai Logos (Kalam). Dia telah mengembangkan notasi Yunani mengenai Logos yang telah diambilalihnya dari Stoics dan Plato, dan mengartikannya sebagai Pribadi yang disebut sebagai suatu Pribadi yang disebutnya sebagai "Tuhan Kedua" atau Anak Tuhan. Logos (Firman) adalah perantara antara Tuhan dengan manusia, dan menjadi instrumen ciptaan tuhan, serta wahyu. Dalam filsafat Philo, dia lebih rendah dari Tuhan yang mutlak. Tidak perlu dikatakan bahwa ajaran tentang Logos itu benar-benar asing bagi agama Yahudi maupun agama-agama wahyu lainnya. Kaum Yahudi di Palestina pada saat itu terpecah dalam beberapa golongan atau sekte. Yang paling penting adalah kaum Saduki dan Farisi. Mereka telah membagi Sanhedran di kalangan mereka sendiri; kaum Saduki mengawasi Sanhedran dan Kanisah; kaum Farisi menguasai bagian keagamaan Sanhedran dan Sinagog-Sinagog. Sebagai tambahan terhadap kedua golongan ini, yakni kaum Essenes, Apocalyptists, dan Zealots. Berbeda dengan golongan lainnya, kaum Zealot mengambil tindakan militer untuk menumbangkan penguasa Romawi untuk mendapatkan kemerdekaan bagi kaum Yahudi. Semua golongan, kecuali Saduki, menyongsong kedatangan Almasih Yang Dijanjikan, yang akan membimbing kepada Abad Keemasan. Namun mereka mempunyai pandangan yang berbeda terhadap Almasih yang diharapkan ini. Beberapa kaum menyongsong Almasih dalam bentuk politis yang akan membebaskan Bani Israil dari penjajahan Romawi dan dia sendiri akan menjadi Raja Israil. Golongan lainnya memandangnya lebih dari segi rohani dan percaya bahwa Almasih yang akan datang itu membimbing ke arah Tata Dunia Baru, yakni Kerajaan Langit setelah kehancuran yang dahsyat dari tata dunia yang sekarang ini. Selain Bani Israil dari orang-orang awam yang ada, sebagian besar adalah Samaritans di Palestina. Mereka adalah keturunan dari perkawinan campuran antara Yahudi dan non Yahudi, dan sebagian besar tinggal di Samaria. Meskipun mereka menerima Taurat (tetapi tidak menerima buku-buku lain yang merupakan Alkitab agama Yahudi), dan percaya kepada ajaran-ajaran pokok dari agama Yahudi. Namun demikian bangsa Israil menganggap mereka sebagai di luar keyahudian dan menolak untuk beribadat bersama maupun dalam keperluan lainnya Banyak dari orang awam maupun pejabat Yahudi mengikuti agama Romawi yang resmi. Banyak di antara ilmuwan yang terdidik telah menjadi pemikir bebas secara filsafat mereka memuja penalaran, menikmati kesenangan pertapa dan tak beragama. Orang-orang biasa, bahkan dalam jumlah besar, tertarik kepada beberapa upacara mistik yang berkembang di kalangan dunia Yunani-Romawi. Setiap upacara kebatinan ini dipusatkan kepada satu dewa penyelamat -- Dionysus dari Yunani, Hercules dari Romawi, Mitharas dari Pesia, Adonis dan Attis dari Syria dan Phrygia, Ostris, Isis, dan Horus dari Mesir, Baal dari Babylonia, dan lain sebagainya. Hampir semuanya atau sebagian besar dewa-dewa penyelamat ini dipercaya sebagai ditunjukkan oleh Edward Carpenter, seperti :(i) Mereka dilahirkan pada atau mendekati hari Natal (25 Desember )(ii) Mereka dilahirkan dari Ibunda yang Perawan.(iii) Mereka menempuh hidup pengorbanan bagi ummat manusia(iv) Dilahirkan dalam sebuah goa atau relung di bawah tanah(v) Mereka disebut dengan nama Pembawa Cahaya, Penyembuh, Perantara, Juruselamat, dan Penebus.(vi) Namun demikian mereka dapat dikalahkan oleh kekuatan kegelapan(vii) Mereka turun ke Neraka di dunia bawah (viii) Mereka bangkit kembali dari kematian dan menjadi pelopor kemanusian (yakni bagi mereka yang percaya atas pengorbanan, penebusan mereka, dan yang menerima sebagai Juru Selamat) ke dunia Sorga. (ix) Mereka membangun masyarakat orang-orang suci dan percaya terhadap para pengikutnya harus menerima pembaptisan. (x) Mereka mengadakan upacara dengan santapan, makanan, dan sakramen. 2
SUMBER PENGETAHUAN KITA TENTANG YESUS
Dari kehidupan Yesus dan kisah-kisah Gereja Kristen permulaan, kita tidak memiliki bukti sejarah yang ilmiah. Memang benar bahwa baris-baris dalam Josephus 3, yang populer itu menyebutkan dan memuji Yesus, tetapi para ilmuwan yang terkemuka menolaknya serta menyebutkan sebagai pemalsuan. "Kebohongannya", tulis Archibald Robertson, "tidak dapat memperdayakan bahkan seorang anak sekolah pun" 4 Karena itu penelaahan kita haruslah dari sumber-sumber Alkitab Kristen itu sendiri. Bagian dari Kitab Suci Kristen yang digambarkan sebagai Perjanjian Baru terdiri dari Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil Yohanes; Kisah Rasul-Rasul, Surat Paulus kepada Roma, Korinti (dua), Timothi (dua), Titus, dan Petrus (dua); Surat-Surat dari Yahya, Surat-Surat dari Yudah, dan Wahyu dari Santo Yahya yang suci. Injil menurut Matius, Markus, Lukas, dan Yahya menceritakan empat kisah yang berbeda tentang kehidupan dan ajaran Yesus. Para ilmuwan modern telah bersatu pendapat bahwa Injil-Injil ini ditulis dalam bahasa Yunani (hendaknya diingat bahwa bahasa ibu Yesus adalah bahasa Aramaic) di antara empat sampai delapan puluh tahun sesudah Yesus yang diperkirakan wafat di tiang salib. Rupanya tidak ada catatan tertulis dari kata-kata Yesus yang diwahyukan Tuhan selama hidupnya. Tak seorang pun yang menjadi pengikutnya menulis apa yang telah dilihat dan didengarnya. Tetapi segera setelah generasi pertama tutup usia beberapa kumpulan dari 'Logia' ataupun 'sabdanya' dijadikan satu. Salah satu dari catatan semacam itu dikenal dalam istilah kritik sebagai Q, suatu dokumen Armaic yang hilang, yang sampai ke tangan penginjil adalah bentuk terjemahan bahasa Yunani. Dokumen awal lainnya yang dikenal oleh para peneliti Alkitab dikenal dengan nama L, suatu kumpulan riwayat tentang Yesus dan biasanya hanya dipergunakan oleh Lukas. Lantas ada yang disebut Urmarcus, suatu naskah permulaan yang menjadi landasan penulis Injil Markus begitu pula menurut apa yang dikatakan Papias berdasarkan ceramah-ceramah Petrus. Dokumen-dokumen ini dimusnahkan atau lenyap pada awal masa kekristenan. Namun bahan-bahan ini cukup bagi para penginjil yang telah menggunakannya dalam menulis Injil mereka. Suatu perbandingan terhadap Injil tersebut menunjukkan bahwa para penginjil tersebut telah mempergunakan dokumen-dokumen ini dengan kebebasan yang seluas-luasnya, bahkan mereka tidak ragu-ragu merubah isinya guna mencocokkan dengan kebutuhan mereka sendiri. Injil pertama yang ditulis adalah oleh St. Markus (70 M). Pengarang agaknya telah menjadi pengikut St. Petrus. Injil yang sampai ke tangan kita sekarang ini dianggap oleh beberapa sarjana sebagai versi yang diperluas dari Urmacus, dan adalah sulit dikatakan apakah versi ini diperluas sendiri oleh Markus ataukah oleh beberapa orang lain. F.C. Conybeare mengamati "Bagian besar Injil ini (yakni Injil Markus) adalah hasil pekerjaan seseorang dengan naluri dan kegemaran yang suka membuat-buat keajaiban." 5 Injil menurut St. Matius ditulis sekitar tahun tahun 90 M. Sesuai dengan hipotesis "dua dokumen" yang terima luas, Injil ini adalah campuran dari Urmarcus dan Q ditambah perkara-perkara yang berasal dari tradisi lisan. Tidak seorang pun sarjana independen yang mengganggap Injil ini sebagai karya Matius murid Yesus. Jika Matius pernah menulis sesuatu, pastilah itu hanya merupakan dokumen Q saja. Mengenai kebebasan yang diambil pengarang dalam memperlakukan sumber-sumber yang dipetik, Dr. C.J. Cadoux menulis:"Namun suatu penelitian yang lebih dekat atau perlakuan yang diberikan pada pengambilannya dari St. Markus menunjukkan bahwa dia membiarkan suatu kebebasan yang besar dalam mengedit dan menyusun bahan-bahannya dengan maksud sebagai apa yang dianggapnya penghormatan yang patut terhadap junjungannya yang besar. Kecenderungan yang sama juga seringkali nampak di mana-mana apakah dia sedang menyusun Q atau pun sedang menyajikan perkara-perkara yang asing bagi dirinya. Karena setiap sesuatu yang dengan tegas dipandang aneh bagi Matius hanya dapat diterima sebagai kenyataan sejarah dengan penuh kehati-hatian yang besar." 6 Injil yang ketiga yakni Injil menurut St.. Lukas yang ditulis pada suatu tempat di Yunani sekitar tahun 100 M. untuk kepentingan Theopilus Yang Mulia. Barangkali dia seorang penjabat tinggi dalam Kekaisaran Romawi. Ini adalah suatu apologi yang ditunjukkan kepada bukan bangsa Yahudi, dan diakui luas ia merupakan kepercayaan "Lukas sang Dokter", yakni kawan seperjalanan Paulus pada beberapa kunjungan missinya karena pengarangnya St Lukas nampaknya telah berhasil dalam menyusun kumpulan yang berharga tentang riwayat Yesus yang disebut oleh para sarjana dengan kode L. Setelah belakangan ia menemukan suatu copy dengan kode Q diperkirakan dia menyusun suatu cerita Injil yang lengkap dengan jalan menyalinnya bersama bahan-bahan dari kode Q. Injil yang permulaan ini disebut "Proto Lukas" dan dengan memperkuatnya dengan kisah berbagai kelakuan dari masa muda Yesus menghasilkan Injil Lukas seperti yang kita miliki sekarang . Para sarjana telah menunjukkan bahwa karena pengarangnya ingin menyelaraskan Injil dengan Paulus, maka dia mengambil kebebasan yang lebih besar dalam sumber-sumbernya daripada yang diperbuat oleh para penulis Injil sebelumnya. " Mengenai hasil karya Lukas", tulis Ernest Renan, "nilai sejarahnya adalah yang paling sangat lemah.7" Dan inilah apa yang ditulis oleh penulis yang lebih ortodoks, E.E. Kellet:"Lukas adalah seorang penulis Yunani dan ia menulis seperti seorang sejarawan Yunani. Dalam beberapa kasus, ditakutkan dia telah berbicara menurut maunya sendiri, demi pahlawan-pahlawannya sendiri dari suatu kisah yang bagus seolah-olah nampak benar, baginya hanya karena keindahan ceritanya - - - Seluruh kisahnya adalah suatu legenda populer yang dicangkok dan ditulis dengan daya tarik yang menyesatkan oleh seorang yang mendapat anugerah dari Herodotus." 8 Injil Markus, Matius, dan Lukas disebut Injil Synoptic, karena umumnya bertolak dari dokumen yang sama dan mempunyai banyak persamaan. Injil Yahya sangat berbeda dibandingkan ketiga Injil lainnya. "Ketiga Injil atau Injil Synoptic", kata A. Powell Davies, "mempunyai kisah yang banyak persamaannya. Memang ada perbedaan, tetapi ada kemungkinan sampai sejauh ini untuk mencocokkannya. Namun Injil Yahya mengemukakan kisah yang sangat berbeda dibandingkan ketiga Injil yang lain. Bila Injil Yahya benar, maka ketiga Injil yang lain adalah salah. Bila Injil Synoptic benar, maka Injil St. Yahya harus dipandang sangat keliru.9" Keilahian dan kehadiran Yesus sebelum dilahirkan hanya ditegaskan oleh Injil ini saja. Injil ini ditulis pada atau dekat kota Ephesus antara tahun 110 dan 115 pada masa kekristenan oleh beberapa penulis yang tak dikenal. Tak seorang pun sarjana yang tak berpihak menganggapnya sebagai karya Yahya putera Zebedee yang menurut R.H. Charles, Alfred Loisy, Robert Eisler, dan para sarjana lainnya telah dipancung oleh Herod Agripa pada tahun 44 M, lama sebelum keempat Injil ini ditulis. Para sarjana Injil yang modern mempertanyakan nilai sejarah Injil ini, dan menolak keasliaan dari kebanyakan ceramah dan kata-kata yang diletakkan pengarangnya seolah-olah kata-kata Yesus. Inilah apa yang ditulis C.J Cadoux:"Pembicaraan dalam Injil ke empat (bahkan terpisah dari dakwahnya yang messianistis pada permulaannya) adalah demikian berbeda dibanding Injil Synoptic, dan demikian pula komentar dari penginjil keempat itu sendiri, kedua-duanya sama-sama tidak dapat dipercaya kalau itu merupakan catatan dari apa yang dikatakan oleh Yesus." 10 Injil-injil ini ditulis setelah para muridnya terpecah dalam berbagai macam golongan. Sesungguhnya semua itu ditulis untuk mempropagandakan pandangan golongan yang berbeda-beda dari para pengarang yang tidak segan-segan memperlihatkan penolakannya terhadap dokumen-dokumen yang lebih awal dari bahan-bahan tradisional lainnya demi menjadikannya segaris dengan ajaran dari golongan masing-masing yang dihormatinya. Keempat Injil yang sekarang dimasukkan dalam Alkitab tidaklah hanya merupakan Injil yang ditulis pada masa-masa awal kekristenan. Banyak juga lainnya termasuk Injil kepada kaum Ibrani, Injil Nazarenes dan Injil Barnabas - tiga hasil karya berbahasa Aramik yang dianggap Kitab Suci oleh para pengikut Yesus permulaan, dan menolak ketuhanan Yesus serta mengenalnya sebagai Nabi Besar bagi Bani Israil. Menjelang akhir abad kedua, Injil-Injil merurut Matius, Markus, Lukas, dan Yahya dimasukkan dalam Kanon Gereja Katolik, dan sisanya dianggap sebagai kemurtadan atau penuh keragu-raguan. Hendaknya diingat bahwa penulis keempat Injil ini tidak pernah menyatakan diri mereka terilham oleh Ilahi dalam menyusun hasil karya mereka. Sebelum Injil tersebut dimasukkan dalam Kanon, mereka tidak memiliki kedudukan seperti yang dimiliki mereka sekarang , dan tak seorang pun merasa ragu untuk mengadakan perobahan-perobahan didalamnya jika isinya dipandang tidak cocok dengan maksud dan tujuan sektenya. Bahkan setelah dikanonkan toh perobahan-perobahan berlangsung terus di dalamnya seperti jelas dari berbagai manuskrip yang tiba di tangan kita. Akhirnya bila keempat Injil tersebut ditulis antara tahun 70 dan 115 Masehi, maka susunan paling awal yang dapat diperoleh diperkirakan dalam pertengahan abad keempat. Karena itu para sarjana modern tidak menganggap Injil-Injil tersebut sebagai bahan-bahan yang paling dapat dipercaya mengenai kehidupan dan ajaran Yesus. C.J Cadoux menyimpulkan kedudukannya sebagai berikut:"Dalam Injil yang empat tersebut, yang menjadi dokumen utama ke mana kita harus mengisi kembali seluruh sketsa yang kosong untuk dapat kita letakkan bersama dengan sumber lainnya, ternyata kita dapatkan bahan-bahan yang berbeda jauh kualitas maupun kredibilitasnya. Demikian jauh elemen-elemen ketidakpastian, sehingga menggoda kita untuk merontokkan seluruhnya seketika, dan menyatakan bahwa tugas ini tidak konsisten serta mustahil dalam Injil-Injil ini membentuk beberapa alasan yang menguntungkan teori dongeng tentang kekristenan. Namun ini semuanya dibebani - seperti yang telah kita tunjukkan - oleh alasan-alasan lain. Meskipun demikian, ketidakcocokan dan ketidakpastian yang tertinggal masih tetap serius, akibatnya banyak orang-orang modern meski tidak meragukan akan adanya Yesus, dalam kenyataan sesungguhnya menganggap sebagai tiada harapan setiap usaha untuk memecahkan irama yang benar-benar nyata dalam sejarah dengan perkara-perkara legendaris atau mitos yang terdapat dalam Injil serta membangun kembali kisah missi Yesus dengan hasil yang lebih historis. 11 Surat-surat lain dalam Alkitab, hampir-hampir tidak menambah apa-apa sedikit pun dan yang yang dapat kita pelajari mengenai kehidupan serta ajaran Yesus dari Injil. Mereka sedikitpun tidak menunjukkan perhatian kepada riwayat sejarah Yesus, dan jika pun ada jarang sekali mengutip kata-katanya.Mengenai nilai sejarah dari Kitab-Kitab Suci Kristen (Perjanjian Baru), A. Powel Davies menulis: "Sudah disangka umum bahwa kita mempunyai suatu kisah dalam Perjanjian Baru yang teguh mengenai kehidupan Yesus, dan diikuti dengan peristiwa yang jelas mengenai bagaimana Gereja permulaan itu didirikan. Persangkaan ini keliru. Kita tidak mempunyai kisah Yesus, yang kita miliki adalah catatan yang berkeping-keping. Ini pun tidak selalu konsisten, melainkan bertumbukan satu sama lainnya. Peristiwa permulaan Gereja tidaklah sederhana, hal ini penuh dengan permasalahan. Dan tidak pasti apakah Yesus itu mendirikan atau bermaksud mendirikan Gereja Kristen yang ada sekarang ini." 12
KEHIDUPAN YESUS
Dari apa yang telah dikatakan di atas mengenai sumber-sumber pengetahuan kita tentang Yesus, haruslah dikatakan bahwa masalah penulisan kehidupan Yesus bukan suatu hal yang mudah. Ketiadaan catatan mengenai Yesus dalam karya para penulis bukan Kristen, dan tidak dapat dipercayanya sumber-sumber Kristen telah mendorong beberapa sarjana terkemuka untuk menolak nilai sejarah dari pendiri agama Kristen yang terkenal itu, dan menganggap cerita mengenai beliau sebagai sebuah mitos.13 Keraguan yang sama juga telah dinyatakan kepada beberapa pendiri agama-agama lainnya seperti telah kami kemukakan dalam bab-bab terdahulu. Namun mayoritas para sarjana tidak menyukai pandangan ekstrim semacam ini. Setelah mengakui bahwa catatan-catatan kaum Kristen memang benar-benar mengandung beberapa kenyataan sejarah tentang diri Yesus, meskipun tak diragukan sudah bercampur dengan khayalan dan mitos, maka para penulis riwayat Yesus akhir abad ini atau atau kira-kira beberapa waktu sebelumnya untuk memilah-milah nilai sejarahnya dari bagian-bagian legendarisnya, dan kemudian menulis kehidupan Yesus berdasarkan sisa-sisa penelitian yang lebih bersifat historis14. Disayangkan bahwa tidak ada kesepakatan di antara mereka mengenai bab mana yang bernilai sejarah, dan mana yang tidak berlandasan sejarah dalam tradisi Kristen. Bahkan suatu karya ortodoks semacam Peake's Commentary on the Bible mengakui :"Hasil-hasil kritik studi terhadap catatan mengenai Yesus seringkali disajikan sebagian besar secara negatif. Padahal cerita itu dimaksudkan untuk memberi cita rasa yang baru dari nukilan-nukilan watak, keterangan keterangan, dan tentang keterasingan dari gambaran Yesus sendiri. Hari ini kita sadari bahwa kehidupan Yesus tidak pernah dapat dituliskan. Bahan-bahan tersebut sedang kita cari." 15 Kelihatannya Yesus dilahirkan sekitar tahun 7 atau 5 s.M. Dua dari empat Injil Kanon yang ada pada kita menyatakan bahwa beliau dilahirkan dari seorang Bunda Perawan tanpa perantara seorang ayah. Namun Markus dan Yahya tidak menyatakan Yesus seperti demikian. Matius dan Lukas memulai penulisan Injilnya dengan menyatakan bahwa beliau dilahirkan dari seorang Bunda Perawan melalui Rohul Kudus, tetapi lebih jauh kemudian menyatakan bahwa Yusuf si tukang kayu adalah ayah beliau. Jelas pula bahwa keduanya memberikan silsilah Yesus, di mana kelahirannya ditelusuri dari raja Daud dan tidak melalui Maria melainkan melalui suaminya, Yusuf. "Tidak ada tanda-tanda dari Injil", tulis Dr. Harry Emerson Fosdick, "bila kita pisahkan dari cerita kelahirannya, maka semua anggota keluarga Yesus atau pun para muridnya yang permulaan, pernah beranggapan bahwa beliau itu dilahirkan oleh seorang perawan 16." Dia menunjukkan bahwa pandangan itu timbul di daerah Gereja yang berfalsafah Yunani pada hari-hari belakangan. Sebagaimana kami nyatakan dalam bab-bab terdahulu, maka beberapa pendiri agama lainnya pun dianggap telah lahir melalui Bunda Perawan. Tidaklah mungkin untuk menetapkan hari yang pasti kapan Yesus dilahirkan. Tanggal 25 Desember yang dinyatakan sebagai hari kelahirannya, baru ditetapkan lebih dari 500 tahun kemudian berdasarkan data yang benar-benar hanya dugaan belaka. Dengan mengutip kata-kata Prof. Wallace K Ferguson: "Perayaan-perayaan Kristen diadakan untuk menggantikan pesta dan liburan orang-orang kuno. Misalnya, hari Natal disusun untuk menggantikan hari lahir Mithras (Matahari yang tak terkalahkan) yang telah lama menjadi hari pesta gembira dalam dunia purbakala 17." Injil menyebutkan Bethlehem sebagai tempat lahir Yesus. Tetapi para cendekiawan modern menemukan bahwa tidak mungkin dapat mencocokkan hal ini atau legenda dengan bagian kisah Bethlehemnya. Mengutip kata-kata Dr. Morton Enslin: "Yesus dilahirkan dan dibesarkan di perbukitan Galilea pada kota sunyi Nazareth, nama ini tidak kita kenal pada masa tersebut selain di Injil dan kisahnya. Cerita tentang kota Bethlehem dengan kita sisihkan keindahannya yang bersahaja, jelas tidak berlandaskan nilai sejarah, tetapi harus dianggap sebagai benar-benar sebuah legenda.18 " Mengenai masa kecilnya, semua orang hanya dapat mengulang kata-kata Lukas bahwa "Yesus makin bertambah kebijaksanaannya dan tinggi tubuhnya serta disukai Tuhan maupun manusia." (Lukas 2:52). Injil-injil tidak mengemukakan apa pun perihal kehidupan Yesus sebelum awal kerasulannya. Kekosongan serius dalam kisah Yesus telah menimbulkan berbagai prasangka. Jawaharlal Nehru, mantan Perdana Menteri India, menyebut-nyebut dalam bukunya Glimpses of World History (Kilasan Sejarah Dunia) suatu legenda berdasarkan sebuah manuskrip yang diketemukan di Kashmir bahwa Yesus berkunjung ke sub benua Indo Pakistan dan berdiskusi dengan para pendeta Buddha 19. A. Powell Davies, pendeta All Souls Church di Washington D.C. menarik perhatian kita pada penemuan yang lebih mutakhir dari Gulungan Laut Mati yang mengungkapkan bahwa Yesus hidup selama masa yang tak dikenal dalam kehidupan dalam keakrabannya yang dekat dengan kaum Essene, bahkan mungkin sebagai anggota penuh dari kelompok tersebut. Ketika Yesus berusia diantara 34 dan 36 tahun, nabi besar muncul di padang liar Yudea yang menyerukan "pembaptisan pada mereka yang bertobat untuk pengampunan atas dosa-dosa mereka." Nabi ini bernama Yahya putera Zakaria. Rakyat dari segala tingkat dan kelas dari Yudea dan Yerusalem pergi kepada beliau dan dibaptis olehnya di sungai Yordan dengan mengakui dosa-dosa mereka, diantaranya Yesus. Ketika beliau muncul dari sungai Yordan setelah menerima pembatisan beliau diberkahi suatu mukjizat. Ruhul Kudus turun kepada beliau, ia mengatakan bahwa beliau adalah Nabi dan Tuhan ditugaskan dari Langit untuk menyuarakan panggilan yang nyaring agar bertobat untuk siap-siap memasuki abad baru yang segera tiba 20. Segera setelah peristiwa ini, Yesus mengasingkan diri ke padang pasir untuk bersembahyang dan berpuasa serta menyiapkan diri untuk tugas kerasulannya. Di sini menurut cerita Injil beliau digoda oleh setan, sama seperti Buddha yang telah digoda oleh Mara sekitar lima abad sebelumnya, ketika beliau juga mau memulai tugasnya yang besar sebagai Dia yang diberi penerangan. Dari Injil Synoptic nampaknya kerasulan Yesus itu terbatas untuk beberapa bulan atau kurang lebih satu tahun saja., tetapi Injil St. Yahya menyatakan bahwa peristiwa itu berlangsung selama tiga tahun. Beliau mulai mengajar di kota Galilea di tepi danau, di mana kumpulan manusia berkerumun mendengarkan beliau. Penyembuhan dengan mukjizat menarik perhatian. Injil mengatakan tentang beberapa penyembuhan ajaib ( seperti mengobati orang sakit lepra, mengembalikan penglihatan orang buta, mengusir setan, menyembuhkan orang ayan, kesurupan, dan membangkitkan orang mati), dan mukjizat alamiah (seperti menentramkan topan berjalan di permukaan telaga, melipat gandakan jumlah roti dan ikan, merobah air menjadi anggur, berjalan di atas air telaga) yang dikira Yesus akan mendukungnya. Mukjizat yang sama dikatakan juga telah dinyatakan oleh para pemimpin agama lain. Sesungguhnya tidak ada suatupun mukjizat Yesus yang terdapat itu sebagai mujizat istimewa, dan ini pun dilakukan oleh Nabi-Nabi Yahudi lain dalam catatan Alkitab. Tidak begitu lama kemudian timbullah pertentangan dengan golongan-golongan Yahudi yang ada, dan perlawanan terhadap beliau semakin lama semakin tajam. Kaum Zealot berbalik melawan beliau, karena beliau menolak dijadikan alat mereka untuk mengobarkan pemberontakan terhadap penguasa Romawi. Kaum Farisi menjadi musuhnya, karena beliau mengabaikan penafsiran mereka yang berharga dan perlakuannya yang tidak menyenangkan mereka. Tetapi lawannya yang paling berbahaya adalah kaum Saduki. Mereka mengendalikan segi politik Sanhedran dan Rumah Ibadat serta mempunyai pengaruh yang harus diperhitungkan di kalangan para penguasa Romawi. Adalah atas hasil khusus mereka dan sistem yang ada telah mendatangkan kemudahan dan kemewahan bagi mereka tetap berlangsung terus dibawah kekuasaan Romawi. Mereka takut dengan dakwah Yesus sebagai Almasih, yang menurut banyak orang Yahudi akan menjadi Raja Israil, akan menyebabkan perselisihan antara penguasa Romawi dengan kaum Yahudi sehingga mengganggu kemapanan (status qua) mereka. Setelah masa pengajaran dengan berkeliling di Galilea, Yesus pergi ke selatan ibu kota negeri ini. Nampaknya di Galilea, beliau tidak banyak menemukan keberhasilan, kebanyakan orang-orang yang mengikutinya dari satu tempat ke tempat lain hanya berminat kepada mukjizat-mukjizat saja. Beliau mengira bahwa di Yerusalem pada musim Passover (Hari kebangkitan Yahudi dari perbudakan di Mesir- pent.), kaum Yahudi akan berkumpul dari tempat-tempat yang jauh maupun dekat, sehingga risalahnya bisa mencapai kaum Yahudi di manapun mereka hadir. Selain itu Yerusalem memiliki kenangan khusus di hati beliau sebagaimana pula di hati segenap kaum Yahudi. Demikianlah maka beliau memasuki kota Yerusalem dengan mengendarai seekor keledai. Nampaknya mereka sudah mengenal akan reputasi beliau sebelumnya, dan kerumunan manusia penziarah dan lain-lainya berkumpul dengan daun-daun palem ditangannya untuk menyambut beliau. Mereka berseru "Hosanna: Diberkahi Raja Israil yang datang dengan nama Tuhan" (St. Yahya, 12:13). Meskipun demikian di antara kerumunan itu banyak pula orang-orang yang belum pernah mendengar nama beliau, dan mereka bertanya: "Siapakah dia ini?, dan orang - orang menjawab, "Inilah Yesus, Nabi dari Nazaret di Tanah Galilea". (Matius, 21:11) Pada hari pertama beliau di Yerusalem, beliau pergi ke tempat ibadat dan melihat dengan marah orang-orang yang berlalu-lalang di serambi Rumah Tuhan itu, dalam tukar menukar uang dan burung-burung serta hewan-hewan lainnya yang disajikan sebagai korban. Ini adalah salah satu dari perintah khusus para pendeta dan telah mencapai ruang lingkup yang luas. Sekembalinya dari Rumah Ibadat tersebut, keesokan harinya beliau mengambil tindakan drastis dengan mengusir semua pedagang dan penukar uang keluar dari Rumah Ibadat berikut semua peralatan dagangnya. Maka para lawannya sadar, bahwa jika tidak cepat tanggap terhadap beliau, maka hal ini bisa menjadi terlambat. Kaum Farisi dan Saduki, meskipun mereka tidak senang satu sama lain, mengambil tindakan bersama terhadap Yesus. Salah seorang dari kalangan dalam yang menjadi pengikut Yesus, Yudas Iskariot, disogok untuk menunjukkan tempat kediaman Yesus kepada laskar penjaga Rumah Ibadat. Rupa-rupanya Yesus telah mengetahui perihal makar yang dilakukan para musuh untuk membunuhnya, hal ini yang membuat beliau sangat sedih. "Hatiku sangat penuh duka hingga nyaris mati, dalam menunggu dan berjaga-jaga di sini", kata Lukas, "beliau sembahyang lebih sungguh-sungguh dan keringatnya seolah tetesan-tetesan darah yang besar bercucuran ke tanah." Beliau menghabiskan sepenuh malam di Taman Golgota berdoa ke hadirat Tuhan agar Dia menyelamatkannya dari kematian :"Abba, Bapak segala hal adalah mungkin bagi Mu, ambillah cawan ini dari padaku, sesungguhnya bukanlah kehendakku melainkan kehendak Mu jua." (Markus, 14:36) Yesus ditangkap oleh serdadu dan laskar Yahudi ketika hari masih gelap, segenap murid-muridnya meninggalkan beliau, mereka melarikan diri. Pertama beliau dibawa ke hadapan Pendeta Tinggi Yahudi, dan kemudian ke hadapan Pontius Pilatus, Gubernur Romawi. Tuduhan kepada beliau adalah bahwa dia mendakwahkan diri sebagai Raja Yahudi. Nampaknya Pilatus kurang dapat diyakinkan atas kebenaran tuduhan tersebut, namun karena dibawah tekanan Pendeta Tinggi Yahudi dan para pejabat negeri, maka dia menjatuhkan hukum salib kepada beliau. Injil menyatakan bahwa Yesus dipakukan di kayu palang salib di antara dua penjahat terkenal. Kematian di kayu palang salib adalah hal yang berlarut-larut, biasanya si terhukum memerlukan waktu dua atau tiga hari sebelum mati karena merasakan sakit dan kehabisan tenaga. Tetapi Yesus tergantung di sana hanya selama tiga jam (dari jam 12.00 siang sampai jam jam 3.00 sore). Ini adalah hari persiapan, dan ini adalah bertentangan dengan ajaran agama Yahudi jika seseorang masih tergantung di tiang salib pada hari Sabbath, kaum Yahudi memohon kepada Pilatus agar membunuh para terhukum dan memindahkan tubuhnya dari kayu salib. Sesuai dengan perintah itu, para serdadu mematahkan kaki kedua penjahat yang disalib bersama Yesus. Tetapi ketika sampai kepada Yesus, mereka mengira bahwa beliau sudah wafat dan tidak mematahkan kaki-kakinya. Namun salah seorang serdadu menusuk sedikit lambungnya dengan tombak, dan darah serta air segera mengucur dari luka itu. Ini menunjukkan bahwa beliau masih hidup. Rupa-rupanya beliau jatuh pingsan atau mati suri. 21 Kemudian tubuhnya dibawa oleh seorang muridnya yang berpengaruh Yusuf Arimathea, dan disimpan dalam sebuah goa yang kemudian disumbat dengan sebuah batu. Hari berikutnya beliau kelihatan masih hidup, kemudian menyamar sebagai seorang tukang kebun. Pertama kali beliau dilihat oleh Maria Magdalena, dan kemudian oleh murid-muridnya yang lain. Para teolog Kristen menyatakan bahwa: "Yesus disalibkan, wafat dan dimakamkan. Dia turun ke Neraka dan di hari ketiga Dia bangkit lagi dari kematiannya. Dia naik ke langit bersama jasadnya, dan duduk di sebelah kanan Tuhan Bapak Yang Maha Kuasa 22." Yang nampaknya lebih cocok adalah bahwa Yesus tidak wafat di palang salib, tetapi sebagaimana telah kami katakan, dia dalam keadaan mati suri ketika diturunkan, dan dalam keadaan ini, beliau sembuh secara berangsur-angsur. Jadi apa yang disebut sebagai kebangkitan kembali sesungguhnya adalah kesembuhan dari mati suri itu. Yesus telah berdoa agar diselamatkan, dan Tuhan mendengar doa beliau. Inilah tepatnya apa yang dikatakan oleh pengarang Surat Ibrani kepada kita:"Ketika dia (Yesus) telah menyampaikan doa dan permohonannya dengan tangis yang kuat kepada Nya agar diselamatkan dari kematian, dan didengarlah apa yang ditakutkannya itu" (Alkitab Surat kepada Ibrani, 5:7) Al-Qur'an yang menerima Yesus (Isa a.s.) sebagai Nabi Besar dari Tuhan, dan menyetujui kebenaran Injil bahwa Isa a.s. tidak wafat di palang salib sebagai berikut: "Dan karena ucapan mereka: Sesungguhnya kami telah membunuh Masih 'Isa bin Maryam, Utusan Allah; mereka tidak membunuh dia dan tak menyebabkan dia mati pada kayu palang, melainkan ditampakkan kepada mereka seperti demikian. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang itu mereka ada dalam kebimbangan tentang itu. Mereka tak mempunyai pengetahuan tentang itu selain hanya mengikuti dugaan, dan mereka tak membunuh dia dengan yakin (Q.S. 4:157) Al-Qur'an selanjutnya mengatakan bahwa Tuhan telah memberikan kepada Isa a.s. beserta Ibunya Maryam, "tempat berteduh di tanah yang tinggi yang penuh padang rumput dan mata air" (.Q.S 23:50). Penelitian akhir-akhir ini yang dilakukan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Gerakan Ahmadiyah dalam Islam, dan beberapa pengikutnya telah menunjukkan bahwa tempat yang ditunjuk di sini adalah "Kashmir" di mana Isa a.s. telah pergi mencari "domba-domba yang hilang dari kandang Israil" setelah lolos dari kematian di kayu palang. Beliau wafat pada usia tua 120 tahun, dan makamnya masih terdapat di Mohalla Khanyar di Srinagar, Kashmir 23.
AJARAN YESUS
Dr. Morton Scott Enslin, salah seorang sarjana Kristen terbesar dalam abad ini menulis:"Ini harus dijelaskan dahulu, bahwa pandangan yang terdapat dalam beberapa kalangan untuk melihat maksud Yesus mendirikan Gereja yang terpisah dari Kanisah adalah tidak mungkin. Injil sendiri sedikit mengemukakan tanda-tanda seperti ini . . . Jadi usaha untuk memisahkan Isa dari agama Yahudi tentang pendirian suatu agama baru, di mana kaum Yahudi dan Nasrani berdiri sama dalam pandangan Tuhan akan nampak sebagai kemungkinan yang sangat bertolak belakang 24." Yesus sendiri berkata: "Janganlah mengira bahwa saya datang untuk merobah hukum atau para nabi; aku datang tidak untuk merombak tetapi untuk menggenapi. Karena sesungguhnya aku katakan kepadamu hingga langit dan bumi lenyap tak ada satu noktah pun akan hilang dari hukum hingga semuanya digenapi. Karena itu barang siapa merombak satu dari hukum-hukum ini sedikit saja dan mengajarkan kepada ummat manusia sedemikian maka akan dipanggil terakhir dalam kerajaan langit, tetapi barang siapa mengerjakan dan mengajarkannya maka dia akan disebut besar dalam kerajaan langit (Matius, 5:17-19) Beliau bukanlah pendiri agama baru. Beliau datang untuk membangkitkan agama para Nabi sebelumnya, untuk membersihkan dan memurnikan agama itu dari segala perobahan dan salah tafsir dari kaum Farisi dan Saduki serta menyerukan kepada kaumnya agar bertobat dan kembali kepada Tuhan. Sebagaimana para nabi, beliau juga beriman kepada Tuhan Yang Esa . Ketika seorang guru hukum bertanya kepada beliau: "Apakah hukum yang utama dari segalanya itu?" Yesus menjawab:"Yang utama dari segala perintah adalah Dengarkanlah wahai Israil, Tuhan kami adalah Tuhan Yang Esa dan hendaklah engkau cintai Tuhanmu dengan segenap hatimu, dan dengan fikiranmu, dan dengan segenap kekuatanmu, ini adalah hukum yang utama. Dan yang kedua adalah Cintailah tetanggamu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari ini." (Markus, 12:29-31) Beberapa kaum Yahudi pada saat itu mengira bahwa Tuhan itu jauh dan menakutkan, tetapi Yesus khusus menekankan pada kasih sayang dan memanggil Nya "Bapa kami yang ada di Sorga". Yesus bukanlah manusia pertama yang memanggil Tuhan Bapa. Hal ini telah dilakukan sebelumnya oleh para nabi dari kaumnya sendiri, bahkan orang purba pun telah berbuat yang sama. Pada masa Yesus, istilah tersebut sudah biasa dalam lingkungan agama yang berhubungan dengan agama Yahudi. Hal tersebut tidak saja menunjukkan konsepsi Tuhan sebagai Pencipta, melainkan juga kemurahan Nya, pemeliharaan Nya, terhadap segala makhluk Nya. Meskipun Yesus menaruh penghormatan yang sangat terhadap syariat Musa, dan tidak pernah menentang ataupun menyembunyikan hingga hukum tersebut terabaikan namun kelihatannya beliau selalu berusaha menemukan roh-semangat dari hukum-hukum tersebut untuk menekankan bagaimanakah seharusnya kebaktian yang sejati itu. Beliau bersabda: "Kalian telah mendengar apa yang dikatakan oleh mereka pada waktu dahulu, janganlah engkau membunuh, dan barang siapa membunuh maka dia diancam peradilan. Tetapi aku katakan padamu, bahwa barang siapa marah kepada saudaranya tanpa sebab, maka dia diancam peradilan dan barang siapa berkata kepada saudaranya kafir maka dia diancam peradilan, tetapi barang siapa berkata Engkau jahil maka diancam dengan api neraka . . . Kalian telah mendengar apa yang dikatakan oleh mereka pada zaman dahulu, janganlah engkau melakukan zinah. Tetapi aku katakan kepadamu barang siapa yang memandang seorang wanita dengan nafsu kepadamu, maka dia telah melakukan zinah di hatinya. Dan bilamana mata kananmu menyesatkanmu, maka cungkillah dia dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu bahwa salah satu anggota badanmu binasa daripada seluruh tubuhmu dilemparkan ke dalam api neraka. Dan bilamana tangan kananmu menyesatkanmu, maka potonglah dia dan lemparkanlah dari padamu daripada seluruh tubuhmu dilempar ke api neraka." (Matius, 5:21-22, 27-30) Seringkali dikatakan bahwa kaum Yahudi pada masa Yesus tidaklah begitu banyak dibanding pengikut nabi-nabi terdahulu yang dipandangnya lebih berilham Ilahi daripada Taurat. Sendiri. Yesus menerima Taurat dan para Nabi, tetapi sangat marah terhadap penafsiran para pendeta dan tradisi yang keluhnya "telah menghapus kalam-kalam Tuhan", katanya kepada mereka, "karena engkau memegang teguh adat-istiadat". Mereka mempunyai aturan-aturan yang tidak masuk akal pada hari Sabbath. Misalnya seorang boleh berjalan 200 langkah pada hari Sabbath, tetapi tidak boleh lebih. Beberapa tali dan tidak boleh tali lain yang boleh diikatkan atau dibuka ikatannya pada hari Sabbath. Bahwa cuka bila ditelan dapat digunakan untuk mengentengkan dada yang sesak, tetapi tidak boleh dikumur. Seorang wanita tidak boleh memandang wajahnya ke cermin, kecuali kalau melihat uban dan dia harus mencabutnya. Pada hari Sabbath tidak boleh menyalakan api. Kalau takut akan kematian, ia boleh memanggil dokter tetapi untuk patah tulang tidak boleh hadir pada waktu Sabbath. Aliran Hillel dan Shammat, dua Rabbi yang sangat terkenal pada saat itu benar-benar mendiskusikan dan bertentangan pendapat apakah telor yang keluar pada hari Sabbath boleh dimakan atau tidak. Yesus dengan tak sabar menyingkirkan aturan-aturan yang berlebihan dan doktrin semacam itu. Beliau menyatakan kepada mereka bahwa Sabbath itu untuk manusia, dan bukannya manusia untuk hari Sabbath serta beliau memperingatkan mereka:"Celakalah kamu hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang yang munafik, sebab persepuluhan dan selasih adat manis dan jintan kamu bayar tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu keadilan dan belas kasihan serta kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu pemimpin-pemimpin buta nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang didalamnya kamu telan . . . hai kamu keturunan ular beludak. Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukum neraka." (Matius, 23:23-33) Melalui khotbahnya yang terilham dari perumpamaannya yang indah, Yesus mencoba menjadikan kaumnya sadar akan adanya Tuhan dan mengisi hatinya dengan rasa cinta sesama manusia. "Berbuatlah kepada orang lain sebagaimana engkau berbuat kepada dirimu sendiri", katanya, "Berbuatlah kebaikan untuk menggantikan kejahatan, cintailah musuh-musuhmu. Tuhan mengirimkan hujan Nya baik kepada si jahat maupun yang baik, karena itu jangan membeda-bedakan. Sempurnakanlah dirimu, karena Bapamu yang di langit juga sempurna." Namun beberapa ajarannya seketika kelihatannya terlalu kabur untuk diterapkan dalam praktik bila kita hendak mencobanya, dan terlalu idealistis untuk diterima secara harfiah. Ambillah misalnya yang berikut ini: "Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia dua mil" (Matius, 5:39-41). Dan lagi, "Jikalau seorang datang kepadaku, dan tiada membenci bapaknya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki datau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridku" (Lukas, 14:26). Dia bahkan mengatakan kepada para pengikutnya untuk "jadikan dirimu orang kasim untuk mencari kerajaan sorga" (Matius, 19:12) Yesus menyatakan bahwa risalah yang disampaikan kepada kaumnya tidaklah berasal dari dirinya sendiri melainkan dari Tuhan, "Aku berkata-kata bukan dari diriku sendiri, tetapi Bapa yang mengutus aku. Dialah yang memerintahkan aku untuk mengatakan apa yang harus aku katakan dan aku sampaikan" (Yahya, 12:49). Beliau mendakwahkan dirinya sebagai seorang Nabi dari Tuhan. Tulis Dr Morton Scoott Enslin:"Maka apakah wewenang yang didakwahkan bagi dirinya sendiri. Jawaban yang paling jelas mungkin paling tidak tepat yakni sebagai seseorang yang telah dinyatakan dalam Injil sendiri bahwa beliau adalah seorang Nabi dari Tuhan. Jelas ini adalah kesan yang ditimbulkan kepada para pendengarnya. Adalah sangat mungkin bahwa kesan ini merupakan keyakinan beliau sendiri. Bila ini masalahnya maka beliau harus dipercaya sebagai yang menerima wahyu dari Ruhul Kudus, karena dalam pemikiran agama Yahudi Ruhul Kudus dikhususkan sebagai pembawa wahyu nubuwat 25." Beliau adalah Rasul Tuhan . . . "Inilah hidup yang kekal itu, yakni bahwa mereka mengenal Engkau satu-satunya Allah yang benar, dan mengutus Engkau" (Yahya, 17:3) . . . kepadanya Allah telah mewahyukan risalah Nya untuk petunjuk bagi anak-anak Israil, "Kata Yesus kepada mereka, jika sekiranya kamu anak-anak Abraham tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dilakukan Abraham. Tetapi yang kaum kerjakan ialah berusaha membunuh aku, aku yang mengatakan kebenaran kepada kamu, yaitu kebenaran yang kudengar dari Allah" (Yahya, 8:39-40)Missinya tidaklah untuk seluruh dunia, melainkan hanya kepada Bani Israil saja sebagaimana telah jelas dinyatakan :"Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dan ummat Israil" (Matius, 15:24) Beliau memilih duabelas murid untuk mencocokkan jumlah suku Israil, dan menyatakan kepada mereka:"Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke kota orang Samaria, melainkan pergilah ke domba-domba yang hilang dari ummat Israil" (Matius, 10:5-6) Beliau adalah Almasih bangsa Yahudi dan beliau tidak pernah mendakwahkan ketuhanan. Sebaliknya beliau menolak setiap usaha untuk mendewakan pribadinya. Beliau adalah seorang manusia biasa dan tidak lebih:"Mengapa kau katakan aku baik? Tak seorang pun yang baik selain Allah?" (Markus, 10:18) Beliau seringkali menyatakan dirinya sebagai Anak Tuhan, tetapi hal ini tidak berarti mendakwahkan ketuhanan sedikitpun. Istilah ini telah digunakan oleh para nabi lainnya juga 26. Ini tiada lain untuk menunjukkan kedekatannya kepada Tuhan dan tidak lebih. Bila Tuhan itu adalah Bapa kami yang di sorga, maka seluruh ummat manusia adalah anak-anak Tuhan makhluk Nya. Demikian Yesus berkata:"Kasihilah musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu yang ada di sorga."(Matius, 5:44-45)"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena akan disebut anak-anak Allah." (Matius, 5:9) Yesus bukanlah anak Tuhan dalam suatu pengertian yang khusus atau unik. Istilah yang agaknya sering kali lebih digunakan bagi dirinya adalah "Anak Manusia". Apakah arti istilah ini? Pendeta R.J. Campbell menjawab pertanyaan ini:"Gambaran dirinya yang disukai beliau adalah Anak Manusia. Sudah banyak ditulis dan dikatakan sebutan ini, tetapi agaknya hal itu tidak menarik sesuatu hal yang ajaib bagi para pengikutnya, ataupun ada suatu keanehan dalam penggunaannya. Ini adalah istilah dalam Perjanjian Lama yang digunakan oleh seorang Nabi sebagai wakil suatu abad atau kaum tertentu, dan sebagai alat dari risalah Ilahi di dalamnya.27" Jadi Yesus adalah seorang Nabi dari Allah, dan agamanya tidak berbeda dengan para Nabi sebelumnya. Beliau datang untuk memperbaharui agama sejati dari Tuhan kepada bangsa Yahudi di zamannya, dan menjadikan mereka orang yang benar-benar beriman, tulus dalam keimanannya, dan tulus dalam hubungan mereka terhadap sesama manusia.
PERKEMBANGAN AGAMA KRISTEN
Para pengikut Yesus mula-mula disebut Nazarenes. Panggilan Kristen diberikan kepada mereka sekitar seratus tahun belakangan dalam ibu kota masyarakat Nasrani yang besar di Antioch. Kaum Nazarenes membentuk kelompok dalam suatu masyarakat di Yerusalaem, dan memilih James saudara laki-laki Yesus sebagai pimpinannya. Mereka adalah para pengikut yang beriman kepada Satu Tuhan yang benar, dan beriman kepada Yesus sebagai seorang Nabi Besar dari Tuhan. Mereka berpendapat bahwa meskipun Yesus adalah Almasih Yang Dijanjikan tetapi bagaimanapun beliau bukan Tuhan. Beliau hanyalah seseorang kepada siapa Tuhan telah menurunkan risalah Nya sebagai petunjuk bagi manusia lainnya. Kaum Nazarenes secara ketat mengikuti syariat Musa a.s. sebagaimana telah diperbuat oleh Yesus sendiri. Keyakinan mereka tersebut diungkapkan dalam dokumen yang disebut Q dalam Injil kaum Nazarenes, St. Barnabas dan sebagainya 28.
Dengan berlalunya waktu, ketika generasi pertama mulai meninggal dunia, dan khususnya setelah penghancuran Rumah Ibadah serta pengungsian bangsa Yahudi dari Yerusalem pada tahun 70 M, generasi baru dari pengikutnya mulai mengidealisir pribadi Yesus, dan menambahkan bagian-bagian mukjizat kepada kisahnya. (Nampaknya versi permulaan dari Injil Markus, yakni Urmarcus menunjukkan tingkat-tingkat perkembangan agama Kristen ini. Pemujaan pahlawan rupanya sudah mendarah daging dalam sifat manusia . Pahlawan itu terutama bila beliau kebetulan adalah Nabi dari suatu agama, dengan berlalunya waktu lagi-lagi diangkat ke derajat ketuhanan oleh para pengikut yang mudah percaya. Tanda pertama dari perobahan yang muncul dalama agama Yesus, yakni pergeseran tekanan dari ajaran Yesus ke arah pemujaan terhadap pribadinya. Dalam hubungan ini Dr. Morton Scott Enslin menulis: "Perhatian khusus terhadap pribadi Yesus, adalah keinginan untuk menerangkan siapakah beliau itu sebenarnya dan menafsirkan segala sesuatu yang berhubungan dengan dia dengan pelan-pelan ke arah pengaburan kenyataan bahwa beliau tidak pernah mendakwahkan pernyataan semacam itu, melainkan cukup puas dengan mengemukakan maksud Tuhan kepada bangsanya dan menyerukan agar mereka bertobat. Jadi Yesus menjadi lebih dipahami dan dimengerti sebagai pribadi manusia, dari pada ajarannya yang harus diimani dan dipatuhi 29." Kecenderungan ini, berkembang lebih lanjut setelah agama Kristen berkembang di kalangan bangsa Yahudi di pengasingan dan di kalangan awam tetangganya. Orang-orang ini tinggal dalam masyarakat yang kecerdasannya berbeda dibanding Yahudi yang ada di Palestina. Mereka telah kemasukan banyak ide dan praktik luar negeri yang telah terbiasa dengan upacara-upacara gaib dengan dewa penyelamatnya sendiri-sendiri, dan berada dibawah pengaruh falsafah Yunani. Maka, ketika mereka menerima Yesus sebagai Almasih, mereka segera merobah beliau sebagai Juru Selamat dan Sang Penebus dengan mengikuti pola Mithra, Adonis, Tammuz, Osiris, dan sebagainya. Mereka mulai percaya bahwa beliau datang dari Langit untuk menebus dosa-dosa mereka dan menyelamatkan mereka dengan darahnya yang mengalir di kayu palang salib. Dalam kata-kata Morton Scott Enslin menulis:"Tetapi perpindahan dari Tanah Yahudi ke tempat orang-orang awam telah membuat perobahan yang lebih radikal lagi. Tidak saja gerakan itu cepat menjadi suatu agama yang terpisah dan berbeda dengan agama Yahudi, tetapi risalah itu diterjemahkan dalam istilah-istilah yang dapat dipahami serta cocok bagi para pendengar yang awam, maka jadilah agama tersebut menjadi semakin lama semakin menjadi kultus yang lain, penuh pertentangan dalam dirinya. Pada permulaan abad kedua - dan mungkin lebih awal lagi - ini telah menjadi satu dari kultus Yunani Timur yang menawarkan keselamatan dari para pemeluknya melalui Junjungannya yang dipertuhankan 30." Orang yang memainkan peran utama dalam menggarap perobahan dari Yesus sebagai Nabi Allah dari bangsa Yahudi sehingga menjadi Junjungan dan Juru Selamat yang dipertuhankan adalah Paulus. Ia mempunyai missi baik kepada Yahudi maupun kepada yang ada diluarnya. Inilah apa yang dtulis H.G. Wells tentang itu:"Pelopor dari pembuat-buat ajaran Kristen ialah St. Paulus. Dia tidak pernah melihat Yesus maupun mendengar beliau mengajar. Paulus itu aslinya bernama Saul, dan dia mula-mula dicurigai sebagai pembunuh aktif dari kelompok kecil murid-murid Yesus sehabis penyaliban. Tiba-tiba dia memeluk agama Kristen, dan merobah namanya menjadi Paulus. Dia adalah seorang yang sangat cerdas dan berniat mendalami secara bernafsu gerakan-gerakan keagamaan pada waktu itu. Dia mengenal dengan baik agama Yahudi, Mithraisme, dan Alexandria pada masa itu. Dia banyak memasukkan ide dan ungkapan istilah mereka ke dalam agama Kristen. Dia hanya berbuat sangat sedikit dalam memperluas atau mengembangkan ajaran asli dari Yesus, ajaran Kerajaan Langit. Dia mengajarkan bahwa Yesus tidak hanya Kristus yang Dijanjikan, atau pemimpin yang dijanjikan dari kaum Yahudi, melainkan juga bahwa kematiannya adalah suatu pengorbanan sebagaimana kematian korban persembahan zaman dahulu dari peradaban purba guna penebusan dosa ummat manusia.31" Paulus dengan kerasnya mengecam murid-murid Yesus yang sejati, dia tidak tertarik pada sejarah dan ajaran Yesus. Ia hanya memusatkan diri kepada kematian dan kebangkitan, serta mengumumkan kutuk kematian di kayu salib syariat Musa. Dia menonjolkan Yesus sebagai Anak Tuhan yang Ilahiyah dan terlahir dalam tubuh manusia untuk mati demi dosa-dosa manusia. Paulus percaya bahwa setiap orang itu dilahirkan dalam keadaan benar-benar hina dan penuh dosa, mewarisi dosa Adam dan Hawa. Tak seorang pun dapat menyelamatkan diri dengan usaha dan amal perbuatannya sendiri. Keselamatan hanya dapat diperoleh dengan percaya dalam pengorbanan, penebusan Tuhan Yesus. Hanya darah Yesus sendirilah yang dapat menghapus dosa manusia. Sebagaimana kesalahan seseorang (Adam), maka segenap manusia menjadi berdosa. Dengan kematian seseorang (Kristus), maka semua orang yang percaya kepadanya akan selamat . (Surat Paulus kepada orang-orang Roma, 5: 18-19). Jadi Yesus adalah semacam kambing hitam sebagaimana pengarang Surat Paulus berkata: "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mulia, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak ternoda dan tak bercacat." (I Petrus, 1 : 18-19) Agama Paulus tentulah berbeda sekali dengan Agama Yesus. Marilah saya kutipkan dalam hubungan ini apa yang dikatakan oleh Dr. Arnold Meyer, Professor teologi dari Universitas Zurich telah berkata:"Bilamana agama Kristen itu diartikan sebagai kepercayaan Isa Almasih sebagai Anak Tuhan yang tidak termasuk dalam manusia bumi, tetapi yang hidup dengan keilahian dan kemuliaannya turun dari langit ke bumi dan masuk ke dalam manusia serta berbentuk manusia dengan perantaraan seorang perawan, yang dapat menebus dosa manusia dengan darahnya sendiri di palang salib, kemudian bangkit dari kematiannya lalu diangkat di sebelah kanan tangan Tuhan, menjadi Tuhan sebagaimana dipercayai oleh orang yang yakin padanya, dan mendengar doa-doa mereka serta memimpin mereka yang selanjutnya tinggal dan bekerja sendiri di kalangan mereka masing-masing akan turun lagi bersama awan dari langit untuk menghakimi dunia, akan merobohkan segenap musuh Tuhan, dan akan membawa ummat beserta dirinya ke istana cahaya langit, sehingga mereka akan menjadi seperti tubuhnya yang mulia, Bila hal ini disebut agama Kristen maka kekristenan semacam itu adalah yang direka oleh St. Paulus dan bukannya oleh Yesus (Isa Almasih) 32." Ada pertentangan yang tajam dan tuduhan serta kontra tuduhan di antara Paulus dengan sekutu-sekutunya melawan kaum Nazarenes di fihak lainnya. Gema pertentangan ini secara sayup-sayup masih dapat dilacak dalam Perjanjian Baru. Dalam "Khotbah Perkenalan" yang membawa nama Clement dari Roma, Petrus menghantam Paulus di bawah nama Simon Magnus karena mengajarkan sesuatu agama yang tidak lain adalah paganisme terselubung. Beliau berucap, "Tinggalkanlah rasul yang tidak terlebih dahulu membandingkan ajaran yang bersumber dari James saudara lelaki Isa Almasih dan yang mendatangimu tanpa kesaksian." Meskipun demikian, agama Kristen versi Paulus lebih populer di kalangan kaum Yahudi dan orang-orang awam yang menyebar dengan cepat di sebagian besar kekaisaran Romawi, dan bahkan menjadikan agama Kristen sebagai agama resmi negara. Mereka yang setia kepada agama yang murni dari Isa Almasih (kaum Nazarenes) susut menjadi minoritas dan akhirnya punah. Perkembangan selanjutnya dari agama Kristen terjadi ketika pengarang Injil St. Johannes mengambil alih konsep Logos (Firman) dari Philo, dan menjadikan Isa sebagai penjelmaan dari Logos: "Pada mulanya adalah Firman (Logos), dan bersama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama dengan Allah, segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada sesuatupun yang terjadi . . . Firman itu telah menjadi manusia dan di antara kita dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemudian yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa penuh kasih karunia dan kebenaran." (Yohannes, 1:14) Kontroversi mengenai sifat-sifat sejati Kritus dan hubungannya dengan Tuhan Bapak terus berlangsung selama dua abad. Satu sekte (Arian) menganggap Yesus sebagai makhluk yang lebih rendah dari Tuhan. Sekte lain (Sabellian) berpendapat bahwa Yesus hanyalah satu aspek dari Tuhan Bapa, dan Tuhan itu Yesus dan Bapa adalah saat yang sama seperti seorang lelaki itu adalah seorang bapak dan saat yang sama seorang seniman. Meskipun demikian, sekte lain (Katolik) berkata bahwa Yesus adalah pribadi yang lain dari Tuhan Bapa, tetapi sama hakekatnya dengan Dia dan sejajar dengan Dia. Akhirnya pada abad keempat, ketika Kristen menjadi agama negara kekaisaran Romawi dengan masuknya Constantine menjadi Kristen, maka versi Katolik diterima sebagai agama Kristen yang resmi dan semua sekte lainnya dimusnahkan dengan api dan pedang. Doktrin ketuhanan Yesus akhirnya ditegakkan sebagai suatu dogma Kristen sebagaimana diuraikan dalam Kredo Nicene (yang dimaklumatkan pertama oleh konsili pertama Nicosea tahun 325, kemudian direvisi oleh konsili pertama Konstantinopel tahun 381). Ia menyatakan :"Saya percaya . . . kepada Satu Tuhan Kristus Yesus, satu-satunya Putera Tuhan. Terlahir dari Bapa yang melintas abad-abad sebelumnya, Tuhan dari Tuhan, cahaya dari cahaya, Tuhan sejati dari Tuhan sejati. Tidak dilahirkan, menjadi satu hakekat dengan Bapa dari mana segala perkara diciptakan 33" Sekali ajaran tentang keilahian Yesus diterima, maka perkembangan dan doktrin Trinitas menjadi tak terelakkan. Sebab, bila Yesus itu Tuhan, maka harus ada lebih dari satu pribadi dalam ketuhanan. Yakni dimulai dari Bapak (Yesus sendiri telah berkata "Bapa itu lebih besar daripada Aku"(Yahya, 14:28). Dia adalah Pribadi yang pertama dalam ketuhanan. Kemudian Yesus sendiri yang menjadi penjelmaan Putera Tuhan, Pribadi kedua dalam ketuhanan. Akhirnya ada pula Rohul Kudus, Yesus berkata: "Apabila seseorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni di dunia ini tidak di dunia yang akan datang pun tidak." (Matius, 12: 32). Karena itu bila Yesus itu Tuhan, maka Ruhul Kudus juga haruslah Tuhan, Pribadi ketiga dari ketuhanan. Maka Bapak adalah Tuhan Putera adalah Tuhan dan Rohul Kudus pun Tuhan. Tetapi Yesus telah berkata bahwa Tuhan itu Esa. Ahli teologi Kristen karenanya mempermaklumkan bahwa Tuhan itu tiga dan satu-satu dalam tiga oknum, atau tiga dalam satu-satu Tuhan tetapi tiga pribadi. Tetapi jika ada tiga pribadi yang terpisah dari masing-masing dirinya adalah Tuhan, bagaimana dapat kita katakan Tuhan itu Esa."Hal ini", jawab para teolog Kristen, "adalah misteri ketuhanan yang tak bisa dicapai oleh akal fikiran manusia" Doktrin Trinitas yang muncul dalam bentuk sekarang baru terjadi pada abad keempat sebagaimana diakui dalam New Catholic Encylopaedia :"Pembentukkan ajaran 'Satu Tuhan adalah tiga pribadi' belum ketat dikokohkan dalam kehidupan Kristen dan pengakuan keimanannya hingga akhir abad keempat. Tetapi tepatnya bahwa formula ini telah menjadi pengakuan pertama dengan judul Dogma Trinitas. Di antara para Bapak Gereja tidak ada yang lebih mendekati pandangan nya dan mentalitas semacam ini 34." Dalam bentuknya semacam ini yang dipercayai oleh kaum Kristen, doktrin ini diberi definisi oleh Kredo Athanasian (abad keenam) sebagai berikut:"Ada satu pribadi Sang Bapak yang lain Sang Putera, dan yang lain lagi Rohul Kudus. Tetapi ketuhanan dari Bapak, Putera, dan Rohul Kudus adalah Esa, kemuliaannya sama, keagungannya saling abadi . . . Sang Bapak adalah Tuhan, Sang Putera adalah Tuhan, Sang Rohul Kudus ada Tuhan. Meskipun demikian tidaklah ada tiga tuhan melainkan Satu Tuhan. . . . Karena sebagaimana kita dipaksa oleh kebenaran Kristen untuk mengenalkan kepada setiap orang bahwa Dia adalah Tuhan dan Tuan, kita dilarang oleh agama Katolik untuk menyatakan tiga Tuhan atau tiga Tuan 35." Demikianlah, maka sepanjang tahun agama Kristen merobah dan menciptakan dogma-dogma baru ketuhanan Yesus, Trinitas, Dosa Waris, Korban untuk Penebusan, Penebusan Darah. Bersamaan dengan dogma-dogma ini juga diadakan macam-macam upacara agama, dan yang paling penting adalah pemandian (baptis) dan perjamuan suci (ekaristi). Pembabtisan adalah suatu upacara suci untuk pertama kali memasuki keanggotaan Gereja Kristen, dan terdiri dari pengucuran air yang disucikan oleh pendeta di atas kepala seseorang "atas nama Bapa, Putera, dan Rohul Kudus". Ini untuk menghapus dosa waris dan merobah seseorang yang menerima baptis dari anak terkutuk menjadi "anak yang diberkati". Bagi seseorang yang lahir di kalangan Kristen upacara ini dilangsungkan segera setelah kelahirannya sebelum dia mati dan dikucilkan selamanya dari anugerah Tuhan serta Sorganya. Upacara Ekaristi adalah yang paling suci dalam Gereja Kristen dan bagian yang terpenting terdiri dari memakan roti yang disucikan dan minum anggur yang disucikan oleh peserta. Menurut Gereja Katolik, roti yang disucikan sungguh-sungguh menjadi tubuh Kristus dan anggur yang disucikan sungguh-sunguh menjadi darah Kristus (doktrin pemindahan secara fisik), sehingga para peserta benar-benar memakan daging dan minum darah Tuhan manusia dan memasuki suatu hubungan organis dengannya. Pada saat itu telah dikenal luas bahwa agama Kristen yang menjadi agama kekaisaran Romawi, sejak itu berlangsung terus sebagai kepercayaan dari macam-macam Gereja Kristen, dan ternyata hanya sedikit mempunyai persamaan dengan agama yang asli dari Yesus. Agama tersebut telah berkembang selama bertahun-tahun dengan menyerap banyak elemen paganisme. Menurut kata-kata ahli filasat, dan sejarah besar Winwood Reade:"Kekristenan telah menaklukkan paganisme (pemujaan berhala), dan paganisme telah mengkorup agama Kristen. Legenda yang berasal dari kisah Osiris dan Apollo telah dicangkokkan dalam kehidupan Yesus. Tuhan Yang Esa dari bangsa Yahudi telah diciptakan oleh bangsa Mesir kuno dan yang telah diciptakan oleh Plato menjadi sistem filosofis. Manusia yang berkata, 'Mengapa engkau katakan aku ini baik? Tiada kebaikan kecuali Satu, yakni Tuhan'. Sekarang dia sendiri telah dijadikan Tuhan atau sepertiga bagian dari ketuhanan 36." Dan inilah yang memancar dari cendekiawan masa kini, Thomas Sheehan, menulis: "Hari ini, ketika kita memasuki millenium ketiga, Gereja Kristen mengalami krisis teologis dalam apa yang kita fikirkan dan keyakinan tentang Yesus dari Nazareth""Krisis itu tumbuh dari kenyataan bahwa kebebasan sekarang yang diterima baik oleh teologi dan penjelasan Protestan maupun Katolik, sejauh yang dapat dijelaskan dari data sejarah yang ada, Yesus dari Nazareth tidak dapat difikirkan ia adalah tuhan, tidak dapat ditonjolkan pernyataan Messiah seperti dicirikan Perjanjian Baru kepadanya, dan berbicara tentang kematiannya tanpa mencari suatu agama baru yang disebut 'Kekristenan' Itulah kekrisisan yang telah terjadi dengan prima facie , ketidakcocokan antara Yesus dari Nazareth dengan apa yang kita fikirkan (sesuatu yang khusus tetapi nabi yang sangat manusiawi) dan apa yang menjadi garis utama keyakinan Kristen yang kita terima sekarang ini (ketuhanan Putra Tuhan, dengan substansi bersama dengan Tuhan Bapak, dan Rohul Kudus) 37."
SEKTE-SEKTE KRISTEN
Sejak permulaan sejarahnya, kaum Kristiani dibagi menjadi bermacam-macam bagian. Satu dari sekte Kristen yang terpenting timbul sekitar abad kedua, mungkin akibat kompromi antara dua atau lebih sekte yang lebih awal, adalah Katolik. Sekte inilah yang berhasil memenangkan dukungan dari Kaisar Constantine. Saingan utama dari Katolik adalah kaum Arian yang menentang ajaran ketuhanan Yesus sebagaimana dipercayai oleh Katolik, telah dikutuk sebagai murtad dan dimusnahkan dengan api dan pedang. Peraturan hukum Theodosian, yang dilengkapi pada tahun 438, menyatakan bahwa seseorang dianggap melawan hukum jika berbeda kepercayaan dengan Gereja Katolik. Mereka yang berani tak sependapat, bahkan untuk masalah-masalah kecil, disebut kafir dan dengan brutal mereka dianiaya serta tulisan-tulisan mereka dibakar. Jika seseorang kedapatan menyembunyikan suatu buku yang murtad, dia akan menderita hukuman berat. Suatu perbedaan tajam diadakan diantara para wali gereja (yang disebut clergy) dengan orang kebanyakan yang disebut laity. Para wali gereja dapat menerima pengakuan dosa dan dapat menghapuskan dosa-dosanya serta diperbolehkan menerima hadiah-hadiah sedemikian rupa, sehingga gereja menjadi makmur luar biasa dan menikmati penghasilan yang jauh lebih besar dari pada setiap negara di Eropah. Tiap kota di Roma mempunyai seorang Bishop sebagai pemimpin wali gereja. Pada tahun 445, ketika Leo yang Agung menjadi Bishop Roma, maka Valentinian, Kaisar dari Kekaisaran Romawi Barat, mengeluarkan dekrit yang menyatakan kekuasan Bishop (atau Paus) Roma lebih unggul, demi kepemimpinan Petrus dan keagungan kota Roma. Meskipun demikian, pendiri yang sejati dari kekuasaan sementara dan pengaruh politik kepausan adalah Paus Gregory yang Agung (540-604). Segera setelahnya, maka para paus menjadi yang paling berkuasa atas para penguasa Eropah, dan dalam masa sesudahnya diciptakan dogma bahwa Paus itu bebas dari dosa. Gereja Katolik Roma menganggap dirinya suatu badan yang dihidupi secara gaib oleh roh serta kehadiran Kristus. Paus adalah pemimpin tertinggi Gereja Katolik, tetapi di bawah yuridikasinya terdapat para bishop sebagai pewaris dari rasul-rasul dan pengajar orang awam pada lembaga-lembaga ketuhanan. Di bawahnya ada lagi para pastor dan orang awam serta ordo biara-biara dan broederan (misalnya, Benedictine, Franciscan, Dominican, Jesuit, dan lain sebagainya). Gereja Katolik percaya bahwa wahyu Tuhan ke pada manusia tidak terputus dengan lengkapnya Alkitab, tetapi Tuhan tetap berbicara melalui Gereja. Pernyataan seorang paus sama kewibawaannya dengan ayat-ayat Alkitab. Gereja Katolik menyatakan dirinya sebagai pengajar yang khusus dan tunggal dari Kebenaran, yakni dogma yang tak bisa dirobah, berwibawa, dan tidak dapat dipersalahkan. Mengutip kata-kata Lactantius, "Karena itu Gereja Katolik adalah satu-satunya yang menjaga kebaktian sejati, ini adalah sumber kebenaran, ini adalah tempat kediaman iman, ini adalah Gereja Tuhan, bagi mereka yang tidak memasukinya atau meninggalkannya maka dia akan terasing dari harapan kehidupan abadi serta keselamatan akhirat.38" Dengan demikian Gereja Katolik Roma sangat tidak toleran terhadap perbedaan pendapat, bahkan terhadap penafsiran yang kecil sekalipun. Dia menuntut penyerahan yang sempurna dan persetujuan keputusan Gereja dan Paus dengan resmi, dan siap untuk memutuskan hubungan dengan mereka yang berbeda pendapat dalam segala hal terhadap Gereja. Dalam zaman keimanan semacam ini, maka bagi mereka yang ingkar, dia akan diadili, disiksa, dan bahkan dibakar hidup-hidup. Faham Katolik menekankan kelangsungan tradisi Kristen dengan menggunakan Kredo-Kredo lama (misalnya, kredo Para Rasul, Kredo Nicene, Kredo Athanasian), keputusan Konsili-Konsili dewan gereja (seperti Konsili Nicaea, Konsili Constantinople, Konsili Ephesus, Konsili Trent, dan sebagainya), kesaksian para Santo (St. Athanasius, St. Basil, St. John Crysostom, St. Cyril dari Alexandria, dan seterusnya), dan maklumat para paus. Agama Katolik menyerukan kepercayaan kepada dogma yang bersangkut paut dengan Kristologi Trinitas, Dosa Waris, Penebusan Dosa, Kebangkitan tubuh dan kehidupan abadi di Sorga atau Neraka. Gereja Katolik Roma menyembah Maria sebagai Ibunda Tuhan dan percaya atas kandungannya yang tanpa bapak serta kenaikan tubuhnya ke langit. Agama Katolik mengesahkan sembahyang kepada Maria dan para Santo melalui patung-patung dan ikon-ikon mereka, serta memuliakan altar dan relik mereka, yang dianggapnya mempunyai kekuatan gaib. Dogma tentang tidak berdosanya Paus diumumkan pada bulan Juli 1870. Dalam kebaktian agama Katolik, maka upacara utama adalah Misa atau Ekaristi Suci, di mana dipercayai bahwa roti dan anggur itu dialihkan ke dalam tubuh serta darah Kristus, dan para pengikutnya disucikan dari dosa dan dipenuhi rahmat Ilahi akibat memakan daging serta meminum darah Kritus Tuhan manusia. Agama Katolik menjaga tujuh macam sakramen, yakni baptis, konfirmasi, ekaristi, pengakuan dosa, pembaluran minyak, ordo, dan perkawinan, sebagai sarana tak ternilai untuk keselamatan. Ini ditata-laksanakan oleh suatu kerahiban khusus. Kemanunggalan Gereja tidak dapat dipertahankan lama. Ada sekte-sekte kecil yang memisahkan diri, seperti Nestorians, Copt, Jacobit, dan Armenian; tetapi pemisahan pertama yang besar terjadi dengan terpecahnya Gereja Ortodoks Timur dengan Gereja Katolik Roma . Sejak pembagian kekaisaran menjadi Timur dan Barat, dan sesudah meninggalnya Kaisar Theodosius pada tahun 395, Gereja Byzantium Timur telah mempunyai cara-cara yang berbeda dengan Roma, dan pada tahun 1054 ketika Paus meresmikan pemutusan hubungan dengan Cerularius, pimpinan Kontantinopel, maka perpisahan itu menjadi permanen. Gereja Ortodoks Timur yang berbeda dengan Gereja Katolik Roma dalam macam-macam segi dogma dan upacaranya, tergabung di dalam Patriach-Patriach Kuno seperti Konstantinopel, Alexandria, Antioch, dan Yerusalem serta Gereja Nasional dari Rusia, Yunani, Yugoslavia, Bulgaria, Rumania, dan sebagainya. Selain itu, bahkan lebih penting lagi adanya perpecahan dalam kesatuan Gereja Kristen yang terjadi pada abad keenambelas dengan adanya Reformasi, di mana terlihat bangkitnya agama Protestan. Reformasi itu memiliki sejarah yang panjang sebelum diterima sebagai kenyataan dibawah pimpinan Luther dan Calvin. Pengelola Gereja dan Paus sampai pada pastur-pastur desa telah sangat korup. "The Roman Curia, kata Luther . . . dan pernyataan tersebut dapat dibuktikan sampai ke ujungnya "di mana suara dibungkam, di mana seorang biarawan dapat meninggalkan ordonya, seorang pastur dapat mengambil isteri seorang bajingan dengan baju resmi, di mana jual beli tipu daya, rampok, pencurian, pengkhianatan, dan hal-hal yang sia-sia, sehingga Anti Kristus pun tak dapat memerintah dengan lebih buruk lagi.39
" Kemesuman dijual oleh wakil-wakil Paus dalam bentuk dokumen-dokumen yang memberikan pahala kepada para pembeli spriritual. Gereja abad pertengahan telah beranggapan (sebagaimana pandangan Gereja Katolik sekarang pun), bahwa sakramen adalah sarana yang tak ternilai untuk keselamatan. Karena hal ini secara luas biasa ditata laksanakan oleh para wali Gereja, maka setiap gerakan yang menyerang pegawai gereja dianggap sebagai tantangan terhadap wewenang luar biasa dari Gereja terhadap keselamatan, sebelum mereka dapat melepaskan ketergantungannya pada kerahiban yang korup. Gereja Protestan berbeda sama sekali dari bermacam dogma dan ritual yang pada intinya sepakat menolak wewenang Paus. Esensi agama Protestan yang diterima adalah tanggung jawab pribadi seseorang terhadap Tuhan dan tidak perlu melalui Gereja. Pemimpin Reformasi Protestan di Jerman adalah Martin Luther (1483 - 1516). Dia terutama memulai gerakannya untuk memperbaiki Gereja dari penyelewengannya yang besar, dan sembilan puluh lima pasalnya yang terkenal itu dipakukan di Gereja Wittenberg pada tahun 1517, terutama bukan menyangkut hal-hal teologis tetapi kecaman moral yang bersangkut paut dengan kelakuan para Wali Gereja, dan bukannya soal keyakinan Kristen. Tetapi tidak seperti para pembaharu terdahulu, Luther tiba pada saat yang tepat dalam sejarah, di mana individualisme ekonomi dan kekuatan rasionalisme telah terikat menjadi satu serta cepat atau lambat menyebabkan penguasa Jerman berada di pihaknya. Maka dimulai dengan dukungan para petani, yakni mereka yang paling terkejut atas kebobrokan dan penyelewengan serta hal-hal lain , tetapi diakhiri dengan dukungan kaum bangsawan yang ingin menghancurkan kekuasaan Paus atas negeri-negeri di Jerman serta melihat ke depan, yakni bagaimana mengambil alih tanah-tanah dan kekayaan Gereja. Ketika kaum petani tersebut ingin merombak kenestapaan ekonomi mereka akibat dari sistem feodal, maka Luther memihak kepada kaum bangsawan dan tidak saja mengutuk para petani sebagai pemberontak dan melawan Tuhan, tetapi juga membenarkan cara-cara brutal dalam menghancurkan gerakan mereka demi keadilan ekonomi dan sosial. Ajaran Luther adalah berdasarkan Alkitab terjemahan bahasa Jerman, tetapi tak pelak lagi dia adalah seorang fundamentalis. Dia menganggap Surat-surat Paulus lebih tinggi daripada Injil Matius, Lukas, dan Markus. "Injil Yohanes, Surat-Surat Paulus terutama kepada bangsa Roma dan Surat Petrus", katanya, "adalah inti sejati dan yang terbaik dari segala Kitab". Surat St. James dianggapnya sebagai "hanya surat jerami, tak ada wahyu di dalamnya". Jadi keabsahan kitab suci dinilai dengan sangat subyektif, buku-buku yang paling berharga adalah di mana Luther dapat menemukan teologinya sendiri. Dia menekankan ketuhanan Kristus, tersia-sianya sifat manusia, akibat jatuhnya Adam dan dosa waris serta keselamatan insani dengan penebusan, pengorbanan Kristus. Dengan meningkatkan kepercayaan, dan hanya mereka yang rendah hati serta dengan mempergunakan Glaube, kerja sama dengan kaum cendekiawan, dia menekankan pentingnya keyakinan yang benar, dan bahkan melebihi apa yang telah dilakukan kaum Katolik. Sebagaimana dalam agama Katolik, dia juga percaya kepada teori pengambil-alihan, yakni bahwa roti dan anggur yang disucikan itu benar-benar menjadi tubuh dan darah Kristus. Betapa naif kepercayaan yang dapat diperlihatkan oleh jawabannya, atau tepatnya pertanyaan dalam hal ini, yakni jika seekor tikus memakan roti dan anggur yang disucikan apakah si tikus itu mengambil bagian dari tubuh Yesus, dan Luther membenarkannya. Seperti halnya Calvin, maka Luther seorang yang pasrah takdir dan nasib. Gereja Luther modern paling aktif di Jerman, Denmark, Islandia, Norwegia, Swedia, dan Finlandia di mana Protestan Luther ditetapkan sebagai Gereja Negara yang mapan, dan juga di Amerika Serikat. Reformasi yang lebih radikal terjadi di Switzerland, ketika Ulric Zwingli (1484-1531), seorang sarjana dan humanis serta juga seorang warga pastoral yang teguh di Glarus, menyerukan untuk kembali kepada Perjanjian Baru sebagai sumber utama kebenaran Kristen dan menolak semua doktrin serta praktik-praktik Gereja yang tidak ada nashnya dalam Alkitab. Dia membaca tulisan-tulisan Luther yang permulaan, dan mungkin tergerak melebihi kemauan dan setelah bertengkar dengan Luther yang mau meyakininya. Dalam banyak hal, ajaran keduanya terutama mengenai Gereja sama di mana mereka berontak dengan alasan yang sama pula, dan dapat saja kita katakan paralel atau pengaruh timbal balik. Tetapi Zwingli adalah Bapak agama Protestan Liberal, sedangkan Luther jelas tidak. Zwingli lebih konsisten dalam berfikir dibanding Luther dalam ajaran tentang sakramen. Dia mengajarkan bahwa Perjamuan Tuhan terutama adalah untuk mengenang kematian Kristus dan menjadi sarana dalam menimbulkan pahala dari Kristus serta diterimakan kepada orang-orang yang mempercayai sebagai keimanan dan bukan dalam bentuk materi. Kata-kata institusional: "Inilah tubuhku" tidak dapat diambil arti secara harfiah seperti dalam pengertian materialistik. Reformasi Zwingli menyebar semasa hidupnya ke Basle, Berne, Glarus, Mulhausen, dan Strasburg. Akhirnya, hal tersebut mengakibatkan perang sipil antara kaum Katolik melawan Protestan, dan Zwingli jatuh sebagai korban dalam salah satu pertempuran. Seorang pemimpin Reformasi yang lebih berpengaruh, yakni John Calvin (1509 - 1564). Dia dilahirkan di Picardy dan memperoleh ketenaran yang menonjol sebagai pengajar di Paris tetapi disingkirkan, dan untuk waktu selanjutnya tinggal di Jenewa meneruskan pengajaran doktrin barunya. "Institusi Agama Kristen" nya menyajikan definisi dan ketetapan pertama tentang Protestan, karena itu dia menjadi pemimpin intelektual dari Reformasi sedangkan Martin Luther sebagai pencetus emosionalnya. Doktrin Calvinisme yang menonjol adalah dogma tentang predestinasi di mana dinyatakan Tuhan telah menetapkan tanpa dapat dirobah lagi beberapa jiwa untuk diselamatkan, kepada siapa rahmat dan keselamatan diberikan, sedangkan bagi yang lain diberikan kutukan abadi. Jadi dia percaya kepada doktrin 'ummat pilihan' dan bahwa keselamatan hanya melalui keimanan. Tuhan yang dipercayai kaum Calvinis lebih mendekati Tuhan Yahwe yang cemburu seperti halnya tuhan agama Yahudi permulaan, dan bukan Bapa Yang Pengasih dari Yesus Kristus. Calvin bukanlah seorang teolog modern lebih dari pada Luther. Bahkan lebih mungkin mengetengahkannya sebagai seorang realis. Doktrin keterkutukan ummat manusia secara menyeluruh itu terdapat pada abad pertengahan, dan fikiran demikian sungguh asing bagi para pemikir Renaissance, begitu pula bagi ide modern. Calvin adalah seorang fundamentalis yang percaya bahwa seluruh Alkitab adalah wahyu Ilahi yang harfiah dan tak dapat diganggu gugat . Doktrin Gerejanya lebih dekat kepada agama Katolik dibanding Luther. Dia mengulang diktum kesukaan agama Katolik, yakni bahwa mereka yang tidak memiliki Gereja sebagai induknya tidak dapat mencapai Tuhan sebagai Bapanya, dan sungguh disayangkan kesiagaannya untuk menggunakan tangan-tangan sekuler untuk menghukum mereka yang tidak disiplin terhadap aturan Gereja sama besarnya dengan yang digunakan oleh penghukum yang Katolik. Toleransi beragama tidak ada artinya di kalangan Calvin. Syahidnya Servetus, tokoh Unitarian yang kenamaan, akan selalu dan tetap dianggap sebagai noda dari reputasi Calvin. Menyedihkan, bahwa tindakan kejam ini jauh dari suasana terasing dari roh yang teraniaya tersebut. "Daftar Jenewa memperlihatkan bahwa seratus limapuluh rakyat miskin dibakar karena dianggap sebagai tukang tenung, bahwa penganiayaan adalah peristiwa yang selalu terjadi pada saat peradilan, bahwa tigapuluh satu orang dibakar sekaligus atas kecaman khayali bahwa mereka dianggap penyebar wabah 40" Jalinan yang erat antara kaum pedagang Jenewa dengan tesis Calvin bahwa segala kegiatan orang-orang pilihan mengembangkan kemuliaan Tuhan, menciptakan hubungan antara agama dengan perdagangan, dan menggabungkan semangat mementingkan diri kaum beragama dan memberikan cetusan baru bagi lahirnya masyarakat borjuis kapitalis. R.H. Tawney berpendapat bahwa Calvinisme adalah suatu akibat berkembangnya kapitalisme yang mendapatkan ketetapan ideologisnya 41. Calvinisme sebagaimana didefinisikan oleh Konvensi Westminister, ditegakkan dalam gereja-gereja Reformasi atau Presbyterian di Perancis, Belanda, Scotlland, Amerika Serikat, dan sebagainya. Reformasi di Inggris jauh lebih konservatif dari yang ada di daratan Eropah. Seringkali dikatakan, bahwa reformasi di Inggris lebih bersifat politis dari pada agamis. Inggris menjadi Protestan karena raja Henry VII sudah bosan dengan istrinya, dan jatuh cinta kepada Anna Boleyn. Mula-mula ini hanya untuk menjadikan raja Inggris sebagai Kepala Gereja Inggris untuk menggantikan Paus. Lama kelamaan beberapa prinsip reformasi juga diadakan. Di bawah Mary ada reaksi singkat dan berdarah, tetapi ratu Elizabeth melengkapi apa yang telah dimulai oleh ayahnya. Baginya Gereja Inggris menempuh "garis tengah", di mana akal budi dan alasan manusia mengambil tempat di samping Kitab Suci dan penguasa Gereja. Adanya berbagai faktor dan tekanan telah menciptakan perbedaan antara gereja "tinggi" dan "rendah". Hanya sedikit adanya perbedaan dengan masa lampau, yang kelihatan dari seremoni yang dilangsungkan dalam bahasa Inggris sebagai ganti bahasa Latin, tetapi yang muncul di permukaan adalah ibadah dan upacara tetap dipertahankan seluas-luasnya. Wewenang Paus dihapuskan,dan perkawinan di kalangan pendeta diizinkan. Ada perasaan yang meluas di kalangan rakyat kebanyakan, bahwa reformasi di Inggris tidak cukup berkelanjutan dalam mengungkap wewenang para pendeta, menyederhanakan upacara-upacara gereja, dan menolak pernyataan bahwa gereja adalah satu-satunya tempat keselamatan serta penjaga sumber kehidupan dan pentafsir yang tak dapat diganggu-gugat, baik terhadap kata-kata Tuhan yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Hal ini menimbulkan bangkitnya kaum Puritan pada permulaan dan kemudian non konformis, yakni mereka yang tidak sependapat dengan doktrin-doktrin Gereja Inggris. Yang menonjol dari kelompok non konformis ini misalnya Baptis, Quakers (atau Masyarakat Persaudaraan), Methodist, dan Congregationalist. Pertentangan antara agama Katolik Roma dengan Protestan mengakibatkan perang agama yang lama dan dashyat , memecah belah Eropah. Hal tersebut menggoncangkan seluruh dunia Kristen, kekacauan yang tak terbayangkan dalam bentuk pemberontakkan yang histeris dan jaringan ketakutan telah menyertai penghukuman-penghukuman beralasan keagamaan. Lebih jauh lagi, sekali agama Protestan memberi pengaruh dengan masing-masing fihak untuk menafsirkan Kitab Suci dengan caranya sendiri, maka kecenderungan berpecah belah semakin meningkat sehingga pada tahun 1650 tidak kurang terdapat 180 sekte yang sebagian besar dogmatis dan tidak toleran satu dengan lainnya. Saat ini terdapat lebih banyak lagi sekte-sekte, tetapi cukuplah kalau kita sebutkan sedikit dari beberapa yang agak aneh di antaranya. Mormon atau Orang-Orang Suci Zaman Akhir, adalah salah satu dari sekian banyak sekte di Amerika. Sekte ini didirikan pada tahun 1830 oleh Joseph Smith, yang mendakwahkan dirinya telah dibangkitkan sebagai seorang Nabi. Dalam serangkaian visionnya, dia mengatakan wahyu itu telah ditulis di atas pelat emas yang tersembunyi di bukit yang berdekatan. Dengan inilah dia turun ke bumi, dan pada tahun 1827 dengan pertolongan "Urim dan Thummin" diterjemahkanlah karakter "pembaharuan Mesir" dalam bahasa Inggris. Digambarkan sebagai "Kitab Mormon", buku ini diterbitkan 1830 dan pada waktu yang sama, sebuah gereja kecil dari beberapa orang yang menerima kesaksiannya didirikan. Kitab Mormon mengandung suatu catatan tentang sejarah dan agama Amerika permulaan, dan orang Indian Amerika diidentifikasikan sebagai satu dari sepuluh suku Bani Israil yang hilang. Yesus Kristus dinyatakan akan muncul di Amerika setelah kenaikannya. Segera setelah itu, kaum Mormon mengalami kesulitan dengan sekte-sekte lain dan para penguasa. Mereka diusir dari kota ke kota, dan akhirnya menetap di Nauvoo, Illinois, di tepi sungai Mississippi. Ini mungkin akan menjadi akhir cerita jikalau Smith tidak terbunuh pada tahun 1840, dan karenanya dianggap sebagai martir (syahid), lalu muncullah Brigham Young seorang pemimpin yang cukup menonjol, dan menyerukan bahwa dia telah diwahyukan agar memimpin kaum yang beriman ke Salt Lake yang waktu itu di luar wilayah Amerika. Berikutnya terjadi lintasan yang termasyur lebih dari seribu mil menempuh padang pasir. Pada tahun 1851, warga Mormon telah mencapai Tanah Yang Dijanjikan, di sanalah mereka menegakkan pemerintahan sendiri, dan memelihara miliknya dari lingkungan yang kejam, sehingga mereka digabungkan dengan Amerika Serikat. Mormon adalah milenarian yang percaya Yesus Kristus pada saatnya akan muncul kembali dan memerintah untuk seribu tahun. Mereka menyajikan upacara ritual yang berbentuk teater moral dengan aktor-aktris yang antar lain memerankan Tuhan, Setan, Adam dan Hawa. Mereka pun mendakwahkan diri dapat melakukan mukjizat. Mungkin yang paling dikenal di kalangan Mormon adalah ajaran poligami yang diwajibkan bagi warga laki-laki dari sekte ini, tetapi dibatalkan pada tahun 1890 karena menimbulkan tantangan serius antara sekte tersebut dengan penguasa hukum tanah yang bersangkutan. Sekte yang aneh lainnya di Amerika adalah Saksi Yehovah, yang menganggp diri mereka sebagai wakil gerakan keagamaan zaman ini yang ada sejak Abil "mempersembahkan kepada Tuhan pengorbanan yang lebih mulia dari pada Kain , dia memperoleh kesaksian bahwa dialah yang tulus". Abil adalah "saksi" pertama, dan mereka masih ada Enoch, Nuh, Ibraham, Musa, Yeremiah, dan Yahya Pembaptis. Di antara saksi berikutnya, sudah pasti Yesus Kristus. Jadi mereka menganggap dirinya sebagai "organisasi Tuhan" dalam garis yang panjang dan melintas berabad-abad untuk memelihara bumi dalam kebaktian kepada Tuhan yang benar dan sejati, atau sebagaimana para Saksi tersebut lebih suka memanggilnya "Tuhan Yehovah". Sepanjang sejarah yang diketahui orang, sekte ini didirikan oleh Charles Taze Russell tahun 1881, dengan nama Watch Tower Bible and Tract Society. Ajaran mereka berpusat pada mulai ditegakkannya dunia baru oleh Tuhan di muka bumi ini sebelum kedatangan Yesus yang kedua kali. Para Saksi percaya bahwa ini telah terjadi, dan Armageddon "akan datang segera setelah Para Saksi menjadi lengkap." Perode millinium ini, memberi kesempatan kepada pendosa kesempatan kedua untuk keselamatan dan "jutaan manusia yang hidup sekarang tak akan pernah mati". Si mati akan berangsur-angsur dibangkitkan ke bumi yang baru, sehingga seluruh tempat yang terisi ditinggalkan setelah Armageddon terpenuhi. Betapa pun ada sedikit keraguan mengenai "jiwa-jiwa domba" yang tidak menyenangkan para Saksi, mereka menerima juga (atau mengizinkan) donor darah dan juga dari orang lain yang berdosa besar, hal ini bertentangan dengan Alkitab. Saksi Yehovah menganggap ajaran Trinitas diciptakan Setan. Sekte lain di Amerika yang percaya akan kedatangan Kristus kedua kali (suatu doktrin yang sangat meluas di USA pada permulaan dasawarsa abad ke 19) ialah Gereja Advent Hari Ketujuh. William Miller telah meramalkan bahwa akhir dunia dan datangnya Kristus yang kedua kali akan terjadi pada tahun 1843. Orang Advent modern memuaskan dirinya dengan keyakinan "tanda-tanda bukti" Advent akan berkembang biak, di saat kaum beriman diselamatkan. Macam-macam cabang dari kaum Advent yang berbeda pendapat dalam hal apakah para pendosa itu akan disiksa di Neraka atau dimusnakan ataukah dibuat tidur abadi. Gereja Advent Hari Ketujuh beribadah pada hari Sabtu sebagai Hari Sabbath yang benar. Yang paling radikal dari seluruh sekte Kristen adalah Unitarian, yang seperti namanya, percaya kepada Keesaan Ilahi dan anti Trinitas. Meskipun demikian, pernyataan keyakinan ini ditafsirkan dengan bermacam-macam tingkat pemahaman. Jadi kepercayaan Unitarian dapat berkisar dari jenis seperti Arianisme yang mengakui bahwa meskipun Kristus tidak ilahiah tetapi kekuatan Ilahi telah dianugerahkan kepadanya, sampai mereka yang percaya bahwa Kristus hanyalah manusia biasa seperti orang-orang lain dan kebajikan beliau sama sifatnya dengan semua orang besar dan tulus lainnya. Kaum Unitarian menekankan pada perbuatan baik dibandingkan kepercayaan dogmatis, dan meletakkan keyakinannya dalam nilai kasih sayang serta persaudaraan antar manusia. Akte Toleransi (1689) menyingkirkan Kaum Unitarian yang terus dianiaya dan dihukum mati karena keyakinan mereka itu, tetapi sejak tahun 1813 mereka secara resmi diberikan toleransi di negeri Inggris. Meskipun demikian, berbagai percobaan selalu dilakukan untuk meruntuhkan Gereja mereka ke tanah, sehingga para pengajarnya tak lagi setia kepada ajaran asli para pendirinya. Namun hal ini berakhir dengan Akte Dissenting Chapels tahun 1845. Di Amerika kesulitan-kesulitan demikian tidak pernah ada, dan di Boston pada abad kesembilan belas banyak tokoh-tokoh sastra yang secara terbuka menyatakan nama dan keyakinannya sebagai Unitarian, misalnya Emerson, Longfellow, Lowel, dan Oliver Wendell Holmes.
BAB IX AGAMA ISLAM
Agama-agama besar yang telah kami gambarkan pada bab-bab terdahulu diberi nama menurut para pendirinya yang terkemuka, atau menurut bangsa dan negeri di mana agama tersebut dilahirkan. Demikianlah, maka agama Zoroastria (Majusi) diberi nama menurut pendirinya, yakni Zarathusra; Kong Hu Chu berdasarkan pendirinya, yakni Kong Hu Chu; agama Buddha menurut pendirinya Buddha Gautama, dan agama Kristen mengikut nama Yesus Kristus. Agama Hindu adalah agama dari negeri Hindu (India), tanah yang terletak di aliran sungai Indus dan kawasan sekitarnya, dan agama Yahudi disebut demikian berdasarkan nama suku Yudah atau negeri Yudea. Sebaliknya tidak ada agama yang bernama Muhammad, karena itu adalah agama yang abadi. Muhammad s.a. w bukanlah yang pertama atau satu-satunya utusan Islam. Kebenaran-kebenaran Tuhan bukanlah suatu penemuan mendadak, atau milik khusus suatu bangsa atau pun zaman, tetapi bersifat universal. Islam adalah agama semua nabi-nabi yang dibangkitkan Tuhan dari masa ke masa dalam berbagai bagian dunia yang berbeda, untuk memimpin ummat manusia ke jalan yang benar. Muhammad s.a.w. adalah Rasul Islam yang terakhir. Kata Islam berarti (i) damai, dan (ii) penyerahan diri kepada kehendak Ilahi. Ini adalah nama yang sangat penting, karena hal ini menunjukkan tujuan dari agama yang benar, dan begitu pula cara mencapai tujuan itu. Tujuan agama yang benar, katanya, adalah perdamaian . . . perdamaian yang tak terelakkan dari ruh ini adalah keselarasan dengan Ilahi, dan kemauan baik di antara sesama manusia, serta cara untuk mencapai kedamaian ummat manusia adalah dengan menyerahkan diri mereka baik secara pribadi maupun bersama kepada kehendak Nya sebab Dia adalah Rumah perdamaian dan Sumber segala kemuliaan. Jadi agama Islam mencakup agama yang sejati (yang diajarkan oleh semua nabi, dan dibawakan secara sempurna oleh Nabi Muhammad s.a.w) dengan tiga cara. Pertama, mengacu kepada pengalaman rohani yang melandasi keimanan itu karena Islam adalah kata Arab yang menggambarkan proses atau jalan untuk mendekati Tuhan, yang caranya diajarkan dengan agama tersebut. Kedua dia menggambarkan cara hidup, di mana seluruh kebenarannya akan menjadi landasan keimanan dan tingkah laku manusia. Ketiga, dalam pengertian damai, "kedamaian Tuhan yang melintasi segenap pemahaman", Islam menggambarkan rasa kebahagian keimanan dan kesejahteraan yang merupakan buah dari suatu hubungan yang selaras dengan Tuhan. Seseorang akan merasa yakin, bahwa orang itu bekerja baik dengan daya tenaga yang melatarbelakangi dunia dan kehidupan itu sendiri, dan bahwa seseorang itu bergerak ke masa depan sebagaimana telah diungkapkan pada masa kini. Ini melebihi integrasi diri; ini adalah integrasi pribadi dengan seluruh aliran kehidupan di mana dia ikut mengambil bagian. Hanya kata Islam yang dapat menggambarkan keadaan ini, inilah perdamaian dengan Tuhan.
LATAR BELAKANG
Semenjak manusia mulai menyadari keajaiban ciptaan, dan mempelajari perbedaan antara kebaikan dan kejahatan, serta mulai bertanya tentang akhir arti kehidupannya dan hubungannya dengan segala sesuatu - yakni sejak manusia menjadi manusia - Tuhan mulai mengutus rasul-rasul Nya untuk memberi tahu ummat manusia mengenai Penciptanya, mengenalkan mereka dengan tujuan penciptaannya, mengangkat mereka dari dosa dan kesalahan, membangkitkan mereka kepada kebajikan yang tertinggi, memberi wahyu kepada mereka cara hidup benar, dan memberikan ilham untuk menemukan kedamaian, serta tujuan dan arti kehidupan dalam hubungan dengan Tuhan. Di saat manusia menyebar ke bagian-bagian dunia yang berbeda dan menjadi terpisah akibat batas-batas yang dibuat oleh manusia dan berkembang menjadi masyarakat yang beraneka ragam, maka Tuhan membangkitkan nabi-nabi Nya pada tiap bangsa di segenap penjuru dunia di manapun ummat manusia itu hidup. Segenap nabi-nabi ini, karena mereka mendapat wahyu dari Tuhan yang sama, maka mereka mengajarkan agama yang sama (bernama Islam dalam Al Qur'an). Intisarinya selalu tetap sama, hanya bentuk luar dan rincian hukum-hukumnya saja yang berubah untuk memenuhi kebutuhan yang berobah dari bermacam bangsa dan zaman yang berbeda. Meskipun demikian, pada saat itu tak ada sarana yang cukup untuk memelihara risalah dan ajaran dari berbagai Nabi itu sehingga tidak berpengaruh, dan lagi-lagi selalu terjadi agama Tuhan itu dilupakan atau tercampur dengan takhayul buatan manusia. Setiap waktu hal ini terjadi, Tuhan membangkitkan Nabi yang lain untuk menghidupkan kembali agama yang benar melalui wahyu yang segar lagi. Pada abad keenam Masehi, agama yang sejati telah mencapai titik yang lemah dan tidak murni lagi, atau menjadi dilupakan dunia. Kemanusiaan menghadapi krisisnya yang paling buruk. Kebudayaan yang bersangkut paut dengan Mesir, Babylonia, dan Yunani telah menjadi bagian dari sejarah. Mereka menunggu penelitian dari ahli purbakala yang akan menyelamatkannya dari dilupakan orang. Kekaisaran Romawi terpecah belah, dan merosot menjadi barbarisme di Barat, sedangkan di Timur menjadi pertengkaran teologis yang kekanak-kanakan. Dua kerajaan besar, Iran dan Byzantium telah terlibat dalam pertarungan yang mengakibatkan kematian keduanya. Aliran pemikiran dari Persia, India, dan China telah tenggelam dalam tidur nyenyak, dan tak membuat apapun yang ada nilainya selama berabad-abad. Air kehidupan telah menjadi mampat dan korup di Timur, begitupun di Barat. Dalam kata-kata Al Qur'an, "Baik daratan maupun lautan telah rusak akibat perbuatan tangan-tangan manusia" (QS 30:41) Di negeri China Kuno, agama Lao Tzu dan Kong Hu Chu telah kehilangan kemanusiaan dan kekuatan moralnya, serta menjadi senama dengan penyembahan alam dan kebaktian terhadap nenek moyang, yang pertama menjadi penuh mistik dan magis, sedangkan yang belakangan menjadi duniawi dan kolot. Mereka telah merosot menjadi seonggok seremonial dan ritual yang menghancurkan diri sendiri. Anak benua Asia Selatan yang luas, setelah runtuhnya Kerajaan Gupta, telah memasuki abad kegelapan yang pekat, di mana pernah bangkit di bawah Raja Harsha tetapi kemudian tenggelam lagi dalam kesuraman yang dalam dan kekacauan yang lebih buruk lagi setelah meninggalnya pada tahun 647. Agama Buddha yang mulia dan welas asih sudah sejak lama menjadi rusak akibat hubungannya dengan Brahmanisme dan Paganisme Asia Tengah; agama tersebut pecah menjadi dua sekte utama, satu menolak Tuhan dan roh, sedangkan yang lain telah menjadikan Buddha itu sendiri sebagai Tuhan. Agama tersebut telah merosot menjadi ritus-ritus yang mati, penyembahan berhala, penyembahan candi, dan kemalasan para rahib. Agama Hindu yang telah dihidupkan kembali setelah jatuhnya agama Buddha di India, belakangan telah terserap dalam kesenangan yang mesum dan primitif serta praktik penduduk asli yang terbelakang dalam agama Brahma, di mana yang menjadi ciri utama adalah meluasnya politeisme, seremonial, dan pengorbanan, sistem kasta, dan kerahiban yang sulit dimengerti. Dalam jaringan ini monoteisme spritual sebagaimana terdapat dalam Kitab Upanishad dan ajaran moral yang menganggumkan dari Krishna semuanya telah lenyap. Yang lebih buruk lagi, sekte Sakti, yang dengan cepat memperoleh popularitas di kalangan ummat Hindu, khususnya di India Selatan telah memberi baju agama kepada banyak praktik tak bermoral, dan adegan-adegan yang paling mesum dipahatkan di dinding-dinding Candi, serta disajikan dalam balai-balai suci mereka. Di Iran dualisme etik kaum Majusi telah dirasuki dualisme metafisik Ahura Mazda (Ormudz ) dan Ahriman, serta sejumlah besar tuhan-tuhan alami yang telah dibasmi oleh Nabi Zarathustra telah dihidupkan lagi serta disembah sebagai manifestasi yang lebih unggul dari Ahura Mazda. Selama periode Sassanian agama Zoroaster telah meluangkan kebangkitan hirarki kependetaan yang sangat berkuasa, dan menciptakan eskatologi yang semrawut serta banyak ritus-ritus mati. Kaum Yahudi masih tetap mempertahankan kepercayaannya kepada Tuhan Yang Esa, tetapi memandang dirinya dari kacamata khusus mereka sendiri, dan tidak peduli kepada ras-ras lainnya serta menganggap diri mereka sebagai ummat pilihanTuhan. Semangat telah hilang dari agama para Nabi Bani Israil, dan agama mereka menjadi terlalu formal serta resmi di tangan para rabbi. Isa Almasih telah datang untuk menghidupkan semangat keagamaan yang benar di kalangan ummat Yahudi, tetapi sepeninggal beliau agama beliau terputus hubungan dengan induknya, maka agama Kristen telah mengambil banyak ide dan praktik purbakala dan berkembanglah dogma Trinitas, ketuhanan Yesus, Dosa Waris, serta kepercayaan atas jalan keselamatan melalui kematian serta tumbal dari Sang Tuhan Juruselamat, di mana tak satu pun ditemui dalam ajaran pendirinya. Dengan naiknya agama Kristen sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi, para pendeta Kristen tidak saja menaikkan derajat mereka pada status ilahiah, melainkan juga menjadi korup dan cinta dunia, memburu-buru orang kafir, serta intrik-intrik adalah kegemaran masa lampau mereka. Mengikuti kata-kata Dunchan Greenless: "Meskipun paganisme secara resmi telah mati dan sangat ditekan, namun kenyataannya sebagaian besar dari mereka yang menamakan diri Kristen telah tenggelam dalam penyembahan berhala, relik, pemujaan terhadap Perawan Maria dan Santo serta para martir yang tak terhitung banyaknya (banyak di antaranya dibuat-buat sebagai tuhan-tuhan, dan banyak lagi dari khayalan pribadi), serta perpecahan di dunia yang tak ada habisnya untuk dogma-dogma yang tidak masuk akal dan tak ada gunanya. Inilah yang telah memecah Dunia Kristen dalam sekte-sekte tak terhitung, dan "pengkafiran" serta semuanya sibuk memecahkan kepala satu sama lain demi membesarkan keagungan Tuhan dan mengisi Neraka untuk menghilangkan jiwa satu sama lain. Pembunuhan kelompok telah menjadi mode biasa untuk memperoleh pengikut sejak abad keempat sampai abad keempat belas masehi. Pada saat yang sama Gereja dan Negara bersama-sama tanpa ampun menindas rakyat dan membenamkannya ke jurang kemiskinan dan kebodohan yang lebih dalam . Kesenian sangat jarang adanya, filsafat di cap sebagai pagan, bibit - bibit ilmu pengetahuan secara kejam dihambat dengan takhayul yang berat, serta dogma-dogma yang tak masuk akal diciptakan berdasarkan pembacaan yang tanpa difikir dan menganggap kiasan sebagai benar-benar menjadi sejarah dan kepustakaan, melacurkan diri menjadi polemik yang tiada habis-habisnya. Di mana-mana moral mencapai titik terendah, laki-laki dan perempuan ditarik masuk ke biara. Meskipun yang beribadah melimpah ruah namun mereka jauh dari rasa aman, karena hal itulah mendorong rakyat membandingkan cinta dunia para penguasa wali-wali Gereja yang setiap kehidupannya diikuti dengan konsepsi kekerasan dan ketidakamanan.i " Apa yang menjadikan situasi benar-benar tanpa harapan, dan perbaikan agama ini menjadi ke bentuk aslinya adalah suatu tugas yang mustahil, karena dalam kenyataannya kitab-kitab suci mereka sudah rusak melalui masa bertahun-tahun. Tak ada wewenang yang pasti di mana seseorang dapat mempertanyakan dogma-dogma palsu. Kitab yang diwahyukan telah dirobah, adalah tidak mungkin mengatakan keaslian agama dari penambahan dan interpolasi ini. Ada kegelapan di mana mana, tetapi yang paling gelap di bumi ini ialah tanah Arab. Inilah tanah yang penuh bandit, perampok, pembunuhan tanpa ampun, dan peperangan antara suku yang tiada akhirnya, mabok-mabokan, penyembahan berhala yang merata serta takhayul yang paling gelap, adat istiadat masyarakat yang kejam, seperti pembunuhan anak balita, hubungan kelamin di antara keluarga dekat dan lari dari si isteri, hampir seluruhnya tuna aksara dan kebodohan yang lengkap atas seni dan ilmu pengetahuan. Di mana-mana yang dikenal dunia waktu itu, adalah agama dan kehidupan politik rakyat yang penuh kekerasan, mereka siap menunggu adanya kejutan baru yang dapat memperbaiki harapan untuk masa depan yang lebih baik dan masyarakat yang tumbuh dengan perasaan moral yang manusiawi. Ini adalah saat dalam rencana Ilahi untuk mengutus Nabi Dunia yang akan menghidupkan agama yang benar dari para nabi terdahulu, dan membawa seluruh ras ummat manusia ke dalam keyakinan universal serta satu persaudaraan. Nabi dari zaman baru ini adalah Muhammad s.a.w.
NABI MUHAMMAD S.A.W
Muhammad s.a.w. adalah satu-satunya Nabi Dunia yang kelahirannya disinari cahaya sejarah yang sejelas-jelasnya. Beliau dilahirkan di Mekkah pada tahun 571 Masehi. Beberapa minggu sebelum kelahirannya, ayahnya Abdullah telah wafat, dan ketika beliau berusia enam tahun, ibunya menyusul meninggalkan dunia ini. Di rumah kakeknyalah beliau dibesarkan menjadi seorang anak laki-laki yang penuh perasaan, cerdas, penyayang, lemah lembut, dan dicintai oleh semua orang. Setelah wafat kakeknya, Abdul Muttalib, maka pamannya Abu Thalib, orang yang paling mulia dan paling dihormati di kalangan sukunya, memelihara beliau di rumahnya. Anugerah bakat dengan fikiran dan jiwa yang unik, maka beliau tumbuh menjadi remaja yang bijaksana. Apa yang membuatnya unik di kalangan remaja sezamannya, adalah wataknya yang suci tiada cela, kecintaannya kepada kebenaran, dan kasih sayangnya kepada mereka yang miskin dan teraniaya. Rasa harga dirinya, kewajiban dan kejujurannya sangat berkesan di kalangan lingkungannya, sehingga atas persetujuan masyarakatnya terkenal dengan julukan "Al-Amien" atau orang jujur dan sangat dapat dipercaya. Muhammad s.a.w. memiliki rasa kasih sayang yang tak terbatas kepada ummat manusia. Bahkan di saat masih kanak-kanak, beliau mengerjakan segala pekerjaan untuk membantu orang lain. Sebagai seorang anak laki-laki beliau bergabung dalam liga yang disebut Hilf al-Fudzul untuk membantu janda - janda dan anak-anak yatim piatu, serta melindungi korban-korban yang tak berdaya akibat ketidakadilan atau pun penganiayaan. Memberikan kebahagian kepada manusia lain tanpa membedakan pangkat, derajat, atau pun kedudukkannya, adalah fikiran yang selalu diutamakan beliau. Pada usai 25 tahun, beliau menikah dengan Khadijah seorang janda berdarah biru dan berwatak mulia, limabelas tahun lebih tua dari usia beliau. Atas perkawinannya dengan Khadijah, tidak saja beliau memperoleh seorang isteri yang tercinta dan mencintainya, melainkan juga seorang sahabat yang berbakti yang dapat memahami dirinya, dan memberikan ketentraman di saat beliau sangat membutuhkannya, yang memberikan rasa aman di saat beliau diburu oleh musuh-musuhnya, yang selalu tegak di sampingnya di saat-saat yang paling gelap dari kenabiannya. Karena kegemarannya akan kesunyian, maka Muhammad s.a.w. melewatkan banyak waktunya di gurun pasir untuk berhubungan dengan Penciptanya, dan berkhalwat demi tujuan serta cita-cita kebahagiaan ummat manusia. Masyarakat di sekitarnya pada saat itu tenggelam sedalam-dalamnya dalam jurang kejahatan dan takhayul. Beliau mendambakan agar mereka bertobat, dan mau kembali di jalan yang benar. Adalah niatnya agar Tuhan mengulurkan tangan kepada manusia, dan manusia kepada Tuhan. Di saat beliau berusia empatpuluh tahun, Suara Ilahi bercakap kepada jiwanya dengan kata-kata yang tak mungkin salah, dan beliau pun dipilih Nya sebagai Utusan Nya bagi seluruh ummat manusia. Beliau mengajarkan kepada kita tentang Tuhan Yang Esa dan Satu-Satunya Pencipta Yang Maha Penyayang, dan Pemelihara semesta alam. Keinginannya yang terbesar ialah agar ummat manusia memasuki hubungan yang benar dengan Tuhan, dan melalui Dia menegakkan hubungan yang benar dengan sesama manusia lainnya. Beliau mendambakan agar manusia selalu ingat akan kebajikan yang teguh dan abadi. Beliau dengan tekun menyerukan mereka untuk meninggalkan segala jenis kejahatan dan ketidakadilan serta hidup perdamaian dan kasih sayang satu sama lain. Beliau menyatakan kepada mereka bahwa agama dalam pengertian yang sejati adalah dirombaknya keinginan untuk merugikan orang lain menjadi pelayanan tanpa pamrih pribadi kepada sesama manusia. Beliau menggempur sampai ke dasarnya pengertian palsu tentang rasa unggul berdasarkan warna kulit, ras, kasta maupun kebangsaan dan mengumumkan bahwa seluruh ummat manusia adalah sama dan bersaudara. Yang mula-mula percaya kepada beliau dan risalahnya ialah yang paling mengenalnya, yakni isterinya yang tercinta Khadijah, sahabatnya Abu Bakar, saudara sepupunya Ali, dan pembantunya Zaid. "Hal yang dengan kuatnya mendukung ketulusan Muhammad", tulis John Davenport, "adalah bahwa para pemeluk Islam yang paling awal adalah teman-teman dekatnya, dan orang-orang yang ada di rumah tangganya yang berhubungan dekat dengan kehidupan pribadinya, dengan kata lain tak akan dapat mengelak seandainya ada perbedaan sedikitpun atau kemunafikan dengan kelakuannya sehari-hari di rumah. ii " Dengan perlahan risalahnya menyebar sehingga para Kepala Suku Quraish di Mekkah merasa terancam. Mereka takut bahwa keberhasilan Islam yang percaya kepada persamaan di antara ummat manusia, dan bertujuan menegakkan suatu persaudaran yang merangkul seluruh rakyat dari semua ras dan tingkatan dengan kesetiaan terhadapnya akan menggantikan kesetiaan Arab tradisional kepada sukunya, dan ini akan mengakibatkan perobahan dalam segala perkara di mana mereka sekarang mendapat tempat yang terhormat dan makmur. Tekanan kepada Keesaan Ilahi, dan pertentangan kepada mereka penyembahan berhala tak dapat terhindari, karena merupakan serangan kepada keyakinan dan adat istiadat mereka selama ini, selain itu mereka adalah penjaga serta kepala pendeta dari seluruh berhala di sekeliling Ka'bah. Oleh sebab itu dengan menyebarnya Gerakan itu, maka perlawanan pun mulai meningkat temponya. Mengutip Ny. Annie Besant: "Tetapi dengan berkumpulnya orang-orang lain di sekitar beliau, maka perlawanan yang keras pun meletus dan siksaan yang sungguh menakutkan hampir-hampir tak tertahankan oleh daging dan darah. Mereka merobek-robek para pengikut beliau hingga berkeping-keping, menusuk seluruh tubuh, dan meletakkannya di atas pasir yang panas dengan muka menghadap terik matahari tanah Arab dengan batu berat di dadanya; mereka membujuk agar menolak Tuhan dan Nabi Nya, dan para penganut itu meninggal dengan bergumam "Tiada Tuhan kecuali Allah, dan Muhammad adalah Pesuruh Nya. 'Lihatlah, ada seorang lelaki mencincang tubuh mereka sedikit demi sedikit dan ketika memotongnya tertawa dan berkata: "Tidak inginkah engkau agar Muhammad menggantikan tempatmu, sedangkan kamu sendiri tinggal di rumah?'' Sebagaimana Tuhan menjadi saksiku', jawab orang yang sedang sekarat itu, 'saya tak rela tinggal di rumah beserta anak istri dan hartaku seandainya untuk Muhammad dicocok sepotong duri.' Kecintaan yang demikian besarlah yang telah ditiupkan kepada mereka sehingga rela mati untuknya. iii " Saat Nabi luluh melihat perlakuan yang brutal terhadap orang-orang tak berdosa laki-laki, perempuan, dan anak-anak ini, maka beliau menasehati orang-orang yang lebih miskin serta tak berdaya di kalangan pengikutnya untuk hijrah ke Abesenia, di mana mereka akan selamat dari penganiayaan. Belakangan ketika Islam mendapat pangkalan di Yatshrib (belakangan disebut Madinah), Nabi meminta kepada para pengikutnya agar hijrah ke sana, dengan sendiri-sendiri atau berkelompok kaum Muslim diam-diam menyingkir dari Mekkah sehingga Nabi tinggal seorang diri menghadapi kemarahan musuh yang marah itu. Pada saat yang sama, isterinya tercinta Khadijah dan paman serta pelindungnya Abu Talib wafat. Musuh-musuhnya memutuskan bahwa kalau mereka tidak memukul dengan hantaman yang fatal sekarang, maka semuanya akan menjadi terlambat dan mereka tidak mungkin bisa membatasi lagi penyiaran Islam. Karena itu mereka menyusun rencana untuk membunuhnya, dan warga dari semua suku akan memukulnya sehingga kesalahan akan ditanggung bersama. Namun Nabi s.a.w. mengatur kepergiannya pada malam itu juga, disaat rumahnya dikepung oleh musuh yang menunggu untuk membunuhnya. Beliau bersama Abu Bakar mencapai Madinah sesudah beberapa hari perjalanan yang penuh bahaya. Penanggalan kaum Muslim dimulai dari hari tersebut. Rakyat Madinah sangat antusias menyambut kedatangan Nabi s.a.w., dan bersumpah setia kepadanya. Mereka tidak saja mempercayai beliau, melainkan juga menjadikannya Kepala Negara mereka. Jadi satu fase baru dimulai dalam kehidupan Muhammad s.a.w. Tetapi apakah kita dapati perobahan dalam dirinya? "Pada keseluruhannya", tulis Prof. R. Bosworth Smith, "yang mengherankan saya bukannya betapa besar melainkan betapa kecilnya di bawah lingkungan yang berbeda-beda, Muhammad berbeda dengan dirinya sendiri. Sebagai penggembala di padang pasir, sebagai pedagang di Syria, sebagai pertapa di gua Hira, sebagai pembaharu di kalangan minoritas yang sendirian dalam pengasingan di Madinah, sebagai penakluk yang terkemuka, sebagai orang yang sederajat dengan Chosroes raja Persia dan Heraclius raja Yunani, kita masih tetap menelusuri kesatuan sikap yang sejati. Saya ragukan bila ada orang lain dengan keadaan luar yang berobah demikian besar, dapat tidak berobah pribadinya seperti ini, peristiwa-peristiwa selalu berobah tetapi intisari pribadi beliau menurut saya senantiasa sama. iv " Dia tetap memakai bajunya yang bertambal, menyapu lantai, dan memerah susu dengan tangannya sendiri. Makanannya adalah dari jenis yang paling sederhana, dan sangat sering beliau tidur dengan perut kosong. Di puncak kekuasaannya, beliau sering bekerja sebagai buruh biasa bersama orang lain. Islam tidak mempercayai hidup membuang diri atau kerahiban, dan bila beliau memberikan teladan hidup sederhana maka ini adalah karena sebagai Kepala Negara Islam, beliau tidak menghendaki dirinya di tempat yang lebih tinggi dibanding ummatnya yang terendah, dan tidak mau menaruh sepotong korma pun di mulutnya hingga seluruh ummatnya telah makan. Beliau yakin kepada berfikir tinggi, bekerja keras, dan hidup sederhana, serta memperoleh kebahagiaan dengan mengorbankan diri sendiri untuk kepentingan sesamanya. Selanjutnya, beliau dengan tulus percaya kepada harkat bekerja, sangat menyukai anak-anak, dan sering berhenti di jalan untuk bercanda dan tertawa bersama mereka. Siang malam dibaktikan dirinya untuk menjadikan Kehendak Ilahi unggul di dunia, dan bekerja untuk perbaikan mental, moral , dan material rakyat. Di Madinah di samping seruannya yang terus menerus demi perobahan pribadi hati manusia dan perbaikan watak mereka Nabi juga bekerja untuk menerapkan risalahnya di masyarakat dan menegakkan tata pemerintahan sosial yang adil dan manusiawi. Banyak perobahan revolusioner yang diadakannya, termasuk meningkatkan derajat wanita hingga sama dengan laki-laki, langkah-langkah untuk menghapus perbudakan, pelarangan menyeluruh terhadap minuman yang memabukkan dan perjudian, menyudahi penindasan manusia atas sesamanya, membebankan pajak yang disebut zakat terhadap mereka yang berada guna menolong serta memperbaiki nasib si miskin, menghapuskan kerahiban dan memberikan kebebasan beragama yang sempurna kepada semua orang dan masyarakat, memberikan kekuatan hukum kepada peraturan-peraturan yang jelas diketahui masyarakat dan ditegakkannya negara sejahtera serta bentuk administrasi yang merupakan campuran idealisme, keadilan, dan rahmat. Perjanjian dengan kaum Yahudi Madinah serta piagam dengan kaum Kristen adalah monumen yang paling agung tentang kebebasan beragama, dan memperjelas toleransi yang dikenal antar manusia. Beliau mengumumkan prinsip wajib belajar. Menuntut ilmu diwajibkan bagi setiap Muslim baik laki-laki maupun wanita. Beliau menciptakan suatu persaudaraan universal di mana semua orang diperlakukan sama, tak ada perbedaan apakah itu berdasarkan ras, warna kulit, bahasa, kekayaan, agama, maupun jenis kelamin. Gambaran yang membedakan mereka yang bergabung dalam barisannya, yakni semangat untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Esa dan kepada kemanusiaan. Kaum Quraish Mekkah yang gagal dalam rencana membunuh Nabi tidak dapat diam lagi menunggu lahirnya Republik Islam di Madinah. Mereka tidak membuang-buang waktu dan membentuk pasukan besar untuk menyerang kaum Muslimin. Jelaslah bahwa adalah tugas utama Nabi s.a.w. sebagai kepala pemerintahan untuk mempertahankan negara dan menyelamatkan penduduknya yang tak berdosa dan bersalah dari nafsu membunuh yang penuh kemarahan dari penduduk Mekkah. Al - Qur'an telah mengizinkan kaum Muslimin untuk berperang (i) untuk mempertahankan negerinya dan kemerdekaannya terhadap agresi asing, (ii) untuk menjaga kehidupan dan kehormatan orang-orang yang tak berdosa, dan (iii) untuk menghentikan penganiayaan dan menegakkan kebebasan beragama bagi semua orang. "Dan berperanglah di jalan Allah melawan mereka yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melanggar batas. Sesungguhnya Allah tak menyukai orang yang melanggar batas" (2:190)"Dan mengapa kamu tak berperang di jalan Allah padahal orang-orang lemah di antara kaum pria dan wanita serta anak-anak berkata, "Tuhan kami keluarkanlah kami dari kota ini yang penduduknya lalim dan berilah kami dari Engkau seorang kawan dan berilah kami dari Engkau seorang penolong" (4:75) "Perang diizinkan kepada orang-orang yang diperangi karena mereka dianiaya. Dan sesungguhnya Allah itu Kuasa untuk menolong mereka.Yaitu orang-orang yang diusir dari rumah mereka tanpa alasan yang benar, karena mereka berkata 'Tuhan kami ialah Allah' Dan sekiranya tak ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain, niscaya akan ditumbangkan biara-biara dan gereja-gereja serta kanisah-kanisah dan masjid-masjid yang didalamnya diingat nama Allah." (22:39-40) Pada akhir ayat ini dikatakan bahwa kaum Muslim berperang dalam mempertahankan rumah-rumah ibadat, tidak hanya kepunyaan kaum Muslim saja, tetapi kaum Yahudi, Kristen, dan komunitas lainnya. Berikut ini petikannya :"Dan perangilah mereka sampai tak ada lagi penindasan, dan (sampai) semua agama adalah kepunyaan Allah (8:39). Oleh sebab itu, menurut Al Qur'an: "Tidak ada paksaan dalam beragama" (2:256) Serangkaian pertempuran yang mengikuti serangan kaum Mekkah yang brutal ke Madinah hanya berakhir dengan runtuhnya kekerasan Mekkah. Pasukan Muslim dengan penuh kemenangan memasuki Mekkah tanpa menumpahkan darah setetes pun. Perlakuan Nabi s.a.w. kepada musuh yang ditaklukkannya tak ada duanya dalam sejarah ummat manusia. Di hadapannya berdirilah orang-orang yang telah menunjukkan kebenciannya yang sangat kepada beliau dan para pengikutnya, yang tak pernah sesaatpun waktunya terlewatkan untuk menghapuskan Islam dan yang bersalah melakukan kejahatan yang brutal terhadap mereka yang tak berdosa, baik laki-laki maupun perempuan, ataupun anak-anak. Nabi s.a.w. tidak saja mengampuni mereka, melainkan juga mengumumkan "Hari ini tak ada pembalasan terhadap kalian. Mudah-mudahan Tuhan mengampuni kalian semuanya" Inilah suatu contoh praktik dari semboyan "Cintailah musuhmu". Pintu gerbang kasih sayang dan rahmat dibuka lebar-lebar. Musuh-musuh yang paling sengit pada pagi hari menjadi sahabat yang hangat pada malam harinya. Benarlah apa yang dikatakan oleh Al-Qur'an: "Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan. Tangkislah (keburukan) dengan apa yang paling baik, maka tiba-tiba apa yang antara engkau dan dia terdapat permusuhan akan menjadi kawan akrab" (41:34) Pada tahun terakhir dari hidupnya, Nabi s.a.w. sekali lagi pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji ke Ka'bah. Di padang Arafah beliau menyampaikan khutbah Selamat Tinggalnya. Segera setelah beliau kembali ke Madinah, beliau jatuh sakit dan wafat. Nabi Islam ini menjalani kehidupan yang dapat digambarkan penuh dengan sifat-sifat ketuhanan. Beliau adalah suatu teladan yang terbaik bagi ummat manusia dalam berbagai situasi dan jalan kehidupan seperti yang dikatakan Qu'an Suci. "Sesungguhnya kamu mendapati dalam diri Rasullah teladan yang baik bagi orang yang mendambakan bertemu dengan Allah dan Hari Akhir, serta ingat sebanyak-banyaknya kepada Allah"(33:21) "Wahai Nabi ! Sesungguhnya Kami mengutus engkau sebagai saksi, dan pengemban kabar baik, dan sebagai juru ingat. Dan sebagai orang yang dapat mengajak kepada Allah dengan izin Nya, dan sebagai matahari yang menerangi" (33:45-46) Beliau hidup dengan cita-cita tertinggi dari Qu'an Suci, dan memberi contoh dalam kehidupannya kemuliaan sebagaimana diatur dalam Kitab Ilahi . Di saat isterinya, Aisyah, ditanyai mengenai akhlak beliau, jawabnya adalah, "Akhlak beliau adalah Qur'an". Sebaliknya ketika dia diminta menerangkan perintah-perintah etika dalam Al Qur'an, beliau menggambarkan kehidupan dan tingkat laku Nabi s.a.w. Mengatakan bahwa beliau tidak mempunyai dosa, hanyalah suatu jawaban negatif terhadap manusia dari Tuhan yang telah dapat menaklukkan seluruh godaan dan hawa nafsu serta kehidupannya hanyalah untuk Allah semata, dan dalam keselarasan sepenuhnya dengan Kehendak Ilahi. "Katakanlah, Sesungguhnya salatku , pengorbananku, hidupku, dan matiku adalah untuk Allah Tuhan seru sekalian alam." (6: 163) Beliau, sebagaimana digambarkan oleh Al Qur'an, "suatu rahmat bagi segenap bangsa".(21:107). Kasih sayang meliputi baik kawan maupun lawan."Apakah engkau menyayangi Penciptamu? Cintailah terlebih dahulu sesama makhluk" adalah seruannya selalu kepada para pengikutnya. Beliau sangat memikirkan keadaan yang rusak dan sengsara dari ummat di sekitarnya. Hal yang paling menyusahkan hatinya adalah ketika beliau sebagai Kepala Negara, beliau harus memerintah penghukuman terhadap seseorang demi keadilan atau demi keselamatan Republik muda itu. Tetapi kalau demi diri sendiri beliau tak pernah memukul seorangpun. Di saat kritis ketika seseorang memintanya untuk mengutuk musuh-musuhnya, maka beliau menjawab "Saya tidak diutus untuk mengutuk, melainkan sebagai rahmat bagi ummat manusia. Wahai Tuhan, bimbinglah ummatku karena mereka tidak tahu." Beliau datang untuk meningkatkan dan memperbaiki kemanusiaan yang sudah runtuh, dan beliau memenangkan hati atas elemen anti sosial serta orang-orang terbuang dengan kasih sayang dan kebajikan. Kedermawanannya, kesediaannya menolong rakyat dengan segala cara yang benar dan unggul. Beliau sahabat terbesar dari si miskin dan nestapa. Beliau berusaha keras sepanjang hidupnya untuk membimbing manusia kepada Tuhan Yang Esa dan Sejati, yang membuat mereka penuh sifat-sifat ketuhanan, mengangkat mereka dari kesalahan dosa dan takhayul, namun dalam mengajar mereka kepada kebenaran beliau dengan tulus selalu mengikuti perintah Al Qur'an, "Janganlah ada paksaan dalam agama" (2:256). Kehidupannya menunjukkan bahwa perkara-perkara terbesar yang dapat diperbuat oleh seseorang hanya dapat dilakukan dalam kepatuhan kepada seruan gaib yang lebih tinggi dan diilhami keyakinan bahwa kebenaran serta ketulusan abadi adalah kenyataan yang harus mendahului segala sesuatu dalam kebaktian seseorang. Beliau telah mencelupkan dirinya dengan sifat-sifat Ilahi, dan menyebabkan para sahabatnya mengambil langkah yang terbesar dalam mendekatkan diri kepada Ilahi. Meskipun demikian beliau tetap rendah hati dan sederhana, selalu sadar akan ketiadaannya di hadapan Tuhan, dan dari puncak kesempurnaan moral serta spiritual yang telah dicapainya, beliau menyeru kepada kaumnya: "Aku ini adalah manusia biasa seperti kalian" (41:6) "Dalam zaman penuh supernaturalisme, " tulis Dr. Huston Smith, "ketika keajaiban diterima sebagai dongeng sehari-hari dari kebanyakan Santo, maka Muhammad menolak dengan kuat penyalahgunaan kebodohan dan kelemahan manusia. Kepada penyembah berhala yang haus akan keajaiban, dan meminta agar beliau memberikan tanda bukti serta peringatan, beliau menolaknya dengan tegas: 'Tuhan tidak mengutusku untuk mengerjakan keajaiban-keajaiban. Dia telah mengutusku untuk mengajarkan kepadamu. Terpujilah Tuhanku: Apakah aku lebih dari seorang manusia biasa yang dikirim sebagai Utusan? Dari awal hingga akhir beliau menolak setiap kecenderungan untuk mengagung-agungkan pribadinya v " Mayor A.G. Leonard menulis tentang beliau, "Jikalau pernah ada seseorang di bumi ini , jikalau pernah seseorang mempersembahkan hidupnya demi mengabdi kepada Tuhan dengan itikad baik dan agung, maka sesungguhnya orang itu adalah Nabi dari Tanah Arab. vi " Dengan menggambarkan Muhammad sebagai seorang yang terbesar dalam sejarah, ahli syair dan ahli sejarah Perancis yang besar, Alphonse Marie Louis menjuluki beliau sebagai, "Filsuf, ahli pidato, utusan, pembuat undang-undang, ahli perang, penakluk ide-ide, yang memperbaiki dogma-dogma menjadi rasional, yang diagungkan tanpa patung-patung, pendiri dari duapuluh kerajaan yang berdekatan, dan pendiri kerajaan rohani, inilah Muhammad. Dengan mengingat segala ukuran di mana manusia dapat mencapai kebesarannya seperti ini, kita dapat bertanya, adakah orang lain yang lebih besar dari pada beliau vii ?" Menulis tentang Nabi Muhammad, John William Draper mengamati dalam buku klasiknya The Intelectual Development of Europe: "Empat tahun setelah meninggalnya Justinian, maka lahirlah seorang manusia untuk seluruh ummat manusia yang telah mempunyai pengaruh terbesar bagi seluruh ras manusia." Dan Arthur N. Wollaston menulis dalam bukunya Half Hours with Muhammad; "Nabi Islam ini telah mempunyai pengaruh yang lebih potensial terhadap sejarah nasib ummat manusia dibanding yang dapat dicapai oleh semua anak Adam yang telah meninggalkan jejak kakinya di atas pasir perjalanan zaman."
QUR'AN SUCI
Wahyu yang disampaikan kepada Nabi s.a.w. dari awal tugas kenabiannya ketika beliau berusia empatpuluh tahun sampai beberapa hari sebelum wafatnya duapuluhtiga tahun kemudian, semuanya terkumpul dalam Al Qur'an yang menyatakan dirinya sebagai sabda Ilahi: "Sesungguhnya ini adalah wahyu dari Tuhan sarwa sekalian alam. Ruh yang dipercaya telah menurunkan itu dalam hatimu agar engkau menjadi golongan orang yang memberi ingat (26:192-194) Nabi s.a.w. menyadari kenyataan bahwa dogma dan praktik dusta telah lahir dari perbedaan pendapat di antara agama-agama karena kitab wahyu sebelumnya tidak terpelihara dalam bentuk aslinya. Dan demikianlah, maka beliau menjaga dengan sangat hati-hati kemurnian Al Qur'an. Segera setelah beliau menerima suatu wahyu, biasanya beliau berhubungan dengan para pengikutnya dan tidak hanya menyuruh menuliskannya, melainkan juga untuk menghafalkannya. Pada setiap kejadian semacam itu, beliaulah yang menunjukkan secara tepat penempatan wahyu-wahyu tersebut. Jadi Al Qur'an yang lengkap telah dipelihara dalam ingatan ratusan orang, dan telah dituliskan pada masa kehidupan Nabi s.a.w. Setelah Nabi s.a.w wafat, maka Abu Bakar r.a., khalifah pertama telah menugaskan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan menyusun daun-daun yang bertulisan itu dalam satu kitab. Semasa hidup Nabi s.a.w., dan karena kemungkinan adanya wahyu baru lagi yang turun kepada beliau, maka hal itu tidak dapat dikerjakan. Tetapi segera setelah wafatnya Nabi s.a.w., Zaid bin Tsabit menyiapkan copy tertulis lengkap yang pertama dengan mengumpulkan dan mengatur manuskrip-manuskrip tersebut sesuai seperti Nabi s.a.w. telah mendiktekan kepada muridnya dalam suatu tatanan yang tepat disajikan oleh Nabi s.a.w. sendiri semasa hidupnya. Atas perintah Utsman r.a., khalifah kedua, tujuh tulisan Al Qur'an yang telah dibuat itu dikirim ke perbagai pusat pengkajian di dunia Islam, yang pada waktu itu sudah sangat luas. Satu dari salinan ini masih ada di Tashkent. Pemerintah Tsar Rusia telah menerbitkannya dengan reproduksi yang dikecilkan dan kita lihat bahwa ada persamaan lengkap antara salinan ini dengan teks yang senantiasa dipakai orang di seluruh dunia. Dari zaman Nabi s.a.w. sampai saat ini praktik menghafal Al Qur'an dalam ingatan telah berlangsung terus tanpa terputus, dan jumlah Huffaz (mereka yang hafal seluruh Al Qur'an dalam ingatan) di dunia sekarang ini sudah melebihi hitungan ratusan ribu. Akibatnya tak ada seorang sarjana pun, baik di Timur maupun di Barat, baik Muslim maupun non Muslim, yang mempunyai keraguan sedikitpun akan kemurnian teks Qur'an Suci. Bahkan seorang kritikus tajam semacam William Muir menulis tentang Al Qur'an : "Kemungkinan tak ada buku lain di dunia yang selama duabelas abad mempunyai teks yang demikian murni viii ". Al Qur'an bukanlah kata-kata Muhammad s.a.w., ini adalah Kitab Allah yang diwahyukan kepada Muhammad s.a.w. Sabda-sabda Nabi sendiri dibedakan dari apa yang diwahyukan kepada beliau, dikumpulkan belakang hari dalam beberapa Kitab Hadits. Kedua kitab ini - yang pertama dan utama adalah Al Qur'an dan kemudian baru Al Hadits - dikenal secara universal sebagai sumber dan dasar keyakinan serta amalan agama Islam. Surat pertama dalam Al Qur'an berbentuk doa, juga berisi intisari keseluruhan ajaran Islam:"Segala puji kepunyaan Allah, Tuhan sarwa sekalian alam. Yang Maha Pemurah, Yang Maha Pengasih. Yang Memiliki Hari Pembalasan. Kepada Engkau kami mengabdi, dan kepada Engkau kami mohon pertolongan. Pimpinlah kami pada jalan yang benar, Jalan orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan, Bukan jalan orang-orang yang terkena murka, dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.(Qur'an Suci, Surat 1) ix
KONSEPSI TENTANG TUHAN
Risalah Islam dapat dicakup dalam satu kalimat, "Kalau ingin membaktikan tujuan kepada Ilahi, beramal salehlah" Al Qur'an berfirman: "Tidak, barangsiapa berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan berbuat baik (kepada orang lain), ia memperoleh ganjaran dari Tuhannya, dan tak ada ketakutan akan menimpa mereka, mereka tak akan susah." (2:112) Keyakinan kepada Allah membuahkan wujud amal saleh dan perbuatan baik, dan sebaliknya akan memperkuat keyakinan kepada Allah serta membawa manusia lebih dekat kepada Nya. Al Qur'an membicarakan tiga tingkat keyakinan kepada Allah, ' Ilm-ul-yaqeen', yakni keyakinan karena belajar, 'Ain-ul-yaqeen' , keyakinan akibat melihat atau dengan persepsi, dan 'Haqq-ul-yaqeen', keyakinan karena kebenaran atau keyakinan karena kenyataan. Suatu ilustrasi dari kenyataan sehari-hari mungkin akan memperjelas hal ini. Jikalau seseorang berdiri di balik bukit dan melihat kepulan asap dari lereng sebaliknya, maka dengan ini pastilah dia berfikir akan adanya api (keyakinan tingkat pertama) . Tetapi bila ia mendaki ke bukit itu, dan ia pun melihat lidah api, dia mencapai tingkat kedua dari keyakinan karena penglihatan. Untuk mencapai derajat ke tiga dan untuk menyadari keyakinan kebenarannya dia harus memasukkan tangannya ke api dan merasakan bagaimana tangan itu terbakar olehnya. Begitulah juga tingkat ilmu manusia berkenaan dengan Tuhan. x Tingkat pertama dari keyakinan kepada Tuhan datang pada waktu menusia mengamati dan merenungkan tentang alam semesta. Al Qur'an menyatakan alam sebagai "tanda bukti dari Tuhan. " Firman Nya: "Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pemurah, Yang Maha Pengasih. Sesungguhnya dalam ciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, dan kapal-kapal yang berlayar di lautan dengan muatan yang menguntungkan manusia, dan air yang Allah turunkan dari langit, lalu dengan itu Ia hidupkan bumi setelah matinya, dan bertebaranlah di sana segala macam binatang dan dalam kisaran angin dan awan yang didayagunakan antara langit dan bumi, adalah tanda bukti bagi orang yang berakal." (2: 163-164) Studi tentang "tanda bukti dari Tuhan", mendorong manusia untuk mengetahui kemungkinan Tuhan itu ada, tetapi pada tingkat ini dia tidak mempunyai keyakinan untuk mengatakan Tuhan ada ('Ilm-ul-yaqeen'). Tingkat berikutnya ('Ain-ul-yaqeen') akan tiba hanya dia, katakanlah melihat Tuhan dengan mata rohaninya dan mendengar suara Tuhan di dalam kalbunya yang berfirman 'Inilah Aku'. Manusia dapat mencapai tingkat keyakinan ini dengan cintanya kepada Tuhan dan hasrat yang menyala-nyala untuk bertemu dengan Nya bersamaan dengan penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak Nya serta berbuat kebajikan. Tetapi tingkat terakhir dari keyakinan ini (Haqq-ul-yaqeen) atau keyakinan karena kenyataan, hanya datang bila dia dapat bersatu dengan Tuhan, dan mengetahui Dia secara langsung serta akrab sebagaimana dia mengetahui tentang dirinya sendiri. Sebagaimana seseorang itu mencelupkan tangannya ke dalam api akan mempunyai pengalaman langsung tentang api tersebut, demikianlah manusia yang mencapai derajat ketiga tentang Tuhan, dia menyadari adanya Tuhan dengan menyeburkan dirinya dalam api kecintaan Tuhan - segala kejahatan dan hal-hal yang tidak suci lainnya terbakar habis dan sifat-sifatnya menjadi suci murni bagaikan emas berkilauan. Seperti suatu lempengan logam yang disaat tercelup dalam api menunjukkan sifat apinya, demikianlah pula manusia terbakar dalam api cinta kasih sayang Tuhan mempertunjukkan sifat-sifat Ilahi, dia sebagaimana dikatakan dalam sabda Nabi s.a.w "dicelup dalam sifat-sifat Ilahi". Beberapa agama secara keliru telah menyebut orang-orang macam ini sebagai Tuhan atau penjelmaannya atau putera-putera Nya. Islam menyatakan bahwa orang yang terbakar dalam api kasih sayang Tuhan dan membabarkan sifat-sifat ketuhanan ini tetap manusia, meskipun beliau adalah seorang manusia sempurna atau manusia berketuhanan. Al Qur'an membimbing manusia melalui tiga tingkat keyakinan kepada Tuhan. Islam menginginkan agar setiap orang mencapai keyakinan berdasarkan kenyataan, dan karenanya menjadi manusia yang baru. Tema utama Al Qur'an, yakni keesaan dan kebaikan Tuhan. Firman Nya: "Katakan Dia Allah adalah Esa, Allah ialah yang segala sesuatu bergantung kepada Nya, Ia tak berputera dan tak diputerakan, Dan tak ada satu pun yang menyerupai Dia." (Surat 112) Al Qur'an menekankan bahwa semua Nabi mengajarkan Keesaan Ilahi dan bahwa inilah doktrin asli dari segala agama. Meskipun demikian, dengan berlalunya waktu agama yang bermacam-macam itu menyimpang dari monoteisme sejati (Tauheed) dan memakai bermacam-macam politeisme (Syrik). Beberapa agama mempertahankan para Nabi dan para pahlawan mereka serta mulai menyembah mereka sebagai inkarnasi atau avtars (misalnya Yesus Kristus dalam Kristen, Rama dan Krishna dalam agama Hindu, Buddha dalam agama Buddha Mahayana). Beberapa agama menyekutukan pribadi-pribadi lain dengan Tuhan Yang Esa, karena itu percaya bahwa kalau tidak kemajemukan dari dewa-dewa juga kemajemukan pribadi-pribadi dalam ketuhanan (misalnya kemajemukan dewa-dewa dalam agama Hindu, dan kemajemukan pribadi ketuhanan dalam agama Kristen yang tercipta dengan menyekutukan dua makhluk, yakni Yesus dan Rohul Kudus beserta Tuhan dan ketuhanannya) Beberapa agama mempersonifikasi macam-macam sifat Tuhan yang berbeda-beda dalam Pribadi Ketuhanan yang terpisah (misalnya Trinitas Kristiani, yakni Bapak, Putera, dan Ruhul Kudus); Trimurti dalam agama Hindu, yakni Brahma , Wishnu, dan Syiwa; dan Amesha Spentas dalam agama Majusi). Beberapa agama lagi mempertahankan malaikat dan mulai berkorban serta menyembayanginya untuk mendapat berkah tertentu (misalnya para dewa-dewi dalam agama Hindu, Yazatas dalam agama Majusi, dan Rohul Kudus dalam agama Kristen). Beberapa agama berfikir lebih jauh lagi, dan menciptakan mediator dan para perantara yang mereka anggap sebagai makhluk ketuhanan atau makhluk setengah tuhan (misalnya Perawan Maria dan para Santo dalam agama Katolik). Beberapa agama lagi berpendapat bahwa Tuhan itu dilahirkan dan mempunyai istri dan anak (misalnya Isa adalah satu-satunya Putera yang dilahirkan dari Tuhan, dan Maria adalah ibunda Tuhan dalam agama Kristen). Beberapa agama bahkan berfikir bahwa Tuhan itu mempunyai semacam bentuk manusia dengan hawa nafsu serta keinginan manusiawi (misalnya pujaan yang tak terhitung dalam agama Hindu dan mitologi dari bermacam agama).Ayat-ayat dalam Surat 112 yang dikutip di atas, dan banyak lagi ayat lain dalam Al Qur'an secara serentak menolak bermacam ragam bentuk politeisme dan menegakkan doktrin Keesaan Ilahi kembali kepada kemurniannya yang asli. Tuhan dalam Islam - Yang Esa dan hanya Allah - adalah Pencipta dan Pemelihara semesta alam, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Suci, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Mencintai, Yang Maha Pengampun, Yang Maha Meliputi, Yang senantiasa Hidup, Yang Mencukupi Diri Nya Sendiri, Pemelihara Perdamaian, Pemberi Anugerah Keselamatan, Yang memperbaiki segala kerugian, Sahabat dari yang terkena musibah, Pembimbing mereka yang sesat, Penjaga segala sesuatu. Dia adalah Tuhan kaum Muslim dan non Muslim: "Tuhan ialah Tuhan kami dan Tuhan kalian, kami akan mendapatkan apa yang kami usahakan dan kalian akan memperoleh apa yang kalian kerjakan." (42:15) Di antara bermacam sifat Tuhan yang mulia sebagaimana dikemukakan oleh Qur'an Suci, maka sifat Rahman dan Rahim mengambil tempat yang tertinggi. Dengan nama Al Rahman dan Al Rahim setiap surat dari Kitab Suci dimulai. Kata-kata Maha Pengasih dan Maha Penyayang diartikan oleh pembaca bahasa Inggris dari Qur'an Suci hanyalah suatu ide yang sangat tidak sempurna dan arti Rahman dan Rahim yang mengandung arti yang sangat dalam serta menyeluruh, sebagaimana ditunjukkan dalam kata-kata aslinya. Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Kebaikan Tuhan kepada makhluk Nya melebihi kebaikan hati seorang Ibu terhadap bayinya". Dalam Al Qur'an berfirman: "Rahmat karunia Ku meliputi segala sesuatu". Dia adalah Yang Mutlak, Yang Abadi, Yang tiada batasnya. "Penglihatan tidak dapat mencapai Dia, tetapi Dia melingkupi semua penglihatan". "Tidak ada satu pun yang menyerupai Nya" Tuhan, Roh Kosmis dari segala sesuatu, ia immanen tetapi sekaligus transenden. Dia adalah immanen dalam caranya yang lebih akrab dan tak terkatakan caranya dibanding immanen seorang seniman dalam ciptaannya. Dia adalah sebagaimana firman Nya dalam Al qur'an "Cahaya langit dan bumi" dan "Lebih dekat pada manusia dari pada dirinya sendiri." Dia mendengar doa setiap orang.: " Dan apabila hamba Ku bertanya kepada engkau tentang Aku, sesungguhnya Aku ini dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa tatkala ia berdoa kepada Ku, maka hendaklah mereka memenuhi seruan Ku dan beriman kepada Ku agar mereka dapat menemukan jalan yang benar" (2:186)MANUSIA DAN DUNIA Doktrin Keesaan Ilahi (Tauhid) adalah sumbu di seputar mana ajaran-ajaran Islam berputar. Seluruh struktur Islam terletak di atas batu karang ini. Sebagaimana diajarkan dalam Al Qur'an, monoteisme bukanlah dogma keagamaan, ini adalah prinsip tingkah laku yang harus disajikan dalam praktik. Ini adalah dasar kemajuan kemanusian ke arah tujuan yang lebih tinggi. Doktrin keesaan Ilahi dalam Islam menunjukkan bahwa tak ada suatupun yang patut disembah, kecuali Allah. Risalah pertama setiap Nabi menurut Al Qur'an adalah: "Berbaktilah kepada Tuhan, janganlah engkau mempunyai Tuhan kecuali Dia." (7: 59, 64, 73, 85) dan "Janganlah engkau mengabdi sesuatu kecuali Allah" (11:25, 50, 61. 84). Sebelum Islam manusia biasa menyembah benda langit dan gejala alam lainnya, tetapi Al Qur'an berkata:". . . Janganlah kamu bersujud kepada matahari dan jangan pula kepada rembulan, dan sujudlah kepada Allah yang menciptakan itu, jika kamu mengabdi kepada Nya" (41:37) Manusia adalah ciptaan Allah yang paling mulia. Segala sesuatu diciptakan Tuhan termasuk para malaikat, untuk melayani manusia. Jadi manusia memerosotkan dan menghinakan dirinya dengan menyembah benda-benda itu, padahal dia lebih unggul. Kami baca dalam Al Qur'an: "Apakah akan kucarikan untuk kamu, Tuhan selain Allah, padahal Ia telah membuat kamu melebihi sekalian makhluk."(7:140). Karena itu Islam mengembalikan harga diri ummat manusia. Dikatakannya bahwa apa yang dinamakan tuhan-tuhan yang ditakuti dan disembah-sembah oleh manusia, sesungguhnya adalah para hamba Nya. Adalah kodrat manusia, kata Al Qur'an, untuk menaklukkan seluruh alam semesta dan memerintah di bumi sebagai pengganti (Khalifah) Tuhan: "Allah ialah yang membuat lautan untuk melayani kamu, agar kapal-kapal meluncur di sana dengan perintah Nya, dan agar kamu mencari anugerah Nya, dan agar kamu berterima kasih. Dan Dia membuat untuk melayani kamu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi semuanya dari Dia sendiri. Sesungguhnya dalam itu adalah tanda bukti bagi kaum yang merenungkan" "Dan Ia membuat malam dan siang dan matahari dan bulan supaya melayani kamu, dan bintang-bintang dibuat untuk melayani dengan perintah Nya. Sesungguhnya dalam ini adalah pertanda bagi kaum yang berakal" (16:12) Islam bahkan tidak memperbolehkan orang-orang besar dianggap sebagai tuhan-tuhan. Karena menurut Al Qur'an, hal ini juga akan merendahkan harga diri manusia. Adalah sangat menghinakan manusia bila dia bersujud dan menyembah orang seperti mereka sendiri, baik mereka itu raja, ulama, maupun para Nabi. Qur'an Suci berkata: "Mereka mengambil ulama mereka dan rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah, dan pula Al Masih bin Maryam. Dan mereka tiada lain hanya disuruh mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa - tak ada Tuhan selain Dia, Maha Suci Dia dari apa yang mereka sekutukan ." (9:31), Sesungguhnya manusia terbesar di segala zaman adalah Nabi Suci Muhammad s.a.w telah berkata:"Aku hanyalah manusia biasa seperti kamu; diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah di jalan yang lurus kepada Nya, dan mohon perlindungan Nya. Dan celaka sekali bagi kaum musyrik " (41:6) Islam menekankan penolakannya kepada doktrin Dosa Waris yang diperoleh dari keturunan. Tidak ada yang lebih menghinakan dan merendahkan manusia dari pada kepercayaan bahwa dia lahir dengan penuh dosa, dengan sifat yang terhina. Menurut Al Qur'an, dosa bukanlah sesuatu yang diwariskan dari keturunan nenek moyangnya, ia adalah apa yang diperoleh manusia buat dirinya sendiri, bila dia mengerjakan apa yang seharusnya tidak boleh dikerjakan, dan tidak mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan. Dosa adalah kehendak menyimpang dari Hukum Tuhan atau hukum yang benar atau salah. Manusia dilahirkan dengan kehendak bebas, tetapi kecenderungan dan kemampuan untuk berbuat jahat dan juga memeranginya serta berbuat kebajikan. Hanyalah ketika dia di saat sebagai seorang yang dewasa dengan kemampuan untuk membedakan antara kebaikan dan kejahatan, dia berbuat salah menggunakan kebebasannya dan jatuh menjadi korban godaan, sehingga dia menjadi berdosa. Dalam moral tak seorangpun akan membawa beban manusia lainnya, "Barangsiapa berjalan benar, maka ia berjalan benar untuk keuntungannya sendiri, dan barangsiapa berjalan sesat maka dia berjalan sesat untuk kerugian diri sendiri. Dan tak ada orang yang memikul beban akan memikul beban orang lain." (17:15). "Dan bahwa manusia tak mempunyai apa-apa selain yang ia usahakan." (52:39) Islam menyatakan bahwa pada saat kelahirannya, seorang anak bebas dari dosa dan suci murni. Manusia tidak memulai kehidupannya dengan naluri yang sesat. Seluruh nalurinya seperti halnya hewan, adalah sarana untuk menjaga kehidupannya, adalah ilmunya yang keliru dan penyelewengan kehendak bebasnya yang menyebabkan ketidakteraturan nalurinya. Nabi Suci s.a.w. bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam fitrah anugerah Ilahi yang suci murni, orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau seorang Nasrani, atau seorang Majusi." Ini bukanlah suatu warisan naluri untuk menyeleweng, melainkan lingkungan sosiallah yang mendorong dia untuk mengikuti kredo-kredo yang dibuat oleh manusia. Islam bukanlah suatu kredo dalam pengertian ini, Islam adalah agama fitri. Firah dalam dirinya, yang secara tepat disesuaikan dengan sifat-sifat ketiadaannya, akan menyelaraskan manusia dengan pribadi dan dengan Tuhannya: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama fitrah buatan Allah yang Ia menciptakan manusia atas (fitrah) itu. Tak ada perubahan dalam ciptaan Allah. Itulah agama yang benar." (30:30) Ruh manusia adalah ekspresi dari Ruh Ilahi. Tuhan, kata Al Qur'an, telah meniupkan Ruh Nya kepada manusia. Manusia telah diciptakan dengan kemampuan yang tak terbatas untuk menyerap sifat Ilahi agar dia tepat disebut sebagai wakil (khalifah) Tuhan di bumi. Tuhan adalah cahaya dan kasih sayang, meningkatnya ilmu pengetahuan dan meningkatnya kasih sayang Nya dapat membuat manusia semakin lama semakin menyerupai sifat-sifat Tuhan. Islam berjuang untuk kemajuan intelektual, moral, dan spiritual manusia. Dan tepat seperti yang dinyatakan Islam, bahwa manusia dilahirkan tanpa dosa, begitu pula dunia ini tidaklah jahat. Tuhan itu adalah kebajikan yang mutlak, dan karena Dia adalah kebajikan yang mutlak maka tindakan-tindakan Nya haruslah yang perlu demi kebajikan. Akibatnya segenap ciptaan Nya adalah baik. Tidak ada salahnya dalam mencari barang-barang materi untuk dirinya atau yang semacamnya, namun kalau hal ini demi mencari rezeki dan dianggap alat. Bagi mereka yang mencitakan benda-benda material dalam kehidupan dunia, hal itu adalah sarana dan bukan tujuan. Islam berjuang tidak untuk menolak kehidupan, tetapi untuk memenuhi kehidupan. Islam menolak hidup bertapa dan kerahiban. Islam berpendirian bahwa peningkatan spiritual hanya dapat dicapai dengan hidup sepenuhnya dalam keadaan yang fana ini dengan suatu sikap kerohanian, dan tidak dengan menolak dunia. Islam menegakkan suatu neraca yang sehat antara dunia ini dengan kehidupan akhirat, dia tidak mengadakan dualisme antara roh dengan badan. Dikatakan bahwa tidaklah mungkin rohani dapat berkembang dengan menghancurkan jasmani. Naluri manusia itu pada dasarnya tidaklah buruk. Mereka tak usah dimatikan, melainkan harus dikendalikan dengan kebijaksanaan, disalurkan dan digunakan dengan penuh manfaat untuk menjadikan kehidupan manusia di planet ini lebih makmur dan lebih baik. Dunia ini diciptakan oleh Yang Maha Bijaksana dan Maha Baik mempunyai arti serta tujuan, dan hanya dengan dibimbing oleh suatu kehidupan yang wajar dan penuh manfaat di dunia serta mensyukuri pemberian Tuhan yang indah ini manusia dapat datang lebih dekat kepada Allah, melayani sesama manusia, dan menyiapkan bekal untuk kehidupan akhiratnya. Islam sebagaimana doktrin asli dari Kong Hu Chu, Krishna, Buddha menyukai jalan tengah
PERSAUDARAAN ANTAR MANUSIA
Keyakinan Islam terhadap kesatuan ummat manusia juga mengikuti kepercayaan kepada Keesaan Ilahi (Tauhid). Seluruh ummat manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Esa. Mereka semuanya sama dan bersama-sama membentuk suatu persaudaraan tunggal. "Manusia adalah ummat yang tunggal", begitu diumumkan oleh Al Qur'an (2:213) Perbedaan ras, bahasa, kebudayaan, keturunan, kekayaan, dan jenis kelamin semuanya adalah dibuat-buat, hal itu semuanya tidaklah mempengaruhi kesatuan fundamental fitrah manusia. Seluruh ummat manusia adalah sederajat. Islam dengan keras mengutuk rasa unggul berdasarkan suku, ras, atau kebangsaan seseorang, dan mencabut sampai ke akarnya sistem kasta. Firman Qur'an Suci:"Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari pria dan wanita, dan membuat kamu suku-suku dan kabilah-kabilah agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling taqwa di antara kamu." (49:13) Dan dalam Khotbah Selamat Tinggalnya yang terkenal Nabi s.a.w. menyerukan : "Tidak ada orang Arab lebih unggul dari orang bukan Arab, ataupun orang bukan Arab lebih unggul dari orang Arab, tak ada orang kulit hitam lebih unggul dari orang yang berkulit putih, dan tak ada orang yang berkulit putih lebih unggul dari kulit hitam. Dalam pandangan Allah orang yang lebih unggul ialah orang yang memiliki akhlak yang lebih unggul." Oleh karena itu dalam Islam tidak ada tempat bagi snobisme, parochialisme, chauvinisme, ataupun nasionalisme yang agresif. Tak pernah dalam sejarahnya yang panjang, kaum Muslimin di berbagai pelosok dunia ini melakukan kesalahan seperti ras, diskriminasi, perbedaan warna kulit, atau apartheid. Sesuai dengan sejarawan terkenal Arnold Toynbee berkata:"Terhapusnya kesadaran ras di antara kaum Muslim adalah satu dari pencapaian kemajuan Islam yang menonjol, dan dalam dunia kontemporer sebagaimana yang terjadi sekarang ini, suatu zaman sangat dibutuhkan untuk menyiarkan kemulian Islam ini. xi " Begitu pula Islam tidak membedakan antara apa yang disebut pendeta dengan orang awam yang merupakan gambaran menonjol dari agama-agama lainnya. Tidak ada kependetaan dalam Islam. Tidak adanya kelas khusus yang bertindak sebagai perantara Tuhan dengan manusia membedakan Islam dan aliran keagamaan yang lain. "Islamnya Nabi Muhammad s.a.w", tulis Sayyid Ameer Ali, "tidak mengenal kasta kependetaan, tiada mengizinkan monopoli pengetahuan spiritual, ataupun kesucian-kesucian khusus yang menjadi perantara manusia dengan Tuhannya. Setiap ruh berdoa kepada Pencipta Nya tanpa intervensi pendeta ataupun orang-orang suci. Tak ada pengorbanan, tak ada seremonial yang dibuat-buat oleh kepentingan yang mapan, yang dibutuhkan untuk membawa hati yang gelisah lebih dekat kepada Penciptanya. Setiap manusia adalah pendeta bagi dirinya sendiri, dalam Islamnya Muhammad s.a.w.. tak satu pun yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain. xii " Islam mempersatukan seluruh ummat manusia dalam kasih sayang dan simpati sebagai saudara. Persaudaraan Islam merasuk segala batas geografi dan politik serta mempersatukan derajat dan persaudaraan manusia dari banyak ras, warna kulit, dan kebangsaan. Firman Qur'an Suci: "Dan peganglah erat-erat tali perjanjian Allah semuanya dan janganlah kamu berpecah belah. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kamu tatkala kamu saling bermusuhan, lalu Ia persatukan hati kamu, maka karena karunia Nya kamu menjadi saudara. Dan dahulu kamu ada di tepi jurang api, lalu Ia selamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat Nya kepada kamu agar kamu mendapat petunjuk." (3:102) "Segenap ciptaan Tuhan", sabda Nabi s.a.w., "adalah keluarga Nya dan yang paling dicintai Tuhan ialah barang siapa berusaha sebaik-baiknya untuk berbuat kebajikan bagi segenap makhluk Tuhan" LIMA RUKUN ISLAM Menurut teologi Islam, ada lima pilar di mana bangunan agama Islam ditegakkan. Inilah kelima pilar tersebut, (1) "Tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Utusan Nya", (2) Shalat, (3) Puasa, (4) Zakat (pajak untuk orang miskin, dan derma), dan (5) Haji. Tiga pokok dari tujuan kebaktian ini, ialah (i) untuk memperkuat keyakinan kepada Tuhan, (ii) untuk mengilhami manusia dalam menaklukkan keinginan buruk dan menjalankan ketulusan, dan (iii) untuk membawa manusia ke suatu dataran persamaan dan meningkatkan persamaan kasih sayang dan persaudaraan di kalangan mereka. Bagian pertama dari Kalimah ("Tiada Tuhan kecuali Allah") menyatakan keyakinan kepada Keesaan Ilahi (Tauhid), di mana seperti telah kita tunjukkan adalah dasar segenap ajaran Islam dan mata air semua sifat-sifat mulia. Bagian kedua dari Kalimah ("Muhammad adalah Utusan Allah") berarti bahwa Tuhan tidak hanya Pencipta dan Pemelihara alam semesta ini, melainkan juga setelah membekali manusia dengan kesadaran dan kehendak bebas, Dia juga membimbingnya ke jalan yang benar yang dipimpin Nya. Keyakinan kepada Nabi Muhammad s.a.w. termasuk ke dalam kepercayaan kepada segenap Nabi yang dibangkitkan Tuhan untuk membimbing manusia, sebab Qur'an dengan jelas menyerukan keyakinan kepada semua Nabi yang muncul di segenap pelosok dunia sebelum Nabi Muhammad s.a.w. Nabi Muhammad s.a.w. adalah Utusan Tuhan yang terakhir, yang menghidupkan agama yang murni dari semua nabi dan melengkapi serta menyempurnakan agama-agama itu bagi semua bangsa di sepanjang zaman. Beliau adalah Nabi dalam fase Islam yang terakhir. Keyakinan kepada Kalimah mengandung arti menerima atas seluruh risalah dan aturan hidup yang dibawakan oleh Muhammad s.a.w. dari Tuhan untuk seluruh ummat manusia. Rukun Islam yang kedua, yakni shalat yang harus dilakukan oleh kaum Muslim paling sedikit lima kali sehari, dapat sendirian ataupun berjamaah. Shalat adalah hubungan manusia dengan Tuhan, ini adalah curahan hati seseorang kepada Dia yang telah menciptakan kita, yang memperhatikan dan mencintai kita. Ini memperdalam akan kesadaran ber Tuhan dalam hati manusia dan memperkuat tekad dalam mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh Nya melalui para Nabi Nya. Ini mensucikan rohani dan memberikan kedamaian serta ketentraman hati bagi manusia. Sesuai dengan kata-kata Qur'an Suci. "Ingat, sesungguhnya mengingat-ingat Allah itu membuat hati menjadi tentram" (13:25). Dan lagi: "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepada engkau tentang Kitab dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah manusia dari perbuatan keji dan buruk" (29:45). Nabi s.a.w. bersabda, "Barang siapa yang shalatnya tidak bisa mencegahnya dari perbuatan dosa dan kejahatan, ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali semakin jauh dari Tuhannya". Selanjutnya shalat berjamaah di mana semua orang dari semua golongan dan warna kulit berdiri bahu-membahu di hadapan Tuhan, meningkatkan rasa persatuan dan persaudaraan. Rukun Islam yang ketiga adalah Puasa yang diwajibkan satu bulan penuh setiap tahun (yakni pada bulan Ramadhan). Orang yang berpuasa harus sepenuhnya berhenti dari makan minum dan berhubungan dengan istrinya. Jadi orang-orang Muslim secara sukarela menghentikan hal-hal yang sesungguhnya diperbolehkan hanya demi keridhaan Ilahi, dan dengan demikian dia tidak akan melakukan sesuatu yang melanggar hukum atau ketidaktulusan. Tujuan berpuasa adalah untuk mengembangkan pengendalian diri dan semangat berkorban. Qur'an Suci berkata, "Wahai orang-orang yang beriman, puasa diwajibkan kepada kamu sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu menjaga diri dari kejahatan."(2:183). Dan Nabi s.a.w. bersabda: "Seseorang yang berpuasa dan tidak meninggalkan dusta serta kecurangan, Tuhan tidak akan memperdulikan makan dan minumnya (yakni Tuhan tidak menerima puasanya)." Puasa menempatkan semua orang, baik laki-laki maupun perempuan pada tingkat yang sama. Hal ini membuat si kaya menyadari betapa maknanya orang yang lapar, dan karena itu mereka terbiasa dengan derita mereka yang lapar dan kelaparan. Rukun keempat adalah Zakat. Islam menetapkan suatu kewajiban pajak sebesar 2,5 % per tahun dari modal dan tabungan tahunan bagi setiap Muslim. Jadi jumlah yang dikumpulkan dibelanjakan untuk si miskin, para janda, yatim piatu, mereka yang terlibat hutang, dan bagi kesejahteraan umum masyarakat. Dengan ini Islam ingin membangun negara sejahtera. Sebagai tambahan terhadap kewajiban pajak ini, Islam meminta kum Muslimin agar mereka membelanjakan sebesar kemampuan untuk berbuat kebajikan kepada orang-orang lain. "Kamu sekali-kali tak dapat mencapai ketulusan kecuali jika kamu membelanjakan apa yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu belanjakan Allah pasti mengetahui itu", kata Al Quran ( 3: 91). Latihan kedermawanan ini harus bebas dari pamer dan segala itikad yang tidak baik, seperti menempatkan tujuan kedermawanan itu sebagai berikut: "Ucapan yang manis dan pengampunan itu lebih baik dari pada sedekah yang diikuti dengan menyakitkan hati. Dan Allah itu Yang Maha Kaya, Yang Maha Menyantuni." (2:263) "Wahai orang yang beriman, janganlah kamu membuat sedekah kamu sia-sia dengan mencomel dan menyakitkan hati seperti halnya orang yang membelanjakan hartanya karena ingin dilihat oleh manusia dan ia tak beriman kepada Allah dan Hari Akhir." (2:264). Konsepsi kedermawanan Nabi s.a.w. sungguh luar biasa sekali. Beliau bersabda, "Setiap perbuatan baik adalah kedermawanan dan sesungguhnya adalah kebajikan yang besar, bila engkau bertemu dengan saudara laki-lakimu dengan ramah tamah, lalu kau curahkan air dari kantong airmu ke tempat persediaan airnya. Seruanmu kepada ummat manusia untuk berbuat mulia adalah kedermawanan, dan pencegahanmu atas perbuatan yang diharamkan adalah kedermawanan; dan kalau engkau tunjukkan jalan kepada musafir di tanah di mana mereka tersesat itu adalah sedekah darimu, dan engkau membantu si buta adalah kedermawanan darimu. Berbuat adil di antara dua kaum adalah kedermawanan dan membantu orang naik ke pelana tunggangannya, serta mengangkat bebannya, adalah kedermawanan dan menjawab orang yang bertanya dengan lemah lembut adalah kedermawanan, dan menghilangkan perkara-perkara yang menyusahkan orang lain, seperti memindahkan sepotong duri atau batu adalah kedermawanan". Rukun Islam yang kelima adalah Haji, di mana seseorang yang mampu harus melakukannya setidak-tidaknya sekali sepanjang hidupnya. Di Ka'bah Mekkah, kaum Muslimin dari segala penjuru dunia, dari bermacam-macam ras dan berbicara bahasa yang berbeda-beda, berkumpul sama sederajat di hadapan Tuhan. Segala perbedaan tinggi dan rendah, kaya dan miskin, lenyap ketika semua penziarah berbusana dengan pakaian ihram yang sama (dua potong kain putih yang diselimutkan ke seluruh tubuh) bersama-sama menjalankan ritual yang ditentukan dan menjawab panggilan Tuhan, menyatakan keputusan mereka untuk membaktikan diri mereka seluruhnya dan sepenuh hatinya demi Dia, dan melakukan pengorbanan di jalan Nya. Suasana yang mengilhami di tempat itu, di mana rumah pertama untuk berbakti kepada Tuhan Yang Esa dan Sejati didirikan, di mana Ibrahim a.s. (Bapak dari bangsa Semit termasuk di dalamnya dilahirkan agama Yahudi, Kristen, dan Islam) lagi-lagi meletakkan landasan dari suatu agama monoteisme yang bermoral, dan di mana Nabi terakhir Muhammad s.a.w. muncul untuk melengkapi bangunan agama sejati, mengisi kalbu para penziarah dengan kasih sayang Tuhan. "Kaum penziarah menunjukkan tindak lahiriah mereka untuk bertawaf di sekeliling Ka'bah bahwa api kasih sayang Ilahi telah dinyalakan dalam kalbunya, dan seperti pencinta yang sejati dia berkeliling rumah Dia yang paling tercinta. Sesungguhnya dia menunjukkan bahwa dia telah membuat kehendak pribadinya dan sepenuhnya tunduk kepada kehendak Tuhannya, dan bahwa dia telah mengorbankan segala pamrihnya demi keridhaan Nya.", mengutip Sir Thomas Arnold, "Tetapi di atas segalanya, dan di sinilah terletak kepentingan yang paling pokok dalam sejarah dakwah Islam - Ibadah Haji memerintahkan berkumpulnya kaum Muslimin setiap tahun dari segala bangsa dan bahasa yang datang bersama-sama dari seluruh penjuru dunia, berdoa di tempat yang suci di mana wajah mereka di hadapkan pada setiap saat dalam shalat di rumah mereka yang jauh. Tak ada tekanan keagamaan yang demikian genius dan mengesankan pada ingatan orang yang beriman, suatu perasaan dalam kehidupan mereka sehari-hari tentang persaudaraan mereka dalam ikatan keimanan. Di sinilah tindakan yang utama dari ibadah bersama, kaum Negro asal pantai Utara Laut Afrika bertemu dengan orang -orang China dari Timur Jauh, Pangeran yang berbudaya tinggi dari Ottoman mengenal saudara Muslimnya di tanah yang asing dari titik terjauh Laut Melayu. Pada waktu yang sama di seluruh dunia Islam, kalbu kaum Muslim terangkat dalam simpati kepada saudara-saudara mereka yang lebih beruntung dapat berkumpul di kota yang disucikan, yakni di rumah-rumah mereka untuk memperingati Hari Raya Idul Adha atau (sebagaimana disebut di Turki dan Mesir) Hari Raya Bayram. xiii " ETIKA ISLAM Moral ideal dan tujuan yang diletakkan Islam di hadapan setiap orang sebagaimana digambarkan oleh Al Qur'an adalah "pencelupan sifat-sifat Tuhan" (2:138). Nabi s.a.w menerangkan hal ini dengan sabdanya, "Celupkanlah dirimu dengan sifat-sifat Ilahi". Setiap orang mempunyai dalam dirinya benih ketuhanan katakanlah dari air yang harus dikembangkan menjadi suatu pohon yang tumbuh berkembang sepenuhnya dan berbuah lebat. Ini adalah Falah atau keberhasilan yang sejati dalam Islam. Kemajuan moral manusia telah dibagi oleh Al Qur'an menjadi tiga tingkatan. Nafs al-ammara (nafsu yang tak terkendalikan), nafs al-lawwama (nafsu yang mempersalahkan dirinya sendiri), dan nafs al-muthmainna (nafsu yang dalam kedamaian). xiv Islam mendapati manusia pada tingkatan kebuasan atau tanpa tanggung jawab moral, di mana dia tidak dapat membedakan antara kepunyaan sendiri dengan kepunyaan orang lain, baik dan buruk, berbuat apa saja yang rasanya ingin dilakukannya. Ini adalah tingkatan nafs al-ammara (nafsu yang tak terkendalikan). Bagi manusia dalam tingkatan ini, Islam memberikan ajaran moral elementer atau dasar, yang berupa sikap tingkah laku, dan belum suatu perintah moral yang ketat. Mula-mula diajarkan untuk taqwa kepada Tuhan dan menahan hawa nafsunya. Ini melarang segala hal yang membangkitkan nafsu dan melemahkan moral, seperti minuman keras dan perjudian. Firman Al Qur'an: "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, dan judi, dan sesaji kepada berhala, serta mengadu nasib dengan panah adalah perbuatan keji dan perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu hanya ingin membangkitkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dengan perantaraan minuman keras dan judi serta menghalang-halangi kamu dari ingat kepada Allah dan dari shalat. Apakah kamu mau menghentikan pekerjaan itu?"(5:90-91). Dan firmannya lagi: "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah dengan kata-kata yang jujur. Ia akan menempatkan perbuatan kamu dalam kedudukan yang baik bagi kamu dan mengampuni dosa kamu. Dan barang siapa taat kepada Allah dan Utusan Nya, maka sesungguhnya ia mencapai sukses besar" (33: 70-71)"Katakanlah: Mari! Kubacakan apa yang Tuhan kamu mengharamkan kepada kamu, (yaitu) janganlah kamu menyekutukan apapun dengan Dia, dan berbuatlah baik terhdap orang tua (ayah-ibu) dan janganlah kamu membunuh anak kamu karena takut melarat. Kami memberi rezeki kepada kamu dan kepada mereka, dan janganlah dekat-dekat pada perbuatan keji, baik terang terangan maupun sembunyi sembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang dilarang oleh Allah, kecuali dalam membela keadilan. Inilah yang diwasiatkan (diperintahkan) Tuhan kepada kamu agar kamu mengerti" (6:152). " Janganlah kamu dekat-dekat pada harta anak yatim, kecuali dengan cara yang baik sampai ia mencapai usia dewasa. Dan penuhilah takaran dan timbangan dengan adil - Kami tak membebankan kewajiban kepada suatu jiwa kecuali menurut kemampuannya. Dan jika kamu berkata, berkatalah yang benar sekalipun ini (terhadap) keluarga sendiri. Dan tepatilah perjanjian Allah . Inilah yang diwasiatkan (diperintahkan) Tuhan kepada kamu agar kamu ingat." (6:153). "Barang siapa membunuh orang . . . ia seakan-akan membunuh manusia semua. Dan barangsiapa menyelamatkan orang, maka ia seakan-akan menyelamatkan manusia semua."(5:32). "Pada hari ini dihalalkan kepada kamu (semua) barang yang baik. Dan makanan Ahli Kitab adalah halal bagi kamu, dan makanan kamu juga halal bagi mereka. Demikian pula wanita yang suci di antara kaum mukmin dan wanita yang suci di antara kaum Ahli Kitab sebelum kamu jika kamu berikan kepada mereka mas kawin mereka, dengan mengawini mereka, bukan dengan zina dan bukan dengan diam-diam mengambil mereka sebagai gundik."(5:5). "Wahai para putera Adam, pakailah perhiasan kamu pada setiap kali menjalankan shalat, dan makanlah dan minumlah dan jangan melampaui batas, sesungguhnya Ia tak suka kepada orang yang melampaui batas."(7:31) "Dan janganlah memalingkan mukamu dari orang-orang, dan jangan pula berjalan di muka bumi dengan bersorak-sorai. Sesungguhnya Allah tak suka kepada orang yang congkak, sombong."(31:18) "Dan ikutilah jalan yang benar dalam perjalanan, dan rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya suara yang paling dibenci ialah suara keledai."(31:19)."Dan apabila kamu diberi hormat dengan suatu penghormatan, maka balaslah dengan penghormatan yang lebih baik dari pada itu. Sesungguhnya Allah itu yang memperhitungkan segala sesuatu" (4:86) Bila seseorang mengembangkan dalam dirinya dorongan untuk mengendalikan nafsunya dan mengikuti ajaran-ajaran ini, dia akan masuk pada tingkat yang kedua, yaitu nafs al-lawwama (nafsu yang mempersalahkan dirinya sendiri). Pada tingkat ini selalu terjadi perjuangan di dalam diri manusia antara kebaikan dan kejahatan. Dia masih tetap lemah dan berulang kali dia menyerah kepada kecenderungan buruk, tetapi setiap saat dia terjerembab, maka kesadaran budinya menusuk hati dan dia merasa sedih. Dan dengan demikian dia memperbaharui usahanya untuk berjuang melawan kejahatan dan menahan godaan. Ajaran-ajaran moral Islam yang tinggi yang diperintahkan Islam kepada seseorang yang dalam tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua kategori, perkara-perkara yang mencegah seseorang dari yang merugikan kehidupan, milik, kehormatan, dan kebebasan orang lain (misalnya kesucian, kejujuran, sopan-santun, kedamaian, dan kebebasan berpendapat serta berbicara), dan mereka yang mendorong manusia untuk berbuat kebajikan terhadap sesamanya (seperti pemurah, pemaaf, benar, berani, tabah, lemah lembut, ramah tamah, dan penuh kecintaan). Kesucian, "Dan janganlah kamu berdekat-dekat dengan perbuatan zina (harus sepenuhnya menghentikan hal-hal yang mengawali atau segala sesuatu yang bisa membawa ke arah perzinaan), sesungguhnya itu adalah keji. Dan buruk sekali jalan itu."(17:32). "Dan janganlah kamu dekat-dekat pada perbuatan keji, baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi." (6:152). "Zina mata ialah melihat dengan nafsu kepada isteri orang lain, dan zina lidah ialah mengatakan apa-apa yang dilarang."(Sabda Nabi Muhammad s.a.w) Tulus hati, "Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu supaya menyerahkan amanah kepada orang yang pantas menerimanya" (4:58) "Dan janganlah kamu terlalu berhasrat untuk memiliki apa yang dengan ini Allah membuat sebagian kamu melebihi sebagian yang lain. Kaum pria memperoleh keuntungan dari apa yang mereka usahakan. Dan kaum wanita memperoleh dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah akan karunia Nya Sesungguhnya Allah itu senantiasa Yang Maha Tahu akan segala sesuatu."(4:32)."Dan janganlah kamu menelan harta di antara kamu sendiri dengan jalan tidak sah, dan jangan pula menyuap dengan itu kepada para hakim, agar kamu dapat menelan sebagian harta manusia secara tidak sah, padahal kamu tahu."(2:188). "Berikan timbangan yang penuh dan janganlah menjadi golongan orang yang suka mengurangi (timbangan). Dan menimbanglah dengan neraca yang benar. Dan janganlah merugikan manusia akan hak-hak mereka, dan janganlah berbuat bencana di bumi dengan berbuat kerusakan."(26:181-183). "Di hari Qiamat aku akan menjadi lawan debat orang yang suka mengerjakan buruhnya untuk melaksanakan pekerjaannya dengan penuh, tetapi orang itu tak membayar penuh upah si buruh itu"(Sabda Nabi Muhammad s.a.w.) Sopan-santun, "Tiada yang lebih baik dari yang diberikan seorang ayah kepada anaknya tingkah laku yang baik". "Barang siapa diberikan sifat lemah lembut dia telah dikaruniai pahala yang besar di dunia ini maupun di Akhirat". "Sesungguhnya yang paling saya cintai di antara kamu, dan yang paling dekat padaku di Akhirat, adalah mereka yang mempunyai citra yang baik". "Orang yang sombong atau orang yang bicara kasar tak akan masuk Sorga." (Sabda Nabi Muhammad s.a.w.). "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain, barangkali (kaum yang lain) itu lebih baik daripada mereka, dan jangan pula kaum wanita yang satu (memperolok-olokkan) kaum wanita (yang lain), barangkali (kaum wanita yang lain) itu lebih baik daripada mereka. Dan janganlah mencela orang-orang kamu sendiri, dan jangan pula memanggil dengan nama ejekan. Buruk sekali nama yang jelek itu sesudah beriman, dan barang siapa tak bertobat, mereka adalah orang yang lalim". (49:11). "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah sebagian besar dari prasangka, sesungguhnya prasangka dalam beberapa hal itu dosa; dan janganlah memata-matai, dan jangan pula sebagian kamu mengumpat kepada sebagian yang lain (49:12). "Seseorang tidak bisa dipanggil seorang Muslim hingga hati dan lidahnya masih demikian" (Sabda Nabi Muhammad s.a.w) Perdamaian, "Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan. Tangkislah (keburukan) dengan apa yang paling baik, maka tiba-tiba apa yang antara engkau dengan dia terdapat permusuhan akan menjadi seperti kawan yang akrab" (41:34). "Adapun hamba Tuhan Yang Maha Pemurah, ialah mereka yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang bodoh menegur mereka, mereka berkata 'Damai' (25:63). "Seorang Muslim adalah dia di mana orang lain selamat dari lidah dan tangannya, dan seorang Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah". "Maukah kuberitahukan kepadamu suatu perbuatan yang lebih baik daripada puasa, sedekah, dan shalat? Ialah membuat perdamaian antara manusia, kebencian dan dendam merobek-robek pahala Sorga sampai ke akar-akarnya" (Sabda Nabi Muhammad s.a.w.). Kebebasan Berpendapat dan Berbicara, "Tak ada paksaan dalam agama"(2:256). "Kamu akan mendapat pembalasan kamu, dan aku juga akan mendapat pembalasanku" (109:6). Sesungguhnya orang yang beriman (kepada apa yang diturunkan kepada engkau Muhammad), dan orang Yahudi dan orang Nasrani , dan orang Sabi'ah, siapapun yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan berbuat baik, mereka mendapat ganjaran di sisi Tuhan mereka, dan tak ada ketakutan akan menimpa mereka, dan mereka tak akan susah" (2:62). "Perbedaan pendapat di antara ummatku adalah rahmat Tuhan." "Jihad yang paling utama adalah mengemukakan kebenaran di hadapan seorang penguasa yang dzalim" (Sabda Nabi Muhammad s.a.w.) Kebenaran dan keadilan, "Tak ada orang yang benar dalam pengertian yang sebenar-benarnya kecuali dia yang benar dalam kata-kata, tingkah laku dan dalam akal fikirannya" (Sabda Nabi Muhammad). "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang menegakkan keadilan, berdiri saksi karena Allah, sekalipun terhadap diri sendiri atau orang tua kamu atau kerabat kamu, baik ia kaya atau melarat, Allah lebih mempunyai hak atas mereka berdua. Maka janganlah kamu mengikuti keinginan rendah, agar kamu tak menyimpang. Dan jika kamu memutar balik atau berpaling (dari kebenaran), maka sesungguhnya Allah itu senantiasa Yang Maha Waspada terhadap apa yang kamu kerjakan" (4:135)."Wahai orang orang yang beriman, jadilah kamu orang yang jujur karena Allah (jadilah kamu) saksi yang adil, dan janganlah kebencian orang orang mendorong kamu untuk berlaku tak adil. Berlaku adilah kamu, ini adalah lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Yang Maha Waspada akan apa yang kamu lakukan" (5:8). Keberanian dan Ketabahan, "Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah itu menyertai orang yang sabar" (2:153) "Dan sesungguhnya Kami akan menguji kamu dengan sesuatu dari ketakutan dan kelaparan dan kehilangan harta dan jiwa dan buah-buahan. Dan berilah kabar baik kepada orang yang sabar" (2:155). "(Yaitu) orang yang apabila suatu musibah menimpa mereka, mereka berkata 'Sesungguhnya kami ini kepunyaan Allah, dan kami akan kembali kepada Nya'"(2:156). "Ini adalah orang yang memperoleh kurnia dan rahmat dari Tuhan mereka, dan ini adalah orang yang terpimpin pada jalan yang benar" (2:157). "Orang-orang yang para manusia berkata kepada mereka 'Sesungguhnya orang-orang telah berkumpul hendak menyerang kamu, maka dari itu takutlah kepada mereka, tetapi ini (malah) menambah iman mereka, dan mereka berkata 'Allah sudah cukup bagi kami, dan Ia adalah Pelindung yang mulia" (3:172). Pemaaf, "Dan cepat-cepatlah menuju pengampunan dari Tuhan kamu dan Taman yang luasnya (seluas) langit dan bumi, yang disiapkan bagi orang yang menetapi kewajiban" (3:132). "(Yaitu) orang yang membelanjakan (harta) pada waktu lapang dan pada waktu sempit, dan orang yang menahan marah, dan orang yang memberi ampun kepada manusia. Dan Allah mencintai orang yang berbuat baik (kepada orang lain)" (3:133) "Kebanyakan kaum Ahli Kitab (yakni para pengikut agama-agama wahyu yang lainnya) menghendaki agar mereka dapat mengembalikan kamu dalam kekafiran setelah kamu beriman, karena perasaan dengki yang timbul dalam batin mereka, setelah kebenaran menjadi terang bagi mereka. Tetapi maafkanlah dan ampunilah sampai Allah melaksanakan perintah Nya. Sesungguhnya Allah itu berkuasa atas segala sesuatu" (2:109) "Jadi dengan rahmat Allah itulah engkau bertindak lemah lembut terhadap mereka. Dan sekiranya engkau kasar (dan kejam), niscaya mereka akan bubar dari sekeliling kamu. Maka dari itu ampunilah mereka dan mohonlah perlindungan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka mengenai urusan yang penting. Tetapi jika engkau telah mengambil keputusan, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu mencintai orang yang tawakal (kepadaNya)" (3:158). Berbuat Kebaikan terhadap Sesama; "Segenap makhluk Tuhan adalah keluargaNya, dan yang paling dicintai oleh Tuhan ialah mereka yang berusaha berbuat kebaikan yang sebanyak mungkin kepada semua makhluk Tuhan". "Perbuatan apakah yang paling utama? Ialah membahagiakan hati ummat manusia, memberi makan pada mereka yang lapar, menolong mereka yang menderita,.meringankan kesedihan orang yang sedang dirundung duka, dan menghapuskan kesalahan mereka yang terluka". (Sabda Nabi Muhammad s.a.w.) "Dan apakah yang membuat engkau tahu, apakah jalan naik itu? (Yaitu) memerdekakan budak belian. Atau memberi makan pada hari kelaparan kepada anak yatim yang ada pertalian keluarga, atau orang miskin yang berbaring di tanah. Lalu ia adalah golongan orang yang beriman dan saling menasehati supaya bersabar dan saling menasehati supaya berbelas kasih" (90: 12-17). Kasih Sayang dan Simpati ; "Cintakah kalian kepada Penciptamu? Pertama-tama cintailah sesama makhluk" "Tak seorangpun menjadi mukmin sejati sehingga dia menginginkan bagi saudaranya apa yang diinginkan oleh dirinya sendiri". "Engkau akan melihat di antara orang-orang mukmin berkasih sayang sesamanya dan ramah tamah satu sama lain seperti satu tubuh, bila salah satu anggota badannya sakit, maka seluruh tubuh merasa sakit, satu anggota tubuh menyeru yang lain dengan rasa tak bisa tidur dan demam". (Sabda Nabi Muhammad s.a.w.). Di saat manusia berusaha dengan sebaik-baiknya untuk mengikuti ajaran-ajaran ini dan berjuang melawan kejahatan yang bersarang di hatinya dengan keteguhan hati dan ketabahan, maka pertolongan Tuhan datang kepadanya dan keinginan serta kecenderungan jahatnya akhirnya musnah:"Jika kamu menjauhkan diri dari hal yang besar-besar yang kamu dilarang, Kami akan menghapus kecenderungan kamu kepada keburukan dan memasukkan kamu ke tempat masuk yang mulia" (4:31). Dengan demikian dia mencapai taraf ketiga dari perkembangan moral, yakni nafs al-mutmainna (jiwa yang tenang). Al Qur'an berkata: "Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhan dikau dengan perasaan puas, amat memuaskan di hati. Masuklah di antara hamba-hambaKu. Dan masuklah ke SorgaKu" (89:27-30)Manusia yang telah mencapai tingkat ini, hidup dalam kehidupan surgawi, yakni kedamaian yang sempurna, ketenteraman, serta kesucian dalam hidup di dunia ini juga. Dia dipenuhi kasih sayang Tuhan dan berbahagia dalam melakukan kehendak Nya "Katakanlah: Sesungguhnya shalatku dan pengorbananku dan hidupku dan matiku adalah untuk Allah Tuhan sarwa sekalian alam" (6:163). Tentang manusia semacam ini, Tuhan berfirman: "Manusia yang Aku pegang sebagai kecintaanKu, Akulah pendengarannya ketika dia mendengar, dan Akulah penglihatannya dengan mana dia melihat, dan Akulah tangannya dengan mana dia memegang, dan Akulah kakinya dengan mana dia berjalan".
HUKUM-HUKUM SOSIAL DALAM ISLAM
Agama yang benar tidak dapat memuaskan dirinya dengan kehidupan pribadi masing-masing orang, dan menarik diri dari tanggung jawabnya untuk membimbing manusia dalam kehidupan masyarakatnya dan mengaturnya sesuai dengan kehendak dan maksud tujuan dari Tuhan. Islam tidak saja merupakan keyakinan melainkan juga suatu sistem sosial, dan jalan hidup yang melingkupi segalanya. "Dimana agama Kristen", tulis Dr. Wilfred Cantwell Smith. "dalam tahun-tahun belakangan ini bergerak menuju ajaran kemasyarakatan, Islam telah menjadi ajaran kemasyarakatan sejak permulaan berdirinya xv " Sistem Politik Islam Islam menjamin keadilan sosial dan perdamaian dengan menempatkan perkara politik, ekonomi, dan masalah internasional di bawah pengendalian agama dan moralitas serta dengan memberikan batasan tugas kewajiban dasar seseorang terhadap agama dan negara, terhadap pribadi serta dari satu negara terhadap negara lainnya. Islam meletakkan beberapa prinsip dasar di mana pada setiap golongan diserukan untuk memakainya dan kemudian memberikan kepada masing-masing golongan masyarakat kebebasan untuk mengembangkan strukturnya sesuai dengan kebutuhan masa dan keahlian rakyatnya , dengan catatan bahwa struktur yang di atas selalu memperhatikan prinsip-prinsip dasar dan tetap dalam batas-batas hokum xvi .
Prinsip dasar pertama, sistem politik Islam ialah bahwa kekuasaan negara terletak pada Tuhan, dan tidak ada pembuat undang-undang atau parlemen yang mempunyai hak untuk mengeluarkan undang-undang atau hukum yang bertentangan dengan jiwa perintah Ilahi sebagaimana termaktub dalam Al Qur'an dan sabda Nabi s.a.w. Jadi Islam menjamin keadilan yang seragam dan menyelamatkan negara serta nasib ummat dari terombang ambing oleh keinginan mendadak dan keputusan-keputusan yang terburu nafsu para pembuat undang-undang; serta kelompok-kelompok minoritas dari penindasan mayoritas, dan kepentingan rakyat secara keseluruhan dari rencana kelas ekonomi yang berkuasa di masyarakat. Prinsip dasar kedua, ialah bahwa seluruh lembaga publik termasuk Kepala Negara, adalah amanah Ilahi dan yang diberi amanat harus menjalankan kekuasaan yang dilimpahkan kepada mereka sebagai perintah Tuhan, dan demi kemaslahatan seluruh rakyat. Karena Kepala Negara dipilih oleh rakyat, maka dia juga bisa diganti oleh rakyat, jika mereka mendapati bahwa dia tidak menjalankan tata pemerintahannya sesuai dengan perintah-perintah Tuhan dan kepentingan yang sebaik-baiknya dari seluruh rakyat. Prinsip dasar ketiga, ialah bahwa semua manusia (dan karena itu termasuk kaum wanita) adalah sama di hadapan hukum dan dalam pandangan Tuhan. Mereka mempunyai hak-hak politik yang sama. Hukum yang sama berlaku bagi semuanya. Dalam negara Islam tak seorangpun, bahkan Kepala Negara yang di atas hukum. Demi tegaknya hukum, bahkan Khalifah dapat dipanggil ke pengadilan dan dihukum bila terbukti bersalah. Prinsip dasar keempat, ialah bahwa semua hal-hal umum diputuskan dengan konsultasi dan sesudah meyakini pandangan rakyat negara Islam, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil mereka: "Ampunilah mereka dan mohonlah perlindungan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka mengenai urusan (yang penting). Tetapi jika engkau telah mengambil putusan, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu mencintai orang yang tawakal (kepadaNya)" (3:158)."Dan orang-orang yang menurut kepada Tuhan mereka dan menegakkan shalat, dan orang-orang yang perkaranya (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka membelanjakan sebagian dari apa yang Kami berikan kepada mereka" (42:38). Islam membawa kehadiran demokrasi sejati yang pertama, di mana tak ada perbedaan antara orang merdeka dengan budak, warga negara dan orang asing, dan tak ada perbedaan berdasarkan ras atau warna kulit atau jenis kelamin ataupun aliran. Ekonomi Islam Islam menganggap Tuhan sebagai Pemilik Mutlak segala harta kekayaan, dan orang yang memiliki harta hanyalah sebagai yang menjalankan amanat, mereka dapat memegang dan menggunakan kekayaan tersebut hanya jika dengan bekerja, lalu kepentingan orang-orang lain dan masyarakat secara menyeluruh tidak akan terabaikan. Begitu pula jika aktifitas ekonomi mereka dijalankan di dalam batas-batas yang digariskan oleh Tuhan. Islam menganggap semua penghasilan yang tanpa usaha sebagai tidak sah. Menurut Al Qur'an, "Manusia hanya memperoleh apa yang ia usahakan" (53:39). Islam memegang teguh kebanggaan dalam kerja. Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Tak seorangpun yang memakan makanan lebih baik daripada yang dimakan atas hasil karya tangannya sendiri". Tak ada suatupun yang lebih dimurkai dalam pandangan Tuhan daripada pemerasan dari manusia atas manusia lainnya. Islam dengan keras mengutuk penimbunan, pasar gelap, dan segala praktik yang semacam itu di mana seseorang mengambil keuntungan yang tidak wajar atas kebutuhan manusia lainnya. Islam menentang sistem kartel (persekutuan kaum pengusaha besar), dan monopoli, serta mengambil sarana untuk mencegah pemusatan kekayaan dalam beberapa tangan, "demikian sehingga kekayaan itu tidak boleh beredar hanya di kalangan orang-orang kaya saja dari antaramu" (59:7). Yang terpenting dari semuanya, Islam melarang riba, yakni sistem di mana seseorang meminjamkan atau menginvestasikan uangnya dengan harapan untuk memperlipatgandakannya dengan memeras tenaga orang lain , tanpa dia sendiri menggunakan tenaga fisik, maupun mentalnya untuk bekerja produktif atau kreatif. Firman Al Qur'an: "Wahai orang yang beriman, janganlah kamu makan riba (nilai lebih, bunga uang, rente, dan sebagainya) dengan berlipatganda, dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung" (3:129). "Orang-orang yang makan riba, mereka tak dapat bangun, kecuali seperti bangunnya orang yang dijatuhkan oleh setan dengan sentuhannya" (2:275). "Dan apa saja yang kamu berikan tentang riba, sehingga itu menambah harta manusia, maka itu menurut Allah tak menambah (apa-apa), dan apa saja yang kamu berikan tentang zakat dengan mendambakan perkenan Allah, maka mereka itulah yang mendapat (keuntungan) yang berlipat ganda" (30:39). Bila di satu segi Islam menentang penimbunan dan melipat gandakan kekayaan, sebaliknya juga Islam melarang pemborosan dan segala bentuk perbelanjaan untuk hal-hal yang tidak berguna. Islam menginginkan agar setiap orang menjadi pribadi yang bertanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat. Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Bukanlah seorang muslim yang makan hingga kenyang sedang tetangganya kelaparan". Untuk mengurangi ketidakmerataan dan memastikan bahwa setiap orang mendapatkan kebutuhan pokoknya serta kesempatan yang sama dalam kehidupannya, Islam membebankan suatu pajak atas modal kaum berada guna kemaslahatan si miskin. Pajak ini disebut Zakat
, yang dibedakan sebagai tambahan dari Khairat atau sedekah sukarela. Dan akhirnya dengan hukum-hukum waris yang ditetapkannya Islam membuat pemusatan kekayaan dalam beberapa tangan menjadi tidak mungkin lagi. Di samping tidak mengabaikan pentingnya aktivitas ekonomi dalam kehidupan manusia, Islam mengutuk kecenderungan untuk memberikan arti penting kepada manusia berdasarkan status keuangan dan sosialnya. Tanda manusia paling terhormat bukanlah dalam kekayaannya, melainkan dalam praktik serta integritas moral yang lebih tinggi. Kekayaan bukanlah tujuan, tetapi "suatu sarana penyangga" bagi ummat. Kekayaan yang diperoleh seseorang bukanlah mutlak menjadi miliknya. Ini adalah amanah kepadanya dari Tuhan. Dia telah memperolehnya sebagai hasil penggunaan bakat kemampuan yang telah diberikan Tuhan, dan dengan pertolongan serta fasilitas yang diberikan masyarakat. Dia harus membayar kembali hartanya kepada masyarakat, dan membelanjakan sebanyak mungkin dari apa yang diperolehnya dengan jujur, di jalan Tuhan. Di atas segalanya dalam mengejar kekayaan seseorang tidak boleh kehilangan pandangan terhadap nilai-nilai yang lebih tinggi dari kehidupanWanita dalam Islam Sebelum Islam, kaum wanita umumnya dipandang sebagai budak. Dia tak dianggap sebagai suatu pribadi seperti halnya kaum laki-laki yang dianggap suatu pribadi. Beberapa agama sebelum Islam merendahkan mereka sebagai penggoda dan dianggap dia bertanggung jawab atas jatuhnya manusia dan sebagai pewaris dosa. Qur'an Suci mensucikan kaum wanita dari tanggung jawab atas jatuhnya Adam dan memperkuat kehormatan serta harga dirinya. Islam menaikkan derajat kaum wanita hingga sama dengan laki-laki, menyatakan bahwa kedua jenis kelamin itu diciptakan dari "sari pati dan jenis yang sama". Nabi s.a.w. bersabda, "Kaum wanita adalah belahan kembar laki-laki". Islam tidak membedakan di antara mereka baik mengenai kecerdasan, kemampuan, akhlak, dan rohani serta pahalanya: "Barangsiapa berbuat baik, baik pria ataupun wanita, dan dia itu mukmin, Kami pasti akan menghidupi dia dengan kehidupan yang baik, dan Kami akan memberi kepada mereka ganjaran mereka atas sebaik-baik barang yang mereka lakukan" (16:97). "Sesungguhnya kaum Muslim pria dan kaum Muslim wanita, dan kaum Mukmin pria dan kaum Mukmin wanita, dan kaum pria yang patuh, dan kaum wanita yang patuh, dan kaum pria yang tulus dan kaum wanita yang tulus, dan kaum pria yang sabar dan kaum wanita yang sabar, dan kaum pria yang khusyuk dan kaum wanita yang khusyuk, dan kaum pria yang dermawan dan kaum wanita yang dermawan, dan kaum pria yang puasa dan kaum wanita yang puasa, dan kaum pria yang menjaga kesuciannya dan kaum wanita yang menjaga kesuciannya, dan kaum pria yang banyak ingat kepada Allah dan kaum wanita yang banyak ingat - Allah menyiapkan bagi mereka pengampunan dan ganjaran yang besar" (33:35). Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Islam memberikan hak-hak yang sama kepada kaum wanita seperti halnya kepada kaum pria: "Dan wanita mempunyai hak yang sama seperti yang dibebankan terhadap mereka dengan cara yang baik, dan bagi pria adalah setingkat di atas mereka" (2:228). Orang modern mengakui bahwa tidak akan ada kebebasan serta harga diri yang sebenar-benarnya tanpa hak-hak ekonomi. Empat belas abad yang lalu, Islam memberikan kepada kaum wanita hak untuk mewaris harta milik ayah dan suaminya serta memperoleh, memiliki dan membelanjakan harta kekayaan menurut kemaunnya. Al Qur'an berfiman: "Kaum pria memperoleh keuntungan dari apa yang mereka usahakan. Dan kaum wanita memperoleh keuntangan dari apa yang mereka usahakan" (4:32). "Kaum pria memperolah bagian dari apa yang ditinggalkan orang tua dan kaum kerabat, dan kaum wanita juga memperolah bagian dari apa yang ditinggalkan orang tua dan kaum kerabat, baik sedikit maupun banyak - bagian yang sudah ditentukan" (4:7). Dalam perkawinan, kaum wanita dipandang sebagai mitra yang sejajar dan merdeka. Perkawinan dalam Islam adalah kontrak suci antara seorang pria dan seorang wanita, dan izin dari kedua belah fihak harus diperoleh sebelum perkawinan bisa dilangsungkan. Al Qur'an menggambarkan seorang wanita sebagai teman hidup suaminya suatu obyek kasih sayang dan suatu sumber kedamaian serta ketentraman baginya, begitupun pria bagi wanita. "Dan di antara tanda buktiNya ialah, bahwa Ia menciptakan untuk kamu jodoh dari jenis kamu, agar kamu menemukan ketenteraman pada mereka, dan Ia membuat di antara kamu cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya dalam hal itu adalah tanda bukti bagi orang yang merenungkan" (30:21). Untuk menekankan kepada para pengikutnya kedudukan dan kesucian yang tinggi bagi para wanita, Nabi Suci s.aw. bersabda: "Sorga terletak di telapak kaki (kaum) Ibu" Qur'an Suci adalah Kitab Wahyu pertama yang membatasi poligami. Islam hanya mengizinkan seseorang kawin dengan lebih dari seorang isteri dalam keadaan yang sangat langka, misalnya sesudah peperangan, di mana banyak orang-orang muda tewas dan meninggalkan para janda serta anak-anak yatim. Izin Islam untuk suatu poligami terbatas dan menurut keadaan setempat hanyalah untuk memberikan perlindungan kepada kaum wanita yang terlantar, untuk menjaga mereka dari pemerasan kaum pria, dan menyelamatkan masyarakat dari kerusakan moral. Selanjutnya Islam menekankan keadaan di mana poligami hampir-hampir tak mungkin terjadi "apabila", kata Qur'an Suci, "kamu kuatir bahwa kamu tak dapat berlaku adil , maka (kawinlah) satu saja" (4:3). Dan sedikit lebih lanjut lagi difirmankan: "Dan kamu tak dapat berlaku adil di antara para isteri, sekalipun kamu sangat mengingini (itu)" (4:129). Dari hal ini jelaslah bahwa sebagai suatu peraturan Islam hanya mengakui persatuan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dalam bentuk perkawinan yang teguh.
SUMBANGAN ISLAM TERHADAP PERADABAN
Dalam kurun waktu yang sangat pendek, Islam menyebar ke lebih dari separuh bumi. "Lebih dekat kita amati perkembangan ini", tulis Dr. A.M.L. Stoddard, "makin luar biasalah hal itu tampaknya. Agama-agama besar lainnya memenangkan jalannya dengan lamban, dengan perjuangan yang menyakitkan, dan akhirnya memang dengan bantuan kerajaan yang penuh kuasa masuk dalam agama baru itu. Agama Kristen mempunyai Constantine, agama Buddha dengan Raja Asoka, dan agama Majusi dengan Raja Cyrus, masing-masing mengandalkan kekuatan penguasa sekuler yang perkasa. Tidak demikan halnya dengan Islam. Bangkit di padang pasir yang dihuni oleh penduduk yang jarang dan berpindah tempat, yang sebelumnya tidak kelihatan dalam alur sejarah kemanusiaan. Islam menyebar dengan kemajuannya yang besar dengan dukungan manusia yang sangat terbatas serta menghadapi kerajaan-kerajaan duniawi yang sangat perkasa. Meskipun demikian Islam menang, kelihatannya dengan kemudahan yang ajaib, dan dalam generasi selanjutnya sudah melihat bulan sabit yang perkasa lahir dan unggul dari Pegunungan Pyraness sampai ke Himalaya, dan dari padang pasir Asia Tengah sampai padang pasir Afrika Tengah xviii " Islam memberikan kelahiran kepada suatu peradaban yang tetap membuat takjub para ahli sejarah. "Tidak pernah suatu kaum", tulis H. Hirschfeld, "yang dibimbing lebih cepat kepada peradaban, seperti yang telah terjadi kecuali bangsa Arab melalui Islam xix ". Sejarah menjadi saksi terhadap kenyataan bahwa Islam memberikan kejutan yang tak terduga terhadap perkembangan intelektual ras manusia, dan kaum Muslimin zaman permulaan mengibarkan tinggi-tinggi panji cahaya dan ilmu pengetahuan pada saat dunia ini tenggelam dalam kebodohan dan kejahilan. "Selama periode yang paling gelap dalam sejarah Eropa", tulis Bosworth Smith, "bangsa Arab selama lima ratus tahun membawa panji-panji ilmu pengetahuan demi kemanusiaan xx ". Nabi Muhammad s.a.w. meletakkan tekanan yang utama agar menuntut ilmu pengetahuan. Beliau bersabda: "Menuntut ilmu adalah kewajiban yang dibebankan kepada setiap Muslim laki-laki maupun perempuan". "Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat". "Carilah ilmu bahkan sampai ke negeri China". "Satu jam merenungkan karya Sang Pencipta lebih baik daripada tujuhpuluh tahun shalat". "Tinta seorang ahli ilmu lebih suci dibandingkan darah seorang syahid xxi " Sebelum Islam agama adalah serupa dengan kepercayaan membabi buta dan dogma, korban dan ritual; serta kecurigaan telah mengasingkan kebebasan berfikir dan bertanya. Pada saat seseorang menangkap suatu idea baru atau mengungkapkan teori baru, dia dikutuk dan bahkan disiksa sampai mati oleh kawan seagamanya dan dianggap kafir. Adalah Islam yang untuk pertama kalinya tidak menyetujui segala ajaran dogmatis, dan mempergunakan akal fikiran untuk menguji keimanan. "Perkara pertama yang diciptakan", sabda Nabi s.a.w, "adalah akal fikiran". Pada saat lain beliau bersabda: "Sesungguhnya manusia telah menjalankan shalat, puasa, zakat, haji, dan segala perbuatan baik lainnya, tetapi dia tidak akan diberi pahala kecuali sebanding dengan ilmu yang dipunyainya". Dalam kata-kata Guizot , "Islam berdiri nyaris sendirian di antara agama-agama dalam ketidaksetujuannya untuk mengandalkan adat istiadat tanpa argumentasi. Islam meyerukan kepada para penganutnya untuk menyelidiki karya besar dari keimanan mereka xxii " Akibat dari ajaran ini adalah bahwa di manapun panji Islam dibawa, maka pusat-pusat ilmu yang menonjol berkembang tanpa kenal waktu dan menghasilkan orang-orang yang terkenal dalam bidang kepustakaan, seni, filsafat, ilmu pengetahuan, dan industri. Demikianlah, maka Baghdad, Damaskus, Kairo, Cordoba, dan Granada dari masa ke masa menjadi pusat yang termasyhur dari budaya Muslim dan membawa tinggi-tinggi obor cahaya dan ilmu di Asia, Eropa, dan Afrika pada zaman di saat Barat sedang tenggelam dalam kegelapan dan takhayul. Kaum Muslimin pada permulaannya membawa bersama-sama pelajaran dari Yunani, Byzantium, Persia, China dan India pada satu tempat. Seluruh karya ilmu pengetahuan yang ada itu kemudian mereka terjemahkan ke bahasa Arab. Setelah mempelajari dan menyerap semua yang tertulis mengenai macam-macam subyek dalam pelbagai bahasa dan dikarang oleh kaum yang berbeda itu, mereka kemudian membuat penelitian yang baru dan sumbangan yang segar serta orisinal. Mereka menyebarkan ilmu pengetahuan ini ke manapun mereka pergi dengan perantaraan sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi, perpustakaan-perpustakaan, pusat-pusat penyelidikan serta laboratorium-laboratorium yang mereka dirikan. Pintu gerbang lembaga-lembaga ilmiah kaum Muslimin terbuka bagi segala bangsa, baik laki-laki maupun perempuan, yang kaya maupun yang miskin, kaum Muslimin maupun bukan Muslim. Demikianlah maka Prof. Frank Blackmore dari Universitas Kansas menulis: "Di setiap negeri yang ditaklukkan, tugas pertama Islam adalah mendirikan suatu masjid di mana Allah disembah dan NabiNya dimuliakan. Berdekatan dengan Masjid itu adalah suatu sekolah di mana orang-orang diajar membaca dan mempelajari Qur'an. Dari titik ini mereka mengembangkan studi ilmu pengetahuan, literatur, kesenian, dan melalui apresiasi hal-hal yang menyeluruh ini mereka mengumpulkan khazanah kesenian, dan ilmu pengetahuan dari manapun mereka mendapatkannya. Dari imitasi mereka memasuki lapangan besar kreasi, serta kemajuan besar diadakan demi seluruh ilmu pengetahuan bagi seluruh ummat manusia. Sekolah-sekolah didirikan, universitas-universitas ditegakkan, dan perpustakaan-perpustakaan dibangun, ini meletakkan dasar yang permanen dari ilmu pengetahuan xxiii " Tidak ada satu pun cabang ilmu pengetahuan di mana kaum Muslimin tidak memberikan sumbangannya yang berharga. Mereka menciptakan ilmu kimia modern, memperoleh penemuan-penemuan penting dalam astronomi, menambah banyak ilmu pengetahuan di bidang matematika dan kedokteran, meletakkan landasan ilmu sejarah dan sosiologi modern, dan membuat riset yang sangat berharga dalam ilmu botani, geologi, geografi, zoologi, dan cabang-cabang lain ilmu pengetahuan xxiv. Karya-karya Al-Razi, Ibn Sina, dan Abu al-Qasim Zahrawi dalam bidang pengobatan, al-Khawarizmi, al-Battani, al-Zarqali, dan Omar Khayyam dalam matematika dan astronomi, Ibn al-Batuta dan Abu ZakariaYahya dalam botani, al-Damiri dalam zoologi, Ibn al-Haytham dalam fisika, Jabir dan al-Jahiz dalam kimia, Yaqur dalam geografi, dan Ibn Khaldun dalam historiologi dan sosiologi (hanya kami sebutkan yang paling menonjol dan masih banyak lagi cendekiawan Muslim yang tak disebutkan) meletakkan landasan yang kuat di atas mana struktur yang sangat mengesankan dari ilmu pengetahuan Eropah modern dibangun. Yang terlebih penting dari sumbangan mereka kepada cabang-cabang ilmu pengetahuan tertentu, menurut Robert Briffault adalah penemuan kaum Muslimin atas metode ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam Making of Humanity dia menulis: "Meskipun tak ada suatu aspek tunggal pun dalam perkembangan Eropa dimana pengaruh kebudayaan Islam yang menentukan tidak dapat ditelusuri, tidak di manapun yang begitu jelas dan mengejutkan seperti dalam . . . ilmu alam serta semangat ilmiahnya." Ilmu pengetahuan berhutang budi atas kehadirannya kepada kebudayaan Arab. Dunia tua adalah dunia sebelum adanya ilmu pengetahuan. Orang-orang Yunani, membuat sistematika, generalisasi dari teori, tetapi cara-cara yang tekun untuk investigasi, akumulasi pengetahuan positif, observasi yang terinci serta berjangka panjang dari penyelidikan, percobaan, adalah asing bagi temperamen Yunani. Apa yang kita sebut ilmu pengetahuan bangkit di Eropa sebagai akibat semangat baru penelitian tentang metode baru investigasi, eksperimen, observasi, pengukuran, tentang perkembangan matematika dalam bentuk yang tidak dikenal oleh bangsa Yunani. Semangat ini dan metode-metode tersebut diperkenalkan ke dunia Eropa oleh bangsa Arab xxv ." Selanjutnya lagi, kaum Muslimin telah memberikan sumbangan penting atas teori dan praktik musik, serta telah banyak jasanya mengubah karya-karya yang mengagumkan di bidang kesenian dan arsitektur. Kemajuan kaum Muslimin dalam ilmu pengetahuan telah memberikan imbas pada bidang industri, pertanian, perdagangan, dan pelayaran. Meskipun kaum Muslimin tidak menemukan pemikiran filsafat sebagaimana mereka menemukan penyelidikan ilmiah, namun kemajuan mereka dalam bidang filsafat ini sangat menonjol. Pemikiran Muslim terpecah dalam sejumlah aliran yang terutama di antaranya adalah aliran Mu'tazilah (Skolastik Rasional), aliran Ashari (Skolastik Ortodoks), aliran Sufi (Mistik), dan Hikmat (Filsafat Ilmiah). Tiga aliran pertama tersebut tidak saja dilahirkan oleh Islam, melainkan juga terpelihara dan berkembang dalam keimanan Islam tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa aliran-aliran yang tersebut belakangan prosesnya dipengaruhi oleh budaya Hellenic, tetapi di sini pula para ahli filsafat Muslim - - seperti Al Kindi, Al Farabi, Ibn Maskawayah, Ibn Sina, Ibn Tufail, dan Ibn Rushd - menekankan cara pribadi mereka yang mengesankan serta memberikan pengaruh yang cukup besar atas lahir dan berkembangnya filsafat Eropa. Xxvi
SUFISME
Empat Khalifah pertama yang terpilih sebagai Kepala Negara Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad s.a.w., adalah orang-orang yang saleh dan taqwa. Mereka menjalani kehidupan suci dan sederhana seperti yang telah dilakukan oleh Nabi Suci s.a.w. Mereka sepenuhnya membaktikan diri untuk kepentingan Islam dan kesejahteraan serta kebahagiaan rakyat. Tetapi dengan naiknya Bani Umayyah ke tampuk kekuasaan, kemewahan dan korupsi mulai merayap masuk ke lingkungan istana. Para penguasa Umayyah, dengan beberapa pengecualian yang pantas dihormati, menjalani kehidupannya dan mengelola perkara-perkara kenegaraan dengan suatu sikap yang jauh dari ajaran Islam. Merasa risau dengan kehidupan materialistis dan korup dari para penguasa, sejumlah besar orang yang taqwa dan tulus menarik diri dari kehidupan umum dan membaktikan diri mereka demi menyempurnakan diri dan memupuk kesucian batin serta kejujuran. Mereka telah digambarkan oleh para penulis Barat sebagai 'para pertapa' Islam. Orang-orang awam menghadap mereka untuk minta petunjuk agama dan ilham bagi kehidupan berketuhanan. Salah satu yang paling awal dan paling masyhur di antara mereka adalah Hasan al-Basri (wafat tahun 728), seorang ahli agama yang tinggi dan wali. Yang lain adalah Rabiah al-Adawiyah, mungkin seorang wali dan mistikus wanita terbesar di dunia. Doanya kepada Tuhan yang dicintainya adalah:"Wahai Tuhan, bilamana aku berbakti kepadaMu karena takut akan Neraka, maka bakarlah aku dalam Neraka, dan jika aku berbakti kepadaMu demi mengharapkan Sorga, maka keluarkanlah aku dari Sorga. Tetapi jika aku berbakti kepadaMu demi keridhaanMu, maka jangan Kau tahan-tahan keindahanMu yang Abadi"
Adalah di antara kaum sufi ini ajaran mistis muncul dalam Islam. Tetapi kaum Sufi (mistikus Muslim) menyatakan bahwa Sufisme adalah setua Islam sendiri, dan bahwa Nabi Suci s.a.w. sendiri adalah seorang Sufi yang pertama. Pengalaman keagamaannya, baik dalam bentuk maupun isinya, hanya dapat difahami dengan benar dalam cahaya Sufisme. Para penulis Sufi mengutip ayat-ayat Al Qur'an dan sabda Nabi Muhammad s.a.w. untuk menunjang ajaran praktik hidup mereka. Di antara Sufi permulaan yang terbesar adalah al-Muhasibi (781-837), Dhu'l-Noon bangsa Mesir (wafat tahun 861), Abu Yazid (Bayazid) dari Bistam (wafat tahun 875), al-Kharraz (wafat tahun 899), al-Junaid dari Baghdad (wafat tahun 910) dan al-Hallaj. Beberapa Sufi permulaan ini (yang disebut "mistikus mabuk"), dipandang dengan sejumlah kecurigaan oleh ahli ahli agama resmi (sayangnya, beberapa dari mereka itu terlalu harfiah dan legalistik dalam penafsiran keagamaan mereka), dan baru pada abad 11 M, suatu pemahaman yang lengkap, tercapai antara ahli-ahli agama dan kaum Sufi di bawah pengaruh seorang ahli agama yang besar, al Gazzali (wafat tahun 1111). Reputasinya yang besar sebagai seorang ahli agama dan keahliannya atas Hukum Fiqih telah menyebabkan beliau ditunjuk sebagai seorang guru di Nizamiyya College yang termasyhur di Baghdad, tetapi penelitiannya terhadap filsafat menjadikannya skeptis, dan merasa risau dengan pengajaran yang sangat kering dari ahli agama yang resmi, di kalangan mana beliau hidup. Pada usia limapuluh tahun beliau lari dari Baghdad, dan menjadi seorang darwis pengembara serta menjalani kehidupan yang penuh renungan, mempraktikkan bentuk ibadah kaum Sufi. Dengan demikian beliau memperoleh kembali keyakinannya dengan jalan pengalaman pribadi keagamaan. Dengan menolak filsafat sebagai sarana untuk mencapai kebenaran, beliau menerima prinsip-prinsip fundamental dan praktik-praktik keimanan Islam berdasarkan pengalaman pribadi dalam wewenang mereka untuk membawa orang-orang mukmin dalam bersatu dengan Tuhan, beliau meletakkan tekanan khusus kepada aspek etis mistikisme dan segi kerohanian ibadah. xxviii Di antara banyak hal-hal umum yang patut dicatat dari Sufisme yang muncul selama abad ke sepuluh dan sebelas, perlu disebutkan "
Kitab al-Luma" dari Abu Nasir al Sarrak (wafat tahun 988), Qut-al-Qulub dari Abu Talib al-Makki (wafat tahun 996), Al-Ta'rruf li madhhab al-Tasawwuf dari Abu Bakar al-Kalabadhi (wafat tahun 1000), Risala dari al-Qushairi (wafat tahun 1074), dan Kashf al-Mahjub dari Hujwri. Pada abad ke duabelas Masehi muncullah dasar-dasar Orde Sufi yang besar, yang paling penting di antaranya ialah Qadariyah, yang didirikan oleh Mujaddid serta Wali Besar Abdul Qadir Jailani (1078-1166); Suhrawardiya, didirikan oleh Shihabuddin Umar bin Abdullah al-Suhrawardy (1144-1234); Chishtiya, didirikan oleh Khawaja Moinuddin Chishti; dan Maulawiyah, didirikan oleh Jalal-ud-Din Rumi (wafat tahun 1237) mungkin dialah penyair terbesar di dunia. Kaum Sufi menganggap diri mereka sebagai musafir dari pengembaraan rohani dengan menempuh suatu jalan (tariqa), yang telah membimbing para pengembara itu keluar dari dirinya sendiri, mulai dari cara-cara jasmaniah, nafsu mementingkan diri sendiri, dan kemudian meningkat lagi kepada penjagaan diri atau kesadaran yang berkenaan dengan dirinya. Sasaran atau tujuannya ditetapkan dari berbagai jalan atau tingkat, seperti gnosis (ma'rifat), bersatunya diri dengan Tuhan (visal, ittihad), visiun dari Dia, merasakan keindahanNya yang disingkapkan dari keagunganNya, kata-kata yang terucapkan ketika lebur dalam api kecintaan Nya, atau sederhananya sebagai puncak kesempurnaan jiwa. Inti persoalannya, kelihatannya pada pengorbanan diri dalam pencelupan cinta Ilahi yang menyebabkan manusia itu keluar dari pribadinya dan mengangkat dia, sehingga menganggap dirinya sebagai pelayan semua orang. Dalam usaha untuk mencapai cita-citanya itu, suatu proses latihan yang panjang diwajibkan, literatur sufi menggambarkan beberapa tahap (maqamat) di mana seorang pengembara harus melaluinya. Yang paling awal dari ini terdiri dari disiplin etika kaum sufi yang -- katakanlah suat? konversi atau pertobatan diri, penolakan diri, hidup miskin secara sukarela, keteguhan hati, penolakan terhadap kehendak pribadi demi kehendak Tuhan, percaya sepenuhnya kepadaNya, dan ketenteraman jiwa, atau keadaan di mana seseorang diridhoi Tuhan dan ia senantiasa ridho kepada Nya serta jalan-jalanNya. Maksud mereka adalah untuk mengatur agar para murid terbebas dari belenggu jiwa, mengatur jiwanya kearah pembatasan diri, pembebasan diri, dan penyerahan diri. Dari sudut lain, mereka dapat dikatakan mencitakan suatu kemajuan rohani yang suci melalui ujian dan latihan untuk tujuan kesucian. Para Sufi itu kemudian mengalami keadaan spiritual tertentu (ahwal), sesuai dengan perkenan Tuhan yang akan memberkahi mereka. Di saat tingkatan (maqomat) dicapai Sufi tersebut melalui usaha pribadinya (koshish), maka keadaan spiritual (ahwal) akan menyebabkan daya tarik supernatural (kashish).Ini adalah anugerah rahmat Ilahi dan kemurahan Nya atas jiwa yang dapat menghapus segala kepentingan diri sendiri, dan yang berkenaan dengan diri sendiri. Karena demikian terbimbing dan dikaruniai rahmat Ilahi, sufi tersebut dapat berharap bahkan dalam kehidupan yang tidak abadi ini , dia memenangkan sekilas kehidupan abadi dengan melewati diri (fana) menuju kesadaran akan adanya Tuhan (baqa). Demikianlah, maka Junaid dari Baghdad mengatakan bahwa Sufisme terdiri dari ini, yakni bahwa "Tuhan menyebabkan engkau mati dirimu sendiri, dan hidup besertaNya" Di tempat lain beliau menulis, "Orang yang arif (ma'rifat) adalah orang dalam kesadaran yang mendalam Tuhan berbicara, padahal di saat itu dia sendiri sedang terdiam. xxix " Salah satu buah Sufisme yang paling indah adalah sajak-sajak mistis Persia, sebagian besar diwakili oleh Sanai, Attar, Rumi, Jami, dan Hafiz. Sajak-sajak mereka meniupkan toleransi dan kasih sayang terhadap segalanya dan suatu ekspresi pencarian yang tekun dari jiwa untuk bersatu dengan Tuhan. Kwartet berikut ini dari Jalaludin Rumi (diterjemahkan oleh A.J. Arberry) memberikan ekspresi bermacam pengalaman para Sufi dan merupakan curahan jiwa yang penuh kebahagiaan:Bagaikan garam yang lebur di lautanAku ditelan dalam lautan TuhanKeimanan yang lewat, kekufuran yang lewatKeraguan yang lewat, keyakinan yang lewatTiba-tiba dalam dadakuSatu bintang bersinar terang dan kemilauSegenap matahari-matahari di langitLenyap dalam sinar bintang ituBetapa bahagia akuDalam kalbu mutiara tergolekHingga terjerat oleh taufan kehidupanBagaikan gelombang yang gelisah aku berlari Rahasia lautanAku gumamkan dengan menggelegakBagaikan segumpal awan menggelantung di pantaiAku tertidur, dan tak gelisah lagi Kucari roh dalam lautan Dan menemukan segumpal karang di sanaDi bawah riak-riaknya itu bagiku Terletak lautan yang tak tersentuhDalam kemalaman kalbukuSepanjang jalan yang sempitAku meraba-raba, dan oh . . . cahayaSuatu tanah terang yang tak terbatas. xxx Karya agung Jalaluddin Rumi adalah sajak-sajaknya yang amat banyak (diterjemahkan oleh Prof. R.A.Nicholson dalam tiga jilid besar-besar), yakni Mathnawi yang berkisar pada lapangan khusus Sufi. Ini sering kali digambarkan sebagai "Qur'an dalam bahasa Parsi". Dalam kata-kata Prof. A.J. Arberry, "Sebagimana Ibn Arabi menyimpulkan dan mengumpulkan dalam suatu sistem tunggal semua yang telah diucapkan dalam mistikisme dalam bahasa Arab sebelum dia, begitu pula Rumi dalam karya agungnya mathnawi, melakukan hal yang sama dalam bahasa Parsi. Klimaks terbesar dalam mathnawi menurut Prof. Nicholson, adalah berisi baris dari buku ketiga dimana Rumi nampaknya menentang teori Darwin, dan menggambarkan bahwa seluruh barang-barang di alam ini dihabiskan untuk turunnya Tuhan ke dalam Roh manusia yang akhirnya dia kembali ke Rumahnya yang Asli dan Abadi".Aku mati sebagai mineral dan menjadi tumbuhanAku mati sebagai tumbuhan dan bangkit sebagai seekor binatangAku mati sebagai binatang dan Aku adalah ManusiaMengapa aku mesti takut?Akankah aku menjadi berkurang dengan kematian?Namun sekali lagi aku akan mati sebagai manusia untuk naik ke atasBersama Malaikat yang diberkahi; tetapi bahkan dari jiwa MalaikatAku harus berjalan terus: segala sesuatu kecuali Tuhan akan musnahDi saat aku telah mengorbankan jiwa malaikatkuAku akan menjadi apa yang tak tertangkap oleh akal fikiranOh, biarkanlah aku tiada! Karena ketiadaan Menyerukan dalam nada organ, "Kepada Nya kita semua akan kembali
ISLAM DAN AGAMA-AGAMA LAIN
Al-Qur'an menggambarkan Tuhan sebagai "Pencipta dan Pemelihara alam semesta". Dia menyediakan untuk memuaskan tidak saja kebutuhan fisik, melainkan juga kebutuhan spiritual ummat manusia. Manusia membutuhkan wahy? Ilahi untuk memuaskan kehausannya terhadap hidup keagamaan, dan untuk membimbingnya di jalan yang benar semasa hidupnya. Kebutuhan ini jelas dirasakan oleh rakyat di seluruh dunia. Dan demikianlah, al-Qur'an berkata bahwa Tuhan telah menyatakan DiriNya dan mengutus rasul-rasulNya kepada ummat manusia di setiap negeri dari masing-masing bangsa."Dan tiada suatu ummat melainkan telah berlalu di kalangan mereka seorang juru ingat" (35:24)."Dan bagi tiap-tiap ummat adalah seorang Utusan" (10:47). Al Qur'an meminta kaum Muslimin agar mempercayai para Nabi dan guru rohani dari segala bangsa:"Katakanlah: Kami beriman kepada Allah dan (kepada) apa yang diwahyukan kepada kami dan yang diwahyukan kepada Ibrahim dan Ismail dan Ishak dan Ya'kub dan anak-cucu dan (kepada) apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, dan apa yang diberikan kepada para Nabi dari Tuhan mereka, dan kami tak membeda-bedakan salah satu di antara mereka, dan kami adalah orang yang tunduk kepadaNya" (2:136). Jelaslah bahwa banyak nabi-nabi dari Alkitab sudah diketahui nama-namanya dan diketengahkan dalam buku ini, yang lain-lainnya telah dikenal berdasarkan pengakuan umum, bahwa tak ada satu kaum tanpa seorang guru rohani yang diberi wahyu Ilahi dan ada indikasi yang jelas dalam Al Qur'an banyak dari para Nabi ini tidak disebutkan namanya dalam Kitab Suci ini. Demikianlah firmanNya:"Dan sesunguhnya Kami telah mengutus para Utusan sebelum engkau, sebagian mereka ada yang Kami kisahkan kepada engkau, sebagian mereka ada yang tak Kami kisahkan kepada engkau" (40:78). Al Qur'an bukanlah sebuah kitab sejarah, Kitab ini hanya menyebutkan beberapa dari nabi-nabi-- beberapa yang ada dalam Alkitab (yakni dari ras Bani Israil), dan beberapa tidak ada dalam Alkitab (yakni para Nabi yang bukan dari Bani Israil) -- sebagai misal. Tetapi Al Qur'an menyerukan keimanan kepada para Nabi dari segala bangsa, disebutkan ataukah tidak. Nabi Suci Muhammad s.a.w. menghormati Zarathustra, meskipun beliau tidak disebutkan dalam Al Qur'an sebagai seorang Nabi yang menerima wahyu Ilahi, dan kaum Majusi sebagai "Ahli Kitab" (yakni pengikut suatu agama wahyu). Begitu pula guru-guru agama yang lain, seperti Krishna, Buddha, Kong Hu Chu, Lao Tzu, Mo Tzu, Socrates, dan lain sebagainya - akan memperoleh persetujuan dan penghormatan dari kaum Muslimin sepanjang mereka termasuk dalam ruang lingkup baris-baris yang telah saya kutip. Penghormatan yang sama oleh Islam kepada guru-guru keagamaan juga jelas dari kenyataan bahwa kaum Muslimin tidak menyebut diri mereka Muhammadan. Karena kedekatan mereka adalah cenderung kepada maksud Tuhan daripada kepada pribadi Muhammad. Seseorang yang menyerahkan diri kepada kehendak Ilahi disebut Muslim. Begitu pula para Nabi yang lain dan para pengikut mereka yang sejati adalah Muslim dan disebut demikan pula dalam Al Qur'an.. Karena segenap Nabi itu menerima petunjuk mereka dari Tuhan yang sama, Tuhan Yang Esa dan Satu-Satunya, maka inti sari risalah seluruh Nabi itu tentu saja sama. Mereka mengajarkan agama yang sama kepada bangsanya masing-masing: "Ia menjelaskan kepada kamu agama yang telah Ia perintahkan kepada Nuh, dan yang telah Kami wahyukan kepada engkau, dan yang telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Musa dan Isa, yaitu tegakkanlah agama dan janganlah berpecah-belah di dalam itu: (42:13). Doktrin fundamental agama sejati sebagaimana diwahyukan melalui para Nabi, di manapun dan kapan pun mereka dibangkitkan adalah sebagai berikut:(1) Percaya kepada Keesaan dan Kebajikan Tuhan.(2) Percaya bahwa Tuhan adalah Tuhan Yang Esa dan Hidup dan menyatakan DiriNya kepada manusia dan membimbingnya ke jalan yang benar. Karena itu:(3) Percaya kepada para Nabi sebagai utusan Tuhan dan kitab suci mereka (dalam bentuknya yang asli) sebagai kitab Ilahi.(4) Membedakan antara kebaikan dan keburukan, dan kewajiban manusia untuk menghindari kejahatan dan berbuat apa yang benar dan baik (5) Tanggung jawab pribadi manusia atas tindakan-tindakannya.(6) Keabadian roh dan kehidupan sesudah mati, di saat perbuatan baik dan buruk setiap manusia akan menjadi nyata. Setiap Nabi tersebut menyatakan bahwa tujuan agama ialah membawa manusia lebih dekat kepada Tuhan, agama yang sejati ialah penyerahan diri kepada kehendak dan maksud tujuan Ilahi serta berbuat kebajikan kepada sesama manusia. Ajaran moral para Nabi itu sangat serupa. Int? ajaran itu adalah kaidah emas: "Tak seorang pun dari padamu beriman hingga dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri". Jika pada saat ini agama yang dikaitkan dengan para Nabi yang berbeda itu tidak sama satu dengan lainnya, dan dari doktrin fundamental yang kami sebutkan di atas hal itu disebabkan oleh alasan berikut ini :(1) Risalah para Nabi yang datang sebelum Nabi Muhammad s.a.w. tidak sampai ke tangan kita dalam kemurnian yang sesungguhnya, wahyu serta ilham yang diajarkan oleh para Nabi itu tidak dituliskan selama mereka hidup, pada saat wahyu dan ilham itu dituliskan mereka sengaja atau tidak telah disalahartikan atau rusak dan dirobah dengan bermacam cara oleh penganut masing-masing; Kitab Sucinya berulang kali direvisi dan dirobah yang lebih dipercaya dalam mengemukakan agama-agama tersebut ialah para pengikutnya yang belakangan dan bukannya kata-kata wahyu dan ajaran Nabi pendirinya (misalnya Surat Paulus lebih dipercaya daripada kata-kata asli Yesus dalam agama Kristen).(2) Missi para Nabi yang telah datang sebelum Nabi Muhammad s.a.w. adalah untuk masing-masing bangsa mereka dan hanya untuk zaman yang bersangkutan - dan tidak untuk seluruh ummat manusia di segala zaman - dan demikianlah bersama dengan doktrin-doktrin agama yang fundamental dan universal; kitab mereka juga berisi banyak perkara yang hanya mengandung arti sementara. Essensinya sama, tetapi rinciannya berbeda, yakni untuk memenuhi kebutuhan masing-masing abad dan masing-masing bangsa.Nabi Muhammad s.a.w. menghidupkan risalah asli para Nabi sebelumnya dan membetulkan kesalahan yang telah menyusup ke dalam agama-agama mereka karena kegagalan para pengikutnya untuk mempertahankan kesuciannya yang asli. Jadi para Nabi semua agama adalah nabi-nabi Islam, dan kebenaran kapan pun dan di mana pun diwahyukan adalah termasuk di dalam Al Qur'an adalah Kebenaran Islam. Tetapi di saat para Nabi yang lebih awal hanya datang kepada bangsanya sendiri, Nabi Muhammad s.a.w. telah datang untuk seluruh ummat manusia: "Tiadalah Kami utus engkau (wahai Muhammad) tetapi sebagai rahmat bagi sekalian bangsa" (24:107). Agama-agama yang diwahyukan kepada nabi-nabi sebelumnya belumlah lengkap dan tuntas, hanya cocok untuk kebutuhan zaman serta bangsa di mana agama tersebut diturunkan, tetapi Islam adalah suatu sistem keagamaan yang lengkap dan universal yang menyediakan petunjuk untuk semua aspek kehidupan dan bisa memasuki kebutuhan keagamaan dan moral untuk sepanjang zaman: "Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu Agama kamu dan Aku lengkapkan nikmatKu kepada kamu dan Aku pilihkan untuk kamu Islam sebagai agama" (5:3). Selanjutnya Al Qur'an ditulis selama hidup Nabi Suci s.a.w. dan telah datang kepada kita tepat seperti apa yang diwahyukan kepada Nabi s.a.w. dari Tuhan. Jadi bagaimana Islam berdiri dalam hubungannya dengan agama agama lain? Mula-mula Islam menyajikan jantung dan inti dari agama-agama wahyu yang sebelumnya - essensi yang tak pernah mati - di luar penambahan dan perobahan yang timbul belakangan. Nabi Muhammad s.a.w. menemukan kembali kemurnian dan kesederhanaannya yang asli dari agama-agama wahyu yang terdahulu, intinya kekurangan waktu pada saat ditegakkan para Nabi sebelumnya. Kedua, Nabi Muhammad s.a.w. membuat universal isi ajaran para Nabi sebelumnya dengan memotong apa saja yang mempunyai arti khusus mengenai nilai, makna, dan pentingnya bagi bangsa tertentu dan hanya untuk saat tertentu dengan mengangkat tinggi-tinggi apa-apa yang mempunyai nilai universal. Ketiga, Islam membuat jelas apa yang remang-remang dalam agama agama lain dan mengajarkan banyak kebenaran yang belum diwahyukan sebelumnya, karena saatnya waktu itu belum masak dan para Nabi tersebut tidaklah dikirim untuk seluruh ummat manusia dan untuk sepanjang zaman. Jadi Nabi Muhammad s.a.w. melengkapkan bangunan agama wahyu. Keempat, bilamana para Nabi sebelumnya telah melakukan mukjizat-mukjizat untuk mendukung kebenaran agama mereka dan meyakinkan rakyatnya. Islam menghimbau kemampuan akal fikiran manusia dan memintanya agar memperhatikan tanda-tanda bukti di alam ini serta pelajaran dari sejarah. Al Qur'an merangsang manusia untuk mencari kebijaksanaan dan demi kebenaran untuk menggunakan kecerdasannya dan menerapkan akal sehatnya. Pada saat ini keajaiban-keajaiban mungkin hanya bisa meyakinkan beberapa orang yang menyaksikannya sendiri, tetapi tidak ada nilainya bagi generasi penerus yang ingin mencari kebenaran. Akal sehat dan tanda bukti dari alam, pada sisi lainnya, memiliki validitas yang universal. Muhammad s.a.w. adalah Nabi abad modern dan Islam adalah agama kemanusiaan. Dengan menerima para Nabi dari segala kepercayaan sebagai benar-benar Utusan Tuhan, Islam mendambakan untuk mempersatukan seluruh agama-agama dalam satu Agama Universal yang Tunggal.
0 komentar:
Posting Komentar