728x90 AdSpace

Latest News

Rabu, 06 Juli 2011

Orientalisme


Orientalisme adalah suatu gerakan yang timbul di zaman modern, pada bentuk lahirnya bersifat ilmiyah, yang meneliti dan memperdalam masalah ketimuran. Tetapi di balik penelitian masalah ketimuran itu mereka berusaha memalingkan masyarakat Timur dari Kebudayaan Timurnya, berpindah mengikuti keinginan aliran Kebudayaan Barat yang sesat dan menyesatkan.
Orientalis, adalah kumpulan Sarjana-sarjana Barat, Yahudi, Kristen, Atheis dan lain-lain, yang mendalami bahasa-bahasa Timur (bahasa Arab, Persi, Ibrani, Suryani dan lain-lain), temtama mempelajari bahasa Arab secara mendalam. Studi ini mereka gunakan untuk memasukkan ide-ide dan faham-faham yang bathil ke dalam ajaran Islam, agar aqidah, ajaran dan da’wah Islam merosot, berkurang pengaruhnya terhadap masyarakat, tak berbekas dalam kehidupan, tidak mampu mengangkat derajat kemanusiaan, tidak berperan lagi untuk melepaskan manusia dari perhambaan pada makhluk, dan tujuan Islam tak kunjung tercapai dalam mengeluarkan manusia dari kegelapan-kegelapan (Zhulumaat: kufur, syirik, fasik, lemah, bodoh, tertindas, miskin, dijajah, dianiaya, dan dalam keadaan terbelakang dalam segala bidang) menuju An Nur (kebalikan dari Zhulumaat, yaitu bertauhid, iman, kuat, pintar, cerdas, adil, aman, makmur, maju dan lain sebagainya).
Seperti kita ketahui, bahwa segala tipu daya dan kebatilan yang mereka resapkan sedikit demi sedikit telah masuk ke dalam kebudayaan Islam dan berakibat mengurangi peranan Islam dalam penyiaran ilmu pengetahuan yang telah membawa Eropa dari zaman pertengahan (masa kebodohan dan kegelapan) ke masa kejayaan masa modern (yang sekarang telah menjadi kebanggaan para Sarjana Barat).
Pihak Orientalisme berusaha keras menyerang Islam, dan menggerogoti da’wahnya, sebab mereka tidak mampu melepaskan diri dari pengaruh nafsu hendak memusuhi Islam yang mereka warisi. Usaha mereka itu tidak saja secara sembunyi-sembunyi dan menaburkan benih-benih keragu-raguan terhadap sumber Islam, memasukkan kebatilan-kebatilan ke dalam ajaran syari’at, menggiring ummat Islam ke dalam aliran fikiran yang sesat, dan menyerang bahasa Arab (bahasa al Qur’an), tapi juga terang-terangan membantu propaganda gerakan yang berselubung di bawah nama Islam yang menyesatkan.
Juga para Orientalis memonopoli semua mass media, yang digunakan untuk membinasakan dan menjauhkan ummat Islam dari agamanya, bahkan merusakkan putera-puteri Muslim yang belajar di sekolah-sekolah dan di negeri mereka.
Di bawah ini akan kita uraikan bahaya Orientalisme ini, tujuannya dalam memerangi Islam dan menggerogoti da’wah, alat yang dipergunakannya dalam usaha mereka baik yang nyata maupun yang tersembunyi, usaha dan langkah yang perlu kita lakukan untuk melegaskan bahaya, serta tangkisan kita terhadap tipu daya musuh-musuh Islam dan lain-lainnya.
1. Timbulnya Orientalisme.
Salahlah orang yang berpendapat bahwa Orientalisme gerakan ilmiyah yang tujuannya hanya memperdalam masalah ketimuran saja (kepercayaan, adat dan peradabannya). Sebenamya Orientalisme hakekat dan kenyataannya adalah alat Penjajah; tujuan Orientalisme ini ialah: “memakai dan mempergunakan penelitian masalah ketimuran sebagai langkah untuk menyerang/memerangi Islam, menimbulkan rasa keragu-raguan terhadap sumber-sumber Islam agar ummat Islam berpaling dari agamanya, agar ummat Islam jangan sampai pada kemuliaan dan kekuatannya, tetapi hanya selalu mengekor kepada Barat, dan selalu taqlid masa bodoh dan apatis, melihat segala macam jenis kejahatan dan kemerosotan di negeri mereka. I
Orientalisme ini hakekatnya adalah lanjutan dari perang Salib, melawan Islam, sebab sebenarnya perang Salib ini belum berhenti, tetapi hanya mengambil bentuk dan warna yang berbeda, di antaranya Orientalis.
Orientalis muncul dengan kedok sebagai para ahli untuk mengadakan riset dan survey tentang sesuatu bidang ilmu pengetahuan dengan maksud tertentu untuk memasukkan berbaga macam fitnah, menebarkan isue-isue; melampiaskan segala isi hatinya dan kedengkiannya terhadap Islam, dan menulisi Islam dengan pena yang beracun.
Para Orientalis terang-terangan menolak sistim ilmu Islam yang asli. Ini berakibat menyimpangnya ummat dari hakekat kebenaran, dan meninggalkan hukum Islam. Orientalis tidak mungkin membiarkan Islam terlaksana di tengah-tengah masyarakat.
Para Orientalis adalah antek-antek penjajah Barat terhadap Negeri-negeri Timur dan Negeri Islam, karena gerakan Orientalis ini adalah lanjutan dari Perang Salib dalam bentuk yang lain.
Gerakan Orientalis berkembang pesat dan sudah sampai berlanjut selama dua abad, perubahan yang bergerak sebagai salah satu bentuk penjajahan.
Asal kata “Orientalisme” bahasa Arabnya al istisyraaq, mashdar fiil: Istasyraqa. Artinya, “mengarah ke Timur dan memakai pakaian masyarakatnya.”
Para Orientalis (al Mustasyriqun) mendalami bahasa-bahasa Timur sebagai langkah untuk mengarah ke sana. Masing-masingnya mempelajari satu bahasa atau bermacam-macam bahasa Timur, seperti bahasa Arab, bahasa Parsi, bahasa Ibrani, bahasa Urdu, Suryani, Indonesia, Melayu, Cina dan lain-lain. Sesudah itu mereka mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan, kesenian, adab/sastra, kepercayaan masyarakat yang mempunyai bahasa tersebut di atas dan lain-lainnya. Bahasa Arablah yang menjadi sasaran utama dari tujuan para Orientalis ini.
Memang para Orientalis sudah banyak yang mempelajari bahasa Arab, dan menjadi spesialis dalam ilmu bahasa, seperti ahli Nahwu, ahli Sharaf, ahli Sastra (Adab) dan ahli Balaghah. Kemudian mereka mulai menjurus pada ilmu-ilmu Islamiyah, seperti: Aqidah, Syari’ah dan lain-lain, dan seterusnya menambah Aqidah dan Syari’ah yang murni itu dengan kebatilan-kebatilan untuk mengaburkan hakekat Islam dan memalingkan ummat dari agamanya yang menunjukinya ke jalan kemajuan dan kemuliaan. Tujuan tersebut telah terlaksana dan mempengaruhi kebudayaan negeri-negeri Islam.
Bukti yang paling jelas mengenai hubungan Orientalisme dengan penjajahan yaitu bahwa pasaran Orientalisme sangat pesat di Eropa, Amerika dan negara-negara yang ada kepentingannya dengan negara Timur umumnya dan negara-negara Islam pada khususnya. Kesempatan yang lebih luas lagi bagi Orientalisme di negara-negara jajahan digunakan untuk mengendalikan peperangan di negara-negara Timur dalam segala bentuknya, yang dikenal di zaman modern, baik perang bersenjata (militer) maupun perang ekonomi, politik atau kebudayaan atau perang fikiran. Bahkan hampir tidak terdapat Kedutaan-kedutaan Negara-negara Penjajah di negeri-negeri Timur dan negara-negara Islam yang tidak ada di dalamnya. “Orientalis” yang menduduki posisi/jabatan-jabatan strategis pada kedutaan itu, baik diplomat atau pegawai biasa.
Sesungguhnya ikatan Orientalisme dengan penjajah dan antek-anteknya menjadikan Orientalisme selalu meningkatkan usahanya dalam menyesatkan Islam dan menggerogoti da’wah Islamiyah. Mereka menggunakan semua alat, dalam penyesatan tersebut, sebab agama yang maha suci inilah satu-satunya penghalang yang tangguh dalam menghadapi penjajahan dan perhambaan kepada selain Allah.
Para Orientalis mengetahui betul dalam penelitiannya terhadap Islam bahwa aqidah Islam menanamkan dasar-dasar yang kokoh sesuai dengan fitrah kemanusiaan, umum dan logis, sesuai dengan akal yang lempang, serta textnya (nash-nash) yang tegas, di mana tidak memungkinkan bagi akal (otak) para ahli fikir dan failasuf untuk membatalkan pokok yang satu ini dari sumbernya, apabila mereka sudah terbiasa dengan manhaj ilmu yang benar. Justru karena itu sejak dahulu, sejak timbulnya, Orientalisme selalu menanamkan bibit-bibit penyelewengan terhadap Da’wah Islam dengan memasukkan kebatilan-kebatilan, dengan kedok penelitian dan pembahasan ilmiyah yang berselubung.
Dengan demikian nyatalah bahwa Orientalisme merupakah pelindung musuh-musuh Islam, Penjajah, Atheis, Zionis dan lain-lain. Di balik nama Orientalisme ini bernaung apa yang dikatakan penganut faham Komunis yang berbahaya dan merusak itu, dan para penyokong aliran-aliran atheisme di zaman modern. Mereka menghimpun segala kemarahan dan kebencian terhadap Islam; lantaran Islam itu berasaskan Tauhid dan merupakan Risalah Ilahiyah yang bertitik tolak dan memusatkan segala-galanya kepada Allah. Semua Rasul Allah selalu memulai da’wahnya terhadap kaum/ummatnya dengan perkataan: “Sembahlah olehmu Tuhan-mu; tak ada Tuhan selain Dia.”
Agama adalah fitrah yang diberikan Allah kepada manusia, yang hakekat fitrah manusia pun sesuai dengan agama itu, dan Tauhid yang sangat sesuai dengan jiwa manusia; hanya Iblis dan Syaithanlah yang memalingkan dan mempengaruhi manusia kepada penyembahan thaghut, patung, batu, syaithan, api, kuasa manusia, dan lain-lain.
Aqidah Islam adalah aqidah yang jelas dan tegas, jauh dari keraguan dan sangkaan serta khayalan (imaginasi). Dengan aqidah yang betul, manusia mampu mengendalikan hawa nafsunya; dan aqidah inilah yang diperkokoh oleh akal supaya tetap baik dan sampai pada hakekat yang sebenamya.
Dengan begitu jelaslah bahwa Orientalisme adalah alat yang dipakai oleh musuh-musuh Islam yang ingin merusak dan menggerogoti da’wah dan ajaran Islam yang sangat sesuai dengan fitrah manusia tersebut.
Para Orientalis berusaha keras memerangi Islam dengan segala cara, gaya dan dayanya dan dengan berbagai bentuk; karena tujuan mereka terang-terangan anti dan ingin menghancurkan Islam itu sendiri. Syukur, Allah selalu melindungi ummat Islam dan menenangkan ummat Islam, betapapun benci dan lihainya orang kafir.
2. Usaha Orientalisme Dalam Memerangi Islam Dengan Bersenjatakan Ilmu.
Para Da’i dan Ummat Islam yang antusias terhadap Da’wah Islamiyah patut sekali mengetahui dan mendalami usaha-usaha yang dilakukan oleh para Orientalis dalam memerangi Islam sebab mereka itu hakekatnya adalah musuh Islam yang paling keras.
Mereka (Orientalis) menjadikan ilmu sebagai alat untuk menggerogoti da’wah Islam dan bersembunyi di balik topeng-topeng pembahasan dan penelitian ilmiyah. Sebenarnya mereka itu memasukkan bibit-bibit (benih-benih) kebatilan terutama sekali ke dalam Syari’ah Islamiyah, masalah-masalah Fiqih, muamallah dan lain-lain, di mana dengan sengaja mereka membikin hal-hal yang menyesatkan terhadap Angkatan Muda Islam, yang belajar kepada mereka, memantapkan serta memberikan hal-hal yang membuat orang bungkem dan merasa cukup terhadap fikiran-fikiran yang merusak dan berbahaya, dan menarik secara halus agar para mahasiswa yang Belajar dengan Orientalis dan yang belajar di negara-negara tersebut (Barat) bergabung dengan mereka (Orientalis) dalam merusak dan mencari-cari kejelekan Islam, tanpa mereka sadari. Bahkan ada Universitas Orientalis yang mensyaratkan adanya kemampuan mahasiswanya untuk menjelaskan kejelekan Islam bila mereka hendak mendapat degree kesarjanaan.
Adapun tulisan-tulisan para Orientalis yang berkenaan dengan Risalah Islamiyah, Rasul-rasul lain-lain, tegas-tegas membongkar rahasia kebenciannya yang terpendam terhadap Islam.
Salah satu contoh dapat kita kemukakan di sini, yaitu “apa” yang ditulis oleh salah seorang Orientalis yang bernama Gold Tziher (Buku-buku karangan Gold Tziher nii di zaman Belanda dijadikan standard pengetahuan agama di Fakultas-fakultas Hukum). Untuk mengetahui maksud jahat mereka dan peranannya dalam menindas Islam dan menggerogoti da’wah Islamiyah dengan menggunakan ILMU sebagai alat dalam mencapai tujuannya.
Orientalis tersebut mengatakan dalam buku yang dikarang oleh Gold Tziher, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Dr. M. Yusuf Musa dkk, berjudul AL AQIDAH WAS SYARI’AH FIL ISLAM, halaman 15, berbunyi:
“… Maka pemberitaan-pemberitaan kegembiraan oleh Nabi Arab itu bukanlah suatu yang baru, melainkan hanya merupakan kutipan-kutipan yang diambilnya dari pengetahuan-pengetahuan dan pokok-pokok fikiran agama-agama yang diketahuinya atau diperolehnya akibat hubungannya dengan tokoh-tokoh Yahudi atau Kristen dan lain-lain. Hal itulah yang berbekas dan berpengaruh pada Muhammad secara mendalam, yang menurut dia (Muhammad) pantas sekali untuk membangunkan jiwa dan perasaan keagamaan yang sejati di kalangan anggota-anggota kaumnya.”
Ini adalah perkataan yang berbisa, yang diulang-ulang oleh para Orientalist yang terang-terang benci/sentimen, seperti: da’wah yang pernah dilancarkan oleh kaum Musyrikin sejak 14 abad yang lalu, yang langsung dibalas oleh Allah SWT, sehingga Allah membongkar rahasia, akal dan perbuatan jahat mereka, dalam surat Al Fufqan ayat 4-6:
Orang-orang Kafir itu berkata, “Ini tidak lain dari kata-kata dongeng yang diadakan oleh Muhammad dan ditolong oleh kaum lain; dengan perkataannya itu mereka sudah mengerjakan keaniayaan dan dosa besar.”
Orang Kafir itu berkata lagi, “Adalah dongeng orang-orang dahulu kala yang dikutipnya; dan itulah yang didiktekan kepadanya pagi dan sore (terus-menerus).
Katakanlah (hai Muhammad), Ajaran ini diturunkan oleh Yang Maha Tahu rahasia langit dan bumi, dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al Furqan 4-6).
Kemudian Allah membantah dan mematahkan alasan-alasan musyrik tersebut dengan firman-Nya:
“Jika kamu ragu pada apa yang Kami turunkan pada hamba-Ku, maka datangkanlah satu surat yang serupa Qur’an itu, panggil saksi-saksimu yang selain Allah, jika kamu benar, andaikata kamu tidak sanggup membuatnya, dan pasti kamu tak akan sanggup berbuat itu, maka takutlah kamu pada api neraka yang sebagai kayu bakarnya ialah manusia dan batu yang disediakan untuk orang-orang kafir.” (al Baqarah 23).
Gold Tziher dan konco-konconya di kalangan Orientalis adalah musuh Islam, melakukan pemurtadan seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Quraisy dahulu kala yang bersikap menentang dan angkuh. Sedangkan orang musryik Quraisy masih adil (sopan) dalam pembangkangannya, dan akhirnya mereka itu masuk ke dalam agama Islam dan ikut berjihad pada jalan Allah, dan pahlawan-pahlawan perang menghadapi musuh-musuh Islam.
Adapun Orientalis selalu saja menyerang Islam, menggerogoti da’wah dengan membikin keragu-raguan di dalam pemaham-an Al Qur’an. Menimbulkan waham (pendangkalan faham) dengan memutarbalikkan fakta, dengan membuat hadis-hadis palsu atau mengatakan sendiri bahwa Rasul sendiri pernah melampaui ketentuan wahyu karena menasakhkan (membatalkan) wahyu yang pernah turun dengan perintah Allah. Bbegitulah dakwaan Orientalis tersebut, sebagaimana bisa dilihat pada buku berjudul Aqidah was Syari’ah fil Islam karangan Gold Thiher halaman 41.
Jelaslah kebencian Orientalis ini, bahkan kebencian itu sudah mempengaruhi otaknya, karena akalnya yang sehat sudah dipengaruhi oleh hatinya yang benci, di mana dia mengakui bahwa Muhammad itu Rasulullah, yang merubah Risalah Tuhan-nya atas perintah Tuhan karena situasi yang memaksa. Apakah ini masuk di akal?
Siapakah Rasul yang membawa Risalah yang berani mendustakan Allah, dan tetap sebagai Rasul? Tidakkah perkataan Orientalis tersebut suatu kebencian yang merusak akalnya sendiri dan memutar-balikkan fakta?
Tidakkah pernah orang yang benci itu membaca ayat Allah yang menangkis tuduhan bohong orang musyrik, yang mengatakan bahwa Muhammad mengada-adakan kebohong-hohongan? Yaitu surat Al-Haqqah ayat 44-47:
“Kalau dia (Muhammad) berkata kepada Kami perkataan-perkataan yang lain, niscaya akan Kami tarik dia dengan kekuatan dan kemudian akan Kami putuskan hubungan yang kuat itu dengannya, maka tidak akan ada seorang pun yang mampu menghalanginya (membelanya).”
Permusuhan Orientalis terhadap Islam sudah nyata sekali, baik melalui perkataan (lisan), tulisan-tulisan yang beracun, maupun yang tersembunyi di dalam hatinya.
Ummat Islam harus bersikap hati-hati dan berusaha membongkar kepalsuan, tipudaya kaum Orientalis yang berselubung di balik semboyan “kebijaksanaan atau logika” dan ummat Islam wajib kerja keras melaksanakan Risalah Islamiyah sampai meresap ke dalam akal fikiran dan perasaan dan dapat diwujudkan dalam kenyataan hidup.
Kita membaca tulisan-tulisan Orientalis mengenai Islam, kalau topiknya betul, dia masukkan kata-kata tuduhan di sana-sini, maka berbuatlah dia ibarat pembunuh yang menyerang orang yang lengah.
Betapa banyak para ilmuwan Islam yang tertipu oleh Orientalis ini, dan mentah-mentah mengambil keterangan, sebagai hukum positif tanpa kritik, bahkan ikut serta bergabung dengan Orientalis tersebut dalam memerangi Islam, penggerogotan Da’wah, penyesatan, dan menganggap itulah teori atau program yang terbaik. Na’uzubillah min zalik.
Para Orientalis pada umumnya mempelajari Islam, dengan niat untuk menghimpun tuduhan terhadap Islam dengan kedok, selubung ilmiyah, penelitian dan survey tentang hakekat Islam, akan tetapi kefanatikannya mengalahkannya dari mengatakan kalimat haq.
Maka untuk menghindari dirinya dari Taa’sub (fanatik), kita harus berusaha menjadikan mereka Sarjana yang murni, yang bersih dan tak palsu dan tidak zalim.
Kaum Orientalis dan pengikut-pengikutnya memang berusaha menghimpun sifat-sifat positif dan negatif, tapi dalam penghimpunan itu mereka tak mungkin lupa menyisipkan komentar-komentar yang menyesatkan. Dari itu kita harus membaca karangan-karangan Orientalis dan lantas kita koreksi dengan berhati-hati sebab mereka tak mungkin bersih dari pengaruh sentimen nafsu pertentangan yang telah mereka warisi sejak zaman Perang Salib, dan tak mungkin lepas dari usaha keras mereka memerangi Islam, menggerogoti Da’wah kebenaran (membuktikan yang haq dan melenyapkan kebatilan).
Islam selalu menghadapi musuh-musuh yang senantiasa menunggu kesempatan di segala pihak, dan kaum Muslimin pun selalu menghadapi musuh-musuhnya yaitu Orientalis, pewaris kaum salib yang memaksa ummat Islam agar selalu sadar dan siaga. Para Da’i (juru Da’wah) wajib dilengkapi dengan segala perlengkapan ilmu yang luas, mendalami serta mengetahui apa yang ada pada musuh, supaya mereka dapat membela agama dari tipu daya musuh dan membatalkan perbuatan jahat musuhnya. Allah selalu melindunginya.
Berikut ini dikemukakan pembahasan sekitar usaha dan cara kaum Orientalis dalam memerangi Islam, memerangi ummat Islam dan memalingkan mereka dari agamanya. Tapi Allah tetap menangkis tipu daya mereka dan menjaga agama yang diridhoi-Nya.
CARA ORIENTALISME MENGGEROGOTI DA’WAH ISLAM
1. Kristenisasi
Tak diragukan lagi oleh ummat Islam, bahwa Perang Salib belum berakhir, sejak Eropa keluar dari keterbelakangannya di zaman pertengahan mereka menuju ke timur dan menjadikannya daerah-daerah jajahan.
Penjajah bermaksud menguasai negeri dan rakyatnya, kemudian menghancurkan Aqidah yang sudah bersemi di hati ummat Islam.
Melalui Orientalisme, penjajah menanamkan perasaan bahwa Islam berbahaya bagi programnya. Program yang digariskannya dengan tujuan hendak mematikan nilai kemanusiaan di negeri jajahan, supaya lenyap perasaan kemanusiaan di sana, sehingga tidak akan timbul bibit-bibit perlawanan menghadapi penjajah yang sudah memonopoli negeri itu, dan program yang bertujuan mematahkan hal-hal yang peka pada jiwa ummat Islam yaitu faham Wahdaniyah yang tidak mau tunduk pada selain Allah.
Justru karena itulah penjajah menebarkan hal-hal yang menyerang Islam secara rahasia melalui Orientalis, terbukti dengan mobilisasi tentara di bawah pimpinan Orientalis, mendrop para propagandis ke negeri-negeri Islam dan melindunginya dengan tentara-tentara penjajah, mengatur posisinya dan propagandanya di kota-kota dan kampung-kampung, membantu mereka dengan uang, atau mendirikan rumah sakit, rumah jompo dan sekolah-sekolah; sebagai alat jaringan penyesatan. Mereka bersembunyi di balik kedok demi melepaskan masyarakat dari kemiskinan dan kebodohan, dengan kedok yang.bernama Al Masih.
Di samping sasarannya yang lain, ialah membasmi bahasa Arab dan mencabutnya dari ummat Islam, bahasa Al Qur’an konstitusi Agama. Dalam mencapai tujuannya, penjajah membujuk orang-orang yang ahli bahasa Barat, lantas diberi jabatan dan posisi penting, untuk mendorong semangat ummat Islam berlomba-lomba mempelajari bahasa penjajah, yang sekaligus orang-orang yang sudah asyik dengan bahasa asing (penjajah) itu terlengah, atau segan-segan mempelajari bahasa Arab, dengan pengertian bahwa mempelajari bahasa Barat (Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Rusia dan lain-lain) tidak mempengaruhi aqidah agamanya. Karena itulah hampir semua negeri-negeri Islam yang berbahasa Arab pun menggunakan bahasa asing, mereka hanya tahu bahasa Arab di waktu Shalat. Seperti umumnya di negeri-negeri Afrika Utara. Syukurlah sepeninggal penjajah, negeri-negeri ini bekerja keras mengembalikan bahasa Arab, sesudah berpengaruhnya Westernisasi di sana.
Para propagandis Kristen di negara-negara Islam sukses sekali, apalagi setelah merosotnya bahasa Arab, sebagai bahasa yang menjadi pendorong keinginan beragama di kalangan ummat. Pemerintahnya melepaskan pegangan ummat dari agama, adab dan akhlaq Islam.
Sebenarnya Orientalis dan penjajah lupa pada rahasia kegagalannya untuk membawa orang Islam melepaskan agamanya, yaitu bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan naluri dan fitrah manusia sendiri, betapapun besar biaya dan usaha mereka namun hal demikian tidaklah bisa menjadikan mereka berjaya karena Islam itu agama Fitrah yang sangat seuai dengan kejadian manusia.
Ini pulalah rahasia masuknya Islam ke negara-negara lain dan langsung bersemi di hati dan akal penduduknya. Islam tersebar tanpa penyerbuan tentara dan pengiriman propagandis-propagandis yang banyak, tapi sebenarnya Islam tersebar di seluruh dunia hanya dengan inti ajarannya yang tersebar melalui pedagang yang bukan tujuannya berda’wah, tetapi meluas melalui gerakan menyeluruh. Penyiaran Islam di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika dimasuki Islam tak pernah dilakukan dengan kekuatan senjata ataupun propaganda besar-besaran, tetapi hanya dengan cara menyadarkan dan menghayati fitrah.
Taktik musuh Islam
Cara-cara propagandis (sesudah perang Salib) menguasai negara Islam, dan setelah gagal mencapai maksudnya, maka mereka merubah taktiknya dengan menggerogoti da’wah dengan memasukkan khurafat, bid’ah, tahayul, cerita-cerita dongeng Israiliyah/Kebatilan ke dalam ajajan Islam khususnya, menebarkan faham atheisme di Eropa, Amerika. Dengan terbongkarnya rahasia Kristen bahwa agama ini tak dapat diterima akal dan tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, yaitu Trinitasnya, Kristen khawatir kalau Islam menjalar ke Eropa dan Amerika, justru karena itulah mereka melakukan offensif, merongrong da’wah dan melemahkan kekuatan agama Islam dari jiwa ummat Islam, dan melemahkan semangat yang mendorong kaum Muslimin dalam menghadapi penjajah, yang akhirnya terbuktilah peranan Orientalisme sebagai alat dari salibiyah dan penjajah. Tapi Allah selalu melindungi Agama-Nya.
2. Membenamkan ummat Islam ke dalam aliran-atiran fikiran yang menyesatkan
Di antara cara menggerogoti da’wah Islam ialah membenamkan ummat Islam ke dalam aliran-aliran yang menyesatkan; terutama Generasi Mudanya dengan memalingkan mereka dari agama.
a. Materialisme
Zaman modern telah diracuni dengan meniupkan faham kebendaan ke dalam otak dan pribadi masyarakat, dengan faham yang mengingkari nilai kemanusiaan, rasa kasih sayang penyantun terhadap keluarga, kerabat dan masyarakat semuanya.
Yang paling berbahaya di dalam aliran materialisme ialah besarnya nafsu manusia, nafsu masuk selalu di bagian-bagian yang lemah, sehingga manusia itu selalu cenderung pada hal-hal yang cepat untuk mendapatkan kecintaan dan kesuksesannya, seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam surat al Qiyamah ayat 20-21 dan surat Al Insan ayat 27, yang artinya:
“Ingat! bahkan kamu suka yang segera dan kamu tinggalkan akhirat.” (al Qiyamah ayat 20-21).
“Sesungguhnya mereka itu mencintai yang segera, dan meninggalkan di belakangnya hari yang berat pertanggungan jawabnya (siksanya).” (al Insan ayat 27).
Kecenderungan nafsu ini dimanfaatkan oleh musuh Islam, untuk memojokkan pemuda dan pemudi melakukan penggerogotan da’wah Islam dengan mengutip sebagian kata-kata akhli tasauf yang mengatakan dirinya Islam, di mana kaum tasauf yang ingin memencilkan dirinya dari kesenangan dunia, yang menurut anggapan mereka adalah bukti dari mengikut agama yang sebenarnya. Semua ini adalah propaganda batil. Tapi Orientalis mengambil manfaat dari hal tersebut, untuk merusak Generasi Muda Islam dengan faham materialis, agar mereka bingung dan ragu.
Materialisme, mengingkari agama yang menyeru kepada iman, iman pada metafisika (ghaib) yaitu iman pada Allah, malaikat, akhirat, hisab, surga, neraka dan semua yang terjadi di dalam rasa menjadi pegangan ratio bagi aliran kebendaan di dalam mehghukum sesuatu, untuk menerima atau menolak, artinya aliran kebendaan menyarankan ummat manusia ke dalam hawa nafsu dan mencintai dunia serta meninggalkan agama yang benar.
Karena itu para juru da’wah/ummat Islam harus menangkis propaganda yang menyesatkan ini dan menjelaskan kepada Angkatan Muda khususnya bahwa Islam bukan saja menyeru kepada kebahagiaan di akhirat, dan tidak pernah mengharamkan segala yang baik waktu hidup di dunia, bahkan Islam menghendaki supaya mereka harus kuat dan sehat agar beramal di semua lapangan kehidupan, dan memanfaatkan segala sesuatu yang baik dari hasil usaha mereka itu. (Lihat surat Al-Baqarah ayat 172, Al-Maidah ayat 87, Al-A’raf ayat 32, dan An-Nahl ayat 97).
Artinya: “Wahai orang-orang beriman! Makanlah olehmu rezki-rezki yang baik yang telah kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya mengabdi kepada-Nya semata!” (Al-Baqarah ayat 172).
Artinya: “Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu haramkan segala yang baik yang telah dihalalkan oleh Allah untuk kamu, dan janganlah kamu melewati batas, sesungguhnya Allah tidak suka pada orang-orang yang melewati batas.” (Al-Maidah ayat 87).
Artinya: “Katakanlah! Siapa yang berani haramkan perhiasan yang telah didatangkan Allah untuk hamba-hamba-Nya, dan jangan mengharamkan yang baik-baik dari rezki; katakanlah semua itu adalah untuk orang-orang beriman guna kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat yang murni, begitulah Allah (Kami) menjelaskan ayat-ayat kepada orang-orang yang mengerti.” (Al-A’raf ayat 32).
Artinya: “Siapa-siapa yang beramal saleh, baik laki-laki maupun wanita dan dia beriman, maka akan Kami berikan padanya kehidupan yang layak, dan akan kami cukupkan pahalanya dengan yang lebih baik dan yang sudah ia kerjakan.” (An-Nahl ayat 97).
Yang menegaskan: Agar orang-orang yang beriman menikmati yang halal dan yang baik, dan jangan mencoba-coba mengharamkan yang dihalalkan Allah, dan jangan melanggar batas ketentuan (Syari’at).
Semuanya itu untuk menjamin keselamatan manusia sendiri serta untuk melindunginya dari bahaya kehancuran atau menurun ke derajat alam binatang (yaitu apabila ia sudah melanggar batas-batas tersebut). Kehancuran dan turun ke derajat hewan inilah yang diinginkan dan dituju oleh aliran materialisme.
b. Wujudiyah = Existentialism
Yaitu aliran kebebasan yang melepaskan dirinya dari semua ikatan kemasyarakatan, hukum, peraturan serta adat-istiadat, dan mengakui semua agama, tak punya tempat, tidak mempunyai isteri dan atau tanah air. Sebenarnya aliran ini adalah lanjutan dari aliran fikiran yang ditimbulkan oleh materialisme modern, yaitu memisahkan manusia dari aliran rohaninya dan menjadikannya menurun ke alam hewan semata, yang tak berperikemanusiaan dan tidak berperasaan.
PAUL SARTRE, tokoh aliran Wujudiyah (Existentialism) ini menyatakan: “Yang pantas dilaksanakan dalam kehidupan kebebasan ialah menjadikan orang-orang pengecut menjadi berani, menerima ajakan kebinatangan, melakukan keinginan nafsu, membuang semua tradisi ajaran-ajaran kemasyarakatan dan menghancurkan segala ikatan yang dibuat oleh agama-agama.” (Dari buku karya William James yang diterjemahkan oleh Dr Mahmud Hasbullah dengan judul Iradah al I’tiqad halaman 21).
Aliran Wujudiyah merusak tabiat manusia, akal, hati dan jiwa serta menjerumuskan kepada hewan yang tidak berotak, tidak berhati dan tidak berjiwa (tak berperasaan).
Aliran ini sudah tersebar luas di berbagai tempat di Eropa dan Amerika sebagai akibat dari kemerosotan Kristen di negeri-negeri tersebut. Kemudian Yahudi menggunakan kesempatan ini untuk memperluas kegagalan dan kemerosotan masyarakat Eropa dan Amerika, yang kemudian diekspor (diluaskan) ke negeri-negeri Islam, melalui Pemuda-pemuda Islam yang belajar di Barat.
Faham ini ditanamkan pada pemuda-pemuda Islam, itu sebagai pengertian yang bermaksud untuk pendangkalan, yang dianggap sebagai gerakan kebebasan. Demikianlah peranan besar yang dilakukan oleh Orientalisme, untuk menyesatkan Pemuda-pemuda Islam dengan semboyan “Gerakan pembebasan yaitu bebas dari Agama, akal dan perikemanusiaan supaya mereka menjadi hewan yang lebih sesat, tidak khawatir lagi pada bahaya-bahaya kolonialis, dan Orientalis untuk memerangi Islam dan penggerogotan da’wahnya.”
Karena itu kita ummat Islam harus waspada terhadap propaganda yang berbahaya ini, supaya tidak terpengaruh oleh musuh-musuh tersebut.
c. Sekularisme
Di antara cara Orientalis untuk merusak da’wah Islam, ialah dengan penyebaran faham-fahamnya, kepada para ilmuwan Islam, agar mereka memisahkan antara ilmu dengan agama (yang disebut Sekularisme), yaitu propaganda palsu dan sesat yang bertopengkan intelektualisme.
Sebenarnya, Sekularisme adalah apa yang dipropagandakan oleh Orientalisme untuk merusak Da’wah Islam. Mereka membiayai dan memperlengkapi dengan segala fasilitas agar ilmu dapat terpisah dari agama. Gerakan ini mulai bangkit di Eropa setelah terjadinya persaingan antara Ilmuwan dengan pemuka-pemuka Gereja yang berkuasa di zaman Pertengahan dan menguasai otak orang-orang Eropa, yang tidak menerima fikiran atau pendapat di luar yang bersumber pada Gereja / Kristen. Di waktu itu kekuasaan Gereja mempunyai hak pengampunan terhadap orang-orang yang bersalah dan berdosa besar, begitu juga punya hak mengutuk dan mengusir sebagai mewakili Tuhan dan lain sebagainya.
Persengketaan ini berakhir dengan berpisahnya antara ilmu pengetahuan dengan Gereja dan masing-masing punya tokoh utama. Para ahli pengetahuan boleh berkata sesukanya tanpa protes dari pihak Gereja dan sebaliknya pihak Gereja punya hak mengatakan apa yang mereka sukai dalam urusan agamanya.
Ketika terjadi persaingan antara ilmu dan agama Kristen akibat dari perbuatan pihak Gereja yang menjalankan apa-apa yang diprotes oleh aliran ilmu maka Agama (Kristen) harus memisahkan diri dari urusan dunia, dan urusannya diganti/diambilalih oleh aliran ilmu tanpa agama. Berbeda dengan Islam, Islam selamanya tidak memisahkan dan tidak mempertentangkan ilmu dengan agama sebab ilmu adalah alat untuk memperkuat agama, dan agama itu sendiri pun adalah ilmu, dan ilmu adalah pembimbing kepada Agama. Di dalam Al-Qur’an, kata-kata “ilmu” dan yang berhubungan dengan ilmu punya hubungan/peranan penting sekali, yang lebih dari 820 kali disebutkan.
Pengembangan ilmu adalah sebagian dari risalah Islam, dengan ilmu manusia bisa mengenal Tuhannya, mengamalkan Syari’at Islam, dan Islam mewajibkan menuntut ilmu, lihat surat Az-Zumar ayat 9, Al-Mujadalah ayat 11, dan Thaha ayat 114.
“Katakanlah (ya Muhammad)! Apakah sama orang berilmu dengan yang tidak berilmu? Hanya yang bisa menganalisa ialah ahli-ahli fikir.” (Az-Zumar ayat 9).
“Allah meninggikan derajat orang-orang berilmu dan yang diberi ilmu.” (Al-Mujaadalah ayat 11).
“Katakanlah, ya Muhammad: O, Tuhan! Tambahlah aku dengan ilmu.” (Thaha ayat 114).
Adapun sekularisme yang dilahirkan oleh Orientalis, membawa pada pemisahan ilmu dengan agama, hal ini tidak ada dalam Islam dan tidak pantas ada dalam masyarakat Islam, karena Islam menghimpun ilmu dan pengetahuan.
Siapa yang menerima sekularisme berarti tidak akan tahu hakekat Islam dan tidaklah sempurna Islam seseorang tanpa ilmu!
Kita harus membendung pemuda-pemuda terpelajar dari taktik buta sekularisme yang menyesatkan, siapa yang tenggelam dalam aliran pemikiran yang dibawa Orientalis, berarti akan mengkaramkan ummat Islam sendiri, sebab hal demikian akan merusak aqidah dan menjauhkan mereka dari agama yang membawa kesentausaan mereka (Islam). Allah-lah yang punya kemuliaan, kekuasaan yang menentukan, begitu Rasul-Nya dan orang beriman.
3. Menghancurkan/Membasmi Bahasa Arab
Di antara cara Orientalisme menghancurkan Islam ialah dengan membasmi bahasa Arab, bahasa Al Qur’an. Ini dilakukan oleh Orientalis setelah mereka gagal merusak Al Qur’an secara langsung.
Orientalis menanamkan faham kepada pelajar-pelajar, mahasiswa-mahasiswa Islam di Barat dengan menyatakan bahwa “Bahasa Arab tidak perlu untuk perkembangan dan pembahasan.” Maksudnya ialah untuk melemahkan bahasa Arab itu sendiri agar Ummat meniriggalkan bahasa Arab dan terputuslah hubungan sesama ummat Islam dan antara Muslim dengan Allah dan Sunnah Nabi.
Orientalis menuduh bahwa “bahasa Arab mempunyai kekurangan-kekurangan, kelemahan-kelemahan, tidak mampu menanggulangi ilmu-ilmu modern. Keterbelakangan ummat Islam tersebab kekurangan-kekurangan yang ada dalam bahasa Arab. Bahasa Arab tak mampu menampung buah fikiran atau teori-teori Barat. Karena itu para pemakai bahasa Arab harus memakai atau mengalihkan perhatian kepada bahasa asing, dan mendalami bahasa asing yang digunakan di zaman modern ini.”
Tuduhan ini adalah palsu, dan bathil, sebab bahasa Arab adalah bahasa yang sangat luas dan bisa melahirkan bahasa/kata-kata baru. Buktinya, sesudah Islam meluas ke tetangga Arab, bahasa Arab bisa menerima bahasa Rumawi dan bahasa Parsi, yang dijadikan bahasa Arab, baik untuk mufradaat maupun Tarkib (susunan kata) sesudah itu meluas ke peradaban Yunani, dan Rumawi kuno. Dengan bahasa Arab bisa diterjemahkan fikiran-fikiran dan falsafat failasufnya, dari hasil usaha (ilmu) dan bahasa Arab inilah Eropa mulai dikeluarkan dari kegelapannya di zaman Pertengahan dan masuk ke abad modern yang mereka banggakan. Tidak logis, kalau bahasa Arab lemah seperti dituduhkan oleh para Orientalis di atas.
Orientalis menanamkan perasaan pada pelajar-pelajar/mahasiswa-mahasiswa Islam, agar mereka menulis atau mengarang harus dengan huruf/bahasa Latin/asing dari Arab, sebab bahasa Arab sulit menulis dengan mesin, sulit mencetaknya dan lambat dan bermagam-macam bentuknya. Sedangkan menulis huruf dengan Latin lebih praktis dan tidak sulit.
Inilah propaganda keji, yang memutuskan antara Generasi sekarang dengan generasi sebelumnya, dan kalau dibiarkan begitu, maka bahasa Arab akan ditulis dengan bahasa Latin, padahal dalam bahasa Latin tak ada huruf:
yang tidak mudah mengucapkannya dengan huruf Latin. Berarti bahwa propaganda untuk menulis bahasa Arab dengan huruf Latin adalah untuk melemahkan bahasa Arab, bahasa Al Qur’an dan untuk menghancurkan Islam.
Di samping itu, Orientalisme membesar-besarkan propaganda untuk menggunakan bahasa Arab ‘Ammi (bahasa pasar/harian) sebagai ganti dari bahasa fushhah (bahasa resmi) yang tidak dipakai dalam masyarakat awam, ini akan memisahkan (gap) antara orang awam (biasa) dengan orang terpelajar.
Padahal bahasa fushhah, adalah bahasa Qur’an dan Hadist, untuk memberikan pemahaman pada semua kalangan, tetapi kalau dipojokkan untuk kalangan pelajar dan cendekiawan Arab saja akan tertinggallah orang-orang awam dari memahami Islam, mereka tak akan mampu melaksanakan, mengamalkan perintah atau meninggalkan larangan, dan tidak tahu alasan-alasannya, tidak mengerti kisah-kisah dari Al Qur’an atau pelajaran-pelajaran Islam secara umum.
Sebaliknya bahasa ‘Ammi hanya difahami oleh kalangan terbatas, dan tiap-tiap negara Islam (Arab) berbeda-beda pula bahasa ‘Ammi-nya. Taklah asing, kalau bahasa ‘Ammi di satu tempat (antara Mesir dengan Libya, atau Saudi dengan Marokko dan lain sebagainya), berbeda dan bertentangan satu sama lain, yang tidak dapat difahami satu sama lain, sebagaimana perbedaan bahasa Inggris awam di Amerika dan Inggris dan lain sebagainya. Ini tidak lain adalah cara Orientalis memecah belah orang Islam dan menghancurkan Islam.
Begitu pula, Orientalis mendorong/menyuruh para pelajar Arab/Islam yang belajar kepada mereka agar meninggalkan bahasa Arab, dan hanya dibolehkan menggunakan bahasa Eropa (Barat) saja dengan alasannya yaitu mudah mempelajarinya, aman serta terhindar dari kesalahan. Ini sudah diperingatkan Allah dalam Al Qur’an surat Yusuf ayat 21:
Artinya: “Allah menurunkan Malaikat membawa Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang tegas, agar kamu memahaminya.” (Yusuf ayat 21).
USAHA PROPAGANDA
Untuk mencapai maksudnya yaitu memalingkan kaum Muslimin dari agamanya, dan melemahkannya hingga mereka tak mampu melawan serangan musuh dan penggerogotan da’wah, kaum Orientalis menggunakan berbagai cara lain dengan memperalat segala kemungkinan yang dipakai oleh ummat Islam sendiri.
1. Propaganda penyesatan dengan memakai nama Islam
Orientalis menggunakan aliran-aliran Tasauf dan aliran Kepercayaan/Kebatinan Bahaiy dan Qodyaniyah.
a. Aliran Tasauf
Kepercayaan ini mendawahkan bahwa mereka ingin menempuh jalan untuk sampai pada Allah, tapi tidak dengan menempuh jalan yang diatur oleh Allah dalam Al-Qur’an dan oleh Nabi dalam Sunnah; mereka membuat cara sendiri, yang tidak diizinkan Allah, dan membuat ketentuan/undang-undang Suluk, yang melakukan zuhud (memencilkan diri dari keduniaan), latihan jiwa mengharamkan yang halal, dan membunuh nafsu. Mereka mengambil ajaran-ajaran agama, atau aliran-aliran lain, yang mereka rasakan dan kira-kira belum terdapat dalam agama Islam dan tentu Syaitan menggiringnya pada khayalan-khayalan yang tak ada hakekatnya, sehingga mereka membenamkan diri ke dalam ikatan-ikatan Wihdatul Wujud, serta tidak mengakui Syari’at, menyama-ratakan antara Iman dan Kafir serta menyamakan antara ta’at dan durhaka dan da’waan penyaksiannya pada Tuhan bagi segala yang ada.
Lihat kitab karangan Ibnu Arraby, salah seorang aktivis yang aktif mengupas. tentang kaum tasauf (Wihdatul Wujud) yang sesat.
b. Bahaiy
Bahaiy lahir di Iran pada abad ke-19, yang mengambil inspirasi dari ajaran Syiah, disebarkan dan dikembangkan oleh Syirazy (keturunan Yahudi yang mengaku beragama Islam) yang bergelar BABA, tak berapa lama sesudah Imam ke-12 Muhammad bin Hasan al Ashary yang kelahirannya dinanti-nantikan oleh sekte “Syiah Imam 12”.
Kemudian kebohongan ini terbukti dengan kehobongan Al Baba (Syirazy) di kalangan Syi’ah, yang menyatakan bahwa imam yang sudah hilang, akan muncul di Tebriz (Iran) (Adzarbijan.)
Kaum Syi’ah meyakini, bahwa imam ini akan timbul/bangkit di Timur Iran, di suatu gunung yang bemama “Kouh Khada”, artinya “Gunung Allah”. Kemudian Al Baba ditangkap dan dihukum mati, dan sebelum dihukum mati diumumkan, bahwa Imam yang dimaksudnya ialah muridnya “Hasan Sabah Azal” yang bergelar “Baha’ullah” dan dinamakanlah alirannya Al-Baha’iy karena dihubungkan dengan Baha’ullah ini, yang lari dari Iran. Baha’ullah menda’wakan dirinya Nabi, yang diutus membawa agama baru, pembaharu Islam, dan kepadanya diturunkan kitab. Selama hidupnya ia giat menyiarkan ajaran Bahaiy ini. Dia dikuburkan di Palestina yang diduduki Israel.
Propaganda Aliran Bahaiy serupa dengan Komunisme, yaitu melepaskan diri dari ikatan dan ajaran agama, dengan kedok “kedamaian dan anti perang”, memberikan kebebasan pada wanita sesuka hatinya, menjadikan tahunan jadi 19 bulan. Jadi hakekat ajaran ini benar-benar menyeleweng dari Islam dan merusak agama Islam.
Propaganda Bahaiy ini disokong oleh Kolonialis dan Orientalis, demi untuk merusak dan memalsukan Islam. (Lihat Al-Qodyani dan Al-Qodyaniyah, karangan Abu Hasan An Nadawy, halaman 19 dan seterusnya).
c. Al-Qadyaaniyah
Yaitu propaganda penyesatan yang timbul di India, pada akhir abad ke-19, yang berkedok (memakai) nama Islam, didirikan oleh MIRZA GHULAM AHMAD dan pusat kegiatannya di India, penganutnya ialah rakyat India juga, kemudian meluas ke luar negeri dan bermunculan di negara-negara Asia, Afrika. Inipun disokong oleh Kolonialis dan Orientails.
Gerakan Qodyaniyah ini timbul di masa udara pemikiran dan politik India sesudah revolusi menentang penjajahan Inggris pada tahun 1875, yaitu Revolusi yang menghancurkan ummat Islam. Maka Qodyani mengikuti langkah politik kolonial. Dengan langkah kebudayaan ini, mereka mendapat bantuan dari Inggris. Tujuannya adalah menggoncangkan aqidah Islam, karena Islam-lah sumber yang membangkitkan roh jihad membela agama, tanah air, harta benda dan jiwa. (Lihat Al-Qodyani karangan Abu Hasan An Nadawy).
Di samping itu Kolonialis memperalat aliran-aliran Tasauf dan kebatinan yang telah menyeleweng untuk menyebar luaskan perbuatan-perbuatan bid’ah, khurafat. Dalam keadaan orang Islam India putus asa dan grogi, dan menyerah pada tekanan situasi yang berbahaya, banyak di antara mereka yang digiring masuk ke dalam aliran Qodyani yang bathil, yang dipelopori oleh Mirza Ghulam Ahmad di Punjab.
Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang yang diagungkan oleh Inggris, yang di masa mudanya terkenal dengan penganut aliran Tasauf, dan menyendiri. Kemudian dia jadi tokoh di kalangan ummat Islam dan mengutip ayat-ayat Al Qur’an dan sebagiannya yang diselewengkan, yang bagi orang awamdan tidak hafal Qur’an, sama saja antara Qur’an dengan bahasaArab. Ini adalah usahanya merusak Qur’an.
Bukan sekedar itu saja, bahkan dia menda’wakan dirinya sebagai Nabi yang menerima wahyu, dan dia aktif menyiarkan ajarannya ini untuk maksud politik yang digariskan oleh Kolonial. Dia menghapuskan Jihad, sebagai kewajiban umat Islam dia mengancam revolusi Islam menentang penjajah Inggris di India.
Dalam bukunya TERYAQ QULUB, Mirza Ghulara Ahmad mengatakan: “Saya menggunakan sebagian besar umurku untuk menyokong pemerintah Inggris, dan mencegah jihad, wajib taat pada Ulil Amri (Inggris).” Ini ditulis dalam buku-buku selebaran-selebaran, brosur-brosur yang kalau mungkin dikumpulkan semuanya telah memenuhi 50 gudang. Buku-buku ini tersebar di negeri-negeri Arab, Mesir, Syiria, Turki serta Indonesia dan lain-lain, yang tujuannya agar ummat Islam toleransi dan mengakui kekuasaan penjajah; dia memuaskan hatinya dengan kisah Al Mahdi dan Al Masih yang ditunggu datangnya kembali ke bumi, dan menghapuskan perasaan Jihad dan lain-Iain.
Ini membuktikan, bahwa Mirza Ghulam Ahmad menggunakan Qodyaniyah sebagai alat untuk mematahkan cita-cita ummat Islam India, supaya mereka tidak melakukan perlawanan terhadap Inggris dan menerima kehinaan serta perbudakan. Artinya, Qodyaniyah adalah produk Kolonial. Inilah rahasia yang menjadikan Qodyan masih berkembang sesudah matinya Mirza Ghulam Ahmad tahun 1908, dan pengikut-pengikut Mirza ini aktif menyiarkan aliran-aliran ini di kalangan ummat Islam dengan giat atas bantuan biaya dan moril dari musuh-musuh Islam. Qodyan membuka cabang-cabangnya di Eropa, Asia dan Afrika yang menggunakan nama sebagai da’wah Islam. Penganut Qodyaniyah bekerjasama menyebarkan faham kolonialisme bersama Orientalis dan Zionis.
Bahkan mereka sengaja menyerang Islam dengan menggunakan musuh-musuh Islam sebagai anggota da’wahnya, yang tentu mereka mengarah saja ke penggerogotan Islam, namun begitu Allah tetap melindungi Islam.
2. Menggunakan Mass Media
Orientalis selalu bersama Kolonialis dalam menyerang (memerangi Islam). Di negeri-negeri Islam sendiri, seluruh mass media modem selalu bekerjasama dengan Orientalis dalam memerangi Islam dan menggerogoti da’wahnya. Maka ummat Islam menghadapi perang pena, mass media yang membawa kebinasaan yang disampaikan mereka dalam surat-surat kabar, majalah-majalah, radio, televisi, film atau theater dan lain-lain.
Bahaya perang Mass Media (perang pena) ini besar sekali, sebab ia langsung meresap ke dalam otak dan hati tanpa koreksi, dan tanpa disaring oleh kebanyakan manusia dan ummat Islam. Fikiran-fikiran berbisa yang dilontarkan dan meresap ke dalam otak ummat Islam, fikiran-fikiran yang merusak dan berbisa ini sengaja ditiupkan dan dihembuskan oleh para orientalis antek kolonialis sebagai taktiknya menyerang Islam.
Mass media dipergunakan oleh musuh-musuh Islam itu untuk menghancurkan umat Islam, melalui tulisan-tulisan, gambar-gambar, film-film, fikiran, buku-buku, sandiwara, pidato-pidato, dan uraian yang berkedok ilmiah. Ini lebih berbahaya dari serangan fisik langsung oleh militer lengkap dengan persenjataannya sebab tentara itu mudah dilihat dan diketahui gerakan dan penyerangannya.
Yang sangat disayangkan sekali ialah bahwa ummat Islam di semua tempat tidak menyadari bahaya mass media yang disalah-gunakan ini, dan banyak pula para Juru Da’wah, Muballigh, menerima saja apa yang disiarkan oleh Mass Media.
Di zaman kita sekarang ini, umumnya Mass Media sering menyiarkan bermacam kefasadan, kemungkaran, kebebasan, atheis. Semuanya disajikan sesuai dengan apa yang berlaku di Eropah dan Amerika, di mana kebanyakan masyarakatnya sudah merosot sekali moralnya karena sudah dangkalnya paham dan pengertian agama mereka dan akibat terbongkarnya rahasia Kristen yang di dalam ajarannya sekarang banyak sekali kontradiksi (pertentangan-pertentangan) begitu pula ajaran Yahudi sendiri, semuanya tak sesuai lagi dengan akal yang sehat dan ilmu pengetahuan.
Sebaliknya, Islam dan ajarannya selamat dari kontradiksi itu. Islam menyeru kepada Tauhid, persatuan dan persaudaraan, keadilan, kemajuan dan sesuai dengan akal dan pengetahuan. Islam menyeru ummat manusia agar berjuang untuk mempertahankan agama Islam, mempertahankan tanah air, hak, diri, keluarga, dan lain-lain. Justru karena itulah Kolonialis dan antek-anteknya MENGUASAI MASS MEDIA untuk MENGELABUI dan MEMUTAR-BALIKKAN FAKTA.
3. Membesar-besarkan Tradisi Kuno
Membesar-besarkan adat dan tradisi serta perbuatan-perbuatan masyarakat di masa Jahiliyah, perbuatan-perbuatan bangsa primitif, yang dida’wakan dan dihembuskan bahwa hal yang seperti itu seolah-olah adalah ajaran Islam; ini dilakukan pula oleh para Ilmuwan Islam (munafiq) yang bekerjasama dengan Orientalis. Akhirnya mereka menuduhkan bahwa orang-orang Islam itu sama dengan Badui, Kubu, Ortodok, seperti suku terasing dan primitif, liar, fanatik, dan lain-lain. Syari’at Islam itu (menurut Orientalis ) hanya sesuai dengan orang-orang primitif dan orang ortodok, tak sesuai dan tak cocok dengan zaman modern, dan lain sebagainya.
Di samping itu, Orientalis dan anteknya selalu meniupkan hal-hal dan bibit perpecahan antara bangsa, pemisahan antara bangsa, pemisahan antara adat Arab, dan adat suatu bangsa dengan Islam.
USAHA UMMAT ISLAM MENANGKIS SERANGAN ORIENTALISME
Sekalipun kaum penjajah sudah angkat kaki, tapi ajaran-ajaran dan sistemnya terus dijalankan oleh mereka yang telah keracunan oleh ajaran-ajarannya itu dan diteruskan oleh pengikut-pengikut yang mereka tinggalkan.
1. Defensif
Agar Ulama-ulama, Juru Da’wah, Muballigh serta pemimpin-pemimpin Islam aktif menangkis tuduhan-tuduhan, pemalsuan dan propaganda berbisa yang sengaja dilontarkan oleh Orientalis, supaya ummat Islam sadar, insaf dan lebih aktif membahas dan mempelajari ajaran agama Islam dan mengamalkannya.
Usaha ini memerlukan alat-alat dan mass media pula, memerlukan Juru Da’wah yang khusus dan berilmu tinggi, berakhlak mulia, berjiwa jihad dan beramal karena Allah, dalam ilmunya mengenai Islam, juga memahami taktik dan strategi serta tulisan dan karangan musuh-musuh Islam, dan mengerti bahasa-bahasa asing: Inggris, Perancis, Jerman, Rusia dan terutama sekali bahasa Arab.
Di samping ilmu dan kesungguhannya itu PERLU ADANYA IKATAN (ORGANISASI) Juru-juru Da’wah dan Organisasi Da’wah untuk menghimpun dan.mengatur kerjasama dan mengatur taktik dan strategi Islam.
2. Tabligh
Agar ummat Islam aktif menyiarkan dan menyebar luaskan ajaran Islam ke seluruh negeri yang belum beragama dan ke negeri-negeri yang belum sampai padanya ajaran Islam. Ini pun memerlukan adanya juru da’wah yang militan dan ulet, berilmu dan mengerti betul tentang Islam, cerdas, dan tergabung dalam kelompok mubaligh guna menghadapi lawan-lawan Islam dalam segala bentuk, nama dan tindakan serta serangannya seperti dijelaskan di atas.
Ingatlah firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104, yang artinya: “Hendaklah di antara kamu ada ummat yang menyeru kepada kebaikan, melakukan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar mereka itulah orang yang menang.”
Surat As-Shaf ayat 14, yang artinya: “Wahai orang-orang beriman! Hendaklah kamu menjadi Pembela agama Allah, seperti yang dikatakan oleh Isa bin Maryam kepada pengikutnya: Siapa yang akan menolongku untuk menegakkan agama Allah? Dijawab oleh pengikutnya spontan (langsung): ‘Kami ansharullah’ (Pembela Agama Allah).”
Karena itu, wajib bagi semua ummat Islam berjuang dan aktif berda’wah menyiarkan dan membela Islam dengan semua kemampuan, harta, tenaga, ilmu dan semua yang dimiliki, baik kedudukan, jabatan, kekuasaan, ilmu dan segalanya, agar dimanfaatkan untuk mengeluarkan ummat manusia dari Zhulumat (musyrik, kafir, munafiq, fasiq, bodoh, melarat, miskin, lemah, dianiaya, pecah-belah, dan lain-lain), kepada an NUUR (bertauhid, beriman, istiqamah, beramal shaleh, pintar, makmur, kuat, adil, bersatu, dan lain-lain) sesuai dengan ketentuan Syari’at Islam yang meliputi Tauhid, Hukum sanksi, warisan, akhlak, jihad, dan semua mu’malat, politik, ekonomi, dan lain-lain, tanpa menambah atau mengurangi.
Oleh Dr. Abdul Mu’nim Muhammad Hasanain, dari Majalah ISLAMIC UNIVERSITY MADINA, Nomor 2 Tahun ke-X, Ramadhan 1397/Agustus 1977, halaman 79-105.
Diterjemahkan dan diringkaskan oleh Anhar Burhanuddin, M.A.; Jakarta, 10 Mei 1978 – (LPPA)
Oleh Luthfi Assyaukanie
Terlalu banyak manfaat yang bisa diambil dari khazanah orientalisme. Studi mereka tentang Qur’an, Hadis, dan sejarah Nabi merupakan bekal yang sangat berharga bagi kita untuk mengungkapkan misteri masa-masa awal sejarah Islam. Dengan metodologi dan standar akademi yang ketat, para ahli Islam dari Barat itu menggali hal-hal yang kerap diabaikan kaum muslim.
Sejak Edward Said melakukan serangan terhadap orientalisme, studi kritis tentang sejarah pembentukan Islam menjadi sebuah anatema (sesuatu yang kurang disukai). Sarjana muslim yang hendak melakukan studi kritis terhadap Alquran, atau Hadis, atau sejarah Nabi Muhammad, akan ragu, karena mereka khawatir disamakan dengan para orientalis yang memang memiliki citra sangat buruk di dunia Islam.
Dengan beban psikologis seperti itu, studi kritis terhadap sumber-sumber Islam klasik tak bisa lagi dilakukan secara bebas. Para sarjana Islam yang mencoba melakukan kritik terhadap tradisi Islam klasik merasa perlu terlebih dahulu melakukan “disclaimer” bahwa mereka bukanlah orientalis dan apa yang mereka lakukan sesungguhnya demi kebaikan peradaban Islam, dan bukan karena membela kepentingan Barat atau orientalisme.
Beban psikologis itu tentu amat menganggu, menguras energi dan waktu. Alih-alih memfokuskan diri kepada pokok pembahasan, para sarjana muslim disibukkan berdebat tentang hal-hal yang sama sekali tidak pokok. Padahal, kalau mereka langsung masuk ke pangkal permasalahan tanpa terlalu mempersoalkan dari mana sebuah metode ilmu didapat, maka banyak hal yang bisa dilakukan dengan segera.
Hal itu, tentu saja bukan sama sekali untuk menghilangkan sikap kritis kita terhadap para orientalis atau orientalisme secara umum. Namun, berhenti pada pembahasan orientalisme, seperti yang dilakukan Edward Said, bukanlah pekerjaan yang produktif dan berguna bagi agenda pembaruan dan pencerahan Islam.
Terlalu banyak manfaat yang bisa diambil dari khazanah orientalisme. Studi mereka tentang Qur’an, Hadis, dan sejarah Nabi merupakan bekal yang sangat berharga bagi kita untuk mengungkapkan misteri masa-masa awal sejarah Islam. Dengan metodologi dan standar akademi yang ketat, para ahli Islam dari Barat itu menggali hal-hal yang kerap diabaikan kaum muslim.
Studi mereka tentang sejarah Alquran misalnya, sangat padat dan kaya dengan rujukan sumber-sumber Islam klasik. Penguasaan mereka akan bahasa Arab dan peradaban Mediterania membantu kita dalam mengeksplorasi hal-hal yang selama ini tercecer dalam tumpukan kitab-kitab klasik. Dengan bantuan para orientalis, kita dapat melihat secara lebih komprehensif lagi sejarah pembentukan Alquran.
Satu hal yang kerap diabaikan (atau sengaja diabaikan) kaum muslim adalah bahwa para orientalis itu juga merujuk buku-buku klasik yang bisa ditelusuri dan dibuktikan. Saya pernah mengecek sebagian sumber-sumber kitab klasik yang dirujuk Arthur Jeffrey, Theodor Noldeke, dan John Wansbrough dalam studi mereka tentang sejarah Alquran. Sejauh menyangkut data, tak ada satupun kekeliruan yang mereka perbuat. Semuanya tepat dan mengagumkan.
Saya kemudian malah jadi bertanya-tanya, betapa banyak data dalam sejarah Alquran yang disembunyikan ulama konservatif. Atau saya curiga jangan-jangan mereka memang tidak tahu akan wacana yang begitu kompleks dalam literatur sejarah Alquran. Padahal, pandangan-pandangan yang kerap dituduh sebagai “ciptaan orientalis” sesungguhnya adalah fakta sejarah yang terekam dalam kitab-kitab mu’tabarah (rujukan).
Misalnya, dalam al-Fihrist karya Ibn Nadiem disebutkan bahwa surah Al-Fatihah bukanlah bagian dari Alquran; dalam Al-Itqan karya Jalaluddin al-Suyuthi disebutkan bahwa surah al-Ahzab semula berjumlah 200 ayat, tapi kemudian dipotong hingga kini hanya menjadi 73 ayat; dalam al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an karya Imam Zarkasyi disebutkan bahwa ada dua surah yang tidak dimasukkan dalam mushaf Uthmani, yakni surah al-Khul’ dan al-Hafd.
Data-data seperti itu diungkapkan dan didiskusikan secara obyektif oleh para orientalis, dan kita bisa langsung mengecek dan membuktikannya dengan merujuk kitab-kitab yang disebutkan. Akses terhadap kitab-kitab klasik itu kini semakin mudah karena sebagian besar sudah di-tahqiq dan diterbitkan.
Saya kira sudah saatnya kita kembali lagi kepada karya-karya orientalis tentang sejarah Alquran. Karya-karya itu akan menjadi penuntun yang baik bagi kita untuk mengetahui sejarah Alquran secara lebih komprehensif lagi.
Saya berpandangan, manfaat yang diwariskan tradisi keilmiahan orientalisme jauh lebih besar ketimbang mafsadahnya. Edward Said tak pernah memberikan sumbangan apa-apa bagi kajian keislaman. Dia hanya meluapkan kemarahannya kepada apa yang dia sebut sebagai “konspirasi orientalisme” atau “konspirasi Barat.” Tapi, kemarahan dan emosi bukanlah sebuah cara yang baik untuk menilai produk kesarjanaan. [Luthfi Assyaukanie]









Orientalisme adl gelombang pemikiran yg mencerminkan berbagai studi ketimuran yg islami. Yang dijadikan objek studi ini mencakup peradaban agama seni sastra bahasa dan kebudayaan. Gelombang pemikiran ini telah memberikan andil besar dalam membentuk persepsi Barat terhadap Islam dan dunia Islam. Caranya ialah dgn mengungkapkan kemunduran pola pikir dunia Islam dalam rangka pertarungan peradaban antara Timur dgn Barat . Sejarah Berdiri dan Tokoh-tokohnya Awal Kemunculannya Sunguh sulit menentukan secara pasti awal tumbuhnya Orientalisme. Sebagian sejarawan cenderung bahwa Orientalisme bermula dari zaman daulah islamiah di Andalusia . Sebagian lain mengatakan bahwa organisasi ini bermula ketika terjadi Perang Salib. Khusus tentang Orientalisme Ketuhanan keberadaannya sudah tampak secara resmi sejak dikeluarkannya keputusan Konsili Gereja Viena tahun 1312 M dgn memasukkan materi bahasa Arab ke berbagai Universitas di Eropa. Orientalisme muncul di Eropa pada penghujung abad 18 M. Pertama kali muncul di Inggris tahun 1779 M; di Prancis tahun 1799 dan dimasukkan ke dalam Kamus Akademi Prancis pada tahun 1838. Gerbert de Oraliac seorang pendeta Venezia pergi ke Andalusia. Di sana ia belajar kepada seorang profesor. Setelah kembali ia terpilih sebagai pendeta agung dgn gelar Silvester II . Dengan demikian ia adl paus pertama dari Prancis. Tahun 1130 M kepala uskup Toledo menerjemahkan beberapa buku ilmiah Arab. Kemudian jejak ini diikuti oleh Gerard de Cremona dari Italia. Ia pergi ke Toledo dan menerjemahkan buku tidak kurang dari 87 judul di bidang filsafat kedokteran astronomi dan geologi. Di Prancis muncul Pierre le Venerable seorang pendeta Venezia dan kepala biarawan Cluny membentuk kelompok penerjemah utk mendapatkan pengetahuan objektif tentang Islam. Ia sendiri adl orang pertama yg menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Latin . Adapun penerjemahan kedalam bahasa Inggris dilakukan pertama kali oleh Robert of Ketton. Juan de Sevilla Yahudi yg masuk Kristen ini muncul pada pertengahan abad ke-12 dan menaruh perhatian pada bidang astronomi. Ia telah menyadur empat buah buku berbahasa Arab karya Abu Ma’syur al-Balkhi yg tugas penerjemahannya dibantu oleh Adelard. Roger Bacon dari Inggris menuntut ilmu di Oxford dan Paris dan meraih gelar doktor di bidang teologi. Ia menerjemahkan buku berbahasa Arab Mir’at al-Kimia tahun 1251 M. Orientalis-Orientalis yg Objektif Hardrian Roland adl profesor bahasa-bahasa Timur pada universitas Utrecht Belanda. Ia menulis buku Muhammadanism dua jilid dalam bahasa Latin . Tetapi gereja-gereja Eropa memasukkan buku tersebut sebagai buku terlarang padahal tuisan-tulisannya objektif. Johann J. Reiske seorang orientalis Jerman pertama yg patut diingat dituduh zindik krn sikapnya yg positif terhadap Islam. Ia sangat berjasa dalam mengembangkan dan menampilkan Arabic Studies di Jerman. Silvestre de Sacy seorang orientalis yg menekuni sastra dan nahwu menghindar utk terlibat dalam pengkajian Islam. Ia juga sangat berjasa dalam menjadikan Paris sebagai pusat pengkajian Islam. Salah seorang yg pernah berhubungan dgn beliau adl Syekh Rifa’ah Thanthawi. Thomas Arnold dari Inggris menulis buku yg berjudul Preaching in Islam telah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki Urdu dan Arab. Gustac le Bon dikenal sebagai orientalis dan filosof materialis. Ia tidak pernah percaya kepada agama. Pada umumnya kajian dan buku-bukunya menyoroti peradaban Islam. Kajian-kajiannyalah yg menyebabkan orang-orang Barat tidak mempedulikan dan tidak menghargainya. Z. Honke adl penulis yg karyanya dinila objektif krn menampilkan pengaruh peradaban Arab terhadap Barat. Matahari Arab Bersinar di Barat adl di antara bukunya yg termasyhur. Jakck Burke Anne Marie Simmel Thomas Carlyle Renier Ginaut Dr. Granier dan Goethe adl orientalis-orientalis yg tergolong moderat. Orientalis Fanatik Goldziher orientalis berdarah Yahudi penulis buku Sejarah Aliran-Aliran Tafsir dalam Islam adl tokoh Islamic Studies di Eropa. Ketokohan dan sekaligus kefanatikannya tidak dapat diingkari. J. Maynard orientalis Amerika yg sangat fanatik ini termasuk salah seorang anggota dewan redaksi majalah Islamic Studies. S.M. Zwemer orientalis dan zending Kristen adl pendiri majalah Islamic Memasung Akidah terbit tahun 1908 M dan Al-Islam yg merupakan kumpulan makalah yg disampaikan pada muktamar Kristenisasi II tahun 1911 M di Lucknow India. G. Von Grunebaum Yahudi berkebangsaan Jerman yg belajar di universitas-universitas Amerika. Ia menulis Upacara-Upacara Agama Muhammad yg terbit tahun 1951 M dan beberapa studi tentang sejarah kebudayaan Islam diterbitkan tahun 1854 M. A.J. Wensinck adl orientalis yg sangat memusuhi Islam. Bukunya yg berjudul Akidah Islam yg terbit tahun 1932 mengandung banyak kecaman terhadap Islam. K. Cragg orientalis Amerika yg sangat fanatik ini menulis buku Dakwah dan Menara Azan yg terbit tahun 1956 M. L. Massignon adl salah seorang zending Kristen berkebangsaan Prancis yg pernah menjadi penasihat pada Departemen Koloni Prancis Urusan Afrika Selatan. Bukunya yg terkenal ialah Hallaj Shufi yg Shahid dalam Islam terbit tahun 1922 M. D.B. Mac Donald berkebangsaan Amerika adl seorang orientalis dan zending Kristen yg terkenal fanatik. Ia menulis buku Perkembangan Ilmu Kalam Fikih dan Teori Undang-Undang Negara terbit pada tahun 1930 M dan Sikap Agama Terhadap Kehidupan Menurut Islam terbit tahun 1908 M. M. Green sekretaris dewan redaksi majalah Timur Tengah. D.S. Margoliouth orientalis Inggris yg sangat fanatik ini pernah menelorkan Thaha Husain dan Ahmad Amin dari sekolahnya. Buku-bukunya antara lain -Perkembangan Baru dalam Islam terbit tahun 1943 M. -Muhammad Menjelang Kelahiran Islam terbit tahun1905 M. -Universitas Islam terbit tahun 1912 M. A.J. Arberry juga orientalis Inggris yg sangat fanatik memusuhi Islam. Bukunya yg terkenal antara lain -Islam Dewasa ini terbit 1943 M. -Tashawwuf terbit 1950 M. Baron Carra de Vaux orientalis Prancis yg sangat fanatik memusuhi Islam dan termasuk tokoh penting dewan redaksi Ensiklopedia Islam. H.A.R. Gibb orientalis Inggris menulis buku Mohammedanizm terbit tahun 1947 M dan Aliran-Aliran Modern dalam Islam terbit 1947 M. R.A. Nicholson orientalis Inggris yg menolak kespiritualan Islam menganggap Islam sebagai agama materialistik dan tidak mengakui keluhuran manusia. Bukunya yg terkenal ialah Shufi-Shufi Islam tahun 1910 dan Sejarah Kesusastraan Arab tahun 1930 M. Henry Lammens orientalis fanatik menulis buku Al-Islam dan Tha’if. Ia juga termasuk dewan redaksi Ensiklopedia Islam. J. Schacht penulis buku Ushul Fikih Islam terkenal sebagai orientalis Jerman yg sangat fanatik memusuhi Islam. Blachere pernah bekerja pada Departemen Luar Negeri Prancis sebagai staf ahli utk urusan Arab dan umat Islam. Alfred Guillaume orientalis Inggris yg sangat fanatik memusuhi Islam penulis buku Al-Islam.
Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya Pertama Motivasi Orientalisme 1. Motivasi Agama Motivasi agamalah yg melatarbelakangi pertumbuhan orientalisme yg berlangsung begitu lama. Sasaran-sasaran gerakan orientalisme antara lain
menumbuhkan keragu-raguan terhadap keyakinan umat atas kerasulan Muhammad saw. dan menganggap hadis Nabi sebagai perbuatan umat Islam selama tiga abad pertama;
menumbuhkan keraguan terhadap kebenaran Alquran dan memutarbalikannya;
memperkecil nilai fikih Islam dan menganggapnya sebagai adopsi dari hukum Romawi;
memojokkan bahasa Arab dan menjauhkannya dari ilmu pengetahuan yg semakin berkembang;
menampilkan Islam kepada sumber Yahudi dan Nasrani; dan
mengkristenkan umat Islam.
2. Motifasi Ekonomi dan Penjajahan Lembaga-lembaga keuangan perusahaan-perusahaan raksasa dan pihak pemerintah sendiri telah mengeluarkan biaya sangat besar utk para penelitei dalam rangka mengenal lbh jauh kondisi negara-negara Islam melalui laporan lengkap mereka. Penelitian tersebut sangat digalakkan terutama pada masa sebelum penjajahan Barat dalam abad ke-19 dan ke-20 M. 3. Motivasi Politik -Melemahkan semangat ukhuwah islamiah dan memecah-belah umat agar mudah dikuasai.-Menghidupkan bahasa Arab ‘amiyyah dan mengkaji adat istiadat yg berlaku. -Para pegawai di negara-negara diarahkan utk mempelajari bahasa asing agar memahami seni dan agama penjajah tujuannya agar mereka mudah dipengaruhi dan dikuasai. 4. Motivasi Keilmuan Sebagian orientalis ada yg mengarahkan peneliteian dan analisisnya semata-mata utk pengetahuan. Sebagian yg lain ada yg sampai kepada esensi Islam dan bahkan masuk Islam seperti Thomas Arnold yg telah mempunyai andil dalam menyadarkan kaum muslimin dgn bukunya The Preaching in Islam dan Dinet yg telah masuk Islam dan tinggal di Aljazair. Ia menulis buku Sinar Khusus Cahaya Islam. Ia meninggal di Prancis dan di kubur di Aljazair. Kedua Karya Tulis Orientalis yg Penting -Sejarah Kesusastraan Arab Carl Brockelmann . -Ensiklopedia Islam cetakan pertama terbit dalam bahasa Inggris Prancis dan Jerman antara tahun 1913 - 1938 M. Cetakan berikatnya diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Prancis saja 1945 - 1977 M. -Mu’jam Mufahras li Alfazhi Al-Hadis sebuah kamus utk mencari lafaz-lafaz hadis. Mu’jam ini mencakup Kutub al-Sitta kumpulan hadis yg terhimpun dalam kitab yg enam ditambah dgn Musnad Darimi Muwaththa’ Imam Malik Musnad Imam Ahmad bin Hambal. Mu’jam ini terdiri atas tujuh jilid dan beredar sejak tahun 1936 M sampai sekarang. Ketiga Muktamar dan Organisasi Pada tahun 1873 di Paris telah diselengggarakan Muktamar orientalis pertama. Setelah itu muktamar sejenis diselenggarakan berkali-kali. Hingga sekarang tidak kurang dari 30 kali muktamar tingkat internasional telah diselenggarakan belum lagi berupa diskusi seminar dan pertemuan-pertemuan yg bersifat regional seperti muktamar orientalis Jerman yg diselenggarakan di kota Dresden Jerman Barat tahun 1849 M. Sampai sekarang muktamar seperti itu masih tetap berlangsung. Dalam kegiatan itu hadir ratusan ilmuwan orientalis. Dalam muktamar Oxford misalnya telah hadir tidak kurang dari 900 ilmuwan dari 25 negara 80 universitas dan 69 lembaga ilmiah. Kegiatan itu ditunjuang oleh lembaga-lembaga orientalisme seperti lembaga Asiatik di Prancis yg didirikan tahun 1822 M. lembaga Hak Milik Asia di Inggris didirikan tahun 1823 M; lembaga Orientalisme Amerika didirikan tahun 1842 M dan lembaga Orientalisme Jerman didirikan tahun 1845 M. Keempat Majalah-Majalah Orientalis Mereka memiliki majalah dan penerbitan dalam jumlah besar lbh dari 300 majalah dan bentuknya yg beraneka ragam dan dalam berbagai bahasa antara lain -The Muslim World didirikan oleh Samuel Zwemer di Inggris. Ia menjadi ketua gerakan kristenisasi di Timur Tengah tahun 1911 M. -Mir Islama terbit di Petersburg tahun 1912 M tetapi majalah ini tidak berumur panjang. -Sumber Air Timur diterbitkan di Wina 1809 - 1818 M. -Islam terbit di Paris 1895 M. Pada tahun 1906 M majalah ini diubah menjadi majalah Islamic World yg diterbitkan oleh misi ilmiah Prancis di Maroko terakhir kemudian berubah lagi menjadi majalah Islamic Studies. - Tahun 1910 M di Jerman terbit sebuah majalah berbahasa Jerman Des Islam. Kelima Orientalis Mengabdi Penjajah Carl Heinrich Becker adl pendiri majalah Islam di Jerman. Ia melakukan kajian tentang Timur utk kepentingan penjajahan di Afrika. Barthold pendiri majalah The Muslim World Rusia melakukan peneliteian utk kepentingan Rusia di Asia Tengah. Snouck Horgronje dari Belanda pernah datang ke Mekah tahun 1884 dgn nama Abdul Ghaffar. Ia tinggal di Mekah selama kurang lbh setengah tahun. Kemudian kembali dgn membawa sejumlah laporan utk kepentingan penjajahan di dunia Islam bagian Timur. Sebelumnya ia pernah tinggal di Indonesia selama 17 tahun. Lembaga bahasa-bahasa Timur di Prancis didirikan tahun 1885 M bertugas sebagai pengumpul data dan informasi tentang negara-negara Timur utk memudahkan penjajah menancapkan kukunya di kawasan-kawasan tersebut. Keenam Ide-Ide Orientalisme yg Sangat Berbahaya George Sale dalam kata pengantar terjemahan Alqurannya menyatakan bahwa Alquran adl produk dan karangan Muhammad ini kata dia tidak dapat dibentah. Richard Bell menganggap Muhammad dalam menyusun Alquran telah mengambil sumber Yahudi khususnya Perjanjian Lama dan sumber Nasrani. Reinhart Dozy menganggap bahwa Alquran mengandung selera sangat buruk di dalamnya tidak ada yg baru kecuali sedikit. Selain gaya bahasanya yg tidak menarik kalimat-kalimatnya terlalu panjang dan membosankan. Menteri urusan koloni di Inggris di dalam salah satu isi laporannya yg disampaikan kepada kepala pemerintahan pada 9 Januari 1938 menyatakan “Kami telah mengambil pelajaran dari perang ternyata persatuan Islam adl sangat berbahaya. Ini harus diperangi oleh Kerajaan. Bukan hanya kerajaan yg merasakan demikian tetapi juga Prancis. Kami sangat bahagia krn khilafah islamiyyah telah hilang dari peredaran. Saya berharap semoga tidak akan muncul kembali.” Saledon Amous berkata “Ajaran Muhammad hanyalah merupakan perundang-undangan Romawi bagi sebuah kerajaan Timur terutama dalam soal politik dan peraturan hak milik.” Ia berkata lbh lanjut “Perundang-undangan Muhammad tidak lain hanyalah perundang-undangan justinianus yg berbaju Arab.” Filosof Prancis Ernest Renan berkata “Filsafat Arab adl filsafat Yunani yg ditulis dgn huruf Arab.” Sedangkan Louis Massignon tokoh perusak ini menganjurkan agar bahasa Arab ditulis dngan huruf latin dan menggunakan bahasa ‘Amiyyah. Catatan Meski demikian orang-orang orientalis cukup berjasa dalam menggali buku-buku warisan Islam dan disebarkannya setelah ditahqiq dan disistematikkan. Banyak di antara mereka yg memiliki metodologi ilmiah dan keteliteian dalam mentahqiq menyaring dan menelusuri persoalan. Orang yg jernih pemikirannya dan objektif di dalam menilai Islam kebanyakan mereka justru memeluk Islam. Kini perkembangan orang-orang Barat dalam memeluk Islam semakin kuat. Dengan demikian meskipun di satu sisi pemikiran para orientalis itu mengacaukan bagi umat Islam tetapi di sisi lain karya-karyanya mengembangbiakkan penganut Islam di sarangnya sendiri. Orang yg berpikiran rasional akan menelitei lbh jauh tentang tulisan yg bersifat tidak rasional. Dari sinilah para intelektual Barat banyak yg mengkaji tentang Islam. Akhirnya melihat betapa tingginya nilai yg terkandung di dalam Alquran mereka banyak yg masuk Islam. Seorang muslim hendaknya kritis dalam menelaah karya-kerja mereka seraya berhati-hati terhadap hal-hal yg merusak dan menyimpang. Bagi para pelajar yg masih pemula dalam memahami Islam diharapkan utk tidak membaca buku-buku karya mereka krn akan membahayakannya. Orang yg dalam taraf belajar biasanya fanatik kepada apa yg telah dibacanya apalagi melihat buku yg dibacanya tebal dan ditulis oleh seorang pakar. Oleh krn belum memiliki daya pikir utk menilai suatu bacaan seorang pelajar akan mempercayai hasil bacaannya tanpa mengkaji lbh jauh. Seorang muslim harus membuang yg salah atau membongkar kesalahannya kemudian dilakukan penolakan. “Hikmah adl barang hilang milik kaum muslimin. Di mana saja ia ditemukan kaum muslimin berhak memilikinya.” Akar Pemikiran dan Sifat Idiologinya Sebenarnya orientalisme adl akibat gesekan yg terjadi antara Timur dan Barat pada masa Perang Salib melalui delegasi-delegasi resmi ataupun melalui perjalanan-perjalanan. Pendorong utamanya adl teologi Nasrani yg berambisi menghancurkan Islam dari dalam dgn cara tipu daya dan kecurangan. Pada masa-masa terakhir ini orientalisme bagaimanapun juga mulai tampak melepaskan diri dari belenggu tersebut dan beralih mendekati semangat ilmiah. Penyebaran dan Kawasan Pengaruhnya Barat merupakan arena gerakan kaum orientalis. Mereka terdiri atas orang-orang Jerman Inggris Prancis Belanda dan Hongaria. Mereka sebagian muncul di Italia dan Spanyol. Sekarang Amerika merupakan pusat orientalisme dan pengkajian Islam. Pemerintah lembaga-lembaga ekonomi yayasan dan bahkan gereja tidak segan-segan menguras dana keuangan dan dukungan. Mereka juga menyediakan fasilitas utk pengkajian keislaman di universitas-universitas sampai jumlah orientalis menjadi ribuan orang. Gerakan orientalisme diciptakan utk mengabdi kepada gerakan Kristenisasi dan penjajahan. Terkahir gerakan ini dimanfaatkan kaum Yahudi dan Zionisme utk kepentingannya dalam rangka melumpuhkan Timur dan menancapkan dominasinya baik langung maupun tidak lansung. Sumber Diadaptasi dari Gerakan Keagamaan dan Pemikiran; Akar Idiologis dan Penyebarannya WAMY Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia


Occidentalism
n 1: the scholarly knowledge of Western cultures and languages
and people
2: the quality or customs or mannerisms characteristic of
Western civilizations
Abstract
Nur Fauzan Ahmad. 2007. Orientalism (A Short Note). Nusa Vol. 2 No. 2/ September 2007 ( ). Orientalism spread, since Edward Saeid published a book about orientalism. This book gives new vision to beware that even in many things “West News” about “East” has inclination to make “East” as the other.
There are three terms which have related with orientalism: orient, orientalist, orientalism. Orientalism is a study academic that west nation does from imperialist countries about East world with all of the aspects. The purpose is to create social construction of East world as wanted by West nation. The another purpose is to make study about East world which the research result can be used to increase the West nation’s career and status. Orientalism is a control which the character is hegemony.
We do not need to have appriory to every orientalist which it histories maybe has close relation wit capitalism journey and west interest. Many from them really devote themselves for science and act very objective. But, it is good to write about them, a west thinking concept treasure which is different from eastern tradition, known with Oxidentalism.
Key words: mastery, east, capitalism, west, hegemony.
1. Pendahuluan
Demam orientalisme mulai merebak sejak Edward Said menerbitkan bukunya tentang Orientalisme (1978). Semula mereka mengganggap kegiatan Barat yang bersembunyi di balik aktivitas akademik ini hanya sebatas cultural studies. Kesadaran bangsa Timur akan dominasi Barat mulai muncul. Aktivitas yang semula akademik ini dalam perkembangannya ternyata dicemari oleh kepentingan- kepentingan politik dan kekuasaan.
Buku orientalisme memberi pemahaman tentang usaha Barat yang menuliskan Timur dan Barat dengan cara yang berbeda. Yang “Timur” adalah sesuatu hakekat yang harus diteliti, dipahami, diungkapkan bahkan dibentuk oleh yang “Barat’. Timur adalah misteri dan kebarbaran yang harus dibuat beradab, dengan cara menjadi Barat. Barat adalah sumber kebenaran dan kedamaian. Di dalam kebenaran berhak untuk diikuti semua manusia. Mereka harus tunduk dan patuh tanpa reserve. Buku ini menyadarkan kita untuk cermat dan waspada terhadap berita, analisis maupun deskripsi ilmiah, fiksi maupun film tentang Timur dari pandangan “orang luar”. Kacamata itu memberikan kepada kita cara pandang untuk awas bahwa dalam banyak hal “berita Barat” tentang “Timur” mempunyai kecenderungan untuk menjadikan “Timur” sebagai yang dilainkan atau dihilangkan suaranya.
2. Pengertian
Paling tidak ada tiga istilah yang berkaitan dengan orientalisme. Ketiga istilah itu adalah,
1. Orient. Orient berarti wilayah timur, bangsa Timur atau kebudayaan Timur. Kata ini berlawanan dengan istilah Occident yang artinya barat, bangsa Barat atau kebudayaan Barat.
2. Orientalist. Orientalis adalah pada sarjana atau ahli tentang ketimuran. Mereka ini mempelajari budaya ketimuran. Mereka terdiri dari filolog, sosiolog, antropolog, linguism saitist dan juga teolog. Awalnya adalah studi ilmiah yang bersifat obtektif dan akademis. Namun sulitnya tujuan mulia itu kemudian diboncengi dengan kepentingan yang tidak baik misalnya kapitalisme yang muaraya menjadi kolonialisme
3. Orientalism. Kata ini berasal dari kata Orient (timur) dan isme (paham). Jadi orientalisme adalah ideologi atau paham ketimuran. Dari pengertian itulah maka orientlisme mempunyai banyak pengertian
Pengertian secara umum yang didefinisinya dibatasi oleh kata tersebut yaitu metode berpikir pola ala Barat. Metode ini menjadi landasan untuk menilai dan memperlakukan segala sesuatu bahwa ada perbedaan yang fundamental antara Barat dan bukan Barat dalam segala hal. Yang pertama merasa lebih unggul dalam masalah ras dan peradaban dibanding yang lain. Orientalisme merupakan studi akademis yang dilakukan oleh bangsa Barat dari negara- negara imperialis mengenai dunia Timur dengan segala aspeknya. Ini bermula dari anggapan orang Barat yang merasa bahwa ras dan peradabannya lebih tinggi dari bangsa Timur. Tujuannya untuk menciptakan kostruksi sosial dunia Timur sebagaimana dikehendaki bangsa Barat. Bangsa Barat ingin merasa berada di negerinya sendiri ketika berada di Timur. Oleh karena itu dibangun dan diciptakanlah suasana seperti di barat, sehingga mereka merasa nyaman. Bagi mereka timur adalah sesuatu yang eksotis, sesuatu yang aneh yang berlainan dengan mereka (barat). Mereka tak ingin timur menjadi barat. Timur haruslah tetap menjadi timur, bahkan harus digali akar- akar tradisionalnya sehingga akan kelihatan aneh, berbeda dan eksotik. Inilah yang diinginkan oleh barat. Mereka lalu mengangkatnya dengan dalih kegiatan tourisme yang muaranya selain untuk pleasure juga kapital. Yang mereka inginkan adalah timur tetap menjadi timur, namun harus sesuai dengan apa yang diinginkan barat. Istilah Paris van Jawa untuk Kota Bandung misalnya, atau tulisan Kuntowijoyo tentang Solo yang diciptakan sebagai tempat yang menyenangkan bagi orang Belanda adalah contohnya. Mereka sendiri tak ingin tinggal di timur.
Tujuan lain adalah ingin membuat studi tentang dunia timur yang hasil penelitiannya dapat digunakan untuk meningkatkan status dan karier bangsa Barat. Mereka menguasai bangsa timur demi menunjang kepentingan barat. Mereka menyadari bahwa di negerinya bangsa sendiri sangat terbatas kesempatan untuk berkarier. Sumber daya alam negerinya terbatas, itulah makanya mereka kemudian mengadakan ekplorasi. Sulitnya aktivitas ini mereka lakukan dengan bersembunyi di balik tipu daya yang memperlihatkan seolah- olah sebagai kajian ilmiah yang obyektif.
Ketika orang mulai menyadari sesuatu yang dominan maka orientalisme ini digunakan untuk melakukan perlawanan terhadap dominasi ideologi Barat. pengertian lanjut inilah yang dipakai oleh para akademisi baik Barat dan Timur dari hegemoni Barat. Mereka sadar bahwa antara Timur dan Barat adalah sama- sama mempunyai peran dalam rangka tampil diri sesuai kondisi yang dipunyai. Mereka juga mendekontruksi tatanan yang sudah established yang diciptakan oleh kekuasaan yang bercokol. Keadaan ini misalnya kelihatan pada tulisan- tulisan Edward Said.
Muculnya orientalis yang memandang timur sebagai under develop itu disebabkan adanya the age of exploration, the age of reason dan renaissance serta penyebaran berita gembira (Bijbel).
3. Orientalisme dan Occidentalisme
Orang Barat mencitrakan timur sebagai under developed, uncivilized (tak berbudaya), the third world, ketinggalan teknologi, kurang disiplin, tidak tepat waktu, bahasanya sloopy (tak teratur), dikuasai mitos- mitos dan tidak mengerti posisi. Sementara karakteristik orang barat yang mengambil dari Yunani lebih percaya kepada fakta dan data yang rasional yang dengan itu dapat membebaskan manusia dari belenggu mitologi, klenik, legenda menjadi sekuler. Mereka adalah superior, maju dan disiplin.
Orientalisme adalah sebuah bentuk hemegomi Barat atas dunia Timur dengan membentuk opini dunia akan dikotomi Barat yang rasional, progress (maju), human, dan superior, sedangkan Timur dianggap memiliki identitas sebaliknya, yaitu sesat, irasional, terbelakang dan inferior. Kemudian abstraksi dan terorisasi tentang Timur lebih banyak didasarkan pada teks- teks klasik (textual study), sedangkan perkembangan masyarakat tidak dicermati secara lebih teliti. Dunia Timur dianggap begitu lestari (tidak berubah) uniform dan tidak sanggup mendefinisikan dirinya, dan yang lebih krusial lagi adalah tidak mengakui atau meragukan kesahihan sains yang berkembang dari teks agama.
Dari sini kelihatan bahwa orientalisme menciptakan perbedaan epistimologi dan ontologis antara Timur dan Barat yang mengabadikan stereotip- stereotip yang berwujud biner : maju barbar, berkembang primitif, unggul rendah, superior inferior dan seterusnya yang ujung- unjungnya adalah pengkutuban berupa “diri” dan “yang lain”.
Persoalan pertama berkenaan dengan orientalisme dan oksidentalisme ialah istilah dan pengertian orient dan oksiden itu sendiri; Barat dan Timur sesungguhnya tidak mempunyai realita obyektif, kecuali jika dibatasi sebagai cara pengenalan arah angin yang nisbi (sebab sesuatu ada di barat dan atau di timur, dengan sendirinya, tergantung kepada kedudukan orang yang memandangnya). Dan dalam bahasa Arab, kata- kata syarg untuk timur semata berarti terbit, dan kata- kata gharb untuk barat berarti terbenam. Karena itu untuk timur juga digunakan kata- kata masyriq (tempat terbit [matahari]), dan untuk barat digunakan kata- kata maghrib (tempat terbenam [matahari]). Padahal hal ini semuanya adalah nisbi belaka, tidak mutlak.
Dalam istilah orientalisme dan oksidentalisme terkandung pengertian timur dan Barat sebagai konsep geo- kultural dan geo- politik. Jika kita amati sejarah berbagai bangsa, atau bahkan pandangan kultural dan politik mereka sampai sekarang, kita akan temukan jenis- jenis konsep geo- kultural dan geo- politik yang sepadan dengan kezaliman kontemporer di Eropa dan Amerika (mungkin juga masih ada pada orang- orang Australia dan Selandia Baru) untuk mengenali diri mereka sebagai Barat dan lainnya Timur. Orang Jawa, misalnya, membagi manusia, khususnya di Asia Tenggara ini, menjadi Jawa dan Sabrang, dengan konotasinya sendiri. Orang Cina terkenal sekali dengan pandangan mereka tentang Negeri Tengah (Tiongkok) dan Orang Tengah (Tionghoa) dengan klaim kuat atas sentralitas negeri dan bangsa mereka, sementara orang lain, dengan sendirinya, bagi mereka adalah orang pinggiran atau perifeferal , juga dengan segala konotasinya.
Orang Arab, khususnya penduduk Makkah pada masa sebelum Islam, mempunyai konsep geo- kultural yang sedikit banyak sepadan dengan yang lain. Mereka dahulu, seperti banyak bangsa- bangsa Timur- Tengah, menganut keagamaan pemujaan (dewa) Matahari, yang disebut Symas. Mereka menyembahnya saat “dewa” itu menampakkan diri, yaitu saat matahari itu terbit di timur. Dalam posisi itu serta merta mereka melihat diri mereka di pusat jagad, dengan negeri- negeri di sebelah kiri dan kanan mereka, yang masing- masing di sebelah utara dan selatan. Mereka sebut negeri utara itu “Syam” (kiri), meliputi seluruh wilayah Jazirah Arabia sebelah selatan. Dengan sendirinya kota Makkah, yang juga disebut sebagai Umm-ul-Qura (Ibu negeri, Metropilis) adalah pusat semuanya itu. Pandangan geo- kultural orang Arab Mekkah itu bertahan sampai sekarang, dan nama- nama negeri Syam dan Yaman juga bertahan tanpa rasa keberatan.
Orientalisme adalah konstruksi historis terhadap masyarakat dan budaya timur sebagai “sesuatu yang asing”, sengkali bahkan di lihat sebagai jenis alien atau obyek yang indah dan eksotik. Orientalisme tidak tepat juga disamakan dengan realisme yang kasar dan brutal. Lebih tepat jika ia dipahami sebagai wacana yang memperlihatkan sense perbedaan yang fundamental antara “kami orang barat” dan “mereka orang timur” . Oriantalisme adalah penguasaan yang sifatnya hegemonis.
4. Orientalisme dan Kolonialisme
Studi orientalisme dan kolonialisme menaruh perhatian pada eksplorasi problem subjektivitas dan otentisitas diantara kelompok- kelompok sosial dan kebudayaan yang dikucilkan dari wacana kekuasaan. Apa yang dikerjakan Said sangat penting karena menunjukkan bagaimana wacana, nilai- nilai dan pola- pola pengetahuan secara jelas mengkonstruksi fakta- fakta.
Wacana orientalisme ini biasanya tertanam secara historis dalam proses sosial yang kompleks dan praktek- praktek politik masyarakat barat untuk mendominasi dan memegang otoritas atas masyarakat dan kebudayaan Timur. Dalam tingkatan yang paling praktis, orientalisme juga mewujud pada tulisan- tulisan akademis yang bertujuan untuk menunjukkan analisis obyektif dari masyarakat timur kepada masyarakat barat misalnya laporan- laporan tentang perang Teluk di Timur Tengah. Said mengadopsi metode yang digunakan oleh Mochel Foucault bahwa orientalisme itu dibangun lewat konstruksi diskursif.
Secara sederhana, studi kolonialisme menggugat kemapanan kekuasaan posisi pusat yang selalu didominasi oleh budaya kulit putih atau orang Eropa. Studi kolonialisme membawa semangat perlawanan kaum marjinal melawan kaum metropolis, kaum pinggiran melawan kaum pusat. Semangat untuk mendekonstruksi “narasi dominan dan hegemonik” dan penciptaan kembali sejarah yang non- repetetif. Semangat yang sama juga ditunjukkan misalnya oleh Stuart Hall dan kolega- koleganya di Bringmingham Centre. Salah satu tema utama yang kerap mereka eksplorasi adalah kritik terhadap “White racism” yang memandang “blackness” atau kulit hitam sebagai “other”. Mereka misalnya menunjukkan konstruksi media terhadap kriminalitas yang dilakukan orang- orang kulit hitam (black criminality) yang akhirnya di jadikan legitimasi oleh negara untuk membuat kebijakan- kebijakan yang merugikan kulit hitam.
Sebuah konsekuensi dari konstruksi kebudayaan Barat, masyarakatnya yang muncul dari kebudayaan atau kelompok mereka akan dianggap kelompok lain, karena dunia timur dianggap tidak berbudaya dan sengaja dikonstruksi untuk dijadikan tempat bermain oleh mereka. Orientalisme selain sebagai konstruksi sosial untuk dijadikan jarak pemisah, pembeda dan tempat bermain bagi kaun orientalis, juga berorientasi pada kekuasaan yang menyentuh pula seluruh aspek budaya dalam masyarakat. Karena pada situasi tertentu melahirkan adanya dominasi pandangan Barat dalam masyarakat Timur, yang menjadi sumber lahirnya ketidakadilan hubungan karena adanya keinginan untuk menjadi pusat di atas budaya masyarakat Timur. Dari sini lahirlah aliran berpikir tentang adanya dominasi Barat terhadap dunia Timur melalui cara yang tidak sehat. Timur adalah suatu bagian integral dari peradaban dan kebudayaan material Eropa. Orientalisme mengungkapkan dan menampilkan bagian tersebut secara budaya dan bahkan bahasa, studi kesarjanaan, lambang- lambang dan doktrin- doktrin yang mendukungnya bahkan birokrasi- birokrasi kolonial dan gaya- gaya kolonialisme (Said, 2001 : 2).
Hal ini dirasakan juga oleh masyarakat Indonsia pada zaman kolonial. Untuk membendung lahirnya karya- karya tulis bangsa Indonesia yang dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas kolonial, pemerintah Belanda mendirikan Balai Pustaka. Melalui nota rinkes bentuk dan gaya sastra Indonesia diarahkan. Karya yang tidak sesuai aturan kolonial atau berbeda sebelumnya dengan karya- karya yang tidak diakui oleh para pembaca Belanda akan tidak diakui dan tidak diterbitkan. Dan hasilnya sekaligus menunjukkan dominasi pandangan ideologi tersebut adalah, bahwa para penulis yang tidak masuk di dalam Balai Pustaka dianggap sebagai the other (orang lain) dan layak untuk dicurigai sebagai pembangkang yang melawan sistem ideologi yang dibangun oleh bangsa penjajah. Salah satu metode dalam penerapan sistem ideologi tersebut adalah bahasa yang digunakan dalam setiap cerita harus menggunakan bahasa Melayu Tinggi. Demikian pula terhadap tema cerita, yang tidak sesuai dengan cita- cita bangsa penjajah harus disensor atau dirubah lebih dahulu sebelum diterbitkan. Akhirnya karya- karya yang tidak sesuai dengan konsep ideologi kaum orientalis kemudian diterbitkan oleh penerbit lain. Justru dari sinilah lahir beberapa karya sastra sebagai bentuk dialektika yang justru di terima masyarakat.
Akhirnya kita tidak perlu apriori pada setiap Orientalis yang secara historis mungkin berhubungan dengan perjalanan kapitalisme dan kepentingan Barat yang bergesekan tajam dengan kita. Tidak sedikit dari mereka yang benar- benar mengabdikan dirinya untuk ilmu pengetahuan dan bersikap sangat sangat obyektif. Namun ada baiknya juga kita mulai pengetahuan dan bersikap sangat obyektif. Namun ada baiknya juga kita mulai melakukan oleh apa yang dianjurkan Edward Said untuk : menulis tentang mereka, suatu khasanah konsep fikir barat yang berbeda daripada tradisi ketimuran, itu dikenal dengan Oksidentalisme sebagai lawan daripada Orientalisme. fauzan

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Orientalisme Description: Rating: 5 Reviewed By: Unknown
Scroll to Top