KLASIFIKASI ABORTUS.
Keguguran atau abortus (al-Ijhâdh) dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis:
1. Al-Ijhâdh at-Tilqâ’i atau al-‘Afwi ( Abortus spontanea) yaitu proses
alami yang dilakukan rahim untuk mengeluarkan janin yang tidak mungkin
sempurna unsur-unsur kehidupan padanya. Bisa jadi ini terjadi dengan
sebab kecacatan besar yang menimpanya karena akibat sakitnya sang ibu
yang terkena penyakit beragam seperti diabetes atau lainnya.
2. Al-Ijhâdh al-‘Ilâji (Abortus Provokatus
Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus) adalah abortus (keguguran) yang
sengaja dilakukan para medis (dokter) demi menyelamatkan nyawa ibu yang
dalam keadaan sangat jarang bahwa kehamilannya dapat berlanjut dengan
selamat.
3. Al-Ijhâdh al-Ijtimâ–’i dinamakan juga al-Ijhâdh al-Jinâ`i atau
al-Ijrâmi (Abortus Provokatus Kriminalis) adalah aborsi yang sengaja
dilakukan tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Tujuannya hanya untuk
tidak melahirkan bayi atau untuk menjaga penampilan atau menutupi aib
dan sejenisnya. Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan
berbagai cara termasuk dengan alat-alat atau obat-obat tertentu.
SYARI’AT MEMANDANG ABORSI.
Melihat klasifikasi yang ada di atas, dapat dilihat bahwa jenis pertama
tidak masuk dalam kemampuan dan kehendak manusia, sehingga tentunya
masuk dalam firman Allah Azza wa Jalla :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.[al-Baqarah/2:168]
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وُضِعَ عَنْ أُمَّتِيْ الخَطَأُ وَ النِّسْيَانُ وَ مَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ
Dimaafkan dari umatku kesalahan (tanpa sengaja), lupa dan keterpaksaan
[HR al-Baihaqi dalam Sunannya dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam
Shahîhul-Jâmi no. 13066]
Sedangkan jenis kedua tidaklah dilakukan kecuali dalam keadaan darurat
yang menimpa sang ibu, sehingga kehamilan dan upaya mempertahankannya
dapat membahayakan kehidupan sang ibu. Sehingga aborsi menjadi
satu-satunya cara mempertahankan jiwa sang ibu; dalam keadaan tidak
mungkin bisa mengupayakan kehidupan sang ibu dan janinnya bersama-sama.
Dalam keadaan seperti inilah mengharuskan para medis spesialis kebidanan
mengedepankan nyawa ibu daripada janinnya. Memang nyawa janin sama
dengan nyawa sang ibu dalam kesucian dan penjagaannya, namun bila tidak
mungkin menjaga keduanya kecuali dengan kematian salah satunya maka hal
ini masuk dalam kaedah “Melanggar yang lebih ringan dari dua madharat
untuk menolak yang lebih berat lagi” (Irtikâbul khaffi ad-Dhararain
Lidaf’i A’lahuma).
Di sini jelaslah kemaslahatan mempertahankan nyawa sang ibu didahulukan
daripada kehidupan sang janin, karena ibu adalah induk dan tiang
keluarga. Dengan takdir Allah Azza wa Jalla ia bisa melahirkan berulang
kali, sehingga didahulukan nasib sang ibu dari janinnya.
Syaikh Ahmad al-Ghazâli seorang Ulama Indonesia menyatakan: “Adapun
ulama Indonesia berpendapat keharaman aborsi kecuali apabila ada dengan
sebab terpaksa yang harus dilakukan dan menyebabkan kematian sang ibu.
Hal ini karena syari’at Islam dalam keadaan seperti itu memerintahkan
untuk melanggar salah satu madharat yang teringan. Apabila tidak ada di
sana solusi lain selain menggugurkan janin untuk menjaga hidup sang
ibu”. [2] Wallâhu a’lam
Permasalahan yang penting dalam pembahasan ini adalah hukum aborsi jenis
ketiga yaitu Al-Ijhâdh al-Ijtimâ’i dinamakan juga al-Ijhâdh al-Jinâ`i
atau al-Ijrâmi (Abortus Provokatus Kriminalis).
HUKUM ABORSI JENIS INI.
Telah dimaklumi bahwa janin mengalami fase-fase pembentukan sebelum
menjadi janin yang sempurna dan lahir menjadi bayi. Di antara pembeda
yang banyak dilihat para ahli fikih yang berbicara dalam hal ini adalah
adanya ruh dalam janin tersebut. Dengan dasar ini maka hukum aborsi
dapat diklasifikasikan secara umum menjadi dua:
a. Aborsi Sebelum Ditiupkan Ruh
Melihat pendapat para Ulama fikih dari berbagai madzhab, dapat
disimpulkan bahwa pendapat mereka dalam masalah ini menjadi 3 kelompok:
1. Kelompok yang membolehkan aborsi sebelum ditiup ruh pada janin. Ini
pendapat minoritas Ulama madzhab Syâfi’iyah, Hambaliyah dan Hanafiyah.
2. Kelompok yang membolehkan aborsi sebelum dimulai pembentukan bentuk
janin yaitu sebelum empat puluh hari pertama. Ini pendapat mayoritas
mazhhab Hanafiyah, Syâfi;’iyah dan Hambaliyah. Pendapat ini dirajihkan
Syaikh Ali Thanthawi rahimahullah.
3. Kelompok yang mengharamkan aborsi sejak terjadinya pembuahan dalam
rahim. Ini pendapat yang rajih dalam madzhab Mâlikiyah, pendapat imam
al-Ghazâli, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Rajab al-Hambali dan Ibnu
al-Jauzi. Inilah pendapat madzhab Zhahiriyah.
Pendapat inilah yang dirajihkan mayoritas Ulama kontemporer dewasa ini,
karena adanya pelanggaran terhadap hak janin untuk hidup dan juga hak
masyarakat. DR. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan hal ini dengan menyatakan
bahwa para Ulama sepakat mengharamkan aborsi tanpa udzur setelah bulan
keempat, yaitu setelah berlalu seratus dua puluh hari dari permulaan
kehamilan. Mereka juga sepakat menganggap ini sebagai kejahatan yang
mengharuskan adanya diyat, karena ada upaya menghilangkan jiwa dan
pembunuhan. Saya sendiri merajihkan larangan aborsi sejak awal
kehamilan, karena adanya kehidupan dan permulaan pembentukan janin;
kecuali karena keadaan darurat seperti terkena penyakit akut/parah
contohnya kelumpuhan atau kanker. Saya sendiri condong sepakat dengan
pendapat al-Ghazâli yang menganggap aborsi, walaupun dilakukan di hari
pertama kehamilan adalah seperti membunuh janin hidup-hidup (al-Wa`du)
yang merupakan kejahatan terhadap sesuatu yang ada.
Sedangkan Syaikh Ahmad Sahnuun seorang Ulama dari Maroko menyatakan:
“Aborsi adalah perbuatan tercela dan kejahatan besar yang dilarang dalam
Islam. Juga diingkari jiwa kemanusian dan jiwa-jiwa yang mulia
menolaknya. Sebab hal itu adalah pembunuhan jiwa yang Allah Azza wa
Jalla haramkan, perubahan ciptaan Allah Azza wa Jalla dan menentang
takdir/kehendak Allah Azza wa Jalla ”. Islam telah melarang membunuh
jiwa seperti dalam firman Allah Azza wa Jalla :
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. (Qs al-Isra`/17:33)
sebagaimana juga melarang sikap merubah ciptaan Allah Azza wa Jalla
dalam firmanNya:
وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ
Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya. [an-Nisaa`/4:119]
Aborsi mirip dengan al-Wa`du (membunuh anak hidup-hidup) yang dahulu
pernah dilakukan di zaman Jahiliyah, bahkan tidak lebih kecil
kejahatannya. Islam sangat mengingkari hal ini sebagaimana firman-Nya:
وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ
Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, [at-Takwîr/81: 8]
Baik aborsi dilakukan di fase awal janin atau setelah ditiupkan ruh
padanya. Sebab semua fase pembentukan janin berisi kehidupan yang harus
dihormati, yaitu kehidupan pertumbuhan dan pembentukannya. Hal ini
menyelisihi orang-orang yang membolehkan aborsi sebelum ruh ditiupkan.
Mereka beranggapan bahwa sebelum adanya ruh maka tidak ada kehidupan
padanya, sehingga tidak ada kejahatan dan keharaman. Mereka dengan
membolehkan hal itu berarti telah membuka pintu yang sulit dibendung dan
memberikan senjata kepada tangan lawan dan musuh Islam untuk mencela
Islam. Juga melegalkan semua yang terjadi di luar negara Islam yang
berupa perbuatan nista dan tercela; yang membuat pusing para intelektual
dan menggoyangkan tatanan gereja dan para pendetanya. Setelah
dipastikan secara ilmiyah bahwa aborsi memiliki bahaya bagi kesehatan
dan kehidupan wanita, sehingga aborsi diharamkan untuk dilakukan, karena
menghilangkan madharat lebih didahulukan dari mengambil
kemaslahatan.[4]
Sedangkan DR. Ibrahim Haqqi menyatakan: “Diharamkan aborsi karena
merupakan pembunuhan jiwa yang tidak berdosa dan menjerumuskan jiwa
lainnya yaitu sang ibu kepada bahaya yang banyak hingga bahaya kematian.
Ini adalah perkara yang terlarang.”[5]
Demikian juga pendapat yang disampaikan Syaikh Ahmad al-Ghazâli seorang Ulama Indonesia mengatasnamakan Ulama Indonesia.[6]
Inilah pendapat yang dirajihkan Umar bin Ibrahim Ghânim penulis kitab
Ahkâmul-Janîn dalam pernyataan beliau : “Sudah pasti pendapat kelompok
yang melarang aborsi sejak pembuahan adalah yang lebih dekat kepada
kebenaran dan sesuai dengan ruh Islam. Ruh Islam yang memerintahkan
untuk melindungi dan menjaga keturunan; juga menghalangi kesempatan
pengekor hawa dan nafsu syahwat yang ingin mengambil kesempatan untuk
merealisasikan tujuan dan keinginan mereka untuk melemahkan keturunan
kaum Muslimin. Demikian juga fatwa larangan ini termasuk saddu
adz-Dzarî’at yang sangat bersesuaian dengan ruh syari’at Islam yang
mulia.
b. Aborsi Setelah Ditiupkan Ruh Pada Janin (Setelah Empat Bulan) .
Telah dijelaskan bahwa ada perbendaan pendapat di antara para Ulama
dalam hukum aborsi saat sebelum peniupan ruh pada janin. Sedangkan
setelah peniupan ruh, para ahli fikih sepakat bahwa janin telah menjadi
manusia dan bernyawa yang memiliki kehormatan dan kemuliaan, sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah Azza wa Jalla :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ
مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan. [al-Isrâ`/17 : 70] dan firman Allah
Azza wa Jalla :
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ
فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا
أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,
Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya.[al-Mâidah/5:32]
Di antara Ulama yang menukil kesepakatan ini adalah Ibnu Jizzi[7], DR. Wahbah az-Zuhaili[8] dan DR. Muhammad Ali al-Bâr [9]
Demikianlah, menjadi jelas bagi kita bahwa aborsi setelah ditiupkan ruh
pada janin adalah kejahatan yang tidak boleh dilakukan kecuali dalam
keadaan sangat darurat yang dipastikan. Caranya dengan mengambil
keputusan para medis yang terpercaya dan ahli di bidang tersebut; yaitu
bahwa adanya janin itu membahayakan kehidupan sang ibu. Perlu diketahui
dengan adanya kemajuan sarana kedokteran modern dan kemampuan ilmu serta
tersedianya semua keperluan tentang hal itu, maka aborsi untuk
penyelamatan nyawa ibu adalah peristiwa yang sangat jarang terjadi.
Wallâhu a’lam.
Mudah-mudahan pembahasan ini bermanfaat.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIIi/Jumadil Tsani
1430/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl.
Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197
Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Diadaptasi dari kitab Ahkâmul-Janîn fîl-Fiqhil-Islâm, karya Umar
bin Muhammad bin Ibrâhim Ghânim, cetakan pertama tahun1421 H, Dâr Ibni
Hazm
[2]. Al-Ijhâdh wa Nazharatul-Islam Ilaihi –makalah yang disusun Ahmad
al-Ghazâli dan diajukan kepada muktamar ar-Ribâth yang diadakan dari
tanggal 24-29/11/19721 M.
[3]. Al-Fikhul-Islami wa Adilatuhu 3/556-557
[4]. Al-Ijhâdhul-‘Amd , makalah disampaikan dalam muktamar ar-Ribâth hal. 309-346
[5]. Mauqifud-Dinil-islâm minal-Ijhâdh, makalah yang disampaikan dalam
muktamar ar-Ribâth, lihat Islam wa tanzhîm al-Wâlidiyah hal. 418.
[6]. Al-Ijhâdh wa Nazharatul-Islâm Ilaihi –makalah yang disusun Ahmad
al-Ghazâli dan diajukan kepada muktamar ar-Ribâth yang diadakan dari
tanggal 24-29/11/19721 M.
[7]. Al- Qawâninul-Fiqhiyah hal.141
[8]. Al-Fiqhul-Islâmi wa Adillatuhu 3/556
[9]. Siyâsah wa Wasâil tahdîdin-nasl hal. 167
Senin, 05 November 2012
- Blogger Comments
- Facebook Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar